• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DATA A. Analisis Struktur

4. Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah cara pengungkapan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis, gaya bahasa merupakan bagian dari diksi atau pilihan kata (Gorys Keraf, 2000:114). Siti Chamamah berpendapat bahwa gaya bahasa merupakan kekhususan seseorang dalam menggunakan bahasa pada sebuah karya sastra atau kelompok karya sastra (Siti Chamamah Soeratno, et.al. 1982:178). Dalam sastra kitab, gaya bahasa sangat dipengaruhi oleh unsur Arab. Oleh karena itu, RM pun banyak mengandung unsur Arab.

a. Kosa kata

Seperti yang telah dikemukakan di atas, sastra kitab banyak dipengaruhi oleh gaya bahasa Arab, termasuk dalam hal kosa kata.Teks RM yang termasuk naskah sastra kitab banyak mempergunakan kosa kata Arab. Kosa kata Arab tersebut ada yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia, ada pula yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut.

1. Kosa Kata Teks RM yang sudah Diserap ke dalam Bahasa Indonesia Tabel 9

No Kosa Kata No Kosa Kata No Kosa Kata

1 aulia 6 mubtadi 11 talkin

commit to user

3 dhahir 8 kasyaf 13 zuhud

4 fana 9 mud-mud 14 tarekat

5 maqam 10 talkin 15 khalwat

2. Kosa kata dan frase bahasa Arab

Tabel 10

No Kosa kata No Kosa kata No Kosa kata

1 a’yan 14 ma’āni 27 syuhūd

2 baqa 15 madhhār 28 syai

3 bashīr 16 mubtadī 29 syūan

4 dhahir 17 muntahī 30 risālah

5 fuqahā 18 mutakalim 31 tafkiri

6 fuad 19 washitah 32 takris

7 hayun 20 mutawāsit 33 tsābitah

8 istikharah 21 murād 34 wara’

9 i’tibar 22 muwājibun 10 i’tikad 23 qādir

commit to user

11 Kasyaf 24 qashd

12 fi’il 25 samī’

13 maqam 26 shifāt

b. Ungkapan

Ungkapan adalah ucapan-ucapan khusus yang sudah tetap, sudah menjadi formula khusus, dan sudah menjadi kebiasaan yang tidak berubah. Dalam RM banyak terdapat ungkapam-ungkapan yang biasanya mengikuti nama sesuatu.

1) Shala `l-Lāhu ‘alaihi wa sallam (RM: 1)

semoga selawat dan salam tetap kepada Nabi, ungkapan ini disebut salawat

2) Bismi `l-āhirahmāni `r-Ra `r-Rahīm(RM: 1)

dengan nama Allah Yang maha Pengasih lagi Maha Penyayang

3) Wa `sh-shalātu wa `s-salāmu ‘alā rasūli -`1-lahisha `l-lahi

‘alaihiwassalam(RM: 1)

dan rahmat Allah dan segala salam-Nya atas Rasul Allah (Nabi Muhammad)

4) lā illāha illallāh(RM: 4)

tiada Tuhan yang berhak diibadahi selain Allah

5) Rahmahu `l-Lah (RM: 10)

semoga dirahmati Allah Yang Maha Tinggi

commit to user

c. Sintaksis

Teks sebagai sastra kitab banyak dipengaruhi oleh struktur sintaksis Arab. Hal tersebut seperti dikemukakan oleh John (dalam Siti Chamamah Soeratno, 1982:183) bahwa pada umumnya para penulis sastra keagamaan berpikir dalam bahasa Arab. Pengaruh di sini dapat dilihat, misalnya dalam pemakaian kata penghubung dan yang dipakai dalam pembuka kalimat.Selain kata „dan‟ juga digunakan kata „maka‟ sebagai pembuka kalimat atau sebagai kata tumpuan. Dalam bahasa Arab kata (ف) yang secara etimologis berarti „maka‟ dipakai sebagai pembuka kalimat atau kata tumpuan.

