• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI GOGO DI LAHAN MARGINAL Noeriwan Budi Soerjandono

Teknisi Litkayasa Pelaksana Lanjutan pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur Jalan Raya Karangploso km 4 Malang Jawa Timur

Telp. (0341) 494052 , Faks. (0341) 494052

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Lahan marginal identik dengan potensi sumber dayanya yang serba minimal dan pola tanamnya terutama komoditas nonpadi. Introduksi varietas unggul baru (VUB) padi gogo diharapkan dapat meningkatkan produktivitas usaha tani di lahan marginal. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas VUB padi gogo di lahan marginal. Pengkajian dilaksanakan di Desa Sumber Kembar Kabupaten Blitar pada musim kemarau pertama (MK-I) 2017. Pengkajian menggunakan enam perlakuan VUB padi gogo, yakni Inpago 7, Inpago 8, Inpago 9, Inpago 10, Inpago 11, dan Situ Bagendit. Masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa hasil gabah kering panen (GKP) tertinggi ditunjukkan oleh Inpago 9, yakni 5,04 t/ha, diikuti Inpago 11 dengan hasil 4,55 t/ha. Hasil gabah kering panen terendah diperlihatkan oleh Inpago 7 sebesar 2,03 t/ha.

Kata kunci: padi gogo, varietas unggul baru, hasil gabah, lahan marginal

PENDAHULUAN

Salah satu upaya pemerintah untuk mencapai swasembada beras adalah menggalakan program perluasan area tanam, termasuk pemanfaatan lahan marginal untuk tanaman padi. Lahan marginal umumnya identik dengan daerah kering. Di Indonesia, lahan kering didominasi oleh tanah Ultisol. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45,79 juta ha atau sekitar 25% dari total daratan Indonesia (Subagyo et al. 2004).

Lahan marginal memiliki topografi bergelombang sampai bergunung, serta terbuka (vegetasi penutup tanah sedikit), dengan curah hujan 1.800-2.600 mm/tahun. Kondisi demikian mengakibatkan aliran permukaan (run off) dan erosi cukup tinggi sehingga solum dangkal dan kesuburan tanah rendah, yang ditandai dengan kahat hara N, P, K, Fe, dan Zn serta bahan organik rendah (Ernawanto et al. 1995). Produktivitas lahan marginal juga ditentukan oleh karakteristik fisik, iklim, tanah, hidrologi, dan topografi (Radjaguguk 1983).

Padi gogo hasil Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian seperti Situ Bagendit, Inpago 7, Inpago 8, Inpago 9, Inpago 10, dan Inpago 11 mempunyai peluang untuk dikembangkan di lahan marginal. Inpago merupakan varietas

unggul baru (VUB) padi gogo yang toleran terhadap kekeringan dan mempunyai potensi hasil tinggi. Penerapan sistem tanam legowo 2:1 yang dikombinasikan dengan aplikasi pupuk kandang 4 t/ha dapat menghasilkan gabah 4,52 t/ha (Barus 2012). Penerapan sisten tanam tersebut selain meningkatkan hasil tanaman dan pendapatan petani juga memperbaiki produktivitas lahan. Lahan yang sebelumnya dikelola seadanya dapat diintensifkan pengelolaannya, terutama dengan penambahan bahan organik untuk meningkatkan kesuburan tanah. Begitu pula penanaman tanaman penutup tanah di sekitar tanaman dapat mengurangi terjadinya aliran permukaan atau limpasan air hujan ke lahan yang berada di bagian bawah. Pengembangan padi gogo secara hamparan belum banyak dilakukan di lahan marginal sehingga informasi tentang hasil padi gogo di lahan tersebut belum diketahui secara pasti. Untuk meningkatkan produktivitas lahan marginal sebagai sumber pangan, pengkajian beberapa VUB padi gogo perlu dilakukan. Hasil padi gogo di lahan marginal dan tingkat kerebahan tanaman dapat menjadi acuan petani setempat untuk mengembangkannya.

Tujuan pengkajian adalah untuk mengetahui produktivitas dan tingkat kerebahan tanaman padi gogo di lahan marginal. Diharapkan melalui pengkajian ini diperoleh varietas padi gogo yang memiliki hasil gabah tinggi sehingga dapat direkomendasikan untuk dikembangkan di lahan marginal.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pengkajian

Pengkajian dilaksanakan di Desa Sumber Kembar, Kecamatan Binangun, Kabupaten Blitar pada musim hujan 2017. Pengkajian diawali dengan pemilihan lahan untuk penanaman. Lahan yang digunakan merupakan lahan kering atau marginal dan jenis tanaman yang umum dibudidayakan pada musim hujan adalah jagung dan cabai rawit. Lahan marginal umumnya memiliki kandungan bahan organik rendah, kemampuan menahan air rendah sehingga dan produktivitasnya juga rendah.

