• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAN NUCLEAR SHUTTLE PROTEIN Dwi Wahyuni Ardiana

Teknisi Litkayasa Pelaksana Lanjutan pada Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Jl. Raya Solok Aripan Km. 8 Solok Sumatera Barat 27351

Telp. (0755) 20137, Faks. (0755) 20592

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pisang merupakan buah yang bernilai ekonomi tinggi dan digemari masyarakat, baik di tingkat anak-anak maupun dewasa. Namun, budi daya komoditas ini dihadapkan pada kendala serangan penyakit banana bunchy top virus (BBTV). Untuk mendukung penanggulangan virus ini secara tepat dan efektif, indeksing BBTV pada tanaman pisang menjadi salah satu faktor kritis yang perlu dilakukan. Tujuan percobaan adalah melakukan deteksi dini infeksi BBTV pada beberapa varietas pisang di lapangan dan hasil kultur jaringan. Percobaan dilakukan di laboratorium molekuler Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika di Solok, Sumatera Barat pada bulan Mei sampai Desember 2015. Sampel yang diuji adalah 5 sampel dari lapangan dan 5 sampel dari kultur in-vitro. Bahan yang digunakan adalah primer coat protein (CP) dan nuclear shuttle protein (NSP). Metode yang digunakan adalah polymerase chain reaction (PCR) dan pembacaan datanya menggunakan Geldoc. Hasil percobaan menunjukkan bahwa primer CP dan NSP serta kombinasinya dapat digunakan untuk melakukan deteksi dini infeksi BBTV pada beberapa sampel tanaman pisang. Hasil terbaik dengan sensitivitas pembacaan data tertinggi ditunjukkan oleh kombinasi primer CP dan NSP di sekitar 520 dan 237 base pair (bp) pada seluruh sampel yang diuji. Kombinasi primer CP dan NSP dapat diaplikasikan untuk sampel dan jenis pisang yang berbeda.

Kata kunci: Pisang, banana bunchy top virus, PCR, primer CP, NSP

PENDAHULUAN

Pisang merupakan buah yang bernilai ekonomi tinggi dan digemari masyarakat, baik di tingkat anak-anak maupun dewasa. Tanaman ini banyak dibudidayakan pada area yang sempit seperti pekarangan rumah maupun perkebunan yang luas. Sentra produksi utama pisang di Indonesia terdapat di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Lampung dengan total luas lahan produksi mencapai 89.615 ha, total produksi 7,162,678 ton, dan produktivitas 79,93 t/ha pada 2017 (Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura 2018abc). Harga pisang saat ini berkisar antara Rp8.000-Rp40.000 per sisir, bergantung pada jenis dan kualitasnya (Hargapisangbulanini 2019). Buah pisang yang mahal umumnya memiliki kualitas yang baik, selanjutnya kualitas buah yang baik umumnya dihasilkan melalui budi daya tanaman yang benar sesuai dengan standar yang ditetapkan. Peningkatan produktivitas dan kualitas pisang perlu terus didukung untuk menghasilkan buah yang sehat

dan aman bagi masyarakat. Namun pada kenyataannya, budi daya komoditas ini masih dihadapkan pada kendala terjadinya serangan hama dan penyakit, salah satunya adalah penyakit kerdil pisang yang disebabkan oleh virus (Alamtani 2019).

Banana bunchy top virus (BBTV) adalah salah satu penyakit penting dalam budi daya pisang di Indonesia dan di negara lain. Insidensi BBTV telah dilaporkan menyebar luas di wilayah Asia, Australia, Afrika, dan Pasifik Selatan (Prasetyo dan Sudiono 2004; Priani et al. 2010; Pinili et al. 2011). Penyakit ini pertama kali dilaporkan di Jawa dan Bali, kemudian menyebar di Riau, Sumatera Barat, dan Lampung (Nurhadi dan Setyobudi 2000). Virus ini menyebabkan terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas hasil pisang dan menimbulkan kerugian besar bagi para petani (Gambar 1A). Penyakit ini ditularkan secara persisten oleh kutu daun pisang Pentaionia nigronervosa Coquerel (Faruya et al. 2006). Kutu daun berwarna cokelat atau cokelat kehitaman ini banyak terdapat di pelepah daun yang basah (Gambar 1B) dan tidak banyak bergerak ketika terganggu (Halbert dan Baker 2015; Sholihah 2018).

