• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUNTINGAN TEKS

C. Ikhtisar Isi Teks

Gambaran isi teks RM secara menyeluruh dipaparkan dalam ikhtisar isi teks RM berikut.

Penulisan teks Risālah Majmu’ mula-mula diawali Bismi `l-āhirahmāni `r -Rahīm, kemudian dilanjutkan dengan puji-pujian kepada Allah SWT dan salawat kepada Nabi Muhammad saw. Pembahasan selanjutnya lebih dititikberatkan pada persyaratan seseorang untuk menjalani tarekat Syattariyah. Syarat seseorang dalam bertarekat tersebut adalah khalwat, suluk, dan zuhud. Pendapat Asmaran tentang zuhud adalah mengurangi keinginan terhadapa kehidupan duniawi, karena kehidupan ini, di sini bersifat sementara dan apabila manusia tergoda olehnya, ia akan jauh dari Tuhannya (2002:117). Seorang salik (sebutan seseorang ketika menjalankan suluk) diharuskan memiliki sikap zuhud terhadap dunia (hal.1).

Khalwat memiliki pengertian cara seseorang bertafakur dan beribadah kepada Tuhan dengan jalan pengasingan diri (KBBI edisi II, 1995:497). Di dalam teks RM dijelaskan adanya syarat seseorang (salik) dalam berkhalwat. Untuk syarat yang pertama adalah mendahulukan gurunya untuk berwudu dan bersembahyang. Posisi guru dalam lingkaran tasawuf memilki peranan sangat penting. Aboebakar atjeh berpendapat bahwa seorang syekh atau guru tidaklah dapat dipangku oleh sembarang

commit to user

orang, meskipun ia mempunyai lengkap pengetahuannya tentang sesuatu tarekat, tetapi yang terpenting adalah ia harus mempunyai kebersihan rohani dan kehidupan batin yang murni (1990:79). Syarat yang kedua yang harus dilakukan oleh salik adalah dengan bertobat kepada Allah atas segala dosa yang dilakukan. Setelah itu, syarat ketiga adalah bersembahyang dua rekaat sunah khalwat dan sunah istikharah. Syarat terakhir adalah dengan kesaksian yaitu dengan niat yang sungguh-sungguh

(syuhūd). Setelah itu di wajibkan juga bagi salik agar senantiasa berzikir setiap siang

dan malam dengan kalimat tahlil (hal.2-4).

Teks RM juga menjelaskan bahwa dunia merupakan ladang ibadah bagi seseorang yang menginginkan kehidupan yang mulia di akherat. Dapat dikatakan bahwa akhirat haram isinya bagi orang yang mengejar kehidupan dunia. Hal ini sesuai dengan Hadist Qudsi: “addunya harāmun ‘ala `l-akhirati wa `l-ahi ratu

harāmun ‘alā ahli `d-dunyā wahumā harāma ni ‘alā ahli `l-Lahi ta’ala” dunia itu

haram isinya orang yang berkehendak akan akhirat dan akhirat itu haram isinya orang yang berkehendak akan dunia dan keduanya itu haram isinya orang yang berkehendak dzat Allah (hal.4-5).

Suluk merupakan jalan salik untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT sehingga ketika bersuluk pandangan kehidupan salik harus ditujukan untuk kemuliaan di akhirat. Tidak hanya itu, dalam diri salik harus tertanam sikap senantiasa diawasi oleh Allah SWT. Dinamakan syai dikarenakan mahkluk itu tidak memilki kuasa apapun untuk berbuat sesuatu,sehingga kuasa yang diberikan Allah itu

commit to user

bernama tsābitah. Allah memberikan perumpamaan bahwa bayang-bayang bagi zat Allah dinamakan a’yan tsābitah (hal.5-6). Lebih lanjut lagi teks ini menerangkan hubungan antara Tuhan dan mahkluk menurut pandangan Syattariyah. Setelah dijelaskan diatas tentang a’yan tsābitah maka selanjutnya dijelaskan lagi bahwa

a’yan tsābitah adalah rupa ilmu Allah. Sesudah a’yan tsābitah ini menjelma pada

rupa sifat Allah. Kesemuanya itu dapat dimengerti dengan I’tibar pada kehidupan mahkluk itu sendiri. (hal.6-7).

