PERILAKU EKO
KERANGKA
DEPARTEMEN SAINS KOM FAK
INS
EKONOMI NELAYAN IKAN TUNA DA
NGKA INDUSTRIALISASI PERIKANAN
ARIF RACHMAN
NS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN M FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2013
A DALAM
ANAN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perilaku Ekonomi Nelayan Ikan Tuna dalam Kerangka Industrialisasi Perikanan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
ARIF RACHMAN. Perilaku Ekonomi Nelayan Ikan Tuna dalam Kerangka Industrialisasi Perikanan. Dibimbing oleh ARIF SATRIA.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perilaku ekonomi nelayan ikan tuna dalam kerangka industrialisasi. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat hubungan antara karakteristik responden, karakteristik usaha nelayan, dan intervensi pihak luar, dengan perilaku ekonomi nelayan. Penelitian dilakukan menggunakan metode kuantitatif dengan didukung metode kualitatif. Secara umum, perilaku ekonomi nelayan tuna Desa Tambakrejo sudah tergolong cukup baik, mulai dari kemampuan menjaga mutu hasil tangkapan, penggunaan teknologi yang cukup modern, pembinaan hubungan sosial dengan sesama, dan pola ketenagakerjaan yang baik. Pada pengujian karakteristik individu dengan perilaku ekonomi, hubungan paling signifikan ditunjukkan oleh variabel jumlah tanggungan. Hal tersebut berarti bahwa semakin banyak jumlah tanggungan yang dimiliki nelayan, maka perilaku ekonominya akan semakin tinggi. Pada pengujian intervensi pihak luar, hubungan signifikan ditunjukkan oleh variabel bantuan modal. Hal ini berarti bahwa semakin banyak bantuan modal yang diberikan pihak luar, maka dapat membuat perilaku ekonomi yang dilakukan nelayan semakin baik. Terakhir, pada pengujian karteristik usaha dengan perilaku ekonomi, hubungan paling signifikan ditunjukkan oleh variabel modal melaut. Hal ini juga berarti bahwa semakin besar modal melaut yang digunakan, maka perilaku ekonomi nelayan tersebut akan semakin tinggi.
Kata kunci: perilaku ekonomi, nelayan, industrialisasi perikanan
ABSTRACT
ARIF RACHMAN. Economic Behavior of Tuna Fishers in Supporting Fisheries Industrialization. Supervised by ARIF SATRIA.
relationship of fisher’s business characteristic is shown by business capital variable. This means that the more number of business capital will make the economic behavior getting higher.
PERILAKU EKONOMI NELAYAN TUNA DALAM
KERANGKA INDUSTRIALISASI PERIKANAN
ARIF RACHMAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Perilaku Ekonomi Nelayan Ikan Tuna dalam Kerangka Industrialisasi Perikanan
Nama : Arif Rachman
NIM : I34090010
Disetujui oleh
Dr Arif Satria, SP MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya tulis yang dimulai sejak bulan Februari 2013 ini berjudul Perilaku Ekonomi Nelayan Ikan Tuna dalam Kerangka Industrialisasi Perikanan.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr Arif Satria, SP MSi, selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan saran, kritik, dan motivasi selama proses penulisan karya tulis ini. Selain itu, penulis ucapkan terima kasih kepada Dr Ir Rilus A. Kinseng, MA dan Ir Sutisna Riyanto, MSi, sebagai dosen penguji skripsi. Penulis juga berterima kasih kepada seluruh warga Desa Tambakrejo, khususnya Dusun Sendang Biru. Tidak lupa penulis menyampaikan hormat dan rasa terima kasih kepada keluarga tercinta, Ibunda Siti Hawa, Ayahanda Muhammad Nur, Kakakku Novi Rahmawati, dan Adik-adikku Fitri Rachmadinyah dan Anisa Nusya’bani yang dengan segenap jiwa dan raganya selalu memberikan semangat, doa, dukungan, dan kasih sayang kepada penulis.
Terima kasih kepada Kak Alfian Helmi yang senantiasa membantu penulis dalam mengembangkan ide-ide baru. Terima kasih kepada teman sekaligus tutor yang sangat luar biasa Tiara Pridatika, Anggi Indriani Tami, Agustin, Hilda Nurul, Jajang Somantri, dan M. Septiadi atas bantuannya dalam penyelesaian karya tulis ini. Terima kasih kepada sahabat-sahabatku Lulu Hanifah, Indra Setiyadi, Faris Budiman Annas, Rizka Andini, Hamdani Pramono, Ai Nurasiah Zhakiyah, Bahari Ilmawan, Oki Wanarijki, Fadil Afrianto, Nadia Zabila, M. Iyos Rosyid, Ajeng Intan, Yandra Azhari, Syifa Selvia Sulistyoningrum, Fajrina Nissa Utami, Siska Oktavia, Rizka Amalia, Elbie Yudha Pratama, Anandita Rostu, Ratu Sarah Indah, Lidya Agustina, Iqbaludin Akbar atas persahabatan luar biasa yang kalian berikan. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuanganku Faiza Libby Shabira Lubis dan Nina Lucellia atas bantuan dan motivasinya selama ini. Serta untuk Aulia Rizki Andini, untuk selalu memotivasi, mendukung, dan mendengarkan keluh kesah penulis.
Terima kasih sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada Keluarga Besar HIMASIERA 2011-2012, yang selalu memacu penulis untuk memunculkan ide-ide baru dan menularkan semangat baru. Keluarga Besar Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) angkatan 46 yang dengan segala kemurahan hatinya selalu bisa menerima penulis apa adanya menjadi bagian dari mereka. Serta semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan, dan kerja samanya selama ini.
Penulis berharap proposal penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa dalam karya ini terdapat banyak kesalahan, untuk itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Masalah Penelitian 3
Tujuan Penelitian 3
Kegunaan Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA 5
Industrialisasi Perikanan 5
Karakteristik dan Tipologi Nelayan 6
Masyarakat Pesisir dan Kemiskinan 11
Perikanan Tuna di Indonesia 12
Kondisi Perikanan Tuna di Indonesia 12
Alat Tangkap Ikan Tuna 15
Penanganan Ikan Tuna 16
Perilaku Ekonomi Nelayan dan Industrialisasi 18
Strategi Menghadapi Industrialisasi Perikanan 20
KERANGKA PEMIKIRAN 23
Hipotesis 24
Definisi Konseptual 24
Definisi Operasional 25
PENDEKATAN LAPANG 29
Metode Penelitian 29
Lokasi dan Waktu 29
Teknik Pemilihan Responden dan Informan 30
Teknik Pengumpulan Data 30
Teknik Pengolahan dan Analisis Data 31
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 33
Letak Geografis dan Kondisi Alam 33
Penduduk dan Mata Pencaharian 33
Sarana dan Prasarana 35
vi
Kondisi Ekologi 40
Gambaran Umum RW 40
KARAKTERISTIK RESPONDEN, KARAKTERISTIK USAHA
RESPONDEN, DAN INTERVENSI PIHAK LUAR 43
Karakteristik Responden 43
Usia Responden 43
Tingkat Pendidikan 43
Pengalaman Sebagai Nelayan 44
Jumlah Tanggungan 45
Tingkat Pendapatan 46
Tingkat Pengetahuan 47
Intervensi Pihak Luar 48
Bantuan Modal 48
Karakteristik Usaha Nelayan 48
Ukuran Kapal 48
Modal Melaut 49
Jumlah Tangkapan 50
PERILAKU EKONOMI NELAYAN IKAN TUNA DALAM KERANGKA
INDUSTRIALISASI PERIKANAN 53
Perilaku Orientasi Mutu Nelayan Tuna Sendang Biru 53 Perilaku Adaptasi Teknologi Nelayan Tuna Sendang Biru 57 Perilaku Hubungan Sosial Nelayan Tuna Sendang Biru 61 Perilaku Ketenagakerjaan Nelayan Tuna Sendang Biru 63
Perilaku Konsumsi Nelayan Tuna Sendang Biru 65
ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN
PERILAKU EKONOMI NELAYAN 69
Hubungan Usia dengan Perilaku Ekonomi 69
Hubungan Usia dengan Orientasi Mutu 70
Hubungan Usia dengan Adaptasi Teknologi 70
Hubungan Usia dengan Hubungan Sosial 70
Hubungan Usia dengan Ketenagakerjaan 71
Hubungan Usia dengan Perilaku Konsumsi 71
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Ketenagakerjaan 73 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perilaku Konsumsi 73 Hubungan Pengalaman Sebagai Nelayan dengan Perilaku Ekonomi 73 Hubungan Pengalaman Sebagai Nelayan dengan Orientasi Mutu 74 Hubungan Pengalaman Sebagai Nelayan dengan Adaptasi Teknologi 75 Hubungan Pengalaman Sebagai Nelayan dengan Hubungan Sosial 75 Hubungan Pengalaman Sebagai Nelayan dengan Ketenagakerjaan 75 Hubungan Pengalaman Sebagai Nelayan dengan Perilaku Konsumsi 75 Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Perilaku Ekonomi 76 Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Orientasi Mutu 76 Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Adaptasi Teknologi 77 Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Hubungan Sosial 77 Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Ketenagakerjaan 78 Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Perilaku Konsumsi 78 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Perilaku Ekonomi 78 Hubungan Tingkat Pendapatan Nelayan dengan Orientasi Mutu 79 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Adaptasi Teknologi 79 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Hubungan Sosial 80 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Ketenagakerjaan 80 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Perilaku Konsumsi 80 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Ekonomi 80 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Orientasi Mutu 81 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Adaptasi Teknologi 82 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Hubungan Sosial 82 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Ketenagakerjaan 82 Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Konsumsi 82 ANALISIS HUBUNGAN INTERVENSI PIHAK LUAR DENGAN
