• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK USAHA NELAYAN DENGAN PERILAKU EKONOMI NELAYAN

Terdapat tiga variabel karakteristik usaha nelayan yang akan diuji hubungannya dengan perilaku ekonomi nelayan, yaitu ukuran kapal, modal melaut dan jumlah hasil tangkapan. Keragaman yang ada di dalamnya umumnya dikarenakan adanya perbedaan kapal yang digunakan oleh masing-masing nelayan. Faktor kapal itu sendiri biasanya tergantung dari pemiliknya. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah keragaman karakteristik usaha nelayan memiliki hubungan dengan pola perilaku mereka dalam kerangka industrialisasi perikanan, khususnya ikan tuna. Perilaku ekonomi nelayan tersebut meliputi orientasi mutu (pemahaman dan penanganan ikan di atas kapal), adaptasi teknologi (adaptasi dan penggunaan teknologi guna mendukung peningkatan kualitas ikan), hubungan sosial (perilaku dan interaksi nelayan dengan lingkungan sosialnya), ketenagakerjaan (pola kerja nelayan), dan perilaku konsumsi nelayan (perilaku dalam mengonsumsi barang-barang di luar kebutuhan pokok).

Hubungan Ukuran Kapal dengan Perilaku Ekonomi

Hubungan ukuran kapal dengan perilaku ekonomi nelayan dianalisis dengan menggunakan SPSS 16 for windows dengan model uji Rank-Spearman. Uji ini dilakukan untuk menganalisis apakah terdapat hubungan nyata antara ukuran kapal dengan perilaku ekonomi nelayan. Ukuran kapal digolongkan ke dalam tiga kategori, yakni ukuran kecil, ukuran sedang, dan ukuran besar. Hasil pengujian hubungan antara ukuran kapal dengan perilaku ekonomi nelayan disajikan secara ringkas pada Tabel 15.

Tabel 15 Korelasi antara ukuran kapal dengan perilaku ekonomi

Perilaku Ekonomi Ukuran Kapal

P γγγγs Orientasi Mutu 0.012 0.392 Adaptasi Teknologi 0.002 0.475 Hubungan Sosial 0.577 0.091 Ketenagakerjaan 0.660 0.072 Perilaku Konsumsi 0.582 -0.090

Sumber: Data Primer diolah, 2013 Keterangan :

γs = koefisien korelasi P = nilai probabilitas

Cetak tebal: memiliki hubungan signifikan

Pengujian hubungan ukuran kapal terhadap perilaku ekonomi nelayan dilakukan dengan uji statistik analisis Rank-Spearman sekaligus dengan variabel independen berupa jumlah tanggungan dan variabel dependen terdiri atas orientasi mutu, adaptasi teknologi, hubungan sosial, ketenagakerjaan, dan perilaku

88

konsumsi. Uji hipotesis pengaruh ukuran kapal terhadap perilaku ekonomi nelayan dapat dijabarkan sebagai berikut:

H0 = Ukuran kapal tidak berpengaruh terhadap perilaku ekonomi nelayan.

H1 = Ukuran kapal berpengaruh terhadap perilaku ekonomi nelayan.

Hipotesis di atas akan diuji dengan melihat nilai signifikansi dari hasil pengujian dengan analisis Rank-Spearman. Kriteria pengujian hipotesis dengan uji statistik korelasi Rank-Spearman adalah jika nilai signifikansi (p) >0.05 maka terima H0, dan jika nilai signifikansi (p) <0.05 maka tolak H0 dan terima H1.

Penjelasan lebih jauh mengenai hubungan masing-masing aspek akan dijabarkan sebagai berikut.