Gambar 1. Tanaman pisang yang terinfeksi banana bunchy top virus (A) dan serangga vektornya (Pentaionia nigronervosa) (B) (Sutanto 2016)

Tanaman pisang yang terserang BBTV umumnya memiliki kondisi fisik yang kerdil, susunan daun menumpuk atau roset di bagian atas tanaman, daun menyempit, tebal, dan rapuh, warna pinggir daun menguning dan klorosis di sepanjang daun muda (Semangun 2000) (Gambar 1A). Untuk mengetahui ada tidaknya serangan virus maka indeksing virus menjadi langkah penting yang perlu dilakukan agar pengambilan keputusan

Deteksi Banana Bunchy Top Virus pada Tanaman Pisang Menggunakan Metode Polymerase Chain Reaction dengan Primer Coat Protein dan Nuclear Shuttle Protein (Dwi Wahyuni Ardiana)

tindakan yang tepat mudah dilakukan. Deteksi BBTV pada pisang dapat dilakukan dengan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan polymerase chain reaction (PCR) (Furuya et al. 2009). Pengoperasian metode PCR memerlukan adanya pimer. Beberapa primer yang digunakan adalah S-CRF (5’-GGGGCTTATTATTACCCCCAGC-3’) dan S-CRR (5’-AGCGCTTACCTGGCGCAGCACTAACT-3’) dan C1-CRF (5’-CAGGCGCACACCTTGAGAAACGAAAGGGAA-3’) dan C1-CRR (5’-GGAAGAAGCC TCTCATCTGCTTCAGAGAGC-3’) (Priani et al. 2010), P1, 5’GGT CCC CTT TAAGAT TCC TTT CTT CGT CGC3’ dan P2, 5’ACT CAAAAT ACA GCT GTC ATT GAA TTA TTA3’ (Soweha 2005). Penggunaan primer CP dan NSP telah dilaporkan oleh Mahadev et al. (2013), namun aplikasinya di Indonesia masih sangat terbatas. Percobaan ini bertujuan untuk melakukan deteksi dini virus BBTV pada tanaman pisang dewasa dan plantlet kultur jaringan dengan menggunakan metode PCR serta primer CP, NSP, dan kombinasinya.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan dilaksanakan di laboratorium pemuliaan Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika (Balitbu Tropika), Solok, Sumatera Barat, pada bulan Mei sampai Desember 2015.

Bahan dan Alat Percobaan

Bahan yang digunakan untuk pengujian adalah lima sampel daun muda tanaman pisang yang diperoleh dari kebun koleksi pohon induk (KPI) pisang yang teregistrasi di Balitbu Tropika, yaitu ambon hijau (B1), yang diambil dari kebun koleksi plasma nutfah (KKPN) yaitu ambon hijau (B2), Musa lolodensis (B3), FHIA02 (B4), dan pisang dingin (B5), serta lima sampel yang diambil dari plantlet hasil kultur in vitro Laboratorium Produksi Pisang Balitbu Tropika dan hasil aklimatisasi, yaitu ambon hijau (B6), ambon hijau (B7), ambon hijau (B8), barangan (B9), dan barangan (B10). Bahan lain yang digunakan adalah Tag Kappa, primer RAPD CP.F1(5’ATGGCTAGGTATCCGAAG3’) dengan pasangannya CP.RI (5’CCAGAACTACAATAGAATGCC3’) 530 bp, NSP.F1 (5’CCTCGCAAGGTACTTCTTAG3’) dengan pasangannya NSP.R1 (5’CCATGTCTCTGCTCCAATCT3’) 237 bp, dan 100 bp DNA ladder. Sementara alat yang digunakan adalah tabung eppendorf, kertas tisu, pipet mikro, spatula, gunting, kertas label, rak tabung, pH meter, thermomixer comfort (Eppendorf), thermocycler (Eppendorf), stopwatch, kalkulator, perangkat elektroforesis, neraca analitik, Biospectrometer (Eppendorf), microwave, mortar, tabung semprot, botol duran, dan gelas ukur.