PERILAKU EKONOMI NELAYAN 83
Hubungan Bantuan Modal dengan Perilaku Ekonomi 83 Hubungan Pengalaman Sebagai Nelayan dengan Orientasi Mutu 84 Hubungan Pengalaman Sebagai Nelayan dengan Adaptasi Teknologi 84 Hubungan Pengalaman Sebagai Nelayan dengan Hubungan Sosial 84 Hubungan Pengalaman Sebagai Nelayan dengan Ketenagakerjaan 85 Hubungan Pengalaman Sebagai Nelayan dengan Perilaku Konsumsi 85 ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK USAHA NELAYAN
viii
Hubungan Ukuran Kapal dengan Perilaku Ekonomi 87
Hubungan Ukuran Kapal dengan Orientasi Mutu 88 Hubungan Ukuran Kapal dengan Adaptasi Teknologi 88 Hubungan Ukuran Kapal dengan Hubungan Sosial 88 Hubungan Ukuran Kapal dengan Ketenagakerjaan 89 Hubungan Ukuran Kapal dengan Perilaku Konsumsi 89
Hubungan Modal Melaut dengan Perilaku Ekonomi 89
Hubungan Modal Melaut dengan Orientasi Mutu 90 Hubungan Modal Melaut dengan Adaptasi Teknologi 90 Hubungan Modal Melaut dengan Hubungan Sosial 91 Hubungan Modal Melaut dengan Ketenagakerjaan 91 Hubungan Modal Melaut dengan Perilaku Konsumsi 91 Hubungan Hasil Tangkapan dengan Perilaku Ekonomi 91 Hubungan Jumlah Tangkapan dengan Orientasi Mutu 92 Hubungan Jumlah Tangkapan dengan Adaptasi Teknologi 93 Hubungan Jumlah Tangkapan dengan Hubungan Sosial 93 Hubungan Jumlah Tangkapan dengan Ketenagakerjaan 93 Hubungan Jumlah Tangkapan dengan Perilaku Konsumsi 93
PENUTUP 95
Kesimpulan 95
Saran 96
DAFTAR PUSTAKA 99
LAMPIRAN 103
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Matriks karakteristik nelayan 8
Tabel 2 Matriks tipologi nelayan berdasarkan berbagai aspek 10
Tabel 3 Perbandingan kondisi ikan 17
Tabel 4 Perilaku ekonomi nelayan 19
Tabel 5 Strategi pendorong transformasi nelayan 21 Tabel 6 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan golongan umur 34 Tabel 7 Produksi perikanan laut Pelabuhan Sendang Biru 37 Tabel 8 Korelasi antara usia responden dengan perilaku ekonomi 69 Tabel 9 Korelasi antara tingkat pendidikan responden dengan perilaku
ekonomi 72
Tabel 10 Korelasi antara pengalaman sebagai nelayan dengan perilaku
ekonomi 74
Tabel 11 Korelasi antara jumlah tanggungan responden dengan perilaku
ekonomi 76
Tabel 12 Korelasi antara tingkat pendapatan responden dengan perilaku
ekonomi 79
Tabel 13 Korelasi antara tingkat pengetahuan responden dengan
perilaku ekonomi 81
Tabel 14 Korelasi antara bantuan modal dengan perilaku ekonomi 83 Tabel 15 Korelasi antara ukuran kapal dengan perilaku ekonomi 87 Tabel 16 Korelasi antara modal melaut dengan perilaku ekonomi 90 Tabel 17 Korelasi antara jumlah tangkapan dengan perilaku ekonomi 92
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Penampakan ikan tuna 13
Gambar 2 Kerangka pemikiran 24
Gambar 3 Sebaran jumlah penduduk berdasarkan pekerjan 35 Gambar 4 Grafik hasil tangkapan ikan tuna dan baby tuna tahun 2012 38 Gambar 5 Persentase responden berdasarkan usia di Desa Tambakrejo,
Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Provinsi
Jawa Timur Tahun 2013 43
Gambar 6 Persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten
Malang, Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 44
Gambar 7 Persentase responden berdasarkan pengalaman sebagai nelayan di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 45 Gambar 8 Persentase responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga
x
Gambar 9 Persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten
Malang, Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 46
Gambar 10 Persentase responden berdasarkan tingkat pengetahuan di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten
Malang, Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 47
Gambar 11 Persentase responden berdasarkan bantuan modal di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten
Malang, Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 48
Gambar 12 Persentase responden berdasarkan ukuran kapal di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten
Malang, Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 49
Gambar 13 Persentase responden berdasarkan modal melaut di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten
Malang, Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 50
Gambar 14 Persentase responden berdasarkan jumlah tangkapan di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten
Malang, Provinsi Jawa Timur Tahun 2013 50
Gambar 15 Persentase tingkat perilaku orientasi mutu 55
Gambar 16 Penampakan TPI Pondokdadap 56
Gambar 17 Persentase tingkat perilaku adaptasi teknologi 57 Gambar 18 Rumpon laut dalam (3 000–6 000 m) nelayan sekoci PPP
Pondokdadap Sendang Biru. 58
Gambar 19 Umpan ikan dari bahan benang, sendok, dan plastik 60 Gambar 20 Kapal sekoci nelayan tuna Sendang Biru 60 Gambar 21 Persentase Tingkat Perilaku Hubungan Sosial 61 Gambar 22 Persentase tingkat perilaku ketenagakerjaan 64 Gambar 23 Persentase tingkat perilaku konsumsi 65
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kebutuhan data, metode, jenis data, dan sumber data 103
Lampiran 2 Rencana kegiatan penelitian 104
Lampiran 3 Denah lokasi penelitian 105
Lampiran 4 Daftar nama kerangka sampling dan responden penelitian 106
Lampiran 5 Dokumentasi penelitian 107
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17 504 pulau dengan garis pantai sepanjang 95 181 km dan luas laut sekitar 5.8 juta km² (0.8 juta km² perairan teritorial; 2.3 juta km² perairan nusantara; dan 2.7 juta km2 perairan ZEE) yang memiliki potensi sumber daya perikanan dan kelautan yang sangat melimpah. Namun sayangnya, dengan potensi yang demikian besar, sektor perikanan baru mampu memberikan sumbangsih untuk Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar 3.46 persen (KKP 2012b). Ada banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut, salah satunya proses industrialisasi di sektor kelautan dan perikanan.
Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) (2012), industrialisasi kelautan dan perikanan adalah proses perubahan sistem produksi hulu dan hilir untuk meningkatkan nilai tambah, produktivitas, dan skala produksi sumber daya kelautan dan perikanan, melalui modernisasi yang didukung dengan arah kebijakan terintegrasi antara kebijakan ekonomi makro, pengembangan infrastruktur, sistem usaha dan investasi, ilmu pengetahuan dan teknologi dan sumber daya manusia untuk kesejahteraan rakyat. Dipandang melalui aspek yang lebih luas, Satria (2009) mengemukakan bahwa bidang perikanan sendiri telah mengalami begitu banyak perubahan yang diakibatkan oleh adanya globalisasi dan industrialisasi perikanan. Hal ini terjadi dalam aspek produksi, pengelolaan sumber daya perikanan, dan juga proses perdagangan.
Industrialisasi perikanan memberikan beberapa manfaat, terutama terkait dengan ketersediaan ikan untuk jangka panjang, peningkatan pola distribusi yang semakin baik, maupun peningkatan kualitas ikan itu sendiri (Satria 2012). Namun seiring dengan berjalannya waktu serta perkembangan masyarakat yang semakin modern, ada banyak hal lainnya yang turut berubah. Hal-hal tersebut seperti kondisi laut yang makin menurun, stok ikan yang semakin berkurang, hingga permintaan pasar ikan yang semakin meningkat. Selain itu, seiring berkembangnya zaman juga membuat permintaan ikan dengan mutu yang semakin baik juga turut meningkat (Satria 2012). Ditambah lagi, sudah banyak lembaga atau negara tujuan ekspor yang menyaratkan ikan-ikan yang ditangkap harus melalui tahap-tahap yang ramah lingkungan (KKP 2012).