Hubungan Ukuran Kapal dengan Orientasi Mutu

Hasil uji statistik pada Tabel 15 menunjukkan bahwa ukuran kapal dengan perilaku orientasi mutu berhubungan nyata dengan nilai signifikansi (p) = 0.012 dengan tingkat hubungan yang rendah tetapi pasti (γs = 0.392). Karena nilai signifikansi < 0.05 maka tolak H0 dan terima H1. Pada hubungan ini terlihat

adanya hubungan positif antara kedua variabel tersebut, yaitu semakin besar ukuran kapal yang digunakan, maka semakin tinggi perilaku orientasi yang dilakukan. Kapal yang digunakan nantinya akan berpengaruh terhadap volume es yang dapat dibawa dan jumlah ikan yang bisa diangkut. Semakin besar kapal yang digunakan, maka es yang dapat diangkut menjadi lebih banyak. Es merupakan salah satu alat penting untuk memertahankan mutu ikan tangkapan. Dengan durasi melaut selama 7 sampai 10 hari, maka makin banyak es yang diangkut akan semakin baik. Penggunaan es yang sesuai dan penggantian secara teratur dapat membuat mutu ikan tetap baik. Selain itu ukuran kapal juga berpengaruh terhadap jumlah tangkapan yang dibawa. Semakin besar kapasitas box ikan, maka peluang ikan untuk tertindih dan tertekan satu sama lain makin kecil. Nelayan pun tidak harus melakukan penanganan khusus pada ikan. Hal ini membuat kualitas mutu ikan juga tetap bisa dijaga.

Hubungan Ukuran Kapal dengan Adaptasi Teknologi

Hasil uji statistik pada Tabel 15 menunjukkan bahwa ukuran kapal dengan perilaku adaptasi teknologi terbukti berhubungan nyata dengan nilai signifikansi (p) = 0.002 dengan tingkat hubungan yang cukup berarti (γs = 0.475). Karena nilai signifikansi < 0.05 maka tolak H0 dan terima H1. Pada hubungan ini terlihat

adanya hubungan positif antara kedua variabel tersebut, yaitu semakin besar ukuran kapal yang digunakan, maka semakin tinggi perilaku adaptasi teknologi. Ukuran kapal yang digunakan nantinya akan berpengaruh terhadap teknologi apa saja yang harus digunakan, jarak tempuh kapal, kemampuan kapal untuk bertahan, dan tuntutan perilaku dari nelayan. Kapal-kapal dengan ukuran besar biasanya dilengkapi dengan teknologi yang cukup mumpuni. Pada beberapa kapal bahkan sudah dilengkapi radio komunikasi dan alat pencari ikan (fish finder).

Hubungan Ukuran Kapal dengan Hubungan Sosial

Hasil uji statistik pada Tabel 15 menunjukkan bahwa ukuran kapal dengan perilaku hubungan sosial memiliki nilai signifikansi (p) = 0.577. Karena nilai

89

signifikansi > 0.05 maka terima H0. Hal ini berarti bahwa ukuran kapal tidak

memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku hubungan sosial yang mereka lakukan. Kedua variabel tersebut tidak memiliki besar kecilnya kapal yang digunakan tidak akan berpengaruh besar pada hubungan sosial. Hubungan sosial yang dimaksud di sini merupakan perilaku nelayan untuk menjaga hubungan baik satu sama lain. Kepribadian individu, pengalaman hidup, dan pengaruh lingkungan sekitar yang biasanya menjadi faktor penentu perilaku nelayan dalam membina hubungan sosial dengan sekitarnya.

Hubungan Ukuran Kapal dengan Ketenagakerjaan

Hasil uji statistik pada Tabel 15 menunjukkan bahwa ukuran kapal dengan perilaku ketenagakerjaan memiliki nilai signifikansi (p) = 0.660. Karena nilai signifikansi > 0.05 maka terima H0. Hal ini berarti bahwa ukuran kapal tidak

memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku ketenagakerjaan yang mereka lakukan. Kepemilikan pekerjaan sampingan, rutinitas melaut, dan aspek-aspek lain yang terkait dengan ketenagakerjaan tidak memiliki hubungan dengan seberapa besar kapal yang mereka gunakan saat melaut.

Hubungan Ukuran Kapal dengan Perilaku Konsumsi

Hasil uji statistik pada Tabel 15 menunjukkan bahwa ukuran kapal dengan perilaku konsumsi memiliki nilai signifikansi (p) = 0.582. Karena nilai signifikansi > 0.05 maka terima H0. Hal ini berarti bahwa ukuran kapal tidak

memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku konsumsi yang mereka lakukan. Perilaku konsumsi salah satunya disebabkan oleh faktor budaya serta pengaruh lingkungan. Besar kecilnya kapal yang digunakan saat melaut tidak memiliki keterkaitan yang jelas dengan perilaku konsumsi nelayan.

