ANALISIS DATA A. Analisis Struktur
B. Analisis Isi Teks RM
1. Khalwat, Suluk, dan Zuhud Syarat Masuk Tarekat Syattariyah
Dalam dunia tasawuf bahwa seorang salik ketika menjalankan ibadahnya bertujuan untuk mencapai martabat dan derajat kesempurnaan atau yang biasa dinamakan insan kamil. Insan kamil adalah sebutan dalam dunia tasawuf bagi mereka yang selalu berusaha menghindarkan syirik batin khafi agar sampai pada suatu keadaan yang memungkinkan dapat mengenal cinta Allah yang melahirkan jiwa tauhid dan yang mendorong untuk melakukan ibadah dalam usahanya mencapai tingkat hidup termulia di sisi Allah (Ramli Harun,et.al. 1985:16). Jalan yang ditempuh seseorang untuk sampai ke tingkat tersebut dapat ditempuh dengan jalan tarekat. Istilah tarekat secara terminologi memiliki arti jalan yang lurus, praktek tasawuf dan persaudaraan sufi.
Tarekat dalam perkembanganya merupakan sebuah organisasi sufi dengan seorang mursyid (guru) sebagai pucuk pimpinan tertinggi sekalgus sebagai pembimbing ibadah kepada Allah. Salah satunya adalah tarekat Syattariyah dalam perjalanannya dibawa dan dikembangkan di Indonesia oleh syekh Abdur Rauf Singkel (1615-1693), seorang ulama yang berasal dari singkel Aceh. Dia turut mewarnai sejarah mistik Islam di Indonesia pada abad ke-17. Pada waktu
commit to user
diantaranya adalah Ahmad Qusasi dan dan Ibrahim al-Qur‟ani (Sirojuddin, et.al. 2003:1).
Amalan tasawuf yang terdapat dalam teks RM adalah dengan jalan bertarekat, yaitu tarekat Syattariyah. Pokok dari ajaran tarekat ini penyucian diri dari segala dosa dan melaksanakan persyaratan yang ditentukan karena persyaratan tersebut menjadi landasan dalam beribadah kepada Allah untuk mencapai derajat yang sempurna.
Permulaan syarat bagi seseorang dalam menjalani tarekat Syattariyah dalam teks RM adalah khalwat, suluk, dan zuhud. Ramli Harun menyebutkan bahwa khalwat adalah mengasingkan diri dari keramaian di suatu tempat yang sepi untuk beribadat kepada Tuhan (1985:20). Tujuan khalwat sendiri untuk melatih jiwa dan hati agar selalu ingat kepada Allah selain itu agar hamba tersebut selalu merasa diawasi Allah. Seorang salik (Sebutan bagi orang yang bersuluk) dalam berkhalwat diharuskan menempuh perjalanan batin dan mengabaikan sesuatu yang lahiriyah, bersifat keduniaan karena hal tersebut adalah fatamorgana kesenangan. Suluk menurut Aboebakar atjeh adalah latihan dalam jangka waktu tertentu untuk memperoleh sesuatu keadaan mengenai ihwal dan maqam (1990:121). Berikut kutipan dalam teks RM
Ketahui olehmu hai salik jalan berbuat tarekat syattariyah yang itu dengan washitah olehmu syaikh kepada murid tarekat yang diberbuat akan dia. Dan adapun syarat berbuat tarekat ini ialah dengan berkhalwat karena khalwat itu jalan salik dan jalan suluk dan jalan zuhud. Dan zuhud itu memerang akan nafsunya. Dan suluk itu yang berjalan kepada Allah Ta ala, dan salik itu jalan pada Allah itulah perbuatan salik yakni jalan berkehendak akan salik itu kepada Allah ta ala yang ……… (RM: 1-2)
commit to user
jiwa salik agar selalu ingat akan kekekalan kebahagiaan di akhirat. Pendapat Asmaran tentang zuhud adalah mengurangi keinginan terhadapa kehidupan duniawi, karena kehidupan ini, di sini bersifat sementara dan apabila manusia tergoda olehnya, ia akan jauh dari Tuhannya (2002:117).