2
yang tinggi (Satria et al. 2009). Selain itu, jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Vietnam dan Thailand, dari segi hasil produksi perikanan, kedua negara tersebut jauh di bawah Indonesia. Namun data FAO juga memaparkan bahwa kedua negara tersebut ternyata di tahun 2011 memiliki nilai ekspor yang jauh di atas Indonesia, yaitu Thailand sebesar US$ 7.01 milyar dan Vietnam sebesar US$ 6.2 milyar. Hal ini tentunya membuktikan bahwa tantangan dan persaingan global dalam konteks industrialisasi perikanan akan semakin ketat, bahkan di kancah Asia Tenggara sendiri.
Salah satu industri perikanan yang cukup menjadi sorotan adalah industri perikanan tuna. Industri ini bagi Indonesia merupakan salah satu industri strategis yang melibatkan kepentingan banyak pihak, baik pada level lokal, nasional, maupun internasional. Secara global, kontribusi tuna Indonesia mencapai 15–20 persen dari total produksi tuna global yang biasanya diikuti Filipina, Cina, Jepang, Korea, Taiwan, dan Spanyol (SFP 2011 dalam KKP 2012b). Namun, nilai ekspor tuna Indonesia hanya berkontribusi sebesar 4 persen total ekspor dunia. Hal ini disebabkan beberapa alasan. Pertama, isu-isu terkait dengan kualitas produk masih menjadi hal yang utama. Tuna menduduki peringkat tertinggi penolakan FDA yaitu sebesar 37 persen dari total penolakan. Hal ini dikarenakan kandungan salmonella yang dianggap melebihi ambang batas toleransi (Sugandhi 2012 dalam KKP 2012b). Secara tersirat, ini juga membuktikan bahwa penanganan terkait kualitas mutu dari pihak nelayan maupun penyalur masih kurang. Kedua, isu lingkungan dan kebijakan-kebijakan internasional juga menjadi faktor yang berpengaruh. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya negara-negara tujuan ekspor yang menyaratkan tuna yang diekspor ditangkap dengan cara-cara yang ramah lingkungan. Selain itu kebijakan-kebijakan nasional dan internasional yang ada, terkadang membatasi nelayan dalam upaya penangkapan ikan tuna.
Pemaparan di atas menyatakan bahwa industri perikanan tuna yang ada di Indonesia dapat dikatakan belum berjalan secara maksimal. Masih banyak berbagai tantangan yang harus dihadapi dalam pengembangannya. Salah satu faktor penting yang memengaruhi hasil tangkapan tuna adalah nelayan tuna itu sendiri. Pemahaman nelayan mengenai konsep industrialisasi menjadi hal yang penting, mengingat nelayanlah yang bekerja langsung dalam penangkapan ikan tuna di laut. Menilik kondisi di Indonesia, pada tahun 2011, jumlah nelayan yang ada di Indonesia ada sekitar 2 265 213 jiwa (KKP 2011). Angka tersebut merupakan jumlah yang sangat banyak, mengingat Indonesia sendiri merupakan Negara Maritim. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas nelayan Indonesia masih tergolong dalam kategori nelayan miskin dan tradisional. Hal ini dapat kita lihat dari segi armada kapal yang digunakan nelayan Indonesia. Pada tahun 2011, dari 589 424 kapal ikan Indonesia, hanya 4 310 unit kapal (kurang dari 1%) yang tergolong modern (kapal motor berukuran di atas 30 GT). Sedangkan kapal motor yang beroperasi sebanyak 192 700 unit (32%). Selebihnya, 225 786 unit (38%) berupa perahu motor tempel (outboard motor) dan 170 938 unit (29%) berupa perahu tanpa motor yang hanya menggunakan layar dan dayung (KKP 2012). Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa mayoritas nelayan Indonesia, termasuk nelayan tuna mayoritasnya adalah nelayan tradisional yang hanya mengandalkan perahu tempel dalam melaut.
3
adanya industrialisasi perikanan tuna membuat tingkat kebutuhan ikan untuk masyarakat terus meningkat, baik dari jumlah, maupun mutu dari hasil tangkapan. Namun di sisi lain, mayoritas nelayan tuna yang ada di Indonesia masih tergolong ke dalam nelayan tradisional (Satria 2012). Jangankan untuk memikirkan jumlah dan mutu tangkapan, untuk memikirkan urusan kebutuhan pangan sehari-hari saja mereka masih harus bekerja ekstra keras. Belum lagi kurangnya pendidikan dan pengetahuan nelayan turut membuat keadaan nelayan makin buruk (Muflikhati 2010). Faktor-faktor di atas tersebut yang diduga melandasi mengapa masih banyak nelayan belum mampu berperilaku sesuai dengan konteks industrialisasi dan mengapa industrialisasi perikanan tuna di Indonesia belum berjalan dengan semestinya.
Penelitian ini dilakukan di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Lokasi ini merupakan lokasi yang sangat strategis untuk usaha penangkapan ikan, khususnya tuna. Tentunya, daerah ini juga memiliki jumlah nelayan tuna yang cukup banyak. Adanya proses industrialisasi baik secara global maupun nasional tentunya memberikan implikasi bagi para nelayan tuna di Desa Tambakrejo. Berdasarkan realitas tersebut, akan sangat menarik untuk dianalisa lebih lanjut mengenai bagaimana perilaku ekonomi nelayan tuna di sekitar Desa Tambakrejo dalam kerangka industrialisasi perikanan.
Masalah Penelitian
Industrialisasi perikanan tuna global yang terjadi menuntut adanya hasil tangkapan tuna dalam kuantitas besar dan kualitas yang tinggi. Negara Indonesia sendiri memiliki hasil tangkapan dengan kuantitas yang cukup banyak, namun sayangnya belum diikuti oleh kualitas yang mumpuni. Hal tersebut tentunya tidak lepas dari peranan nelayan yang menangkap tuna di laut. Berbagai keterbatasan yang dimiliki nelayan seperti pengetahuan, penguasaan teknologi, modal, dan kapal yang digunakan, diduga menjadi alasan sulitnya nelayan menyesuaikan diri dengan industrialisasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana perilaku ekonomi nelayan ikan tuna dalam menyesuaikan diri dengan proses industrialisasi?
2. Bagaimana hubungan antara karakteristik nelayan ikan tuna dengan perilaku ekonomi nelayan ikan tuna?
3. Bagaimana hubungan antara karakteristik usaha nelayan ikan tuna dengan perilaku ekonomi nelayan ikan tuna?
4. Bagaimana hubungan antara intervensi pihak luar dengan perilaku ekonomi nelayan ikan tuna?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini diantaranya adalah untuk mengetahui, mengidentifikasi, dan menganalisis:
1. Perilaku-perilaku ekonomi yang dilakukan oleh nelayan ikan tuna
4
3. Hubungan antara karakteristik usaha nelayan ikan tuna dengan perilaku ekonomi nelayan ikan tuna
4. Hubungan antara intervensi pihak luar dengan perilaku ekonomi nelayan ikan tuna
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pola-pola perilaku nelayan dalam kerangka industrialisasi dan faktor apa saja yang dapat memengaruhinya. Secara lebih khusus, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, diantaranya adalah:
1. Bagi masyarakat Desa Tambakrejo
Penelitian ini diharapkan mampu untuk memberi gambaran mengenai Desa Tambakrejo dan usaha perikanan yang ada di dalamnya dari sudut pandang yang berbeda. Kemudian, dengan adanya penelitian ini juga diharapkan mampu untuk menjadi referensi bagi desa-desa lain pada umumnya dan Desa Tambakrejo pada khususnya untuk bisa mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki.
2. Bagi pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pengambil kebijakan (decision maker) dalam menghadapi proses industrialisasi yang terjadi. Hal ini tentunya ditujukan untuk semua kalangan pemerintahan, mulai dari pemerintah desa, hingga pemerintah nasional. Pihak pemerintah diharapkan dapat membangun hubungan yang sinergis antara semua pihak yang terlibat, termasuk pihak swasta dan nelayan. Selain itu, diharapkan agar pemerintah dapat menyusun strategi yang tepat dalam memberdayakan nelayan, sesuai dengan karakteristik dan perilaku dari masing-masing nelayan.
3. Bagi swasta
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada pihak swasta mengenai proses industrialisasi perikanan yang sedang berlangsung, terutama di Desa Tambakrejo. Selain itu, mengingat dalam pencapaian suatu tujuan dibutuhkan adanya kerja sama, pihak swasta juga diharapkan mampu untuk memahami pola-pola perilaku nelayan dan membangun hubungan yang baik dengan nelayan.