Hubungan Modal Melaut dengan Perilaku Ekonomi

Hubungan modal melaut dengan perilaku ekonomi nelayan dianalisis dengan menggunakan SPSS 16 for windows dengan model uji Rank-Spearman. Uji ini dilakukan untuk menganalisis apakah terdapat hubungan nyata antara besarnya modal melaut nelayan dengan perilaku ekonomi nelayan. Modal melaut digolongkan ke dalam tiga kategori, yakni modal rendah, modal sedang, dan modal tinggi. Hasil pengujian hubungan antara modal melaut dengan perilaku ekonomi nelayan disajikan secara ringkas pada Tabel 16.

Pengujian hubungan modal melaut terhadap perilaku ekonomi nelayan dilakukan dengan uji statistik analisis Rank-Spearman sekaligus dengan variabel independen berupa modal melaut dan variabel dependen terdiri atas orientasi mutu, adaptasi teknologi, hubungan sosial, ketenagakerjaan, dan perilaku konsumsi. Uji hipotesis pengaruh jumlah tanggungan terhadap perilaku ekonomi nelayan dapat dijabarkan sebagai berikut:

H0 = Modal melaut tidak berpengaruh terhadap perilaku ekonomi nelayan.

H1 = Modal melaut berpengaruh terhadap perilaku ekonomi nelayan.

Hipotesis di atas akan diuji dengan melihat nilai signifikansi dari hasil pengujian dengan analisis Rank-Spearman. Kriteria pengujian hipotesis dengan

90

uji statistik korelasi Rank-Spearman adalah jika nilai signifikansi (p) >0.05 maka terima H0, dan jika nilai signifikansi (p) <0.05 maka tolak H0 dan terima H1.

Penjelasan lebih jauh mengenai hubungan masing-masing aspek akan dijabarkan sebagai berikut.

Tabel 16 Korelasi antara modal melaut dengan perilaku ekonomi

Perilaku Ekonomi Modal Melaut

P γγγγs Orientasi Mutu 0.000 0.610 Adaptasi Teknologi 0.047 0.317 Hubungan Sosial 0.028 0.348 Ketenagakerjaan 0.010 0.401 Perilaku Konsumsi 0.495 -0.111

Sumber: Data Primer diolah, 2013 Keterangan :

γs = koefisien korelasi P = nilai probabilitas

Cetak tebal: memiliki hubungan signifikan

Hubungan Modal Melaut dengan Orientasi Mutu

Hasil uji statistik pada Tabel 16 menunjukkan bahwa modal melaut dengan perilaku orientasi mutu terbukti berhubungan nyata dengan nilai signifikansi (p) = 0.000 dengan tingkat hubungan yang cukup berarti (γs = 0.610). Karena nilai signifikansi < 0.05 maka tolak H0 dan terima H1. Pada hubungan ini terlihat

adanya hubungan positif antara kedua variabel tersebut, yaitu semakin tinggi modal melaut yang dikeluarkan, maka semakin tinggi perilaku orientasi mutunya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 17 orang dengan modal melaut yang besar, 15 orang diantaranya memiliki perilaku orientasi mutu yang tinggi (lihat Lampiran 5).

“... harga es memang suka juga naik. Kalo kita lama ngelaut, esnya juga makin banyak, jadinya modalnya pun besar ...” (BLT, 45th, 5 Maret 2013)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam usaha perikanan tuna, ketersediaan es merupakan faktor mutlak yang harus dilakukan oleh nelayan. Es sendiri digunakan untuk memastikan kondisi ikan hasil tangkapan akan tetap segar sampai di TPI. Untuk menjaga kualitas ikan, proporsi penggunaan es haruslah tepat. Proporsi yang tepat inilah yang juga menuntut ketersediaan es yang mencukupi. Untuk memenuhinya, apabila ingin menyediakan es dalam jumlah yang banyak, modal yang dikeluarkan juga semakin besar.