Penganut tarekat melakukan khalwat dengan mengasingkan diri ke sebuah tempat, di bawah pimpinan seorang mursyid (guru). Sesungguhnya khalwat adalah penggemblengan jiwa salik agar senantiasa ingat Allah dan mencapai tujuan makrifat. Tujuan berkhalwat itu adalah untuk ibadah, guna mendekatkan diri kepada Allah hal ini sesuai perintah Allah yang tercantum dalam Alquran
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam
beribadat kepada Tuhannya” (Al-Kahfi 110).
Syarat pertama yang harus dilalui salik sebelum berkhalwat adalah mendahulukan gurunya untuk berwudu dan bersembahyang. Posisi guru dalam lingkaran tasawuf memilki peranan sangat penting. Aboebakar berpendapat bahwa seorang syekh atau guru tidaklah dapat dipangku oleh sembarang orang, meskipun ia mempunyai lengkap pengetahuannya tentang sesuatu tarekat, tetapi yang terpenting adalah ia harus mempunyai kebersihan rohani dan kehidupan batin yang murni (1990:79). Sembahayang yang dilakukan syekh tersebut bertujuan agar di dalam pelaksanaan ajaran tersebut memperoleh bimbingan Allah. Berikut kutipannya
Adapun didalam syarat salik itu dengan memasuk dalam khalwat. Dan syarat masuk // dalam khalwat itu empat perkara. Pertama
commit to user
dua rakaat oleh gurunya itu. Dan tatkala sudah sembahyang oleh syekh itu kemudian daripada sembahyang maka yaitu memuja akan doa oleh syekhnya itu meminta rahmad daripada Allah taala dan daripada Rasu lu `l-Lāh dan pada segala aulia dengan syafaat segala zuhud-zuhud dan segala arif-arif [it]. Itulah sudah diperbuat[an] gurunya dan kemudian masuk muridnya kedalam khalwat serta me(ng)hinakan dirinya itu pada Allah taala dan pada syekh dengan merendahkan dirinya pada ketika itu (RM: 3)
Syarat yang kedua yang harus dilakukan oleh salik adalah dengan bertobat kepada Allah atas segala dosa yang dilakukan. Sebagai langkah awal untuk membersihkan diri, baik lahir maupun batin adalah melalui taubat. Dengan pembersihan yang sempurna maka hijab-hijab yang membatasi antara mahkluk dengan Khaliq akan terkuak. Salah satu pembuka hijab antara hamba dengan Tuhan adalah dengan membersihkan diri dari segala dosa. Taubat adalah tidak mengulangi perbuatan dosa, lupa pada segalanya kecuali pada Allah, dan karena cintanya selalu mengadakan hubungan dengan Allah serta menghindarkan diri dari perbuatan dosa dan sejenisnya (Ramli Harun, et.al. 1985:39). Hal ini sesuai dengan kutipan teks RM sebagai berikut
Dan kedua, syarat itu taubat daripada segala dosanya yakni menangkal segala perbuatan yang di alam dunia ini karena dunia ini membawa kepada maksiat itu dan menangkal bagi akhirat (RM: 4)
Setelah itu, syarat ketiga adalah bersembahyang dua rekaat sunah khalwat dan sunah istikharah. Dijelaskan dalam teks RM bahwa dalam bersembahyang istikharah pada rakaat pertama diharuskan membaca surat Al-Fatihah dan surat al-Kafirun, sesudah itu pada rekaat kedua membaca surat Fatihah dan surat Al-Ihklas.
