• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PENGENDALIAN HAMA TIKUS DENGAN Trap Barrier System PADA TANAMAN PADI SAWAH DI LAHAN PASANG SURUT JAMBI

Rustanhadi

Teknisi Litkayasa Pelaksana Lanjutan pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi Jalan Samarinda Paal V Kotabaru 36128 Kotak Pos 118 Jambi

Telp. (0741) 40174, Faks. (0741) 40413

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tikus merupakan salah satu hama penting pada tanaman padi karena dapat menimbulkan kerusakan dari ringan sampai berat. Teknologi pengendalian hama tikus yang dianjurkan yaitu pengendalian hama tikus terpadu (PHTT). Salah satu komponen dari PHTT yaitu pengendalian dengan bubu perangkap atau trap barrier system (TBS). Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari dan menerapkan teknologi pengendalian hama tikus dengan bubu perangkap pada tanaman padi sawah di lahan pasang surut. Percobaan dilaksanakan di lahan sawah petani Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, seluas 10 ha. Tipologi lahan termasuk sulfat masam potensial dengan tipe luapan air pasang A–B. Pada lahan tersebut dibuat satu petak TBS berukuran 25 m x 25 m di bagian tengahnya. Sebagai kontrol (tanpa TBS) digunakan lahan pertanaman padi seluas 10 ha di luar radius wilayah pengaruh TBS yang berjarak sekitar 200 m dari petak TBS. Hasil percobaan menunjukkan bahwa teknologi pengendalian hama tikus dengan TBS di lahan sawah rawa pasang surut secara teknis layak diterapkan dan secara ekonomis menguntungkan. Sistem TBS cukup efektif mengendalikan hama tikus karena adanya tanaman umpan sebagai perangkap yang memaksa tikus masuk ke dalam bubu perangkap.

Kata kunci: padi sawah, lahan pasang surut, hama tikus, bubu perangkap

PENDAHULUAN

Lahan pasang surut dibedakan menjadi beberapa tipologi berdasarkan tingkat cemaran hasil oksidasi lapisan pirit, kamasaman, dan ketebalan lapisan gambut, yaitu lahan potensial, sulfat masam potensial, sulfat masam aktual, lahan bergambut, gambut dangkal, gambut sedang, gambut dalam, dan gambut sangat dalam (Suriadikarta dan Sutriadi 2007). Selanjutnya dinyatakan bahwa lahan rawa dibagi menjadi beberapa tipologi berdasarkan luapan air pasang harian, yaitu: (1) tipologi A, lahan terluapi air pasang besar dan pasang kecil; (2) tipologi B, lahan terluapi oleh air pasang besar saja; (3) tipologi C, lahan terluapi air pasang besar hanya sampai saluran (kedalaman muka air tanah < 30 cm); dan (4) tipologi D, lahan sama sekali tidak terluapi air pasang (kedalaman muka air tanah > 30 cm) (Suriadikarta dan Sutriadi 2007).

Dari berbagai jenis lahan tersebut, terdapat lahan yang sangat potensial untuk tanaman padi sawah, yaitu lahan potensial atau sulfat masam potensial dengan tipologi luapan

air pasang A dan B (Widjaja-Adhi et al. 2000). Jenis lahan ini banyak terdapat di Provinsi Jambi dan sebagian besar sudah dimanfaatkan oleh petani untuk budi daya tanaman padi (Handoko 2017). Produktivitas usaha tani padi lahan sawah pasang surut mencapai 4,67–5,54 ton GKP/ha (Zakiah dan Diratmaja 2015).

Seperti lahan sawah lainnya, budi daya padi di lahan pasang surut juga memiliki beberapa kendala produksi, selain faktor karakteristik lahan (Handoko 2017). Serangan hama tikus menjadi salah satu kendala dalam produksi padi di lahan pasang surut dengan tingkat kerusakan yang ditimbulkan berkisar dari ringan sampai berat. Tikus sawah merupakan hama utama tanaman padi, terutama di dataran rendah dengan tingkat kerusakan mencapai 20% (Sudarmaji dan Herawati 2017). Setiap tahun, kerusakan tanaman padi akibat serangan tikus sawah menempati urutan pertama dibanding hama padi lainnya. Pada tahun 2000-2005, luas serangan hama tikus mencapai 100.969,7 ha/tahun dengan intensitas kerusakan 18,03% (Anggara 2008). Daya rusak tikus berkaitan dengan perilaku mengeratnya, yang dapat menimbulkan kerusakan lima kali lipat dari kebutuhan makannya (Anggara 2008).

