• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kerentanan ekologi A Hutan lindung/kawasan resapan air

untuk menentukan skenario pengelolaan

UKURAN TAMBAHAN PENDUKUNG:

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3. Analisis Sistem Mata Pencaharian Pesisir ( Coastal Livelihood System Analysis)

4.3.1. Analisis kerentanan ekologi A Hutan lindung/kawasan resapan air

Keberadaan hutan lindung dan/atau kawasan resapan air pada analisis ini merupakan salah satu bentuk kerentanan. Hal ini dinilai dari fungsi hutan sebagai media penyimpanan air, sehingga semakin tinggi tingkat tutupan kawasan hutan maka semakin besar pula tingkat kerentanan yang dihadapi. Berdasarkan data yang didapat dari Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir (RTRWP) Kota Semarang Tahun 2009-2028 diketahui bahwa pada Wilayah Pesisir Kota Semarang tidak terdapat Kawasan Hutan Lindung. Pada wilayah tersebut tidak terdapat jenis kawasan lindung dikarenakan pada wilayah studi tidak ditemukan kawasan yang memiliki kelerengan di atas 40% ataupun kawasan yang berfungsi sebagai kawasan resapan air (RTRWP Kota Semarang 2008). Berdasarkan hal tersebut, maka tingkat kerentanan Kawasan hutan lindung di wilayah tergenang secara langsung dapat disimpulkan bahwa kerentanan rendah dan bernilai kerentanan rendah.

B. Hutan mangrove

Hutan mangrove memiliki fungsi ekologi sebagai sabuk hijau dan penahan abrasi pantai. Hutan mangrove di kawasan penelitian hanya seluas 1,24 Ha. Hal ini disebutkan dalam RTRWP Kota Semarang (2008) bahwa ekosistem mangrove sudah mengalami degradasi. Penurunan luasan dan kerusakan tersebut sejalan dengan perkembangan kota melalui pembukaan lahan di wilayah pesisir untuk budidaya tambak intensif, kawasan permukiman, industri dan pelabuhan. Berdasarkan hal tersebut dapat diaktakan bahwa kerentanan kawasan mangrove di Kelurahan Tanjung Mas berada dalam kelas kerentanan rendah. Di sekitar wilayah penelitian kondisi mangrove sangat sedikit dan berada di sekitar pintu masuk pelabuhan dan areal Indonesia Power. Mangrove yang sedikit tersebut dikhawatirkan bisa hilang bila tidak mendapatkan perhatian. Dari pengamatan keberadaan mangrove tersebut dapat menahan atau mengurangi masuknya limpasan air ke badan jalan.

C. Kawasan terbangun

Penilaian kerentanan terhadap kawasan terbangun pada penelitian ini merujuk pada penelitian Miladan (2009) yang mewakili analisis terhadap berbagai macam bentuk fasilitas yang ada maupun berbagai macam sebaran bangunan yang ada di

53

wilayah rawan genangan akibat kenaikan air laut. Analisis keruangan dalam hal ini mengikuti pola sebaran bangunan yang ada namun tidak didasari pada polygon administratif (kelurahan) yang ada. Hasil penelitian yang dilakukan Miladan (2009) dan modifikasi data RDTRK Kota Semarang Tahun 2010-2030 diketahui bahwa jumlah bangunan yang akan tergenang di kawasan Kelurahan Tanjung Mas sebanyak 1038 unit. Jumlah bangunan di kelurahan ini terbanyak dibandingkan dengan kelurahan- kelurahan lainnya. Hal ini dikarenakan pada kelurahan ini merupakan kawasan campuran dengan berbagai peruntukan kawasan, seperti pemukiman, industri, budaya, perdagangan maupun pelabuhan. Berdasarkan hal tersebut, Kelurahan Tanjung Mas memiliki kerentanan tinggi terhadap genangan rob dengan luas areal yang memiliki kerentanan tinggi 79,29 Ha.