Dan ketiga syarat ketiga masuk khalwat itu dengan bersembahyang sunah istikharah dan sembahyang // sunah khalwat. Dan
commit to user
sunata `l-istiharah Lillahi ta ala” artinya” kusembahyangkan
sunah istikharah karena Allah ta‟ala. Dan dua rakaat kusembahyang khalwat dan lafal niatnya “ushalli raka’ati sunnata
khalwati lillahi ta ala Allahu Akbar artinya” kusembahyang
sunahkhalwat dua rakaat karena Allah ta ala dan pada sembahyang istkharah itu pada rakaat yang pertama kemudian fatihah daripada fatihah itu memaca ayat qulyā ayyuha`l-kāfirūn hingga wa liya dīn
(i). Dan pada rakaat yang kedua kemudian daripada fatihah membaca qul huwa `l-lāhu hingga sudahnya. (RM: 4)
Syarat terakhir sebelum berkhalwat adalah dengan kesaksian yaitu dengan niat yang sungguh-sungguh (syuhūd). Selama berkhalwat di wajibkan juga bagi salik agar senantiasa berzikir setiap siang dan malam dengan kalimat tahlil. Zikir merupakan pegangan pada jalan tasawuf, dan seorang pun tidak akan sampai kepada Allah melainkan dengan banyak ingat kepada Allah. Kutipan teks RM yang menjelaskan syarat berkhalwat sebagai berikut
.. Keempat, syarat masuk dalam khalwat itu dengan niat yang sejati-sejati dengan syuhūd kepada wujud Allah ta ala dan tiada mengingatlah wujud didirinya melainkan dzat Allah akan kamu
syuhūdnya dan jika //sudah perintah yang permulaan dengan
washitah syaikh kepada kita maka yaitu berdzikirlah hari dan
malam dan tiada berkata-[ber]kata dalam khalwat dengan kata dunia melainkan dikatanya lā illāha illallāh dengan lidah dan dengan hati ini. (RM: 4)
Teks RM juga menjelaskan bahwa Allah bersifat mutlak. Dengan kuasanya Ia membuka hijab antara ghaib dengan kenyataan. Dunia merupakan ladang ibadah bagi seseorang yang menginginkan kehidupan yang mulia di akherat. Dapat dikatakan bahwa akhirat haram isinya bagi orang yang mengejar kehidupan dunia. Hal ini sesuai dengan Hadis Qudsi: “addunya harāmun ‘ala `l
-akhirati wa `l-ahi ratu harāmun ‘alā ahli `d-dunyā wahumā harāma ni ‘alā ahli
`l-Lahi ta’ala” dunia itu haram isinya orang yang berkehendak akan akhirat dan
commit to user Berikut kutipannya pada teks RM
Allah wujud yang muthlak dan tiada merubah-merubah kepada dunia segala-[se]gala dan apabila melihat dunia m.s.k.b.b bunyi sesuai sekalipun maka yaitu dinding dinding Tuhan dengan dunia. Dan apabila majāni dengan akhirat dan akhirat itu menilik pada ketika suluk karena jadi dinding Tuhan dengan akhirat dan sekalian itu hijab dengan Tuhan firman Allah ta ala “ addunya harāmun
‘ala `l-akhirati wa `l-ahi ratu harāmun ‘alā ahli `d-dunyā wahumā
harāma ni‘alā ahli `l-Lahi ta’ala” Katanya bermula dunia itu
haram isinya orang yang // berkehendak akan akhirat dan akhirat itu haram isinya orang yang berkehendak akan dunia dan keduanya itu haram isinya orang yang berkehendak dzat Allah itulah semata-[se]mata itu haram akan keduanya pada ketika suluk. (RM: 5)
Sikap salik dalam memandang kehidupan dunia, adalah apabila ia memandang dengan kedua mata dan hatinya pada dunia diusahakan agar senantiasa dalam kekuasaan Allah. Dinamakan syai dikarenakan mahkluk itu tidak memiliki untuk berbuat sesuatu, sehingga kuasa yang diberikan Allah itu bernama tsābitah. Allah memberikan perumpamaan bahwa bayang-bayang bagi dzat Allah dinamakan a‟yan tsābitah. Berikut kutipannya
Dan apabila sampai perbuatan suluk maka yaitu salik itu sesudah mati dan jika sesudah mati maka yaitu sudah kiamat. Pada salik dan jika hidupnya akan salik ini hidupnya pada negeri akhirat dan diberbuat[an] akan akhirat. Dan menilik salik itu seperti pada negeri akherat karena hidupnya seperti hidupnya pada akhirat akan salik ini. Dan jika memandang akan segala negeri ini maka yaitu pandangan itu kepada perbuatan Tuhan. Ketahui olehmu hai salik, dan jika memandang dengan dua mata dan dengan mata hatinya maka yaitu pandang perbuatan mahkluk dan itu perbuatan hak // Allah ta ala akan dia karena mahkluk ini tiada kuasa berbuat akan suatu syāi dinamakanlahtsābitah kuasa mahkluk kuasa Allah ta ala karena ku pandang rupa mahkluk itu rupa a’yan tsābitah.