Untuk menghindari kerugian yang besar dalam usaha tani padi sawah, hama tikus harus dikendalikan dengan menerapkan pengendalian hama tikus terpadu (PHTT). Konsep pengendalian ini dicetuskan dalam International Conference on Ecologically-Based Rodent Management di Beijing China pada 1998 dan di Canberra Australia pada 2002. PHTT terdiri atas beberapa komponen pengendalian yang penerapannya disesuaikan dengan stadia pertumbuhan padi dan kondisi lingkungan sawah (Tabel 1).

Trap barrier system (TBS) atau sistem bubu perangkap merupakan komponen penting dalam PHTT. Teknologi ini terbukti efektif menangkap tikus dalam jumlah banyak dan terus-menerus sejak tanam hingga panen. Jumlah tangkapan tikus pada setiap unit TBS dipengaruhi oleh tingkat populasi tikus dan stadia tanaman perangkap. Teknologi tersebut pertama kali diperkenalkan di Malaysia, kemudian diadopsi oleh IRRI sebagai metode active barrier system (ABS). Di Indonesia, sistem bubu perangkap telah diteliti oleh Direktorat Perlindungan Tanaman sejak 1992 untuk pengendalian tikus

Teknik Pengendalian Hama Tikus dengan Trap Barrier System pada Tanaman Padi Sawah di Lahan Pasang Surut Jambi (Rustanhadi)

Tabel 1. Kombinasi teknologi pengendalian hama tikus terpadu (PHTT) di lahan sawah

Cara

pengendalian Bera Olah Stadia padi/kondisi lingkungan sawah

tanah Semai Tanam Bertunas Bunting Matang

Tanam serempak + + Sanitasi habitat + ++ + + Gropyok massal + ++ + Fumigasi ++ ++ LTBS ++ + + ++ TBS ++ + Rodentisida +

Keterangan: + dilakukan, ++ difokuskan, * jika diperlukan, LTBS = sistem bubu perangkap linier, TBS = sistem bubu perangkap..

Sumber Direktorat Perlindungan Tanaman (1992)

sawah. Penelitian dan pengembangan lebih lanjut dilakukan oleh Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) bekerja sama dengan Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR) sejak 1995 yang kemudian disebut community trap barrier system (CTBS) (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi dan ACIAR 1995). Penyempurnaan teknologi TBS dilakukan dengan penekanan pada aspek teknis tanaman perangkap, pagar plastik, bubu perangkap, dan penerapannya di tingkat petani pada skala luas. Dalam perkembangannya, CTBS lebih dikenal dengan nama trap barrier system atau TBS.

Tujuan percobaan adalah untuk mempelajari dan menerapkan teknik pengendalian tikus dengan TBS dan untuk mengetahui kelayakan teknis dan ekonomisnya pada tanaman padi sawah di lahan pasang surut.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan dilaksanakan di lahan sawah rawa pasang surut Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, pada bulan April sampai Agustus 2017. Tipologi lahan untuk percobaan tergolong lahan sulfat masam potensial dengan tipe luapan air pasang A–B. Lahan merupakan lahan sawah bukaan baru dan letaknya jauh dari perkampungan penduduk. Sekeliling lokasi percobaan berupa hutan kayu dan hutan nipah.

Bahan dan Alat Percobaan

Bahan dan alat yang digunakan yaitu sarana produksi padi sawah (benih, pupuk organik/anorganik, pestisida,

kapur pertanian, dan lain-lain), bubu perangkap tikus, plastik pagar tanaman, kayu ajir, tali nilon, tali rafia, paku, peralatan pertanian dan pertukangan, alat tulis, dan alat lainnya.