4. Bagi kalangan akademisi dan peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pustaka mengenai pengaruh industrialisasi terhadap perilaku ekonomi nelayan dan apa saja strategi yang dapat dilakukan, terutama oleh akademisi dan peneliti untuk mendukung para nelayan.
5. Bagi masyarakat umum
5
TINJAUAN PUSTAKA
Industrialisasi Perikanan
Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan mencapai kesejahteraan rakyat dengan mengupayakan adanya pertumbuhan ekonomi. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mewujudkannya adalah melalui pembangunan pertanian. Menurut Garis Besar Haluan Negara tahun 1993, yang dimaksud dengan pembangunan pertanian adalah seluruh upaya untuk memanfaatkan kekayaan sumber daya alam secara lestari dan berkelanjutan, sumber daya manusia, modal, serta ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghasilkan produksi pertanian dan bahan baku primer industri. Salah satu bentuk pembangunan yang terjadi sekarang ini adalah proses industrialisasi pertanian.
Menurut Arifin (2004) dalam Haryono (2008) definisi industrialisasi pertanian tidak hanya sesempit sekedar mekanisasi pertanian atau pengelolaan hasil pertanian oleh sektor industri, tetapi lebih luas dari itu karena mencakup proses peningkatan nilai tambah, sampai koordinasi dan integrasi vertikal antar sektor hulu dan hilir. Secara umum industrialisasi pertanian tidak hanya terbatas pada sektor pertanian dalam arti sempit, melainkan dapat diartikan sebagai pertanian secara luas. Salah satu sektor pertanian yang memiliki potensi yang besar adalah sektor perikanan.
Menurut Kusumaatmadja (2000) dalam Pancasati (2008) sektor perikanan memiliki peranan yang penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor perikanan menjadi salah satu sektor andalan karena beberapa alasan antara lain:
1. Sumber daya perikanan, baik ikan, sumber daya perairan, dan lahan tambak masih cukup melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal.
2. Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan, walaupun masih relatif kecil kontribusinya, akan tetapi menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat dan bahkan peningkatannya tertinggi dibandingkan dengan sektor yang lainnya.
3. Permintaan ikan dunia dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tingginya tingkat pendidikan, sedangkan kemampuan pasok dari negara penghasil ikan dunia semakin berkurang, karena terbatasnya sumber daya yang dimilikinya.
4. Pola hidup masyarakat dunia pada saat ini dicirikan dengan semakin selektifnya makanan yang disajikan dengan memenuhi kriteria gizi yang tinggi, mudah disajikan, dan menjangkau masyarakat.
5. Jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat dan mencapai lebih dari 200 juta orang merupakan pasar yang potensial bagi produk-produk perikanan.
6
(diversifikasi) pekerjaan masyarakat nelayan agar tidak semata-mata mengandalkan penghasilan dari kegiatan menangkap ikan.
Keberhasilan pencapaian proses industrialisasi perikanan yang sempurna tentunya tidak serta merta akan berhasil tanpa strategi dan perencanaan yang matang. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain:
1. Peningkatan keunggulan kompetitif produk perikanan
Menurut Murdjijo (1997) dalam Kusyanto (2006) menyatakan bahwa hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan dan pengelolaan faktor produksi, distribusi, dan pemasaran hasil. Kusyanto (2006) juga menjelaskan bahwa untuk meningkatkan daya saing industri secara lebih luas, pihak nelayan dan industri perikanan di masa mendatang harus mampu menghasilkan produk dengan berbagai macam persyaratan yang lebih lengkap dan rinci seperti jaminan kandungan nutrisi, komposisi bahan baku, keamanan mengonsumsi, aspek lingkungan hidup, bahkan aspek hak asasi manusia (pengeksplorasian buruh).
2. Penyerapan dan pengembangan tenaga kerja yang maksimal
Menurut Hadiyanto (2004) dengan mengemban prinsip tersebut, perkembangan industri nantinya harus mampu untuk mengenalkan dan mendorong masyarakat perikanan untuk berkembang. Berlandaskan dengan prinsip saling memengaruhi, peningkatan kondisi nelayan akan berjalan selaras dengan keberhasilan industrialisasi.
3. Pembuatan lingkungan industri yang mendukung
Kinerja industri perikanan saat ini diduga belum optimal sebagai akibat lingkungan eksternal industri, seperti keterbatasan pasokan bahan baku ikan dan keterbatasan suplai sarana produksi berupa bahan dan alat penangkapan. Oleh karena itu butuh penanganan khusus untuk menciptakan lingkungan yang sesuai (Kusyanto 2006)
Salah satu contoh proses industrialisasi perikanan yang cukup terlihat hasilnya yaitu seperti dikemukakan Islam (2009) dalam penelitiannya yang mengkaji industrialisasi perikanan di Desa Balongdowo, Sidoarjo. Sektor industri memiliki peranan yang penting dalam membangun desa ini. Sektor industri inilah yang dipandang menjadi faktor paling dominan terjadinya perubahan sosial ekonomi masyarakat nelayan desa ini sampai tahun 2008. Dalam tempo yang cukup singkat yaitu sekitar tahun 1984 dengan meningkatnya hasil tangkapan ikan di laut karena menggunakan perahu motor, maka muncul industri-industri kecil kurang lebih 60 buah. Dari industri-industri yang terus berkembang inilah akhirnya turut memengaruhi penyerapan tenaga kerja dan pada akhirnya juga memengaruhi perekonomian nelayan di sana.
Karakteristik dan Tipologi Nelayan
7
Kusumastanto (2000) menyatakan bahwa nelayan memiliki sifat unik yang berkaitan dengan usaha perikanan tersebut. Hal ini disebabkan usaha perikanan sangat bergantung pada lingkungan, musim, dan pasar. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut.
1. Ketergantungan pada kondisi lingkungan
Salah satu sifat usaha yang ada di wilayah pesisir (seperti perikanan tangkap dan budidaya) yang sangat menonjol adalah bahwa keberlanjutan atau keberhasilan usaha tersebut sangat bergantung pada kondisi lingkungan khususnya perairan dan sangat rentan pada kerusakan khususnya pencemaran atau degradasi kualitas lingkungan.
2. Ketergantungan pada musim
Ketergantungan pada musim ini akan semakin besar khususnya pada nelayan kecil. Pada musim penangkapan nelayan sangat sibuk, sementara pada musim paceklik nelayan mencari kegiatan ekonomi lain atau menganggur.
3. Ketergantungan pada pasar
Karakteristik usaha nelayan adalah bergantung pada pasar. Hal ini disebabkan komoditas yang dihasilkan harus segera dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau membusuk sebelum laku dijual. Karakteristik ini mempunyai implikasi yang sangat penting yaitu masyarakat nelayan sangat peka terhadap fluktuasi harga. Perubahan harga sekecil apapun sangat memengaruhi kondisi sosial masyarakat nelayan.
Melihat dari faktor-faktor yang memengaruhi karakteristik nelayan di atas, serta didasarkan pada hasil penelitian dari berbagai literatur, karakteristik nelayan dapat dijelaskan dalam Tabel 1.
Menurut Soekanto (1990) dalam Prameswari (2004), penempatan posisi nelayan pada lapisan tertentu memiliki dua kriteria yaitu: 1) Kepemilikan kekayaan atau sumber daya mencakup kepemilikan perahu dan alat tangkap serta luas tambak yang dikuasai; dan 2) Pengaruh kekuasaan atau hubungan dengan masyarakat lain.
Nelayan dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok, antara lain berdasarkan:
1) Kepemilikan alat tangkap (Mulyadi 2007): a. Nelayan buruh
Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain.
b. Nelayan juragan
Nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain.
c. Nelayan perorangan
Nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain.
2) Daya jangkau armada perikanan dan lokasi penangkapan (Widodo 2008): a. Nelayan pantai atau biasa
8
b. Nelayan perikanan lepas pantai
Nelayan perikanan lepas pantai untuk perikanan dengan kapasitas perahu rata-rata 30 GT.
c. Nelayan perikanan samudera
Nelayan perikanan samudera untuk kapal-kapal ukuran besar misalnya 100 GT dengan target perikanan tunggal seperti tuna.