Persiapan Percobaan Ekstraksi DNA

Sampel daun segar yang baru diambil segera dicuci dengan air mengalir dan diambil 0,2 g untuk digerus menggunakan pasir kuarsa untuk mempermudah penggerusan dan memecah jaringan. Saat menggerus sampel ditambah bufer ekstraksi CTAB 2% dan PVP kira-kira seujung spatula. PVP berfungsi sebagai antioksidan untuk menghilangkan pencokelatan yang diakibatkan oleh metabolit sekunder. Bufer ekstraksi CTAB 2% terdiri atas CTAB, NaCl, Tris-HCl, EDTA, dan air suling. CTAB berfungsi melisis membran dan membentuk kompleks dengan asam nukleat yang juga dibantu oleh NaCl. EDTA berfungsi untuk mengikat ion logam untuk mencegah aktivitas enzim nuklease. Inkubasi di dalam waterbath dengan suhu 65o C dengan kecepatan 300 rpm selama 30 menit bertujuan untuk mengoptimalkan lisis sel, sementara sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan asam nukleat dari sisa-sisa sel berdasarkan berat molekulnya. Penambahan campuran kloroform:isoamil alkohol (CIA) 24:1 serta isopropanol berfungsi untuk menghilangkan kontaminan pada ekstraksi DNA. Setelah melalui tahap tersebut, pelet kering ditambahkan 70% etanol untuk mencuci DNA dan dinding tabung. Penambahan bufer TE pada akhir ekstraksi dilakukan untuk melarutkan pelet DNA. Hasil ekstraksi selanjutnya diperiksa kuantitasnya menggunakan Biospectrometer (Eppendorf). Pengujian kualitas DNA menggunakan elektroforesis pada gel agarose 0,8%.

Proses PCR

Reaksi PCR dilaksanakan dengan volume 25 µl menggunakan 12,5 µl-1 KAPA2G Fast Ready Mix PCR kit (Kapa Biosystems Inc., USA) yang telah mengandung 0,5 unit polimerase, 1,5 mM MgCl2 dan dNTP mix, ditambah 1 µl masing-masing primer 10 µM, 15 ng DNA genom dan10,5 µl ddH2O. Semua dimasukkan dalam tabung PCR lalu dicampur melalui proses PCR menggunakan mesin PCR Eppendorf dengan proses amplifikasi sebagai berikut: pradenaturasi 95o C selama 3 menit, denaturasi 95o C selama 15 detik, annealing 47o C selama 15 detik, extension 72o C selama 5 detik, Fe-extension 72o C selama 10 menit, dengan siklus 28x.

Gel Elektroforesis

Hasil PCR dielektroforesis pada gel 1,2% di dalam electrophoresis chamber yang sudah diisi bufer SB 1x, diisikan satu sumuran pertama dengan 1 Kb DNA ladder. Setelah itu,

elektroforesis dijalankan dengan daya 50 volts sampai penanda loading dye berada di sekitar 1 cm di atas batas gel bagian bawah.

Pewarnaan Pita DNA dan Visualisasi Hasil

Setelah proses elektroforesis, gel direndam dalam larutan etidium bromida 1% (40 µl etbr/liter air) selama 10 menit, kemudian direndam dalam air suling selama 20 menit. Selanjutnya gel diekspose dalam Geldoc dan siap untuk diambil gambarnya.