Kata penghubung „dan‟ dalam teks RM digunakan sebagai pembuka kalimat. Dalam bahasa Melayu kata dan tidak pernah dipakai untuk membuka kalimat. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh dari bahasa Arab. Dalam bahasa Arab terdapat kata wa (ﻭ ) yang secara etimologis berarti „dan‟ dipakai sebagai pembuka kalimat atau sebagai kata tumpuan. Dalam bahasa Indonesia untuk menghubungkan tiga kata atau lebih, kata „dan‟ hanya ditempatkan di depan kata atau frasa atau klausa yang terakhir. Akan tetapi dalam RM setiap kata, frasa, atau klausa yang dihubungkan selalu diawali dengan kata „dan‟. Hal ini dikarenakan dalam bahasa Arab tidak terdapat tanda baca koma ( , ) dalam kalimat, sehingga memakai kata „dan‟. Selain kata dan, teks RM juga menggunakan kata maka sebagai pembuka kalimat atau sebagai kata tumpuan. Dalam bahasa Arab kata (ف) yang secara etimologis berarti „maka‟ dipakai sebagai pembuka kalimat atau kata tumpuan.

commit to user

a) Kata penghubung „dan‟ dipergunakan sebagai pembuka kalimat Dan syarat masuk // khalwat dalam khalwat itu empat perkara. Pertama mendahulukan akan masuk gurunya dengan air sembahyang sunah dua rakaat oleh gurunya itu. (RM:2)

b) Kata „dan‟ dipergunakan sebagai kata penghubung

Dan lagi syarat-syarat [b.r]berkhalwat itu tiada berkata-kata akan kata yang lain daripada lā ilāha illa `l-lahu dan jikalau telanjur akan lidah pada kata dunia maka yaitu batal khalwat itu. Jika ada kuasa bertampil ia dengan sedekah kepada syekh dan kepada orang yang lain dan kenduri. (RM: 12)

2. „Maka‟

Kata penghubung „maka‟ digunakan bukan sebagai kata penghubung, namun untuk memulai kalimat sebagai tumpuan. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.

Maka yaitu memakan segala itu setengah mud-mud pada sehari semalam yaitu segala makanan dan yang terlebih baik daripadanya puasa pada siang selang dua hari yakni puasa daud akan namanya. (RM: 12)

Penggunaan „maka‟ pada kalimat di atas bukan sebagai kata penghubung, tetapi untuk memulai kalimat.

3. „Bagi‟

Kalimat yang mempergunakan kata bagi yang dalam bahasa Arabnya li (ل) menunjukkan arti milik. “Segala puji-pujian bagi Allah yang menu(n)jukkan jalan yang betul kepada jalan Allah yakni dengan washitah Nabi kita Muhammad shala `lāhu „alaihi wa sallam”. (RM: 1)

Pada uraian di atas, terlihat pengaruh bahasa Arab dalam bahasa Melayu Risālah Majmu‟. Hal ini seperti dikemukakan oleh van Ronkel, bahwa Sastra Arab besar sekali pengaruhnya di lapangan keagamaan

commit to user

sintaksis Melayu (Ronkel dalam Siti Chamamah Soeratno, 1982:184).

d. Sarana Retorika

Sarana Retorika adalah tehnik pemakaian bahasa sebagai seni yang didasarkan pada suatu pengetahuan tersusun baik. Sarana retorika dipengaruhi oleh dua aspek yaitu pengetahuan bahasa dan penggunaan bahasa yang baik (Gorys Keraf, 2000:1).

1) Penguraian

Teks RM banyak menggunakan gaya penguraian. Gaya penguraian disebut juga dengan analitik, yaitu menguraikan gagasan yang terdapat dalam teks secara terperinci. Gaya penguraian dalam teks RM terlihat pada kutipan berikut.