commit to user (Alam) dan Tuhan
Lebih lanjut lagi, teks ini menerangkan hubungan antara Tuhan dan mahkluk menurut pandangan Syattariyah. Setelah dijelaskan diatas tentang a‟yan tsābitah maka selanjutnya dijelaskan lagi bahwa a‟yān tsābitah adalah rupa ilmu Allah. Sesudah a‟yān tsābitah ini menjelma pada rupa sifat Allah. Kesemuanya itu dapat dimengerti dengan I‟tibar pada kehidupan mahkluk itu sendiri. Hakikat mahkluk itu sendiri merupakan hamba yang sudah bertauhid semenjak awal penciptaan mahkluk tersebut. Setelah terlahir didunia maka ilmu Allah yang berupa syahadat, salat, puasa, zakat, dan naik haji menjadikan siapa hakikat mahkluk itu. Pokok dari semua itu adalah syahadat, dikarenakan kalimat tauhid tersebut membedakan mahkluk yang beriman dan yang ingkar di hadapan Allah SWT. Berikut kutipannya dalam teks RM
Dan rupa a’yān tsābitah itu rupa ilmu Allah dan rupa ilmu Allah dan rupa Allah itu rupa sifat. Dan rupa sifat itu rupa dzat Allah akan dia itulah dengan I’tibar pada hakikat dengan Syūan dzat yakni kelakuan Dzat akan mahkluk. Dan jika a’yān tsābitah ilmu akan mahkluk itu rupa ilmu Ku ta ala yakni rupa yang maklum dalam wujud Allah ta ala itulah hakikat mahkluk dengan ilmu Allah dan wajib pada mahkluk itu berjamaah akan diberinya itu dengan syahadat Allah karena syahadat Allah itu m.k.n.ng agama Allah dan sembahyang dan puasa dan naik haji dan memberi zakat itulahsekalian itu wajib atas syahadat tiada wajib atas mahkluk akan sekalian itu dan apabila wajib mahkluk itu niscaya wajib atas kafir akan agama dan melainkan yang wajib atas mahkluk itu syahadat Allah. (RM: 7)
Islam, iman, tauhid, dan makrifat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari syahadat. Perumpamaan syahadat dalam tarekat Syattariyah diibaratkan pada anggota tubuh manusia. Tubuh dari manusia merupakan ibarat dari syahadat, sedang iman pada hati, tauhid pada nyawa, dan makrifat pada kaki manusia. Dalam dunia tarekat banyak permisalan untuk menggambarkan tingkat amalan
commit to user
(fi’il), ini ditujukan kepada ridhanya memeluk agama Islam, sedang iman
ditujukan mempercayai Asma Allah. Selain itu, tauhid lebih dititikberatkan pada sifat Allah. Makrifat sebagai salah satu unsur penting dalam tasawuf, diibaratkan sebagai pengenalan dzat Allah. Makrifat menurut Asmaran adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan (2002:104). M. Zain Abdullah memiliki pandangan lain terhadap makrifat, menurutnya makrifat ialah mengenal Allah, makrifat merupakan “tujuan pokok” dalam ilmui tasawuf (1991:29). Kutipannya dalam teks RM sebagai berikut
Dan sekalian syai yang wajib itu syahadat Allah karena syahadat itu wajib bercampur dengan anggota mahkluk dan Islam dan iman dan tauhid dan makrifat itulah wajib bercampur dengan syahadat karena Islam itu pada tubuhku dan iman pada hatiku dan tauhid itu pada nyawaku dan makrifat itu pada rahasiaku dan aku pun rahasia pada kakiku dengan ilmu Allah. Bermula kenyataan fi’il itu pada islam dan kenyataan asma Allah itu pada iman dan kenyataan sifat Allah itu pada tauhid dan kenyataan dzat Allah itu pada makrifat Allah. (RM: 8)
Kasyaf artinya terbuka dinding antara hamba dan Tuhannya (Aboebakar Atjeh, 1990:149). Kasyaf menurut Ramli Harun adalah terbukanya mata hati seseorang atas sesuatu yang gaib karena telah terbuka kepada dirinya tabir rahasia Allah; dengan fana fari sesuatu yang selain Allah, seseorang akan mengetahui bahwa semua yang ada ini masuk ke dalam cahaya kebenaran Allah (1985: 20).