Hubungan Modal Melaut dengan Adaptasi Teknologi

Hasil uji statistik pada Tabel 16 menunjukkan bahwa modal melaut dengan perilaku konsumsi terbukti berhubungan nyata dengan nilai signifikansi (p) = 0.047 dengan tingkat hubungan yang rendah tetapi pasti (γs = 0.317). Karena nilai

91

signifikansi < 0.05 maka tolak H0 dan terima H1. Pada hubungan ini terlihat

adanya hubungan positif antara kedua variabel tersebut, yaitu semakin tinggi, modal melaut yang digunakan, maka semakin rendah perilaku adaptasi teknologinya. Biasanya modal yang dikeluarkan akan berbanding lurus dari ukuran kapal. Secara tidak langsung nelayan-nelayan yang berada di ukuran kapal dan modal melaut besar akan berusaha meningkatkan adaptasi teknologinya. Selain itu, beberapa teknologi yang semakin tinggi akan berimplikasi pada penggunaan modal melaut yang semakin tinggi.

Hubungan Modal Melaut dengan Hubungan Sosial

Hasil uji statistik pada Tabel 16 menunjukkan bahwa modal melaut dengan perilaku hubungan sosial terbukti berhubungan nyata dengan nilai signifikansi (p) = 0.028 dengan tingkat hubungan yang rendah tetapi pasti (γs = 0.348). Karena nilai signifikansi < 0.05 maka tolak H0 dan terima H1. Pada hubungan ini terlihat

adanya hubungan positif antara kedua variabel tersebut, yaitu semakin tinggi modal, maka semakin tinggi perilaku hubungan sosialnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 17 orang dengan modal melaut yang tinggi, 12 diantaranya melakukan perilaku hubungan sosial yang tinggi (lihat Lampiran 5).

Hubungan Modal Melaut dengan Ketenagakerjaan

Hasil uji statistik pada Tabel 16 menunjukkan bahwa modal melaut dengan perilaku ketenagakerjaan terbukti berhubungan nyata dengan nilai signifikansi (p) = 0.010 dengan tingkat hubungan yang cukup berarti (γs = 0.401). Karena nilai signifikansi < 0.05 maka tolak H0 dan terima H1. Pada hubungan ini terlihat

adanya hubungan positif antara kedua variabel tersebut, yaitu semakin tinggi modal melaut, maka semakin tinggi perilaku ketenagakerjaannya. Hal ini umumnya dikarenakan nelayan dengan modal melaut yang tinggi biasanya akan melakukan pola kerja yang lebih baik dari nelayan dengan modal melaut kecil.

Hubungan Modal Melaut dengan Perilaku Konsumsi

Hasil uji statistik pada Tabel 16 menunjukkan bahwa modal melaut dengan perilaku konsumsi memiliki nilai signifikansi (p) = 0.495. Karena nilai signifikansi > 0.05 maka terima H0. Hal ini berarti bahwa modal melaut yang

digunakan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku konsumsi yang dilakukan nelayan. Dalam membina hubungan dengan lingkungan sekitar, modal dalam melaut yang mereka habiskan bukanlah faktor penentu. Kepribadian individu, pengalaman hidup, dan pengaruh lingkungan sekitar yang biasanya menjadi faktor penentu perilaku nelayan dalam membina hubungan sosial dengan sekitarnya.

Hubungan Hasil Tangkapan dengan Perilaku Ekonomi

Hubungan hasil tangkapan dengan perilaku ekonomi nelayan dianalisis dengan menggunakan SPSS 16 for windows dengan model uji Rank-Spearman. Uji ini dilakukan untuk menganalisis apakah terdapat hubungan nyata antara jumlah hasil tangkapan dengan perilaku ekonomi nelayan. Hasil Tangkapan digolongkan ke dalam tiga kategori, yakni rendah, sedang, dan tinggi. Hasil

92

pengujian hubungan antara hasil tangkapan dengan perilaku ekonomi nelayan disajikan secara ringkas pada Tabel 17.