Peubah Percobaan

Peubah yang diamati adalah pita DNA sampel positif bila pada primer CP berada di sekitar 520 bp, sedangkan pada primer NSP pada lokus 237 bp. Untuk sampel yang negatif tidak terdapat pita DNA pada gel elektroforesis.

Penyajian Data Hasil Percobaan

Data hasil percobaan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar.

Tabel 1. Urutan sampel yang telah diuji dan dibaca hasilnya pada gel agarose 1,2% menggunakan Geldoc. Kode

sampel Posisi sampel pada sumuran gel Kode PCR primer CP primer NSPKode PCR

Kode PCR kombinasi

CP+NSP Keterangan Asal sampel

1) Hasil uji

M Marka M M M 100 bp DNA ladder KIT

+ Pisang kepok C1 N1 CN1 Kontrol positif KKPN Positif - Pisang kepok C2 N2 CN2 Kontrol negatif KPI Negatif Bln Blanko C3 N3 CN3 ddH2O + mix PCR Lar Mix Negatif B.1 Ambon hijau C4 N4 CN4 Memiliki ciri terinfeksi BBTV KKPN Positif B.2 Ambon hijau C5 N5 CN5 Memiliki ciri terinfeksi BBTV KKPN Positif

B.3 Musa lolodensis C6 N6 CN6 Memiliki ciri terinfeksi BBTV KKPN Positif

B.4 FHIA02 C7 N7 CN7 Memiliki ciri terinfeksi BBTV KKPN Positif B.5 Pisang dingin C8 N8 CN8 Memiliki ciri terinfeksi BBTV KKPN Negatif BLK Campuran C9 N9 CN9 mix. B.6-B.10 Aklimatisasi Negatif B.6 Ambon hijau C10 N10 CN10 Kultur jaringan Aklimatisasi Negatif B.7 Ambon hijau C11 N11 CN11 Kultur jaringan Aklimatisasi Negatif B.8 Ambon hijau C12 N12 CN12 Kultur jaringan Aklimatisasi Negatif B.9 Barangan C13 N13 CN13 Kultur jaringan Kultur jaringan Positif B.10 Barangan C14 N14 CN14 Kultur jaringan Kultur jaringan Negatif

1)KPI = koleksi pohon induk, KKPN = kebun koleksi plasma nutfah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil percobaan berhasil membuktikan bahwa penggunaan primer CP, NSP, dan kombinasinya dapat mendeteksi ada tidaknya infeksi BBTV pada sampel yang diuji. Empat sampel yang duji positif terinfeksi BBTV, yaitu tanaman pisang yang diperoleh dari koleksi kebun pohon induk pisang yang teregistrasi sebagai sumber eksplan, yaitu ambon hijau (B1), ambon hijau (B2), Musa lolodensis (B3), dan FHIA02 (B4) (Tabel 1). Sementara pisang dingin (B5) yang diambil dari kebun plasma nutfah yang diduga positif terinfeksi BBTV ternyata memberikan hasil yang negatif (Gambar 3 dan 4). Hasil negatif tersebut kemungkinan dikarenakan tanaman masih kecil dan diduga mengalami defisiensi hara sehingga warna daun kekuningan atau klorosis seperti salah satu ciri tanaman yang terinfeksi BBTV. Sampel lain yang tidak menunjukkan adanya pita menandakan bahwa sampel-sampel tersebut bebas dari BBTV (Gambar 2 dan 3).

