• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KANDUNGAN TIMBAL DAN KADMIUM PADA BAYAM YANG DITANAM DALAM MEDIA KOMPOS SAMPAH KOTA

Khairiyanti

Teknisi Litkayasa Pelaksana Lanjutan pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara Jalan Abdul Haris Nasution No.1B , Medan 20143

Telp. (061) 7870710, Faks. (061) 7861020

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Batas maksimum kandungan timbal (Pb) dalam sayuran yaitu 0,5 ppm dan kadmium (Cd) 0,2 ppm (SNI-7387:2009). Kedua jenis logam berat tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan karena bersifat racun dan tidak larut di dalam air. Tujuan percobaan adalah untuk mengetahui kandungan logam berat Pb dan Cd pada bayam yang ditanam dalam media kompos sampah kota. Sampel bayam yang dianalisis berasal dari tanaman dengan media tanam kompos sampah kota. Analisis kandungan Pb dan Cd dilakukan di Laboratorium Tanah dan Tanaman Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara. Analisis dilakukan dengan cara pengabuan basah sampel kering dengan menggunakan asam nitrat dan asam perklorat (10:1), selanjutnya ekstrak diukur menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Hasil pengukuran kadar Pb dalam sampel bayam yang ditanam menggunakan kompos sampah kota dengan konsentrasi 0%, 25%, 50%, 75% dan 100% masing-masing adalah 0,04 ppm, 0,44 ppm, 0,59 ppm, 0,73 ppm, dan 0,90 ppm, sementara kandungan Cd berturut-turut adalah 0,01 ppm, 0,12 ppm, 0,16 ppm, 0,26 ppm, dan 0,60 ppm. Tanaman bayam masih aman untuk dikonsumsi apabila penggunaan kompos sampah kota maksimal 25% dari total media tanam.

Kata kunci: bayam, timbal, kadmium, kompos, sampah kota

PENDAHULUAN

Sampah kota adalah buangan yang kehadirannya pada tempat tertentu tidak dikehendaki karena dapat membahayakan lingkungan. Sampah kota mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan berbahaya (Irhamni 2009). Kegiatan manusia yang biasa menambah pencemaran lingkungan berupa kegiatan industri, pertambangan, pembakaran bahan bakar, serta kegiatan domestik yang dapat meningkatkan kandungan logam berat di udara, air, dan tanah (Junita 2013). Data BPS tahun 2000 dalam Wibowo dan Djayawinata (2004) menunjukkan bahwa 384 kelurahan di Sumatera Utara berpotensi menghasilkan sampah 80.236 ton/hari.

Sampah kota mengandung sampah rumah tangga, plastik maupun sampah yang bersifat racun dan berbahaya, yang dikenal dengan bahan beracun dan berbahaya, salah satunya adalah logam berat (Syamsul 2014). Logam berat adalah unsur logam dengan berat molekul tinggi, dalam kadar rendah umumnya sudah meracuni tanaman, hewan, dan manusia.

Logam berat yang sering meracun adalah Hg, Cr, As, Cd, dan Pb. Logam berat tersebut bersifat stabil dan dapat terakumulasi di dalam darah (Parsa 2001). Mekanisme masuknya logam berat ke dalam tubuh manusia dapat melalui pernapasan, pencernaan atau langsung lewat permukaan kulit. Daya racun logam berat Pb pada manusia dapat mengakibatkan anemia, mual, sakit perut, dan kelumpuhan (Hamidah 1980). Timbal juga dapat terakumulasi dalam tulang karena logam tersebut dapat membentuk ion Pb2+ yang mampu menggantikan keberadaan ion Ca2+ yang terdapat dalam jaringan tulang (Putra dan Putra 2003).

Logam berat yang dapat mencemari lingkungan kebanyakan berasal dari pupuk, pestisida, limbah pabrik, dan limbah rumah tangga (Yong et al. 1992; Bapedalda Sumut 2007). Hasil penelitian Nina (2008) menunjukkan bahwa akumulasi logam berat Pb dan Cd pada tanaman disebabkan oleh faktor lingkungan dan berat molekul Pb dan Cd. Standar mutu maksimal yang diperbolehkan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam sayuran untuk logam berat Pb adalah 0,5 ppm dan untuk Cd 0,2 ppm (SNI 7387: 2009).