Tabel 17 Korelasi antara jumlah tangkapan dengan perilaku ekonomi

Perilaku Ekonomi Jumlah Tangkapan

P γγγγs Orientasi Mutu 0.010 0.403 Adaptasi Teknologi 0.208 0.203 Hubungan Sosial 0.180 0.216 Ketenagakerjaan 0.184 0.214 Perilaku Konsumsi 0.740 -0.054

Sumber: Data Primer diolah, 2013 Keterangan :

γs = koefisien korelasi P = nilai probabilitas

Cetak tebal: memiliki hubungan signifikan

Pengujian hubungan jumlah tangkapan terhadap perilaku ekonomi dilakukan dengan uji statistik analisis Rank-Spearman sekaligus dengan variabel independen berupa jumlah tangkapan dan variabel dependen terdiri atas orientasi mutu, adaptasi teknologi, hubungan sosial, ketenagakerjaan, dan perilaku konsumsi. Uji hipotesis pengaruh jumlah tangkapan terhadap perilaku ekonomi nelayan dapat dijabarkan sebagai berikut:

H0 = Jumlah tangkapan tidak berpengaruh terhadap perilaku ekonomi nelayan.

H1 = Jumlah tangkapan berpengaruh terhadap perilaku ekonomi nelayan.

Hipotesis di atas akan diuji dengan melihat nilai signifikansi dari hasil pengujian dengan analisis Rank-Spearman. Kriteria pengujian hipotesis dengan uji statistik korelasi Rank-Spearman adalah jika nilai signifikansi (p) >0.05 maka terima H0, dan jika nilai signifikansi (p) <0.05 maka tolak H0 dan terima H1.

Penjelasan lebih jauh mengenai hubungan masing-masing aspek akan dijabarkan sebagai berikut.

Hubungan Jumlah Tangkapan dengan Orientasi Mutu

Hasil uji statistik pada Tabel 17 menunjukkan bahwa jumlah tangkapan dengan perilaku orientasi mutu terbukti berhubungan nyata dengan nilai signifikansi (p) = 0.010 dengan tingkat hubungan yang cukup berarti (γs = 0.403). Karena nilai signifikansi < 0.05 maka tolak H0 dan terima H1. Pada hubungan ini

terlihat adanya hubungan positif antara kedua variabel tersebut, yaitu semakin tinggi jumlah tangkapan, maka semakin tinggi perilaku orientasi mutunya. Hubungan keduanya dapat dikatakan saling berkaitan atau semacam lingkaran yang saling memengaruhi. Biasanya nelayan dengan jumlah tangkapan banyak akan memerhatikan kondisi mutu ikannya lebih baik agar harga jualnya lebih tinggi.

93

Hubungan Jumlah Tangkapan dengan Adaptasi Teknologi

Hasil uji statistik pada Tabel 17 menunjukkan bahwa jumlah tangkapan dengan perilaku adaptasi teknologi memiliki nilai signifikansi (p) = 0.208. Karena nilai signifikansi > 0.05 maka terima H0. Hal ini berarti bahwa jumlah tangkapan

tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku adaptasi teknologi yang mereka lakukan. Memang secara logika sebenarnya bisa saja terdapat hubungan antara kedua hal tersebut. Namun hubungan jumlah tangkapan dan adaptasi teknologi biasanya ditentukan oleh kondisi alam dan musim.

“... memang sih kalo kapalnya lebih gede yah muat ikannya lebih banyak. Terus kalo alat-alatnya bagus juga harusnya bisa lebih banyak ikannya, tapi yah mas, namanya ikan itu susah ditebak, kapan dia mau makannya. Jumlah tangkapan tergantung nasib kali yah mas ...” (WJU, 23th, 6 Maret 2013)

Hubungan Jumlah Tangkapan dengan Hubungan Sosial

Hasil uji statistik pada Tabel 17 menunjukkan bahwa jumlah tangkapan dengan perilaku hubungan sosial memiliki nilai signifikansi (p) = 0.180. Karena nilai signifikansi > 0.05 maka terima H0. Hal ini berarti bahwa jumlah tangkapan

tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku hubungan sosial yang mereka lakukan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa hubungan sosial umumnya bergantung pada faktor individu masing-masing nelayan. Oleh karena itu, seberapa banyak pun jumlah ikan yang mampu ditangkap, tidak berpengaruh besar tehadap kemampuan seseorang beradaptasi dengan lingkungan sosialnya.