…dengan me(ng)hadap akan kiblat yaitu dengan merupa akan rupa syaikh dihadapnya itu. Dan rumah khalwat itu sekedar berdiri dan fana yang sekedar tiadalah dan lentang sekedar duduk itulah telah berkata nabi kita Muhammad shalla `l-Lāhu ‘alaihi wa sallam

karena nabi nankhalwat di jabal nur empat puluh hari dan malam selama-[se]lama(nya) itu dan masa nan khalwat tiada memakan akan makanan segala-[se]gala. (RM: 10)

Sesuai dengan gaya penguraian tersebut, Risālah Majmu’. banyak mempergunakan sarana retorika polisindeton. Polisindeton merupakan suatu gaya dengan cara beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan kata penghubung (Gorys Keraf, 1990:131). Pemakaian polisendenton pada teks RM ditunjukkan pada pengulangan kata dan seperti di atas. Kutipan di atas menerangkan aktifitas ibadah Nabi Muhammad ketika berkhalwat di gua jabal nur selama empat puluh hari dalam khalwat tersebut Nabi Muhammad tidak makan. Dengan demikian, kata dan dipakai untuk menjelaskan secara runtut perjalanan Nabi Muhammad selama berkhalwat.

commit to user

menggunakan sarana retorika enumerasi. Enumerasi adalah pencacahan satu persatu; penjumlahan (KBBI III, 2007:304). Berkaitan dengan hal ini maka enumerasi adalah gaya bahasa yang disusun dengan memecahkan suatu hal atau keadaan menjadi beberapa bagian agar maksudnya menjadi jelas.Sarana retorika enumerasi itu pada hakikatnya untuk menyangatkan suatu pernyataan. Pemakaian sarana retorika enumerasi dalam teks RM ditandai dengan pemakaian kata pertama, kedua, ketiga yang dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut

Dan syarat masuk // khalwat dalam khalwat itu empat perkara. Pertama mendahulukan akan masuk gurunya dengan air sembahyang sunah dua rakaat oleh gurunya itu. Dan tatkala sudah sembahyang oleh syekh itu kemudian daripada sembahyang maka yaitu memuja akan doa oleh syekhnya itu meminta rahmad daripada Allah taala dan daripada Rasu lu `l-Lāh dan pada segala aulia dengan syafaat segala zuhud-zuhud dan segala arif-arif [it]. Itulah sudah diperbuat[an] gurunya dan kemudian masuk muridnya kedalam khalwat syarat me(ng)hinakan dirinya itu pada Allah ta ala dan pada syekh dengan merendahkan dirinya pada ketika itu. Dan kedua, syarat itu taubat daripada segala dosanya yakni menangkal segala perbuatan yang di alam dunia ini karena dunia ini membawa kepada maksiat itu dan menangkal bagi akhirat. Dan ketiga syarat ketiga masuk khalwat itu dengan bersembahyang sunah istikharah dan sembahyang//sunah khalwat. Dan sembahyang sunah istikharah [i] itu lafalnya niat “ushalli raka’ati

sunata `l-istiharah Lillahi ta ala” artinya” kusembahyangkan

sunah istikharah karena Allah ta‟ala. Dan dua rakaat kusembahyang khalwat dan lafal niatnya “ushalli raka’ati sunnata

khalwati lillahi ta ala Allahu Akba artinya” kusembahyang sunah

khalwat dua rakaat karena Allah ta ala dan pada sembahyang istkharah itu pada rakaat yang pertama kemudian fatihah daripada fatihah itu memaca ayat qulyāayyuha`l-kāfirūn hingga wa liya dīn

(i). Dan pada rakaat yang kedua kemudian daripada fatihah memuja qul huwa `l-lāhu hingga sudahnya. Keempat, syarat masuk dalam khalwat itu dengan niat yang sejati-sejati dengan syuhūd

kepada wujud Allah ta ala dan tiada mengingatlah wujud didirinya melainkan dzat Allah akan kamu syuhūdnya dan jika //sudah p.n.r.s yang permulaan dengan washitah syaikh kepada kita maka yaitu berdzikirlah hari dan malam dan tiada berkata-[ber]kata dalam khalwat dengan kata dunia melainkan dikatanya lā illāha illallāh

commit to user

Kutipan di atas menunjukkan adanya penguraian dari suatu hal. Hal yang dimaksud adalah berbagai syarat seorang salik masuk dalam khalwat. Macam-macam syarat tersebut dijabarkan dalam empat hal. Keempatnya diuraikan secara terperinci dan jelas. Syarat pertama adalah menghormati gurunya sebagai seorang pembimbing dalam berkhalwat. Bertobat dari segala dosa, baik dosa kecil dan besar menjadi syarat yang kedua. Selanjutnya, syarat ketiga adalah bersembahyang sunah istikharah dan sunah khalwat. Sedangkan syarat terakhir adalah dengan berniat secara sungguh-sungguh dan senantiasa berzikir pada Allah.