Sampah kota dapat dibuat menjadi kompos untuk media tanam. Namun, penggunaan kompos sampah kota perlu dipertimbangkan karena banyak mengandung logam berat (Syafrudin 2004). Pembuatan kompos berbahan baku sampah kota dilakukan dengan memisahkan sampah organik dan menambahkan tanah, kotoran sapi, dan aktivator effective microorganism (EM4), kemudian diinkubasi selama 2 minggu. Kompos sampah kota dapat dimanfaatkan sebagai media tanam sayuran misalnya bayam.

Bayam Amaranthus spp. berasal dari daerah Amerika tropis. Bayam semula dikenal sebagai tanaman hias. Dalam perkembangan selanjutnya, bayam dipromosikan sebagai bahan pangan sumber protein, terutama di negara-negara berkembang. Diduga tanaman bayam masuk ke Indonesia pada abad ke-19 ketika lalu lintas perdagangan dari luar negeri masuk ke wilayah Indonesia (Hadisoeganda dan Widjaya 1996). Tanaman bayam cocok ditanam di dataran tinggi yaitu ± 2.000 m dpl, dengan curah hujan lebih dari 1.500 mm/ tahun, suhu udara 16–20 oC, dan kelembapan udara 40–60% (Setiawan 1995).

Analisis Kandungan Timbal dan Kadmium pada Bayam yang ditanam dalam Media Kompos Sampah Kota

(Khairiyanti)

Bayam termasuk salah satu sayuran yang digemari masyarakat karena mengandung vitamin A, C, B kompleks, K, dan vitamin E (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Tingginya konsumsi sayuran dan makin sempitnya lahan pertanian mengakibatkan banyak masyarakat kota memanfaatkan lahan sempit atau pekarangan rumah untuk bercocok tanam menggunakan pot atau polibag. Tujuan percobaan adalah untuk mengetahui kandungan logam berat Pb dan Cd pada bayam yang ditanam dengan media kompos sampah kota

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan

Analisis kandungan Pb dan Cd dalam tanaman bayam dilaksanakan di Laboratorium Tanah dan Tanaman, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, pada bulan Juli 2018.

Bahan dan Alat Percobaan

Sampel yang akan dianalisis diambil dari tanaman bayam dalam media kompos sampah kota dengan perlakuan konsentrasi kompos 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100%. Analisis terhadap masing-masing perlakuan diulang tiga kali menggunakan pelarut HNO3 : HClO4 (10:1) dan pengukuran ekstrak dengan alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).

Metode Percobaan

Sampel tanaman bayam dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 3 jam, kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender tanaman. Sampel ditimbang 2,5 g, lalu dimasukkan ke dalam tabung digestion, ditambahkan 5 ml HNO3 pekat, dan didiamkan semalam. Keesokan harinya, sampel dipanaskan pada suhu 100 oC selama 1,5 jam, kemudian didinginkan. Setelah itu ditambahkan 5 ml HNO3 pekat dan 1 ml HClO4 pekat, kemudian dipanaskan hingga 150 oC selama 30 menit atau sampai uap kuning habis.

Apabila masih ada uap kuning maka waktu pemanasan ditambah. Setelah uap kuning habis, suhu ditingkatkan menjadi 200 oC selama 1 jam (hingga terbentuk uap putih). Destruksi selesai jika telah terbentuk endapan putih atau sisa larutan jernih sekitar 1 ml. Ekstrak lalu didinginkan kemudian diencerkan dengan air bebas ion menjadi 25 ml, dikocok hingga homogen, dan dibiarkan selama 1 malam. Ekstrak jernih digunakan untuk pengukuran logam berat Pb dan Cd menggunakan alat SSA dengan deret standar masing-masing Pb dan Cd sebagai pembanding (Eviati dan Sulaeman 2009). Proses analisis sampel disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses analisis sampel di laboratorium; a. sampel bayam segar; b. pengeringan sampel menggunakan oven; c. penimbangan sampel kering; d. destruksi menggunakan lemari asam; e. pengukuran konsentrasi logam timbal dan kadmium