Dalam teks ini. ada tiga jalan kasyaf untuk mendekat kepada Allah yaitu dengan hati yang bersih.Hati yang lalai merupakan salah satu penghambat dibukanya jalan kasyaf. Kunci pembukanya ialah supaya membuangkan sifat-sifat hati yang lalai (tercela) oleh syara‟ itu dengan ilmu dan amal. Jalan yang kedua adalah dengan tafakur akan ilmu Allah, dan yang terakhir adalah dengan
commit to user Allah (murād).
jalan kasyaf kepada haq Ta ala yaitu dengan himah hati kepada wujud alam nur syuhūd itulah permaianan jalan salik dengan tafakur kepada yang ma’āni pada Allah Ta ala dan murād tafakur itu karena tiada wujud ku melainkan hanya yang ada wujud Allah.(RM: 8)
Setiap tarekat memiliki permisalan tersendiri tentang sifat Allah, hal ini juga dimiliki oleh tarekat Syattariyah, Wujud Allah dimisalkan dalam insan manusia yang tampak secara maknawiyah. Ada enam nur (cahaya) sifat Allah yang diibaratkan pada insan manusia, yaitu nur hayun (hidup) pada ruh, nur „alam pada hati, nur murid pada fuad (akal), nur qādir pada tubuh, nur samī‟ pada telinga, nur bashīr pada mata, dan mutakalim pada lidah. Kuasa Allah pada manusia yang disebut tsābitah menjadikan insan senantiasa ingat pada Allah. Dapat dikatakan bahwa insan manusia yang selalu ingat pada Allah maka perbuatan dan segala sikap hidupnya memancarkan cahaya dan reperesentasi dari sifat Allah. Berikut kutipannya dalam teks RM
Bermula yang ada wujud Allah pada tubuh yaitu insan itu dengan
madhhār sifat maknawiyah pada tubuh insan yaitu nur hayun pada
ruh kita dan nur „alam pada hati kita dan nur murid pada fuad kita dan nur qādir pada tubuh kita dan nur samī’ pada telinga kita dan
nur bashīr pada mata kita dan mutakalim pada lidah kita
bagaimananya itu tiada wujud ku. Dan tetap tsābitlah perbuatan kita perbuatan hak ta ala [ak]akan dia “lā fi’lu `l-lazī illa af’ali `l
-lah” artinya tiada perbuatan mereka itu melainkan hanya perbuatan wuju(d) (RM: 9)
3. Syarat Baiat dan Talkin Terhadap Guru
Dalam menjalani kehidupan tasawuf, seorang salik harus senantiasa dibimbing oleh seorang guru. Dijelaskan di atas bahwa seorang guru merupakan orang yang benar-benar suci lahir dan batinnya, Hal ini dapat dilihat dari segi bagaimana guru
commit to user
Swt. Seorang guru tidak saja merupakan seorang pemimpin yang mengawasi murid-muridnya dalam kehidupan lahir dan pergaulan sehari-hari, agar tidak menyimpang daripada ajaran–ajaran Islam dan terjerumus ke dalam maksiat, berbuat dosa besar atau dosa kecil, yang harus ditegurnya, tetapi ia merupakan pemimpin kerohanian yang tinggi sekali kedudukannya dalam tarekat. Ia merupakan perantaraan dalam ibadat antara murid dan Tuhan (Aboebakar Atjeh, 1989: 79).
Syarat salik dalam berbaiat dan talkin terhadap gurunya dalam tarekat Syattariyah ketika berdoa harus menghadap kiblat sebelum berdoa kepada Allah, terlebih dahulu membayangkan rupa syekh atau guru yang membimbingnya dalam berkhalwat. Menghadirkan guru ketika hendak berzikir merupakan hal terpenting dalam bertarekat, selain sebagai perantara berhubungan dengan Tuhan, hal tersebut sebagai salah satu unsur terjadinya peristiwa-peristiwa tarekat untuk mencapi kesempurnaan hakekat. Berikut kutipannya dalam teks RM
Dan syarat mengambil itu baiat dan talkin daripada syekh kepada murid petu(n)juk syekh pada murid dengan yakin seperti baiat akan syekh kepada murid itulah kepada perbuatan tarekat ini kepada murid yang perbuat dengan begini akan seperti duduk dalam khalwat me(ng)hadap akan kiblat yaitu dengan merupa akan rupa syaikh dihadapnya itu (RM: 9-10)
4. Peristiwa Khalwatnya Nabi Muhammad di Jabal Nur Sebagai Suri
Tauladan bagi penganut Tarekat Syattariyah.