Teknik Pengkajian Varietas Unggul Baru Padi Gogo di Lahan Marginal (Noeriwan Budi Soerjandono)

Bahan dan Alat Pengkajian

Bahan yang digunakan adalah benih padi gogo varietas Inpago 7, Inpago 8, Inpago Inpago 9, Inpago 10, Inpago 11, dan Situ Bagendit, pupuk kimia NPK, urea, SP-36, pupuk organik, dan pestisida untuk mengendalikan serangan hama penyakit. Benih padi Inpago yang digunakan memiliki kelas benih SS (label ungu) dan diperoleh dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi di Sukamandi, Subang. Alat yang digunakan adalah cangkul, alat tanam tugal, serta alat bajak manual bertenaga sapi.

Persiapan Pengkajian

Pengkajian dilaksanakan pada lahan seluas 2.500 m2. Lahan memiliki kemiringan 3-10o. Kondisi tersebut menyebabkan banyak unsur hara ikut larut ke bawah pada saat hujan deras turun. Aliran permukaan yang tinggi akan membawa unsur hara ke dataran paling bawah sehingga lahan paling atas memiliki kandungan hara sedikit.

Pengolahan Tanah

Lahan yang akan ditanami diolah lebih dulu. Pengolahan tanah dilaksanakan pada awal musim hujan, setelah 2-3 hari turun hujan. Tanah diolah menggunakan bajak bertenaga ternak sapi. Meskipun lahan yang diolah 1 ha, lahan berupa petakan-petakan kecil sehingga penggunaan traktor roda dua kurang efektif. Bagian tepi atau pematang lahan diperbaiki untuk mengurangi laju air limpasan saat hujan turun, juga untuk menahan air agar tidak langsung terbuang ke bagian bawah. Tepian pematang diperkuat dengan menata batuan dan menanaminya dengan tanaman penutup tanah seperti rumput gajah mini. Selain dapat memperkuat pematang. rumput juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak karena umumnya petani memelihara sapi dan kambing.

Lahan yang telah diolah lalu dibiarkan 1-2 hari untuk mengurangi potensi sumber hama penyakit. Selanjutnya, benih padi gogo ditanam menggunakan tugal dengan cara tanam tegel, jarak tanam 25 cm x 25 cm, 3-5 butir benih per lubang. Benih kemudian ditutup menggunakan pupuk organik yang telah matang. Pupuk organik ini berfungsi pula sebagai pupuk pertama atau pupuk dasar. Kebutuhan pupuk organik 2 t/ha. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyulaman benih yang tidak tumbuh serta pemupukan susulan I pada saat tanaman berumur 20-25 hari setelah sebar (HSS), pemupukan susulan II pada 40-45 HSS, dan pemupukan terakhir sesuai kondisi tanaman. Dosis pupuk SP-36, urea,

dan NPK berturut-turut adalah 100 kg, 200 kg, dan 300 kg/ ha. Pupuk SP-36 diberikan seluruhnya pada saat pemupukan susulan I bersamaan dengaan 50% pupuk urea dan 30% pupuk NPK. Pupuk susulan kedua berupa 50% urea dan 40% NPK diberikan saat tanaman berumur 40-45 HSS. Sementara 30% NPK terakhir diaplikasikan saat tanaman menjelang primordia. Pemberian pupuk pada lahan marginal menyesuaikan dengan kondisi air yang ada karena sumber air sangat bergantung pada curah hujan. Pupuk diaplikasikan di samping tanaman pada jarak 5-10 cm dengan cara tugal, kemudian ditutup tanah. Jika pupuk diletakkan terlalu dekat dengan tanaman dapat menghambat pertumbuhan perakaran karena pupuk kimia mempunyai sifat menyebarkan panas jika tidak ada air di daerah perakaran.

Penyiangan gulma dilakukan sesuai keperluan. Penyiangan tidak dapat dilakukan secara berkala karena gulma sangat mudah tumbuh pada lahan dengan kondisi air terbatas. Oleh karena itu, penyiangan dilakukan setiap waktu pada saat pertumbuhan gulma sudah mengganggu pertumbuhan tanaman pokok.