Kandungan Pb dan Cd dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis penetapan kadar logam berat Pb pada bayam yang ditanam menggunakan kompos sampah kota konsentrasi 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100% dengan tiga ulangan dapat dilihat pada Tabel 1. Rata-rata kandungan logam berat Pb pada bayam meningkat dengan bertambahnya konsentrasi kompos sampah kota dalam media tanam. Kandungan maksimum logam Pb pada sayuran segar maksimal 0,5 ppm (SNI-7387.2009). Berdasarkan hasil percobaan maka penambahan kompos sampah kota sebagai media tumbuh tanaman yang diperbolehkan maksimal 25%. Penggunaan kompos sampah kota lebih dari 25% dapat meningkatkan kandungan Pb dalam bayam. Menurut Subowo et al. (1999), keracunan logam Pb dapat membahayakan kesehatan, seperti menyebabkan kanker kulit.

Tabel 1. Kandungan logam timbal (Pb) dalam bayam yang ditanam menggunakan media kompos sampah kota

Konsentrasi kompos (%) Kandungan Pb (ppm) Rata-rata (ppm) Standar mutu (SNI-7387. 2009) I II III 0 0,03 0,03 0,04 0,04 Maks. 0,5 ppm 25 0,47 0,41 0,43 0,44 50 0,62 0,56 0,59 0,59 75 0,73 0,69 0,76 0,73 100 0,93 1,01 0,97 0,90

Hasil analisis penetapan kadar logam berat Cd dalam bayam yang ditanam menggunakan kompos sampah kota konsentrasi 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100% dengan tiga ulangan dapat dilihat pada Tabel 2. Rata-rata kandungan logam berat Cd dalam bayam meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi kompos sampah kota dalam media

tanam. Kandungan maksimum logam Cd pada sayuran segar maksimal 0,2 ppm (SNI-7387. 2009). Berdasarkan hasil percobaan maka penambahan kompos sampah kota sebagai media tumbuh tanaman yang diperbolehkan maksimal 50%. Penggunaan kompos sampah kota lebih dari 50% dapat meningkatkan kandungan Cd pada bayam. Menurut Siregar (2005), keracunan logam Cd dapat merusak saraf bahkan penyakit kanker.

Tabel 2. Kandungan logam kadmium (Cd) dalam bayam yang ditanam menggunakan media kompos sampah kota

Konsentrasi kompos (%) Kandungan Cd (ppm) Rata-rata (ppm) Standar mutu (SNI-7387. 2009) I II III 0 0,01 0,00 0,01 0,01 Maks. 0,2 ppm 25 0,14 0,10 0,12 0,12 50 0,17 0,15 0,15 0,16 75 0,24 0,27 0,26 0,26 100 0,61 0,53 0,67 0,60

Data pada Tabel 1 dan 2 menunjukkan bahwa aplikasi kompos sampah kota berpengaruh terhadap peningkatan kadar logam Pb dan Cd pada bayam. Hal ini dikarenakan kompos sampah kota mengandung logam berat Pb dan Cd. Kandungan Pb dan Cd tersebut akan diserap oleh perakaran tanaman bayam sehingga konsentrasi Pb dan Cd pada bayam meningkat. Menurut Mukhlis et al. (2011), logam berat Pb dan Cd berbahaya karena: (1) dapat terakumulasi dalam tanah dan dalam jangka panjang akan memengaruhi hasil dan kualitas tanaman; (2) dapat diserap tanaman dan selanjutnya ada dalam makanan; (3) dapat merusak mikroflora tanah; dan (4) dapat menyebabkan paparan terhadap manusia melalui makanan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kadar logam berat Pb dan Cd pada bayam yang ditanam menggunakan kompos sampah kota meningkat seiring dengan bertambahnya kandungan kompos dalam media tanam. Kandungan logam berat Pb dan Cd dalam bayam yang aman untuk dikonsumsi yaitu dengan penambahan kompos sampah kota 25% dari total media tanam.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rina dan Tuti, analis di laboratorium tanah dan tanaman Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam kegiatan di laboratorium. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Fahrurrozi dan Bernando