Hubungan Jumlah Tangkapan dengan Ketenagakerjaan

Hasil uji statistik pada Tabel 17 menunjukkan bahwa jumlah tangkapan dengan perilaku ketenagakerjaan memiliki nilai signifikansi (p) = 0.184. Karena nilai signifikansi > 0.05 maka terima H0. Hal ini berarti bahwa jumlah tangkapan

tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku ketenagakerjaan yang mereka lakukan. Kepemilikan pekerjaan sampingan, rutinitas melaut dan aspek- aspek lain yang terkait dengan ketenagakerjaan tidak memiliki hubungan dengan seberapa banyak ikan yang mereka tangkap.

Hubungan Jumlah Tangkapan dengan Perilaku Konsumsi

Hasil uji statistik pada Tabel 17 menunjukkan bahwa jumlah tangkapan dengan perilaku konsumsi memiliki nilai signifikansi (p) = 0.740. Karena nilai signifikansi > 0.05 maka terima H0. Hal ini berarti bahwa jumlah tangkapan tidak

memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku konsumsi yang dilakukan nelayan. Hal ini menyatakan bahwa banyak atau sedikitnya jumlah ikan yang dapat ditangkap tidak memiliki keterkaitan langsung dengan perilaku konsumsi.

PENUTUP

Kesimpulan

Sesuai dengan hasil-hasil penelitian yang telah dijabarkan sebelumnya dapat dibuat beberapa kesimpulan seperti berikut ini:

1. Secara umum, perilaku ekonomi nelayan tuna, terkait dengan industrialisasi sudah cukup baik. Perilaku orientasi mutu yang dilakukan oleh nelayan tuna Sendang Biru terbilang cukup baik. Namun, belum adanya tuntutan dari pihak pengambak dan TPI, membuat nelayan tidak memiliki motivasi lebih tinggi terkait peningkatan kualitas mutu hasil tangkapan. Dari segi perilaku adaptasi teknologi, kemampuan nelayan di sana dipandang sudah cukup mumpuni. Perilaku hubungan sosial yang dilakukan oleh nelayan kepada aktor lainnya sudah sangat baik. Hal ini disebabkan eratnya hubungan satu sama lain dan tingginya ketergantungan di antara mereka. Perilaku ketenagakerjaan yang dilakukan oleh para nelayan termasuk kategori rendah. Hal tersebut disebabkan, walaupun memiliki pola kerja yang rutin, hampir semua nelayan di sana tidak ada yang memiliki pekerjaan sampingan saat musim paceklik. Terakhir, perilaku konsumsi yang dilakukan tergolong tinggi. Perilaku seperti merokok, minum alkohol, berjudi, dan bermain wanita sudah lumrah di kalangan nelayan.

2. Karakteristik individu terbagi menjadi enam variabel, yaitu usia, tingkat pendidikan, pengalaman sebagai nelayan, jumlah tanggungan, tingkat pendapatan, dan tingkat pengetahuan. Perilaku ekonomi nelayan dibagi menjadi lima variabel, yaitu perilaku orientasi mutu, adaptasi teknologi, hubungan sosial, ketenagakerjaan, dan perilaku konsumsi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, terdapat beberapa hubungan antar masing-masing variabel dari dua konsep di atas. Usia responden memiliki hubungan positif dengan perilaku hubungan sosial dan hubungan negatif dengan perilaku konsumsi. Umumnya usia dari responden menentukan tingkat kemapanan dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial serta keinginan untuk mengonsumsi barang-barang diluar kebutuhan pokok. Tingkat pendidikan memiliki hubungan positif dengan perilaku adaptasi teknologi, karena nelayan dengan pendidikan tinggi biasanya lebih mudah dalam mengoprasikan peralatan tangkap modern. Pengalaman sebagai nelayan memiliki hubungan negatif dengan perilaku konsumsi. Alasannya tidak jauh berbeda dengan variabel usia, nelayan dengan pengalaman tinggi biasanya berusia tua dan intensitas pada perilaku konsumsi juga semakin berkurang. Variabel jumlah tanggungan memiliki hubungan positif dengan semua variabel kecuali perilaku konsumsi (hubungan negatif). Hal tersebut umumnya disebabkan semakin banyak jumlah tanggungan maka akan meningkatkan motivasi nelayan untuk berperilaku lebih baik lagi. Variabel tingkat pendapatan memiliki hubungan positif dengan orientasi mutu disebabkan hubungan satu sama lain, dimana nelayan dengan pendapatan tinggi akan berusaha meningkatkan orientasi mutu. Terakhir, variabel tingkat pengetahuan memiliki hubungan positif dengan perilaku orientasi mutu. Hal ini disebabkan semakin banyak pengetahuan