Tabel 1 Matriks karakteristik nelayan
Aspek Karakteristik Penjelasan
Karakter • Keras, tegas, dan terbuka (Herdian 2003)
Tipe komunitas • Desa Petani dan Desa Terisolasi (Redfield dalam Satria 2002)
Sikap terhadap alam • Tunduk dan selaras dengan alam (Kluckhon dalam Satria 2002)
Hakikat hubungan antar sesama
• Orientasi kolateral dengan rasa ketergantungan pada sesama (Kluckhon dalam Satria 2002)
Jenis solidaritas • Solidaritas mekanik (Durkheim dalam Satria 2002) Sistem pengetahuan • Berdasar pada warisan atau pengalaman empirik
(Satria 2000)
Sistem kepercayaan • Laut memiliki kekuatan magis (Satria 2002; Dahuri 2000 dalam Herdian 2003); Percaya pada tradisi dan pantangan (Mugni 2006)
Peran wanita • Ranah domestik dan ekonomi, terkadang juga pada ranah sosial (Rochmadi 2010)
Posisi sosial dan ekonomi nelayan
• Relatif rendah (Satria 2002; Mugni 2006; Purba 2009)
Pendidikan dan penguasaan teknologi
• Relatif rendah (Rochmadi 2010)
Pengelolaan uang • Kurang begitu cermat dalam mengatur pendapatan rumah tangga (Sihombing 2003)
3) Jenis perahu, alat tangkap, dan etnis (Sumarti dan Saharudin 2003):
a. Lapisan atas merupakan lapisan pertama yang didominasi oleh etnis Cina, Bugis, dan Jawa dengan kriteria memiliki perahu berkapasitas besar dengan jenis alat tangkap yang bervariasi dapat digunakan menurut perubahan musim. Ciri lain yang melekat pada lapisan ini yaitu mereka mempekerjakan para tekong dan anak buah kapal (ABK) untuk mendukung usaha penangkapan mereka.
9
c. Lapisan ketiga diisi oleh mayoritas suku Melayu dengan kriteria memiliki perahu dan alat tangkap yang merupakan warisan generasi sebelumnya seperti togok, jermal, dan belat.
4) Respon untuk mengantisipasi tingginya risiko dan ketidakpastian (Satria et al. 2002):
a. Nelayan besar (large scale fishermen)
Nelayan skala besar dicirikan dengan besarnya kapasitas teknologi penangkapan maupun jumlah armada. Berorientasi pada keuntungan dan melibatkan buruh nelayan sebagai anak buah kapal (ABK) dengan organisasi kerja yang kompleks.
b. Nelayan kecil (small scale fishermen)
Nelayan kecil yang beroperasi di daerah kecil yang bertumpang tindih dengan kegiatan budidaya dan bersifat padat karya. Nelayan kecil juga dapat dilihat dari kapasitas teknologi (alat tangkap dan armada) maupun budaya yang keduanya sangat terkait satu sama lain. Selain itu, ciri lain dari nelayan kecil adalah ketiadaan kemampuan untuk memberi pengaruh pada kebijakan publik karena nelayan selalu dalam posisi dependen dan marjinal.
5) Kapasitas teknologi (alat tangkap dan armada), orientasi pasar, dan karakteristik hubungan produksi (Satria 2002):
a. Peasant fisher yang biasanya hanya berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan sendiri. Umumnya, mereka masih menggunakan alat tangkap tradisional dayung maupun sampan tidak bermotor dan masih melibatkan anggota keluarga sebagai tenaga kerja utama.
b. Post-peasant fisher yaitu nelayan yang menggunakan teknologi penangkapan ikan yang lebih maju seperti motor tempel atau kapal motor dan tenaga kerjanya tidak bergantung pada anggota keluarga saja.
c. Commercial fisher yaitu nelayan yang telah berorientasi pada peningkatan keuntungan. Skala usahanya sudah besar dan dicirikan dengan banyaknya jumlah tenaga kerja dengan status yang berbeda dari buruh sampai manajer.
d. Industrial fisher, ciri nelayan industri menurut Pollnac (1988) dalam Satria (2002) adalah:
a) Diorganisasi dengan cara-cara yang mirip dengan perusahaan argoindustri di negara-negara maju
b) Secara relatif lebih padat modal
c) Memberi pendapatan yang lebih tinggi daripada perikanan sederhana, baik untuk pemilik maupun awak kapal
d) Menghasilkan untuk ikan kaleng dan ikan beku yang berorientasi ekspor.
Hasil studi literatur menunjukkan tampaknya jenis nelayan masih memiliki beberapa aspek lain dalam pengklasifikasiannya. Rangkuman hasil penelitian mengenai pengkategorian jenis nelayan yang disajikan dalam Tabel 2.
10
penangkapan ikan di laut. Pada umumnya dapat dilihat rumah-rumah mereka yang berdinding anyaman bambu, berlantai tanah berpasir, beratap daun rumbia, dan keterbatasan perabotan rumah tangga (Islam 2009). Umumnya mereka yang digolongkan ke dalam nelayan miskin adalah para nelayan tradisional dan nelayan buruh atau nelayan penggarap. Kemudian yang dimaksud dengan nelayan kaya atau nelayan juragan adalah orang-orang yang memiliki alat tangkap dan kapal penangkapan ikan. Umumnya rumah-rumah mereka adalah rumah yang megah dengan fasilitas yang memadai. Biasanya mereka ini merupakan para nelayan pemilik perahu, pedagang perantara, ataupun pedagang ikan berskala besar.
Tabel 2 Matriks tipologi nelayan berdasarkan berbagai aspek
Aspek Kategori Pembagian
Lokasi kerja • Nelayan Pedalaman dan Nelayan Laut (Satria 2000)
Sumbangan terhadap ekonomi rumah tangga
• Nelayan Penuh dan Nelayan Sambilan (Herdian 2003)
Daerah penangkapan • Pantai, Lepas Pantai, dan Laut Lepas (Sayogyo 1996 dalam Herdian 2003)
Kepemilikan alat tangkap dan modal
• Nelayan Juragan, Nelayan Menengah, dan Nelayan Pandega (Mubyarto 1984 dalam Herdian 2003)
• Nelayan Juragan dan Nelayan Pandega (Islam 2009; Irnawati 2008)
• Nelayan Pemilik dan Nelayan Buruh (Sihombing 2003)
• Nelayan Buruh, Nelayan Juragan, dan Nelayan Perorangan (Mulyadi 2007 dalam Helmi 2011) Teknologi yang digunakan • Nelayan Modern dan Nelayan Tradisional
(Koentjoroningrat 2001 dalam Herdian 2003) Respon dalam mengantisipasi
resiko dan ketidakpastian
• Nelayan Besar (large scale fisherman) dan Nelayan Kecil (small scale fisherman) (Pollnac 1998 dalam Satria et al. 2002)
Status • Juragan Darat, Juragan Darat-Laut, Juragan Laut, Buruh, dan Anggota Kelompok (Hermanto 1986 dalam Purnomo 1999)
Kapasitas teknologi, orientasi pasar, dan karakteristik hubungan produksi
• Peasant-fisher, Post-peasant fisher, Commercial fisher, dan Industrial Fisher (Satria 2002)
11
Masyarakat Pesisir dan Kemiskinan
Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyatakan bahwa wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Sementara sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil di sini mencakup sumber daya hayati, sumber daya nonhayati, sumber daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan. Sumber daya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove, dan biota laut lain. Sumber daya nonhayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut. Sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan. Sementara jasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan, serta energi gelombang laut yang terdapat di wilayah pesisir.
Horton et al. (1991) dalam (Satria 2002) mendefinisikan masyarakat sebagai sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, cukup lama hidup bersama, mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama, dan melakukan sebagian besar kegiatannya di dalam kelompok tersebut. Berkaitan dengan definisi masyarakat tersebut, Satria (2009) mengartikan masyarakat pesisir sebagai sekumpulan masyarakat yang hidup bersama dan mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumber daya pesisir.
Dewasa ini, walaupun kondisi perikanan di Indonesia dapat dikatakan sudah lebih maju daripada kondisi terdahulu, namun tetap saja mayoritas nelayannya belum bisa lepas dari jeratan kemiskinan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2004) mengartikan kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh “si miskin”, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Kemiskinan ditandai dengan sikap dan tingkah laku yang mencerminkan keadaan yang seakan-akan tidak dapat diubah yang tercermin dalam lemahnya kemauan untuk maju, rendahnya kualitas sumber daya manusia, lemahnya nilai tukar hasil produksi, rendahnya produktivitas, terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pendapatan, dan terbatasnya kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan.
Kemiskinan nelayan menurut Béné (2003) dalam Muflikhati (2010) dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu yang menganut paradigma lama yang menyatakan bahwa kemiskinan nelayan terkait dengan sumber daya alam dan paradigma baru yang melihat kemiskinan nelayan dari berbagai sisi (multidimensi). Nelayan dianggap sebagai kelompok masyarakat yang termiskin dari yang miskin (the poorest of the poor). Dikatakan oleh Bailey (1988) dalam Muflikhati (2010), bahwa mereka miskin karena mereka nelayan atau dikenal dengan kemiskinan endemik, artinya apapun yang dikerjakan oleh nelayan, mereka tetap miskin.