Barus sebagai konsumen laboratorium serta bapak Musfal, MP dan Dr. Waryat, MP atas koreksi dan saran perbaikan sehingga karya tulis ini layak dipublikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Bapedalda Sumut. 2007. Dampak Cemaran Logam Berat. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Sumatera Utara, Medan.

Eviati dan Sulaeman. 2009.Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Balai Penelitian Tanah,Bogor. 136 hlm.

Hadisoeganda,A dan Widjaja W. 1996. Bayam Sayuran Penyangga Petani di Indonesia. Monograf No.4. BPPP. Lembang, Bandung.

Hamidah.1980. Keracunan yang disebabkan oleh timah hitam. Pewarta Oseana VI(2): 15–19.

Irhamni. 2009. Aplikasi Phytoremediasi dalam Penyisihan Ion Logam Timbal (Pb) dengan Menggunakan Tumbuhan Air (Thypa Latifolia). Thesis Universitas Syah Kuala.

Junita, L.N. 2013. Profil Penyebaran Logam Berat Di Sekitar TPA Pakusari Jember. Skripsi Universitas Jember. 70 hlm. Mukhlis, Sarifuddin dan Hanum H. 2011. Kimia Tanah, Teori

dan Aplikasi. USU Press, Medan.

Nina, Q. 2008. Perbandingan Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) pada Organ Tanaman Kangkung Air. Skripsi Universitas Udayana.

Parsa, K. 2001. Penentuan Kadar Pb dan Penyebaran di dalam Tanah Pertanian. Skripsi Universitas Udayana

Putra, S.E. dan J.A. Putra. 2003. Bioremaval Metode Alternatif untuk Menanggulangi Pencemaran Logam Berat. http://www.Chem-is-try.org/sect=artikel [24 Januari 2017]

Setiawan, A.I. 1995. Sayuran Dataran Tinggi Budidaya dan Pengaturan Panen. Penebar Swadaya, Jakarta. 159 hlm. Siregar, E.B.M. 2005.Pencemaran, Respon Tanaman dan

Pengaruhnya Terhadap Manusia. Karya Ilmiah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara..

SNI-7387.2009. Batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan. Badan Standardisasi Indonesia.

Subowo, Mulyadi, S. Widodo, dan A. Nugraha. 1999. Status dan penyebaran Pb, Cd dan pestisida pada lahan sawah intensifikasi di pinggir jalan raya. Prosiding Bidang Kimia dan Bioteknologi Tanah, Puslittanah, Bogor.

Syafrudin 2004. Model pengelolaan sampah berbasis masyarakat (Kajian awal untuk kota Semarang). Makalah pada diskusi interaktif : Pengelolaan sampah perkotaan secara terpadu. Semarang. Program Magister Ilmu Lingkungan UNDIP.

Analisis Kandungan Timbal dan Kadmium pada Bayam yang ditanam dalam Media Kompos Sampah Kota

(Khairiyanti)

Syamsul A. 2014. Aspek Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Medan Area University Press, Medan.

Rubatzky, V.E. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia: Prinsip dan Gizi. Jilid 2. Penerbit ITB, Bandung.

Wibowo.A dan D.T. Djajawinata. 2004. Penanganan Sampah Kota Terpadu. www.kkppi.go.id. [4 Juni 2018].

Yong, R.N., A.M.O. Mohamed, and S.P. Warkenting. 1992. Prinsiples of Contaminant Transport in Soil..Elsevier Science Publishers, Amsterdam. 327 pp.

TOTAL NITROGEN DAN KARBON DALAM TANAH SEBAGAI DAMPAK PENAMBAHAN