96

nelayan terkait dengan peningkatan kualitas mutu, maka semakin tinggi juga perilaku orientasi mutu yang dia lakukan.

3. Intervensi pihak luar dilihat berdasarkan variabel bantuan modal. Perilaku ekonomi nelayan dibagi menjadi lima variabel, yaitu perilaku orientasi mutu, adaptasi teknologi, hubungan sosial, ketenagakerjaan, dan perilaku konsumsi. Bantuan modal memiliki hubungan positif dengan perilaku orientasi mutu, adaptasi teknologi, hubungan sosial, dan ketenagakerjaan. Hal tersebut membuktikan bahwa bantuan modal memberikan efek yang besar bagi peningkatan perilaku ekonomi nelayan dalam kerangka industrialisasi, tentunya di luar perilaku konsumsi. Namun sayangnya bantuan yang ada masih sangat rendah. Bahkan sebagian besar responden tidak pernah mendapat bantuan modal.

4. Karakteristik usaha nelayan terbagi menjadi tiga variabel, yaitu ukuran kapal, modal melaut, dan jumlah tangkapan. Perilaku ekonomi nelayan dibagi menjadi lima variabel, yaitu perilaku orientasi mutu, adaptasi teknologi, hubungan sosial, ketenagakerjaan, dan perilaku konsumsi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, terdapat beberapa hubungan antar masing-masing variabel dari dua konsep di atas. Ukuran kapal memiliki hubungan positif dengan orientasi mutu dan adaptasi teknologi. Hal tersebut dikarenakan besar kecilnya kapal yang digunakan menentukan jumlah es dan ikan yang dapat diangkut, serta teknologi apa yang dapat digunakan. Selanjutnya modal melaut memiliki hubungan positif dengan perilaku orientasi mutu, adaptasi teknologi, hubungan sosial, dan ketenagakerjaan. Umumnya hal ini dikarenakan modal melaut turut menentukan kapasitas atau tingkatan usaha nelayan. Semakin besar modal, usahanya akan semakin besar. Hal inilah yang dapat memengaruhi keempat perilaku ekonomi nelayan. Terakhir, jumlah tangkapan berhubungan positif dengan perilaku orientasi mutu. Hubungan ini disebabkan, bahwa dengan adanya jumlah tangkapan yang besar, motivasi nelayan untuk menjaga orientasi mutu akan lebih besar.

Saran

Saran yang dapat diberikan sesuai dengan hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah:

1. Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah diharapkan mampu menyediakan sarana dan prasarana yang lebih mumpuni. Berdasarkan hasil penelitian, kualitas ikan tuna tidak hanya ditentukan dari perilaku nelayan, melainkan dipengaruhi pula oleh kondisi eksternal. Salah satu faktor eksternal yang cukup penting yaitu kondisi TPI. Pemerintah diharapkan untuk segera merampungkan pembangunan TPI yang baru demi peningkatan kualitas ikan tuna hasil tangkapan. Selain itu, pemerintah diharapkan dapat membantu penyediaan tempat pendinginan ikan di TPI Pondokdadap, mengingat ketersediaan tempat tersebut mutlak diperlukan dalam usaha penangkapan ikan.

2. Pemerintah diharapkan mampu untuk memberikan penyuluhan yang lebih mendalam pada nelayan tuna mengenai standar mutu ikan tuna. Namun, hal tersebut juga harus didukung dengan campur tangan pemerintah dalam mengatur harga ikan tuna, mengingat selama ini ikan hanya diberi harga

97

berdasarkan beratnya saja, bukan mutunya. Penyediaan tenaga ahli di bidang