Metode

Lahan percobaan merupakan bagian dari lokasi kegiatan pengkajian percepatan pembangunan pertanian berbasis inovasi di lahan bukaan baru dan kegiatan pengendalian hama tikus terpadu pada pertanaman padi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi, yang dilaksanakan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi. Luas lahan yang digunakan 10 ha, yang merupakan wilayah pengaruh penerapan satu unit petak TBS, yang berukuran 25 m x 25 m dan diletakkan di tengahnya. Sebagai pembanding atau kontrol (tanpa TBS) adalah pertanaman padi di luar wilayah pengaruh TBS yang berjarak 200 m dari unit petak TBS, dengan luas lahan 10 ha. Masing-masing perlakuan tanpa ulangan.

Prinsip Kerja TBS

Prinsip kerja TBS adalah menarik tikus dari lingkungan sekitar sejak awal musim tanam agar masuk ke dalam bubu perangkap sehingga populasi tikus dapat ditekan. Daya tarik TBS bagi tikus adalah adanya tanaman perangkap yang ditanam 3 minggu lebih awal daripada tanaman padi di sekitarnya. Ketika petani sedang mengolah lahan, telah terdapat tanaman padi di petak TBS sehingga menarik tikus untuk datang dan berusaha masuk ke TBS dan kemudian terperangkap dalam bubu perangkap.

Pada saat tanaman padi di petak TBS dalam stadia generatif, pertanaman padi di lahan petani masih dalam stadia vegetatif sehingga tikus tetap lebih tertarik mendatangi petak TBS. Hal tersebut menyebabkan TBS efektif menangkap tikus sepanjang musim tanam, sejak tanam hingga panen petak TBS. Pada umumnya, puncak tangkapan tikus terjadi bertepatan dengan tanaman padi di sekitarnya berumur 3 minggu setelah tanam. Dengan banyaknya tikus yang tertangkap pada awal pertanaman, populasi tikus di lapangan dapat ditekan sehingga tingkat kerusakan tanaman padi menurun dan lebih banyak hasil panen dapat diselamatkan. Tikus yang tertarik mendatangi petak tanaman perangkap mencapai radius 200 m di sekelilingnya atau setara dengan 10-15 ha (perlindungan halo effect).

Prosedur Pelaksanaan Percobaan Persiapan Lahan

Lahan dibersihkan dari rumput dan sisa tanaman musim sebelumnya dengan cara disemprot menggunakan herbisida sistemik. Setelah itu, tanah diolah dengan dibajak

menggunakan traktor tangan lalu dihaluskan dan diratakan dengan menggunakan garu/glebek.

Penyemaian Benih

Penyemaian benih untuk petakan TBS dilakukan lebih awal 3 minggu daripada penyemaian untuk pertanaman pada hamparan karena penanaman padi pada petak TBS dilakukan lebih awal 3 minggu daripada lahan di sekitarnya.

Persiapan Lahan Petak TBS

Lahan untuk petak TBS berukuran 25 m x 25 m dibuat petakan dengan konstruksi terdiri atas pematang luar, saluran dangkal, dan pamatang dalam yang mengelilingi petak TBS. Pagar plastik dipasang mengelilingi petak TBS pada posisi antara saluran dalam dan saluran petak. Plastik terpal dipasang setinggi 60-70 cm mengelilingi petak tanaman perangkap. Bagian bawah pagar harus terendam air (parit lebar ± 50 cm) dan parit selalu terisi air agar plastik tidak dilubangi tikus. Parit juga dijaga bebas dari gulma dan tidak ditanami padi karena dapat digunakan tikus untuk memanjat dan masuk ke dalam petak tanaman perangkap.

Tali rafia berfungsi untuk menghubungkan tiap ajir bambu, dipasang pada bagian bawah dan tengah terpal plastik, sementara tali nilon dipasang di bagian atas terpal plastik. Tali diikat pada bagian bawah (rata dengan permukaan tanah), tengah, dan atas ajir bambu, kemudian terpal plastik dibentangkan dan dilekatkan pada tali mengunakan lidi (seperti dijahit). Pada setiap 10 m dibuat lubang kecil 5 cm x 5 cm berjarak 10 cm dari bagian bawah terpal, sebagai tempat pemasangan bubu perangkap (Gambar 1).