Sarana retorika enumerasi itu pada hakikatnya untuk menyangatkan suatu pernyataan. Oleh karena itu, teks Risālah Majmu’, banyak menggunakan gaya bahasa (sarana retorika) untuk menyangatkan dan menegaskan, di antaranya yaitu, gaya penguraian, penguatan, penyimpulan, dan bahasa kiasan.

2) Penguatan

Penggunaan gaya penguatan pada teks RM ditunjukkan pada penggunaan dalil-dalil yang dicantumkan pada teks RM berasal dari hadis. Dalam hal ini, pendapat penulis teks dikuatkan dengan kutipan hadis yang dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut

Allah wujud yang muthlak dan tiada merubah-merubah kepada dunia segala-[se]gala dan apabila melihat dunia m.s.k.b.b bunyi sesuai sekalipun maka yaitu dinding-dinding Tuhan dengan dunia. Dan apabila majāni dengan akhirat dan akhirat itu menilik pada ketika suluk karena jadi dinding Tuhan dengan akhirat dan sekalian itu hijab dengan Tuhan firman Allah ta ala “ addunya harāmun

‘ala `l-akhirati wa `l-ahi ratu harāmun ‘alā ahli `d-dunyā wahumā

harāma ni ‘alā ahli `l-Lahi ta’ala”. Katanya bermula dunia itu

haram isinya orang yang // berkehendak akan akhirat dan akhirat itu haram isinya orang yang berkehendak akan dunia dan keduanya itu haram isinya orang yang berkehendak dzat Allah itulah

semata-commit to user

Kutipan tersebut menunjukkan adanya pendapat yang dikemukakan oleh penulis teks. Ia menyampaikan pendapatnya bahwa seseorang yang bersuluk diharamkan atasnya keinginan untuk bersenang-senang di dunia. Dunia adalah ladang ibadah untuk mencapai kebahagiaan di akhirat. Pendapat penulis teks tersebut dikuatkan dengan kutipan hadis qudsi. Penekanan tersebut dimaksudkan untuk menyangatkan betapa pentingnya sifat zuhud bagi salik. Selain itu gaya penguatan pada teks RM ditunjukkan pada penggunaan dalil-dalil yang dicantumkan pada teks RM berasal dari lafal doa berbahasa Arab.

Dan ketiga syarat ketiga masuk khalwat itu dengan bersembahyang sunah istikharah dan sembahyang // sunah khalwat. Dan sembahyang sunah istikharah [i] itu lafalnya niat “ushalli raka’ati

sunata `l-istiharah Lillahi ta ala” artinya” kusembahyangkan

sunah istikharah karena Allah ta‟ala. Dan dua rakaat kusembahyang khalwat dan lafal niatnya “ushalli raka’ati sunnata

khalwati lillahi ta ala Allahu Akbara rtinya” kusembahyang sunah

khalwat dua rakaat karena Allah ta ala dan pada sembahyang istkharah itu pada rakaat yang pertama kemudian fatihah daripada fatihah itu memaca ayat qulyāayyuha`l-kāfirūn hingga wa liya dīn

(i). Dan pada rakaat yang kedua kemudian daripada fatihah membaca qul huwa `l-lāhuhingga sudahnya. (RM: 3)

Pada kutipan di atas menunjukkan adanya pendapat yang dikemukakan penulis teks mengenai sembahyang sunah istikharah dan sunah khalwat. Pendapat tersebut dikuatkan dengan mencantumkan lafal niat salat istikharah dan khalwat dalam bahasa Arab.

3) Retorika

Gaya retorika adalah gaya selayaknya orang yang berpidato yang memberi pesan kepada pembacanya. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.