Hama dan penyakit yang biasa menyerang padi gogo adalah belalang dan penyakit blas (Pyricularia sp.). Hama belalang dikendalikan menggunakan insektisida berbahan aktif sihalotrin dengan dosis 2 ml/liter.

Perlakuan Pengkajian

Perlakuan pengkajian meliputi enam VUB padi gogo, yakni Inpago 7, Inpago 8, Inpago 9, Inpago 10, Inpago 11, dan Situ Bagendit. Masing-masing perlakuan diulang tiga kali.

Peubah Pengamatan

Peubah yang diamati yakni jumlah rumpun tanaman, tingkat kerebahan tanaman, dan hasil gabah. Jumlah rumpun diamati setelah tanaman dalam ubinan dipanen. Kerebahan tanaman diamati secara visual pada masing-masing perlakuan saat tanaman sudah 90% masak. Kerebahan tanaman menjadi peubah yang diamati karena pertanaman padi gogo sering mengalami kerebahan. Produktivitas tanaman yang diamati hanya berat gabah kering panen setelah gabah dirontokkan. Dari hasil ubinan 2,5 cm x 2,5 cm kemudian dikonversi ke hektare.

Pengolahan dan Penyajian Data Pengkajian

Data peubah jumlah rumpun, produktivitas tanaman, dan kerebahan dihitung nilai rata-ratanya untuk masing-masing

perlakuan setiap ulangan. Untuk mempermudah penjelasan, data disajikan dalam bentuk grafik histogram.

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Rumpun Tanaman

Hasil pengamatan menunjukkan jumlah rumpun tanaman yang dihasilkan bervariasi. Jumlah rumpun tanaman terbanyak, yakni 179.933 rumpun dihasilkan oleh varietas Inpago 10, diikuti oleh varietas Inpago 9 dengan jumlah tanman mencapai 176.267 rumpun. Jumlah rumpun tanaman terendah diperlihatkan oleh Inpago 7, yakni 144.533 rumpun (Gambar 1).

Cara tanam padi gogo di tingkat petani sebenarnya tidak ada aturan baku. Pelaksanaan percobaan di lapangan

Gambar 1. Jumlah rumpun tanaman per hektare beberapa varietas unggul padi gogo di lahan marginal Blitar, Jawa Timur

lebih banyak menyesuaikan dengan kebiasaan tanam petani setempat. Namun, anjuran jarak tanam tetap jadi prioritas utama suatu inovasi dan teknologi untuk meningkatkan produktivitas tanaman.

Idealnya jarak tanam padi gogo adalah 25 cm x 25 cm dengan jumlah rumpun 160.000 tanaman per hektare. Semakin lebar jarak tanam, semakin sedikit populasi tanaman. Faktor lain yang menentukan populasi tanaman adalah benih yang tidak tumbuh. Anjuran jarak tanam padi gogo 25 cm x 25 cm bertujuan untuk menyeragamkan produktivitas lahan, kualitas tanaman, dan hasil padi gogo.

Persentase Kerebahan Tanaman

Data peubah kerebahan tanaman beberapa varietas padi gogo bervariasi. Tingkat kerebahan tanaman paling tinggi diperlihatkan oleh Inpago 7 yang mencapai 90%, diikuti oleh Situ Bagendit dengan kerebahan 70%. Inpago 8, Inpago 9, Inpago 10, dan Inpago 11 memiliki tingkat kerebahan tanaman yang sama, yakni 50% (Gambar 2).

Gambar 2. Persentase kerebahan tanaman beberapa varietas unggul padi gogo di lahan marginal Blitar, Jawa Timur

Beberapa faktor yang memengaruhi kerebahan antara lain genetik tanaman, kecepatan angin, kondisi lahan, tanaman naungan, serta serangan hama penyakit. Kondisi ini akhirnya memengaruhi hasil gabah. Kashiwagi et al. (2004) dan Weerakoon et al. (2008) menyatakan bahwa kerebahan tanaman akan mengganggu transportasi air, unsur hara, dan asimilat sehingga tanaman mengalami kehilangan hasil.

Hasil Gabah Kering Panen

Hasil gabah kering panen tertinggi ditunjukkan oleh Inpago 9, yakni 5,04 t/ha, diikuti oleh Inpago 11 dengan hasil 4,55 t/ha. Hasil gabah kering panen terendah diperlihatkan oleh Inpago 7, yakni 2,03 t/ha, sementara hasil gabah varietas Situ Bagendit 3,50 t/ha (Gambar 3). Hasil gabah Inpago 9 dan Inpago 11 yang cukup tinggi memberi harapan kedua varietas tersebut dapat dikembangkan di lahan marginal. Produktivitas padi gogo nasional berada pada angka 2,56 t/ha (Biro Pusat Statistik

2005), sementara produktivitas padi gogo lokal lebih rendah lagi, hanya 1,8 t/ha (Sujitno 2011). Kondisi lahan marginal yang penuh keterbatasan menyebabkan tidak semua VUB padi gogo bisa beradaptasi dengan baik di lahan tersebut.