Gambar 1. Persiapan lahan dan pemasangan plastik pagar petakan TBS

Pemasangan Bubu Perangkap

Bubu perangkap dibuat dari ram kawat, berbentuk kotak berukuran 40 cm x 20 cm x 20 cm, dilengkapi corong

masuk tikus (depan) dan pintu untuk mengeluarkan tikus yang tertangkap. Bubu perangkap dipasang pada setiap sisi pagar dengan jarak antarbubu 20 m dan corong masuk tikus menghadap keluar. Bubu perangkap segera dipasang setelah selesai pemasangan pagar. Bagian depan corong bubu diberi gundukan tanah atau bambu agar tikus mudah masuk ke dalam perangkap (Gambar 2).

Gambar 2. Bentuk dan cara pemasangan bubu perangkap tikus

Penanaman Padi

Lahan petak TBS ditanami padi lebih awal 3 minggu daripada lahan di sekitarnya, dengan paket teknologi yang sama seperti pertanaman di sekitarnya. Penanaman padi dilakukan setelah semua komponen petak TBS selesai dipasang. Tiga minggu setelah penanaman di lahan petak TBS, dilakukan penanaman di lahan sekitar petak yang merupakan wilayah pengaruh petak TBS (10 ha). Pemeliharaan tanaman dilakukan berdasarakan paket teknologi rekomendasi sampai tanaman panen.

Monitoring dan Pemeliharaan TBS

Pemeriksaan dilakukan setiap pagi, terutama pagar keliling, bubu perangkap, dan kerusakan tanaman padi selama periode pertanaman. Tindakan pemeriksaan lapangan dapat diuraikan sebagai berikut;

1. Periksa TBS setiap pagi. Jika ada tikus yang masuk dan terperangkap dalam bubu segera ditenggelamkan ke dalam air selama ± 10 menit bersama bubu perangkapnya. 2. Lepaskan kembali hewan bukan sasaran (katak, kadal,

ular, ikan, burung, dan lain-lain) yang ikut tertangkap. 3. Segera cuci bubu perangkap jika ditemukan tikus/hewan

lain mati di dalamnya, agar tikus yang datang belakangan tetap mau masuk ke perangkap.

4. Periksa pagar plastik, apabila ada yang berlubang segera diperbaiki.

5. Pastikan parit selalu terisi air sehingga bagian bawah pagar plastik selalu terendam air agar tikus tidak melubangi pagar plastik.

6. Bersihkan gulma di parit karena tikus dapat memanjatnya untuk masuk ke dalam petak TBS.

Teknik Pengendalian Hama Tikus dengan Trap Barrier System pada Tanaman Padi Sawah di Lahan Pasang Surut Jambi (Rustanhadi)

Peubah Percobaan Peubah yang diamati dalam percoban adalah:

1. Jumlah tikus yang tertangkap di dalam bubu perangkap, dicatat jumlah tikus yang tertangkap setiap hari kemudian dijumlahkan setiap minggu, mulai awal pemasangan bubu perangkap sampai percobaan selesai.

2. Perkembangan tanaman padi, diamati penampilan keseragaman pertumbuhan tanaman, dilakukan secara berkala setiap minggu sejak awal sampai selesai percobaan. 3. Kerusakan tanaman padi, diamati dan dihitung persentase

kerusakan tanaman secara berkala per minggu sejak penanaman sampai panen.

4. Hasil panen padi, dihitung hasil panen padi per hektare untuk perlakuan TBS maupun non-TBS.

5. Kehilangan hasil panen padi, hasil panen riil per hektare dikonversi dengan tingkat kerusakan tanaman.

6. Biaya pembuatan dan pemasangan TBS, dihitung seluruh biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan dan penerapan satu unit petak TBS, meliputi biaya bahan, alat, dan tenaga kerja.

7. Keuntungan penggunaan TBS, dihitung selisih nilai hasil panen padi dengan perlakuan petak TBS dan non-TBS dikurangi biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan petak TBS.

Pengolahan dan Penyajian Data Percobaan

Data hasil percobaan dianalisis dan ditampilkan dalam bentuk tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penerapan teknologi pengendalian hama tikus dengan TBS di lahan sawah pasang surut cukup mudah karena lahan untuk percobaan merupakan lahan sawah yang sudah tertata, baik saluran maupun pematang pembatas petakannya, sehingga penempatan petakan TBS dan pemasangan peralatan kelengkapanya cukup mudah. Bahan dan alat yang dibutuhkan cukup mudah diperoleh di lokasi percobaan, dan komponen yang harus dibeli juga tersedia di pasar setempat dengan harga yang wajar, sehingga tidak ada kendala dalam mendapatkan bahan dan peralatan yang dibutuhkan.

Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah tikus yang terperangkap selama satu periode pertanaman padi, mulai April sampai Agustus 2017, dari satu unit petak TBS mencapai 280 ekor. Dengan jumlah bubu perangkap setiap TBS 12 buah maka satu bubu perangkap rata-rata dapat menangkap 23,3 ekor tikus. Hasil tangkapan terbanyak diperoleh saat tanaman perangkap menjelang primordia dan tanaman di wilayah pengaruh petak TBS (10 ha) pada fase pembentukan anakan. Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata tikus yang tertangkap dalam satu minggu mencapai 14 ekor dengan jumlah terbanyak pada minggu ketiga bulan Mei, yaitu 23 ekor, saat tanaman dalam petak TBS pada stadia primordia (Tabel 3), dan tanaman di wilayah pengaruh TBS pada stadia pembentukan anakan (Tabel 4).

Tabel. 2. Jumlah tikus yang tertangkap setiap minggu selama pertumbuhan tanaman padi pada percobaan pengendalian hama tikus sistem TBS di lahan sawah pasang surut Jambi, 2017

Uraian/Minggu April Mei Juni Juli Agustus

Rataan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Jumlah tikus yang

tertangkap (ekor) 17 15 9 17 21 19 23 20 13 16 10 15 9 11 16 8 12 14 6 9 14 Tabel 3. Fase perkembangan tanaman padi dalam petak TBS pada percobaan pengendalian hama tikus sistem TBS di lahan sawah pasang surut

Provinsi Jambi, 2017

Stadia tanaman / minggu April Mei Juni Juli Agustus 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Penanaman Vegetatif awal Pembentukan anakan Vegetatif akhir Primordia Keluar malai Pengisian bulir Pematangan bulir Panen

Tabel 4. Fase perkembangan tanaman padi dalam wilayah pengaruh petak TBS pada percobaan pengendalian hama tikus sistem TBS di lahan sawah pasang surut Provinsi Jambi, 2017

Stadia tanaman / Minggu April Mei Juni Juli Agustus 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Penanaman Vegetatif awal Pembentukan anakan Vegetatif akhir Primordia Keluar malai Pengisian bulir Pematangan bulir Panen

Jumlah tikus yang tertangkap cukup banyak pada saat tanaman perangkap pada stadia primordia karena tikus memiliki indera yang tajam untuk mendeteksi kondisi tanaman padi calon korbannya. Anggara (2008) melaporkan tikus sangat tertarik untuk makan tanaman padi stadia primordia. Pada minggu-minggu awal percobaan cukup banyak tikus yang tertangkap, tetapi kemudian menurun drastis pada minggu-minggu akhir setelah tanaman dalam petak TBS dipanen. Dapat diduga bahwa populasi tikus pada akhir percobaan mulai berkurang atau tikus kurang berminat dengan tanaman umpan di petak TBS karena tanaman dalam fase pematangan bulir dan menjelang panen.

Hasil pengamatan pada pertanaman padi di wilayah pengaruh petak TBS menunjukkan tingkat kerusakan tanaman dalam kisaran ringan dan spot-spot di bagian pinggir lahan yang dekat semak belukar dan posisinya paling jauh dari petak TBS (175-200 m). Serangan tikus terjadi pada minggu I–II bulan Juni, bersamaan dengan kondisi tanaman dalam petak TBS pada fase pengisian bulir, sedangkan tanaman di wilayah pengaruh TBS pada fase primordia. Karena tikus lebih tertarik pada tanaman padi fase primordia, jumlah tikus yang tertangkap

bubu cenderung menurun dan sebagian lagi tikus menyerang Gambar 3. Kondisi tanaman perangkap saat fase vegetatif (A) dan fase generatif (B)

tanaman di luar petak TBS, tetapi kerusakannya masih ringan (7,85%) dan kondisi tanaman cukup baik (Gambar 3).