Penganut tarekat melakukan khalwat atau mengasingkan diri ke tempat yang sepi bertujuan untuk melatih diri mendekatkan diri kepada Allah. Selama dalam khalwat, seseorang tidak boleh memakan sesuatu yang bernyawa seperti
commit to user
dilarang banyak bercakap-cakap. H. Fuad Said berpendapat bahwa sepanjang hidupnya, Nabi Muhammad pernah berkhalwat di Gua Hira sampai datang perintah untuk berdakwah, Hadis Nabi yang membicarakan khalwat adalah
“Diberi kesenangan kepada Nabi Saw, untuk menjalani khalwat di Gua Hira,
maka beliiau mengasingkan diri didalamnya, yakni beribadat beberapa malam
yang berbilang-bilang”.(Hr. Bukhari dalam H. Fuad Said,1996:80).
DI dalam teks RM juga dikisahkan bagaimana Nabi Muhammad dan Syaidina Abu Bakar berkhalwat di gua jabal nur selama empat puluh hari. Saat berkhalwat Syaidina Abu Bakar mengajukan pertanyaan kepada Nabi Muhammad bahwa dirinya ingin melihat Tuhan yang menciptakan bumi dan seisinya. Jawaban Nabi Muhammmad atas pertanyaan Syaidina Abu Bakar adalah agar menjaga perut agar selalu puasa dikarenakan dengan puasa maka dapat mengekang hawa nafsu dunia dan terlebih lagi dapat menjalankan puasa daud. Apabila seseorang dapat menjalankan persyaratan tersebut maka akan sampailah ia pada makam yang telah tetap pada diri seseorang tentang hakikat Allah (maqam baqa), tetapi apabila ia gagal dalam pelaksanaanya maka kembalilah ia pada martabat awam. Dalam kalangan sufi, orang yang berada dalam martabad awam (baru belajar) dikatakan sebagai mubtadī (orang sufi yang berada pada tataran permulaan). Berikut teks RM yang mengemukakan hal tersebut
Dan kemudian sudah daripada berkhalwat maka berkata Abu bakar pada Nabi hai ya Rasu lu `l-Lāh pada Sayidina Abu Bakar hai Abu bakar kami kehendak bertemu dengan Tuhan dan lagi kehendak melihat Tuhan. Dan sudah kabar nabi itu maka yaitu meminta Sayidina Abu Bakar pada Nabi ya Rasu lu `l-Lāh aku kehendak berkhalwat seperti kata itu betapa tiada kuasa menahan akan makanan hai ya Rasu lu `l-Lāh maka jawab Rasu lu `l-Lāh itu pada AbuAbu bakar, hai Sayidina Abu bakar memakan pada sehari
commit to user
pada tiga hari segala makan yaitu segera sampai suluk kepada
maqām baqa dan jikalau dua kali memakan sehari semalam maka
yaitu binasa juga akan khalwat dan lagi kembali kepada martabat awam akan orang itu dan lagi maqāmmubtadi akan ia. (RM: 11-12
5. Zikir
Amalan penting bagi penganut tarekat Syattariyah adalah zikir kepada Allah. Aboebakar Atjeh berpendapat bahwa zikir adalah ucapan yang dilakukan dengan lidah atau mengingat akan Tuhan danmembersihkannya dari pada sifat-sifat yang tidak layak untuknya, selanjutnya memuji dengan puji-pujian dan sanjungan-sanjungan dengan sifat-sifat yang sempurna sifat-sifat yang menunjukkan kebesaran dan kemurnian (Aboebakar Atjeh,1989:276).
Zikir dalam tasawuf itu terbagi atas tiga tingkat (M. Zain Abdullah,1991:65) :
1. Zikir Lisan atau disebut juga zikir nafi itsbat,yaitu ucapannya lā ilāha illa `l-lahu.
2. Zikir qalbu atu hati, disebut juga zikir Asal dan kebesaran, ucapannya Allah-Allah.
3. Zikir sir atau rahasia, disebut juga zikir isyarat dan nafs, ucapannya yaitu Hu-hu.
Selain di atas, syarat berkhalwat dalam tarekat syattariyah adalah senantiasa berdzikir kepada Allah dengan kalimat lā ilāha illa `l-lahu (zikir lisan). Kalimat tahlil tersebut menandakan akan kepasrahan dan keikhlasan hati bertuhankan Allah SWT. Zikir ini adalah makanan utama lisan atau lidah. Pengamalannya mula-mula zikir itu diucapkan secara pelan-pelan dan lambat,