12
kemiskinan yang disebabkan faktor budaya, seperti kemalasan, cara berfikir fatalistik, dan rendahnya etos kewirausahaan. Sementara itu kemiskinan alamiah terjadi karena kondisi sumber daya alam yang serba terbatas untuk dimanfaatkan untuk kepentingan produksi.
Indraningsih et al. (1995) mengadakan studi mengenai identifikasi kemiskinan di Jawa Timur dengan menggunakan model rumah tangga nelayan di agroekosistem pantai mengatakan bahwa indikator kemiskinan rumah tangga yang digunakan: (1) penguasaan aset produksi nelayan, yakni berdasarkan pemilikan alat tangkap, (2) pola pengeluaran rumah tangga, dimana pendapatan suatu rumah tangga dapat diproduksi dari tingkat pengeluaran rumah tangga baik pangan maupun non pangan, (3) sumber pendapatan, dimana perolehan sumber pendapatan rumah tangga nelayan pada agroekosistem pantai adalah dari hasil tangkapan ikan atau usaha di dalam perikanan (sekitar 60 persen) dan usaha non perikanan (sekitar 23 persen), dan (4) aktivitas perikanan dan non perikanan, dimana nelayan di agroekosistem pantai masih sangat bergantung pada aktivitas sektor perikanan karena tingkat pendidikan yang rendah, keterampilan yang sangat terbatas, serta tidak adanya penguasaan modal menyebabkan diversifikasi usaha sulit dilakukan rumah tangga nelayan.
Perikanan Tuna di Indonesia
Kondisi Perikanan Tuna di Indonesia
Dunia usaha perikanan di Indonesia memiliki beberapa ciri khas yang secara intrinsik menuntut peran aktif pemerintah dalam mengatasi berbagai permasalahan melalui perumusan dan implementasi kebijakannya, sehingga usaha perikanan tersebut dapat berkembang dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Pertama, sumber daya perikanan merupakan “milik bersama“ (common resources) dan akses eksploitasi terbuka bagi banyak orang (open access) sehingga rentan terhadap masalah over eksploitasi sebagai akibat entry nelayan yang terlalu banyak (over crowded). Kedua, sumber daya perikanan umumnya dapat pulih sampai tingkat eksploitasi maksimum tertentu (maximum sustainable harvest). Intensitas panen yang terlalu tinggi dapat mengancam keberlanjutan stok sumber daya perikanan. Ketiga, usaha di bidang perikanan mengandung eksternalitas, sehingga kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan perikanan dapat memengaruhi profitabilitas perusahaan lainnya atau kualitas lingkungan alam sekitarnya (Purnomo dan Suryawati 2007).
Menurut Purnomo dan Suryawati (2007) pada tataran operasional, kegiatan usaha perikanan, baik tangkap, budidaya, maupun pengolahan akan sangat berkaitan dengan permasalahan yang bersifat internal maupun eksternal. Permasalahan secara internal akan lebih didominasi oleh masalah-masalah yang bersifat manajerial (sumber daya ikan, sumber daya manusia, teknologi, pembiayaan, pemasaran, dan sebagainya), sedangkan secara eksternal usaha perikanan tersebut akan terkait langsung maupun tidak langsung oleh perubahan kondisi yang ditimbulkan oleh faktor ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
13
dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung hyperal, tubuhnya tertutup oleh sisik berwarna biru dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya. Sebagian memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap. Ikan tuna juga merupakan komoditas ekspor utama sektor perikanan setelah udang. Daerah usaha penangkapannya terutama terpusat di perairan Indonesia bagian timur dan daerah lain yang langsung berhadapan dengan Samudera Hindia maupun yang termasuk perairan ZEEI.
Sumber: Habibi et al. (2011)
Gambar 1 Penampakan ikan tuna
14
sebagai “cakalang”. Sedangkan ”tongkol” umumnya digunakan untuk jenis eastern little tuna (Euthynus spp), frigate and bullet tuna (Auxis spp) dan longtail tuna (Thunnus Tonggol).
Purnomo dan Suryawati (2007) berpendapat bahwa dalam mendukung upaya peningkatan produksi perikanan tuna, tentunya ada banyak aspek yang perlu diperhatikan. Untuk mencapai peningkatan yang signifikan, berbagai aspek yang ada harus diperhatikan dan dilaksanakan secara serius. Upaya tersebut salah satunya dapat dilakukan melalui revitalisasi. Revitalisasi produksi tuna meliputi: 1. Optimasi pemanfaatan sumber daya ikan secara bertanggung jawab
2. Peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha penangkapan
3. Peningkatan kemampuan dan kapasitas pendukung produksi di dalam negeri 4. Peningkatan SDM dan penyerapan teknologi
5. Peningkatan kemampuan manajemen usaha kecil dan akses permodalan; 6. Peningkatan mutu perikanan sebagai bahan baku
7. Pengembangan dan penyebaran cluster industri 8. Restrukturisasi armada perikanan
9. Pengembangan dan penyusunan standarisasi sarana perikanan tangkap
Kondisi yang terjadi di lapangan tidak selalu sesuai dengan kondisi yang direncanakan. Pada kenyataannya, program revitalisasi perikanan tuna saat ini masih menghadapi berbagai kendala dan permasalahan baik dari segi internal maupun eksternal. Purnomo dan Suryawati (2007) menyebutkan bahwa kendala-kendala tersebut antara lain:
1. Internal
a) Dari sisi pemanfaatan sumber daya ikan, sampai saat ini belum terjadi keseimbangan antara satu WPP dengan WPP lainnya.
b) Besarnya potensi di suatu wilayah terkadang belum seimbang dengan kemampuan memanfaatkannya, meskipun khusus untuk jenis sumber daya ikan menunjukkan kecenderungan menurun.
c) Masih terdapatnya praktik-praktik illegal fishing di beberapa daerah, hal ini diakibatkan oleh lemahnya koordinasi pengawasan antar instalasi terkait (TNI AL, POLAIR, PPNS).
d) Masih rendahnya tingkat efektivitas dan efisiensi usaha perikanan. Hal ini terutama disebabkan oleh struktur usaha nelayan yang didominasi oleh usaha skala kecil.
e) Terbatasnya sarana dan prasarana perikanan dan di beberapa tempat terdapat sarana dan prasarana perikanan yang belum dimanfaatkan secara optimal khususnya NTB.
f) Lemahnya akses nelayan ke jaringan permodalan.
g) Terbatasnya SDM aparatur serta pengetahuan dan keterampilan nelayan dalam menerapkan IPTEK akibat kurangnya penyuluhan.
h) Terbatasnya jumlah personil dan sarana pengawasan.
i) Masih rendahnya penanganan pascapanen dan pengawasan mutu produk hasil perikanan.
15
k) Dari sisi pemasaran internasional, negara pengimpor cenderung memperketat persyaratan mutu produk yang diimpor ke negaranya, sehubungan dengan isu food safety.
l) Masih minimnya bank data (database) dan sistem jejaring informasi m) Kerusakan ekosistem pesisir dan laut di beberapa kawasan.
2. Eksternal:
a) Kenaikan harga BBM.
b) Jaminan keamanan dan kepastian hukum.
c) Keanggotaan Indonesia dalam organisasi perikanan regional.
Alat Tangkap Ikan Tuna
Sedikit berbeda dengan penangkapan ikan-ikan kecil pada umumnya, dalam penangkapan ikan tuna dibutuhkan alat-alat tangkap yang lebih spesifik. Hal ini dikarenakan ikan tuna memiliki ukuran tubuh yang besar dan perlakuan yang khusus dalam proses penangkapannya. Di Indonesia sendiri, umumnya alat tangkap tuna sedikit banyak bergantung pada armada yang digunakan, yang dapat digolongkan menjadi armada yang modern dan tradisional. Umumnya armada-armada modern menggunakan alat tangkap berupa longline, sedangkan tradisional berupa pancing ulur, pancing layang-layang, ataupun pancing hanyut. Berikut ini adalah penjelasan mengenai masing-masing alat tangkap dan cara pengoprasiannya.
1. Pancing Rawai (longline) (Subani dan Barus 1989)
Alat ini digunakan dengan memasang umpan pada mata pancing, kemudian memengaruhi ikan agar memangsa umpan. Alat ini bersifat pasif terhadap target spesies dan terentang secara horizontal serta hanyut (drifting) di dalam rawai tuna. Alat ini merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan tuna terutama tuna besar. Pancing rawai atau longline adalah suatu pancing yang terdiri atas tali panjang (tali utama/main line) kemudian tali tersebut secara berderet pada jarak tertentu digantungkan atau diikatkan tali-tali pendek (tali cabang/branch line) yang ujungnya diberi mata pancing. Tergantung dari banyaknya satuan yang dipergunakan, panjang tali tersebut bila direntangkan secara lurus dapat mencapai panjang ratusan meter, bahkan puluhan kilometer.