Dalam dunia tarekat banyak permisalan untuk menggambarkan tingkat amalan atau ilmu. Hal ini dapat dilihat pada pengibaratan keterbukaan hati seseorang

(fi’il), ini ditujukan kepada ridhanya memeluk agama Islam, sedang iman ditujukan

mempercayai asma Allah. Makrifat sebagai salah satu unsur penting dalam tasawuf, diibaratkan sebagai pengenalan zat Allah. Makrifat menurut Asmaran adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan (2002:104). Kasyaf artinya terbuka dinding antara hamba dengan Tuhannya (Aboebakar, 1985:149). Dalam teks ini ada tiga jalan kasyaf untuk mendekat kepada Allah yaitu dengan hati yang bersih, tafakur akan ilmu Allah, dan cinta pada Allah melebihi segala cintanya pada mahkluk ciptaan Allah (murād) (hal.7-8). Setiap tarekat memiliki permisalan tersendiri tentang sifat Allah, hal ini juga dimiliki oleh tarekat Syattariyah, Wujud Allah dimisalkan dalam insan manusia yang tampak secara maknawiyah. Ada enam nur (cahaya) sifat Allah yang diibaratkan pada insan manusia, yaitu nur hayun (hidup) pada ruh, nur „alam pada hati, nur murid pada fuad

commit to user

(akal), nur qādir pada tubuh, nur samī’ pada telinga, nur bashīr pada mata, dan

mutakalim pada lidah. Kuasa Allah pada manusia yang disebut tsābitah menjadikan

insan senantiasa ingat pada Allah (hal.8-9).

Dalam menjalani kehidupan tasawuf, seorang salik harus senantiasa dibimbing oleh seorang guru. Syarat salik dalam berbaiat terhadap gurunya ketika berdoa harus menghadap kiblat sebelum berdoa kepada Allah, terlebih dahulu membayangkan rupa syekh atau guru yang membimbingnya dalam berkhalwat (hal.9-10). Diceritakan dalam teks RM, peristiwa khalwatnya Nabi Muhammad dan Syaidina Abu Bakar berkhalwat di gua Jabal Nur selama empat puluh hari yang menjadi suri tauladan bagi penganut tarekat Syattariyah. (hal.10-11). Selain di atas, syarat berkhalwat adalah senantiasa berzikir kepada Allah dengan kalimat lā ilāha

illa `l-lahu.Dalam teks ini juga disebutkan sepuluh syarat sempurna berkhalwat

adalah (1) Seorang salik dilarang makan dan minum secara berlebihan (kekenyangan); (2) Seorang salik tidak boleh makan yang enak dan sedap; (3)Tidak boleh memakan buah-buahan; (4) Senantiasa puasa daud, yaitu sehari puasa dan sehari berbuka; (5) Mengingat Allah dengan berzikir lā illāha illallāh dan bersikap

syuhūd (benar-benar memberikan kesaksian terhadap keesaan Allah SWT); (7)

Ibadah shalat jum at tidak diwajibkan pada orang yang berkhalwat, ibadah yang dilkukan adalah sembahyang lima waktu dan sembahyang sunah wudhū’; (8) Menghindari keramaian kota atau mengasingkan diri untuk tafakur pada Allah SWT; (9) Tidak mencampur kepercayaan hati (I’tikad) dari tarekat sufi ini ke paham yang

commit to user

lain. Dijelaskan, bahwa tarekat sufi dimisalkan seperti bayang-bayang matahari diatas air; (10) Sampai akhir hayatnya, seorang salik harus selalu bersuluk,memahami hakikat hidup dengan jalan makrifat pada Allah SWT (hal.11.12.13.14.dan 15).

Teks RM menjabarkan tiga syarat sempurna bersuluk yaitu: 1) Pertama zuhud yaitu mengekang akan nafsu dunia yang biasanya dihiasi kenikmatan semu;

2)syuhūd, berati selalu mengingat keberadan Allah dimanapun berada; 3) Selalu

berzikir pada Allah dan senantiasa berpikir (tafkiri) akan kehidupan akhirat kelak. Akhir dari teks ini adalah kata Tammat yang menandakan bahwa teks ini selesai penulisannya dan penyebutan judul teks, yaitu kitab yang bernama Risālah Majmu’.

(hal.15-16).

Dokumen terkait