Hasil perhitungan biaya dan keuntungan penerapan petak TBS pada pertanaman padi seluas 10 ha dengan penurunan tingkat kehilangan hasil akibat serangan hama tikus dapat dilihat pada Tabel 5. Data pada tabel tersebut menunjukkan dari 10 ha lahan pengaruh satu unit petak TBS diperoleh hasil panen 41.605 kg GKG dengan nilai Rp216.346.000 dalam kondisi tingkat kerusakan akibat serangan tikus 7,85%. Sementara petani di luar wilayah pengaruh petak TBS menghasilkan 37.225 kg GKG dengan nilai Rp193.570.000 dalam kondisi kerusakan tanaman padi 17,30%. Selisih hasil

Tabel 5. Perhitungan selisih hasil gabah dan nilai hasil pada penerapan pengendalian hama tikus sistem TBS dan non-TBS) di lahan sawah pasang surut Jambi, 2017

No Uraian Hasil gabah (kg) Nilai hasil (Rp) Keterangan 1 Hasil panen riil petak TBS ( 7,85 %) 41.605 216.346.000 Wilayah pengaruh TBS 10 ha 2 Hasil panen riil petani pembanding

(keru-sakan 17,30%) 37.225 193.570.000 Luas lahan petani pembanding 10 ha 3 Selisih hasil lebih TBS (2–3) 4.380 22.776.000

4 Total biaya yang dibutuhkan 1 unit TBS 3.645.000 Bahan, peralatan dan Tenaga Kerja

5 Keuntungan (4 –3) 19.131.000

Teknik Pengendalian Hama Tikus dengan Trap Barrier System pada Tanaman Padi Sawah di Lahan Pasang Surut Jambi (Rustanhadi)

panen padi antara wilayah dengan petak TBS dan non-TBS mencapai 4.380 kg GKG dengan nilai Rp22.776.000 untuk usaha tani padi dengan menerapkan petak TBS. Hal ini berarti bahwa penerapan pengendalian hama tikus sistem TBS dapat menyelamatkan hasil panen padi senilai Rp22.776.000. Biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan dan penerapan satu petak TBS adalah Rp3.645.000 sehingga keuntungan yang diperoleh mencapai Rp19.131.000. Dengan nilai keuntungan yang cukup besar tersebut dapat dikatakan bahwa pengendalian hama tikus dengan sistem petak TBS secara ekonomis layak diterapkan.

KESIMPULAN

Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa peneraparn teknologi pengendalian hama tikus dengan sistem TBS di lahan sawah rawa pasang surut secara teknis layak diterapkan dan secara ekonomis menguntungkan. Sistem TBS cukup efektif dalam pengendalian hama tikus. Oleh karena itu, hasil kegiatan ini diharapkan dapat diterapkan secara lebih luas dan disosialisasikan kepada petani.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Sigid Handoko, SP, M.Si, atas izin yang diberikan kepada penulis untuk menggunakan sebagian hasil penelitiannya untuk dipublikasi dalam bentuk karya tulis ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

Anggara, A. 2008. Modul Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Subang. 36 hlm. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi dan ACIAR. 1995.

Community Trap Barrier System” (CTBS). Balai Besar Penelitian Tanaman Padi kerjasama dengan ACIAR. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. 1992. Pedoman

Pengenalan dan Pengendalian Hama Tikus. Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, Jakarta. 20 hlm. Handoko, S. 2017. Pengendalian hama tikus terpadu di

lahan sawah pasang surut. Laporan Tahunan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.

Sudarmaji dan N.A. Herawati. 2017. Perkembangan populasi tikus sawah pada lahan sawah irigasi dalam pola indeks pertanian padi 300. Jurnal Penelitian TanamanPangan 1(2):125−132.

Suriadikarta, D.A. dan M.T. Sutriadi. 2007. Jenis-jenis lahan berpotensiuntuk pengembangan pertanian di lahan rawa. Jurnal LitbangPertanian 26(3): 115−122.

Widjaja A., D.A. Suriadikarta, M.T. Sutriadi, IGM. Subiksa, dan I.W. Suastika. 2000. Pengelolaan, pemanfaatan, dan pengembangan lahan rawa. dalam A. Adimihardjo et al. (eds.). Sumber Daya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Puslittanak, Bogor. Hlm. 127−164.

Zakiah dan I.G.P.A. Diratmaja. 2015. Kajian teknis ekonomis usaha tani padi lahan rawa pasang surut Sumatera Selatan. Agros 17 (1): 18−32.

TEKNIK PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI GOGO DI LAHAN MARGINAL