2. Pancing Ulur (Habibi et al. 2011)
16
pemberat, sehingga menyerupai umpan hidup ketika digunakan dalam pancing ulur.
3. Pancing Layang-Layang (Habibi et al. 2011)
Cara ini dilakukan dengan menaikkan sebuah layang-layang yang terbuat dari plastik dan diterbangkan dengan menggunakan tali senar. Konstruksi alat pancing terdiri atas senar utama yang menghubungkan antara nelayan dengan kail dan dilengkapi umpan buatan. Pada jarak 8 m (5–6 depa) dari kail, dipasang kili-kili/swivel yang dihubungkan dengan tali senar ke layang-layang sepanjang 50 m (30–40 depa). Kapan bergerak dengan kecepatan 8–11 knot jika tidak ada angin, dan lebih lambat jika ada angin. Penangkapan dilakukan ketika tuna berada di permukaan air, baik di area rumpon, maupun dengan mengikuti lumba-lumba yang biasa bergerombol dengan tuna untuk mencari makan.
4. Alat Pancing Hanyut (Habibi et al. 2011)
Alat pancing ini memiliki konstruksi seperti pancing ulur, terdiri atas pelampung, tali pancing, dan mata pancing. Pelampung terhubung dengan tali pancing sepanjang 200 m yang dililitkan pada pelampung sepanjang 120 m, 80 m, sisanya dibiarkan menjuntai ke kolom air dengan umpan hidup maupun mati. Satu set pancing hanyut dilemparkan dengan jarak 100 m dengan set pancing hanyut berikutnya. Pelampung dibiarkan hanyut mengikuti arus laut. Penangkapan ikan dilakukan ketika tuna berada di kolom air, dengan mengikuti atau memotong jalur pergerakan lumba-lumba yang biasa bergerombol dengan tuna untuk mencari makan.
Penanganan Ikan Tuna
Harga ikan tuna dipasaran sangat ditentukan oleh kualitas dari ikan itu sendiri. Umumnya, semakin baik kualitas ikan tuna, maka harga jualnya juga akan semakin tinggi. Menurut Wahyono (2012) ikan dengan kualitas yang baik adalah ikan yang masih segar. Ikan segar masih mempunyai sifat yang sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa, maupun teksturnya. Dengan kata lain, ikan segar adalah:
1. Ikan yang baru saja ditangkap dan belum mengalami proses pengawetan maupun pengolahan lebih lanjut.
2. Ikan yang belum mengalami perubahan fisika maupun kimia atau yang masih mempunyai sifat sama ketika ditangkap.
Ikan segar dapat diperoleh jika penanganan dan sanitasi yang baik, semakin lama ikan dibiarkan setelah ditangkap tanpa penanganan yang baik akan menurunkan kesegarannya. Kesegaran adalah tolak ukur untuk membedakan ikan yang kualitasnya baik dan tidak (Wahyono 2012). Berdasarkan kesegarannya, ikan dapat digolongkan menjadi empat kelas mutu, yaitu:
1. Ikan yang tingkat kesegarannya sangat baik sekali (prime) 2. Ikan yang kesegarannya baik (advanced)
3. Ikan yang kesegarannya mundur (sedang) 4. Ikan yang sudah tidak segar lagi (spoiled)
17
Tabel 3 Perbandingan kondisi ikan
Ikan Segar Ikan Mulai Busuk
Kulit
• Warna kulit terang dan jernih
• Kulit masih kuat membungkus tubuh, tidak mudah sobek, terutama pada bagian perut
• Warna-warna khusus yang ada masih terlihat jelas
• Kulit berwarna suram, pucat dan berlendir
• Kulit mulai terlihat mengendur di beberapa tempat tertentu • Kulit mudah sobek dan
warna-warna khusus sudah hilang
Sisik
• Sisik menempel kuat pada tubuh sehingga sulit lepas
• Sisik mudah terlepas dari tubuh
Mata
• Mata tampak terang, jernih, menonjol, dan cembung
• Tampak suram, tenggelam, dan berkerut
Insang
• Insang berwarna merah sampai merah tua, terang, dan lamella insang terpisah • Insang tertutup oleh lendir berwarna
terang dan berbau segar seperti bau ikan
• Insang berwarna cokelat suram atau abu-abu dan lamella insang berdempetan
• Lendir insang keruh dan berbau asam, menusuk hidung
Daging
• Daging kenyal, menandakan rigormortis masih berlangsung
• Daging dan bagian tubuh lain berbau segar
• Bila daging ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan
• Daging melekat pada tulang • Daging perut utuh dan kenyal
• Daging lunak menandakan rigormortis telah selesai • Daging dan bagian tubuh lain
mulai berbau busuk
• Bila ditekan dengan jari tampak bekas lekukan
• Daging mudah lepas dari tulang • Daging berwarna kuning
kemerahan Sumber: Wahyono (2012)
Untuk mendapat hasil tangkapan ikan, khususnya tuna yang memiliki kualitas tinggi. Tentunya dibutuhkan cara-cara yang mumpuni. Dengan melakukan cara-cara yang sesuai, diharapkan kualitas ikan yang ditangkap dapat dikontrol sesuai dengan permintaan pasar. Menurut Habibi et al. (2012) cara penanganan ikan tuna di atas kapal yang sesuai yaitu sebagai berikut.
1. Tarik ikan ke atas kapal dengan ganco di bagian kepala, jangan bagian tubuh yang bernilai jual.
18
3. Tempatkan ikan di atas dek yang bersih, buang insang dan isi perut dengan pisau tajam dan bersih. Pisahkan hasil potongan ke dalam wadah terpisah 4. Masukkan es ke dalam perut dan mulut, ikat bagian mulut dengan tali
pancing. Masukkan ikan ke dalam kotak berisi tumpukan es dengan suhu di bawah 5 °C. Perbandingan antara tuna dan es adalah 1:1 untuk menjaga kualitas ikan.
5. Jika tidak memiliki es, segera kirimkan ikan yang tertangkap ke kapal penampung kurang dari 1 jam untuk mendapatkan ikan dengan kualitas terbaik.
Perilaku Ekonomi Nelayan dan Industrialisasi
Industrialisasi Kelautan dan Perikanan adalah proses perubahan sistem produksi hulu dan hilir untuk meningkatkan nilai tambah, produktivitas, dan skala produksi sumber daya kelautan dan perikanan, melalui modernisasi yang didukung dengan arah kebijakan terintegrasi antara kebijakan ekonomi makro, pengembangan infrastruktur, sistem usaha dan investasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan sumber daya manusia untuk kesejahteraan rakyat (KKP 2102). Industrialisasi perikanan diharapkan akan menjadi penghela percepatan produksi perikanan nasional, mulai dari ikan segar, bahan baku, sampai dengan ikan olahan dan/atau produk lain berbahan ikan dengan sistem manajemen perikanan yang berorientasi pasar, sehingga memberikan manfaat bagi perekonomian rakyat.
Seiring dengan berjalannya waktu, industrialisasi perikanan semakin berkembang dari zaman ke zaman. Tentunya hal ini akan berpengaruh juga terhadap keadaan sosial dan ekonomi dari para nelayan. Salah satu hal yang akan dikemukakan berikut adalah apa saja pola-pola perilaku yang dilakukan para nelayan dalam kaitannya untuk mengantisipasi, menghadapi, ataupun berjalan beriringan dengan industrialisasi.
Kast dan Rosenzweig (1995), seperti yang dikutip oleh Supatra (2001), berpendapat bahwa perilaku adalah cara bertindak yang menunjukkan tingkah laku seseorang dan merupakan hasil kombinasi antara pengembangan anatomis, fisiologis, dan psikologis. Kemudian menurut Fariyanti (2008) perilaku ekonomi adalah perilaku yang menunjukkan respon individu atau rumah tangga sebagai produsen dan konsumen terhadap perubahan kekuatan pasar yang terjadi, yang dilandasi dengan tujuan maksimisasi kepuasan atau utilitas.
Islam (2009) menyatakan perilaku ekonomi merupakan perilaku produktif. Perilaku produktif yang dimaksudkan dalam penelitian ini mempunyai arti terbatas pada lingkungan organisasi kerja masyarakat nelayan. Dalam hubungan dengan konsep pengembangan sumber daya manusia (SDM), kerja produktif adalah situasi kerja yang di dalamnya melibatkan faktor-faktor keamanan kerja yang tinggi, kemampuan kerja yang sesuai, berwawasan, lingkungan yang nyaman, memiliki keterampilan yang memadai, hubungan kerja yang harmonis, dan mampu mengondisikan kerja secara manusiawi. Dalam konteks perilaku produktif nelayan, bentuk produktivitasnya menyangkut masalah-masalah yang bersifat internal.