Lokasi pengkajian memiliki naungan berupa tanaman tahunan dengan persentase naungan rata-rata 40-50%.

Teknik Pengkajian Varietas Unggul Baru Padi Gogo di Lahan Marginal (Noeriwan Budi Soerjandono)

Tanaman naungan yang ada adalah lamtoro (Leucaena sp.). Untuk meningkatkan intensitas sinar matahari, tanaman naungan dipangkas agar cahaya matahari dapat masuk ke lahan dan pertumbuhan tanaman optimal (Gambar 4).

Gambar 4. Keragaan pertanaman beberapa varietas unggul baru padi gogo di lahan marginal Blitar, Jawa Timur

VUB Inpago 9 dengan hasil gabah 5,04 t/ha memberi peluang untuk dimanfaatkan sebagai VUB padi gogo untuk lahan marginal.

Penambahan bahan organik diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman. Prasetyo dan Suriadikarta (2006) menjelaskan bahwa penambahan bahan organik berupa pupuk kandang, sisa-sisa tanaman atau hasil penanaman seperti Mucuna sp. dan Flemingia congesta dapat memperbaiki sifat fisik tanah seperti pori air tersedia, indeks stabilitas agregat, dan kepadatan tanah.

KESIMPULAN

Jumlah rumpun tanaman per hektare varietas Inpago 7 paling rendah, yakni 144.533 tanaman dan tertinggi dimiliki Inpago 10, yakni 179.933 tanaman. Jumlah rumpun Inpago 9 relatif sama dengan Inpago 10 dan lebih banyak dibanding VUB lain yang dikaji,

Kerebahan tanaman VUB Inpago bervariasi. Kerebahan tanaman Inpago 7 mencapai 90%, Situ Bagendit 70%, sementara Inpago 8, Inpago 9, Inpago 10, dan Inpago 11 memiliki kerebahan tanaman yang sama, yakni 50%.

Hasil gabah kering panen Inpago 9 mencapai 5,04 t/ha, lebih tinggi dibanding Inpago lainnya. Hasil gabah kering panen terendah dimiliki Inpago 7, yakni 2,03 t/ha.

DAFTAR PUSTAKA

Biro Pusat Statistik. 2005. Indonesia dalam Angka. Jakarta

Barus, J. (2012). Pengaruh aplikasi pupuk kandang dan sistem tanam terhadap hasil varietas unggul padi gogo pada lahan kering masam di Lampung. Jurnal Lahan Suboptimal 1(1): 102–106. Ernawanto. Q.D., F. Kasijadi. S.R. Soemarsono, B. Radjit, Soenardi,

Parwoto, dan G. Kartono. 1995. Penyusunan Peta Komoditi Berdasarkan Agroekologi dan Pengembangan Skala Ekonomi di Wilayah P2LK Jawa Timur. Laporan kerjasama P2LK Jawa Timur dengan Sub Balihorti Malang.

Kashiwagi, T., K. Ishimaru. 2004. Identification and functional analysis of a locus for improvement of lodging resistance in rice. Plant Physiol. 134:676–683.

Prasetyo .B.H dan D.A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan tanah ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. J. Litbang Pert. 25(2): 39–46. Radjaguguk, B. 1983. Masalah pengapuran tanah mineral masam

di Indonesia. Dalam Seri Monografi Kumpulan Makalah tentang Kesuburan Tanah-tanah Mineral Masam di Indonesia. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Subagyo, H., N. Suharta, dan A.B. Siswanto. 2004. Tanah-tanah pertanian di Indonesia. hlm. 21−66. Dalam Adimihardja A., L.I. Amien, F. Agus, D. Djaenudin (Ed.). Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Sujitno. E., T. Fahmi, dan S. Teddy. 2011. Kajian adaptasi beberapa varietas unggul padi gogo pada lahan kering dataran rendah di Kabupaten Garut. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 14(1): 62−69.

Weerakoon, W.M.W., A. Maruyama, K. Ohba. 2008. Impact of humidity on temperature induced grain sterility in rice (Oryza

PERBANDINGAN PENGGUNAAN KERTAS SARING DAN GLASSWOOL TERHADAP PRESISI