Kombinasi primer CP dan NSP ternyata memberikan hasil yang lebih sensitif dalam mendeteksi ada tidaknya infeksi BBTV. Pada sampel B9 yang dinyatakan negatif oleh primer CP dan NSP secara tunggal, ternyata memberikan hasil positif ketika primer CP dan NSP diaplikasikan secara bersama-sama. Kombinasi primer ini berhasil mendeteksi positif BBTV

Deteksi Banana Bunchy Top Virus pada Tanaman Pisang Menggunakan Metode Polymerase Chain Reaction dengan Primer Coat Protein dan Nuclear Shuttle Protein (Dwi Wahyuni Ardiana)

pada semua sampel yang duji (Tabel 1 dan Gambar 4). Hasil percobaan memberi bukti bahwa kombinasi kedua primer ini lebih efektif dibandingkan digunakan secara terpisah.

Pada percobaan ini, variasi respons hasil deteksi BBTV menggunakan primer yang berbeda, baik yang digunakan secara tunggal maupun kombinasi, berhasil dibuktikan.

Gambar 3. Hasil amplifikasi DNA menggunakan primer NSP; M = 100 bp marker, N1 = kontrol positif, N2 = kontrol negatif; N3 = blanko, N4-N15 = sampel DNA

Gambar 4. Hasil amplifikasi DNA menggunakan primer CP dan NSP; M = 100 bp marker, N1 = kontrol positif, N2 = kontrol negatif, N3 = blanko, N4-N15 = sampel DNA

Primer CP dan NSP yang dikombinasikan memberikan hasil dan tingkat sensitivitas yang lebih tinggi dibanding aplikasi secara tunggal. Sensitivitas penggunaan primer CP dan NSP pada metode PCR untuk deteksi dini BBTV pada pisang juga dinyatakan oleh Sutanto (2016). Pada percobaan yang dilakukan Mahadev et al. (2013) dengan menggunakan

Gambar 2. Hasil amplifikasi DNA menggunakan primer CP; M = 100 bp marker, C1 = kontrol positif, C2 = kontrol negatif, C3 = blanko, C4-C15 = sampel DNA

primer yang sama pada tanaman hasil kultur jaringan juga memberikan hasil yang negatif. Mereka juga menyatakan bahwa metode PCR memiliki tingkat sensitivitas yang lebih tinggi dibanding uji ELISA. Hasil percobaan yang lain, primer CP juga berhasil digunakan untuk deteksi dini ada tidaknya infeksi virus pada koleksi pisang yang ada di kebun Kerala, India, di antaranya pisang merah (AAA), Palayankodan (AAB), Dwarf Cavendish (AAA), Motta Poovan (AAB), dan Ney Poovan (AB) menggunakan metode PCR (Ponsubrya et al. 2014). Hasil-hasil percobaan di atas membuktikan bahwa penggunaan primer CP, NSP, dan kombinasinya pada metode PCR mampu mendeteksi BBTV pada pisang jauh lebih baik dibanding metode ELISA (Widyastuti dan Hidayat 2005; Mahadev et al. 2013; Sutanto 2016).

KESIMPULAN

Primer CP, NSP, dan kombinasinya pada metode PCR dapat digunakan untuk deteksi dini BBTV pada tanaman pisang, baik yang ditanam di kebun maupun yang dikultur secara in vitro. Tingkat sensitivitas tertinggi dicatat saat primer CP dikombinasikan dengan NSP.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Agus Sutanto, MSc yang telah memberi bimbingan pada saat melakukan percobaan dan mengizinkan penulis mempublikasikan hasilnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Drs. Budi Winarto, M.Sc. dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah yang telah berkenan membimbing penulis dalam menelaah dan memperbaiki naskah hingga naskah ini layak dibaca dan dipublikasi di Buletin Teknik Pertanian.

DAFTAR PUSTAKA

Alamtani. 2019. Pengendalian hama dan penyakit tanaman pisang. https://alamtani.com/hama-dan-penyakit-tanaman-pisang/[16 Mei 2019]

Furuya, N.S., Somowiarjo and K.T. Natsuaki. 2004. Virus detection from local banana cultivars and the first molecular characterization of Banana bunchy top virus in Indonesia. J, Agric. Sci. 49: 75–81

Halbert, S.E. and C.A. Baker. 2015. Banana bunchy top virus and its vector Pentalonia nigronervosa (Hemiptera: Aphididae). Pathology Circular 417: 1–7.

Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura. 2019a. Luas Panen Pisang Menurut Provinsi, 2013–2017. http://www.pertanian.go.id/Data5tahun/HortiATAP2017(. pdf)/ L.%20Panen% 20Pisang.pdf. [16 Mei 2019].

Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura. 2019b. Produksi Pisang Menurut Provinsi, 2013–2017. http://www.pertanian.go.id/Data5tahun/HortiATAP2017(. pdf)/ Produktivitas%20Pisang.pdf. [16 Mei 2019].

Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura. 2019c. Produksi Pisang Menurut Provinsi, 2013–2017. http://www.pertanian.go.id/Data5tahun/HortiATAP2017(. pdf)/ Produktivitas%20Pisang.pdf. [16 Mei 2019]

Hargapisangbulanini. 2019. Harga Pisang Terbaru Juni 2019. https://www.hargabulanini.com/harga-pisang-terbaru/. [17 Mei 2019]

Mahadev, S.R., K.T. Senthil and K. Angappan. 2013. PCR Detection of banana bunchy top virus (BBTV) at tissue culture level for the production of virus-free planting materials. Int. Sci. Cong. Ass. 2(6):22–26.

Nurhadi, A. dan L. Setyobudi. 2000. Status of banana and citrus viral diseases in Indonesia. In Molina, A.B., V.N. Roa, J. Bay-Petersen, A.T. Carpiodan J.E.A. Joven (Ed.). Managing Banana and Citrus Diseases. Proceeding of a Regional Workshop on Disease-free Planting Materials; Davao City (Philippines), 14–16 October 1998. Davao City: International Plant Genetic Resources Institute. p.135–148.

Semangun, H. 2000. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, 845 hlm.

Sholihah, R. 2018. Keparahan Penyakit Kerdil Pisang di Bogor dan Sukabumi Jawa Barat Serta Optimasi Metode Deteksi Berdasarkan Teknik PCR. Skripsi. Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 55 hlm.

Soweha, H. E. 2005. Detection of banana bunchy top nanovirus using polymerase chain reaction in different Egyptian banana cultivars. Int. J. Agric. Biol. 7(5): 268–700. Sutanto, A. 2016. Deteksi Penyakit Pisang Kerdil (BBTV)

Berbasis PCR. 2016. http://balitbu.litbang.pertanian.go.id/ index.php/hasil-penelitian-mainmenu-46/897deteksi-penyakit-kerdil-kuning-pisang-bbtv-berbasis-pcr [17 Mei 2019]

Pinili, M.S., D.N. Nyana, G. Suastika, and K.T. Natsuaki. 2011. Molecular analysis of Banana bunchy top virus first isolated in Bali, Indonesia. J. Agric. Sci. 56(2):125–134. Ponsubrya, R.K., S. Alex, K. Rajmohan, and K.B. Soni. 2014.

Polymerase chain reaction based detection of banana bunchy top virus using coat protein based primers. Int. J. Agric. Env. Biotech. 7(4): 765–767

Deteksi Banana Bunchy Top Virus pada Tanaman Pisang Menggunakan Metode Polymerase Chain Reaction dengan Primer Coat Protein dan Nuclear Shuttle Protein (Dwi Wahyuni Ardiana)

Prasetyo, J. dan Sudiono. 2004. Pemetaan persebaran penyakit bunchy top pada tanaman pisang di Provinsi Lampung. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika. 4(2):94– 101.

Priani, R.A., S. Somowijaryo, S. Hartono, dan S. Subandiyah. 2010. Deteksi dan diferensiasi virus kerdil pisang dengan teknik PCR-RFLP. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia. 16(1):1–5.

TEKNIK PENGENDALIAN HAMA TIKUS DENGAN Trap Barrier System PADA TANAMAN PADI