19
tertentu. Target tertentu tersebut dapat dicapai bila segala upaya yang berbentuk aktivitas-aktivitas dinilai produktif. Untuk mewujudkan hal itu, indikasi yang harus diperhatikan meliputi tingkat efektivitas melaut, waktu melaut, motivasi melaut, penyisihan sebagian penghasilan, tingkat kerusakan lingkungan laut, diversifikasi pekerjaan, maupun diversifikasi produksi hasil tangkapan laut.
Tabel 4 Perilaku ekonomi nelayan
Perilaku Bentuk Kegiatan
• Menghabiskan sebagian besar pendapatan (biasanya lebih dari 50 persen) untuk konsumsi pangan (Pancasasti 2008)
• Menghabiskan banyak uang hanya untuk merokok dan jajan (Muflikhati 2010)
20
industrialisasi perikanan tuna dibutuhkan dukungan-dukungan dari pihak luar. Hal ini bertujuan untuk mampu meningkatkan pemahaman dan keterampilan nelayan. Beberapa hal yang bisa dilakukan yaitu evaluasi kebijakan, perbaikan struktur dan insfrastruktur, penyuluhan, dan pemberian bantuan modal.Hasil ringkasan dari berbagai sumber menyatakan dalam konteks industrialisasi perikanan yang sedang terjadi sekarang ini, berikut ini beberapa perilaku ekonomi yang dilakukan nelayan secara umum maupun berkaitan langsung dengan industrialisasi perikanan yang tersaji dalam Tabel 4.
Ditinjau dari Tabel 4, memang tampaknya sudah banyak perilaku nelayan yang mengacu pada industrialisasi. Namun sayangnya, perilaku-perilaku yang ada di atas masih dilakukan secara parsial. Hal ini berarti bahwa tidak semua nelayan Indonesia telah melakukannya dan tidak semua poin yang ada telah dilakukan. Banyak faktor yang diduga memengaruhi fenomena ini, diantaranya:
1. Tingkat pendidikan dan tingkat pengusaan teknologi nelayan Indonesia yang masih rendah (Rochmadi 2010; Purwanti 2009; Islam 2009)
2. Minimnya pemahaman nelayan tentang industrialisasi (Islam 2009, Purba 2009)
3. Penggunaan armada penangkapan ikan yang masih didominasi oleh armada tradisional (Satria 2012; Islam 2009)
4. Masih minimnya modal yang dimiliki nelayan (Purwanti 2009; Islam 2009; Purba 2009)
Strategi Menghadapi Industrialisasi Perikanan
Industrialisasi perikanan mestinya dimaknai sebagai upaya transformasi budaya yang membawa perubahan dari sekedar produksi menjadi produksi dengan mutu produk yang baik memiliki nilai ekonomi, memerhatikan keamanan pangan, serta keberlanjutan sumber daya (Satria 2012). Nelayan juga harus tetap didorong untuk meningkatkan produksi sesuai daya dukung sumber daya. Hal ini penting untuk memenuhi kebutuhan pasar konsumsi maupun industri pengolahan. Untuk itu dibutuhkan adanya kerja sama antar semua pihak yang terkait untuk mendorong industrialisasi ke arah yang lebih baik, serta berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat (Kusyanto 2006).
Satria (2011) menyatakan bahwa industrialisasi perikananada dua perspektif industrialisasi perikanan. Pertama, industrialisasi perikanan dalam arti sempit, yakni membangun pabrik-pabrik pengolahan ikan yang tujuannya meningkatkan produksi ikan olahan, baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Dengan demikian, yang terpenting pertumbuhan produksi terjadi, siapapun pelakunya dan dari manapun sumber bahan bakunya. Kedua, industrialisasi perikanan dalam arti luas, yakni transformasi ke arah perikanan yang bernilai tambah. Tujuannya, meningkatkan nilai tambah produksi perikanan lokal yang dinikmati para pelaku usaha kecil dan menengah. Hal terpenting adalah transformasi pelaku di hulu ataupun hilir sehingga nelayan dan pembudidaya ikan juga menjadi bagian penting dalam proses ini.
21
tidak semata teknologi, tetapi orientasi nilai budaya baru. Apabila perspektif pertama agak dekat dengan model liberal-teknokratik yang bertumpu pada pelaku besar saja, perspektif kedua merupakan wujud model tekno-populis yang melindungi yang kecil, mengembangkan yang menengah, dan mendorong yang besar. Jepang dan negara-negara Skandinavia mengembangkan model tekno-populis ini. Kultur industri telah melekat pada nelayan mereka tanpa harus kehilangan identitas budaya.
Dalam rangka mewujudkan industrialisasi perikanan yang secara maksimal, butuh strategi-strategi yang sistematis. Strategi yang dapat dilakukan dalam rangka menghadapi industrialisasi perikanan tersaji dalam Tabel 5 berikut:
Tabel 5 Strategi pendorong transformasi nelayan
Aspek Bentuk Strategi
Teknologi • Insentif input mencakup akses pada penyediaan dan perbaikan sarana produksi (Satria 2012; Satria 2000)
• Penyediaan kapal-kapal yang dilengkapi fasilitas pendingin (Sihombing 2003)
• Penambahan inovasi teknologi penangkapan yang mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim dan disesuaikan dengan stratifikasi sosial yang ada (Satria 2012; Satria 2000; Purba 2009) • Pembentukan lembaga sistem informasi tentang cuaca yang mudah
diakses nelayan (Satria 2012) Pengetahuan
dan
Keterampilan
• Mengadakan sosialisasi usaha perikanan tangkap prospektif (Purba 2009)
• Mengadakan penyuluhan tentang mutu dan kualitas ikan pada nelayan (Kusyanto 2006; Satria 2012)
• Peningkatan keterampilan dan kompetensi nelayan dalam bidang perikanan tangkap (Islam 2009)
Modal • Pemberian kredit produksi kepada nelayan (Haryono 2008; Purwanti 2009; Purba 2009)
• Pembuatan mekanisme penyanggaan dalam rangka stabilitas harga ikan (Satria 2012)
• Membuka peluang investasi yang seluas-luasnya dalam bidang perikanan (Purba 2009)
Organisasi dan Budaya
• Peningkatan peran wanita dalam kegiatan produktif menuju kemandirian ekonomi rumah tangga (Purwanti 2009)
• Peningkatan adaptasi nelayan terhadap kelembagaan usaha baru (Satria 2012)
• Meningkatkan konektivitas antar pelaku usaha (Resyayani 2000; Ismail 2009)
• Pembuatan regulasi yang lebih pro nelayan (KKP 2012a)
KERANGKA PEMIKIRAN
Hasil studi literatur yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa banyak faktor yang diduga memengaruhi perilaku ekonomi nelayan tuna, diantaranya adalah karakteristik individu, karakteristik usaha nelayan, dan intervensi pihak luar. Karakteristik nelayan terdiri atas usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, pengalaman sebagai nelayan, tingkat pendapatan, dan tingkat pengetahuan. Dalam hal ini, karakteristik nelayan umum dapat menjadi representasi karakteristik nelayan tuna. Selanjutnya, karakteristik usaha nelayan dapat dilihat berdasarkan ukuran kapal yang digunakan, modal yang dikeluarkan untuk melaut, dan jumlah hasil tangkapan nelayan.
24
Gambar 2 Kerangka pemikiran Keterangan:
= hubungan = pembanding
= variabel yang diteliti
Hipotesis
1) Terdapat hubungan antara karakteristik nelayan dengan perilaku ekonomi nelayan ikan tuna dalam kerangka industrialisasi.
2) Terdapat hubungan antara intervensi pihak luar dengan perilaku ekonomi nelayan ikan tuna dalam kerangka industrialisasi.
3) Terdapat hubungan antara karakteristik usaha nelayan dengan perilaku ekonomi nelayan ikan tuna dalam kerangka industrialisasi.
Definisi Konseptual
1) Industrialisasi perikanan adalah proses perubahan produksi hulu dan hilir dalam rangka peningkatan nilai tambah, kualitas, dan jumlah hasil tangkapan. 2) Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan
ikan.
Karakteristik Nelayan • Usia
• Tingkat Pendidikan • Jumlah Tanggungan • Pengalaman Sebagai
Nelayan
• Tingkat Pendapatan • Tingkat Pengetahuan
Perilaku Ekonomi
- Orientasi Mutu - Adaptasi Teknologi - Hubungan Sosial - Ketenagakerjaan - Perilaku Konsumsi
Intervensi Pihak Luar • Bantuan Modal
Karakteristik Usaha Nelayan
• Ukuran Kapal • Modal Melaut • Jumlah Hasil
Tangkapan
Perilaku Ekonomi Nelayan Ideal dalam Kerangka Industrialisasi