Ketahui olehmu hai murid yang berkhalwat kembalilah diberinya itu khalwat ketahui // olehmu hai salik syarat sempurna berkhalwat

commit to user

dan meminum air. Kedua tiada memakan yang sedap-sedap yakni mengingat-ingat(RM: 12)

4) Simile

Bahasa kiasan atau perumpamaan (simile) adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat ekspilisit ialah bahwa ia menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu, ia memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu yaitu kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana (Gorys keraf, 2000:138). Dalam teks RM terdapat bahasa kiasan hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut

Dan tarekat sufi itu mi[t]salnyaitu seperti bayang-bayang matahari di dalam air itulah seperti matahari. kelakuan bayang-bayangnya itulah tarekat sufi karena itu tiada bercampur dengan yang lain. Kesembilan tiada di qashd mengikut akan Tuhan dan akan Rasu lu `l-Lāh melainkan yang berbuat dia iatah Allah ta ala dan selama belum fana maka yaitu salik itu jatuh melihat akan dirinya karena salik itu adam pada wujudnya itu. (RM: 14)

Penggunaan kata seperti pada kutipan teks diatas menunjukkan bahwa teks RM menggunakan gaya bahasa simile. Kutipan teks diatas menunjukkan bahwa tarekat sufi disamakan dengan bayang-bayang matahari di dalam air. Kutipan diatas dengan menggunakan kata pembanding seperti ditujukan agar pembaca lebih mudah memahami teks RM dengan mengetahui contoh-contoh dari suatu kejadian atau peristiwa yang diungkapkan penulis.

5) Metafora

Metafora adalah memperbandingkan dua hal atau lebih secara implisit. Gaya bahasa ini seperti simile akan tetapi perbandingan yang dilakukan tidak memakai kata-kata seperti,bagai. dan umpama. Pemakaian metafora pada teks RM dapat dilihat pada kutipan berikut

commit to user

dan rupa Allah itu rupa sifat. Dan rupa sifat itu rupa dzat Allah akan dia itulah dengan I’tibar pada hakikat dengan Syūan dzat yakni kelakuan Dzat akan mahkluk. (RM: 6)

Rupa a‟yantsābitah, dalam kutipan diatas dibandingkan dengan rupa ilmu Allah yang merupakan rupa zat Allah. Dengan demikian, a‟yan tsābitah adalah perbandingan rupa Allah denganI‟tibar (belajar) akan hakikat ke esaan Allah.

6) Penyimpulan

Sarana retoris ini berupa gaya penyimpulan suatu uraian atau gagasan. Berikut kutipan yang memperlihatkan penggunaan gaya penyimpulan.

…….Dan apabila sampai sekalipu(n) yaitu suluknya jua. Dan apabila hati akan salik itu maka yaitu tiada hati pada hakikat yaitu memindah kepada kata tafkiri akhirat serta tuhan ’aza wa jala

itulah perintah sempurna khalwat. Dan jika salah satu daripada sepuluh syarat maka yaitu batal berkhalwat dan binasa suluknya itu dan orang itu kembali kepada martabat awam. (RM: 15)

Kutipan di atas, penyimpulan suatu pernyataan ditandai dengan kata maka. Pernyataan sebelumnya yang menerangkan berbagai larangan ketika bersuluk diakhiri dengan kesimpulan akibat yang harus diterima salik apabila melanggar larangan tersebut yaitu kembalinya salik ke martabat awam.

Sarana retoris penyimpulan dengan penggunaan kata maka dapat juga dilhat pada kutipan sebagai berikut

Abu bakar, hai Syaidina Abu bakar memakan pada sehari semalam segala makanan itu ia memadai dan yang lebih makan pada tiga hari segala makan yaitu segera sampai suluk kepada maqām baqa dan jikalau dua kali memakan sehari semalam maka yaitu binasa juga akan khalwat dan lagi kembali kepada martabat awam akan orang itu dan lagimaqām mubtadi akan ia. (RM: 5)

commit to user

tentang khalwatnya Nabi Muhammad di Jabal Nur. Kata maka menjadi penanda atas kesimpulan bahwa seseorang yang berkhalwat dan melanggar salah satu syarat berkhalwat dia akan kembali ke martabat awam menduduki derajat mubtadī,.

Dokumen terkait