Kerentanan dari kawasan terbangun di Kelurahan Tanjung Mas termasuk dalam area yang terluas mengalami genangann. Ini dikarenakan banyaknya penggunaan lahan peruntukan di wilayah tersebut.

D. Elevasi kawasan

Tekstur tanah berupa lempung di kawasan Kelurahan Tanjung Mas dengan kemiringan lereng 0 – 2 % yang dapat dikatakan landai menyebabkan beberapa kawasan menjadi tergenang. Saat terjadi pasang, air pasang laut memperlambat aliran sungai ke laut. Oleh karena itu, saat terjadi banjir bersamaan dengan air pasang yang tinggi maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karena terjadi aliran balik

(backwater). Genangan ini akan terjadi sepanjang tahun baik di musim hujan dan

maupun di musim kemarau. Menurut Yamano et al. (2007); Barnet dan Adger (2003) in

Paharuddin (2011), kawasan pesisir dengan elevasi yang rendah berpotensi terancam berdasarkan proyeksi kenaikan muka laut akibat pemanasan global. Berdasarkan hal tersebut kawasan studi memiliki tingkat kerentanan yang tinggi terhadap banjir rob.

Elevasi kawasan menjadi permasalahan di wilayah pengamatan. Semakin meningkatnya kenaikan air laut dan buruknya sistem drainase yang menjadi jalan masuk air laut menyebabkan semakin luasnya wilayah yang tergenang ketikan banjir rob datang. Upaya mempertinggi sarana dan prasarana merupakan langkah yang dapat dilakukan untuk menopang jalannya aktivitas kehidupan.

E. Luasan genangan rob

Kelurahan Tanjung Mas merupakan salah satu kelurahan yang terdampak secara langsung saat terjadi banjir pasang (rob). Berdasarkan analisis historis, pada tahun 2009, rob menggenangi 32,26 % luasan kawasan Semarang Utara (Gambar 20)

54

atau 51,328 % luasan Kelurahan Tanjung Mas (197,313 Ha) dengan volume air laut sekitar 789.252 m3, sedang prediksi 20 tahun mendatang (2029) dapat menggenangi keseluruhan wilayah Kelurahan Tanjung Mas (Miladan 2009) dengan volume air laut tergenang sekitar 2.152.724 m3

Rob yang menggenangi beberapa kawasan di kelurahan ini merupakan permasalahan yang cukup signifikan. Hal ini dikarenakan keberadaan rob dapat mengganggu aktivitas sosial dan ekomomi kawasan. Fenomena rob skala yang lebih detail pada Kelurahan Tanjung Mas telah menggenangi kawasan pemukiman padat penduduk, jalan raya, pabrik, pergudangan dan Pelabuhan Laut Tanjung Mas (Gambar 25). Rob secara rutin terjadi 2 kali dalam seminggu. Pada saat terjadi rob kecil, air pasang hanya masuk dalam selokan-selokan pemukiman. Lain halnya saat terjadi rob

besar pada saat pasang purnama rata-rata 2-3 kali setiap bulan, air pasang hingga menggenangi pemukiman. Kondisi rob yang semakin parah dirasakan masyarakat 20 tahun terakhir. Sebelumnya rob besar hanya terjadi 1 kali dalam 1 bulan, tetapi mulai tahun 1990 rob besar terjadi rata-rata 2 sampai 3 kali dalam 1 bulan.

(Gambar 21, 22 23, dan 24). Sehingga dapat dikatakan bahwa wilayah pengamatan sangat rentan terhadap terjadinya banjir rob.

Volume air tergenang dihitung berdasarkan prediksi kenaikan permukaan air laut. Kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim di pantai utara Pulau Jawa antara 6-10 mm/tahun, sehingga pesisir Kota Semarang terdapat ancaman bahaya kenaikan paras muka air laut dengan besaran tersebut. Berdasarkan pada prediksi yang didapat dari berbagai penelitian, diketahui bahwa kenaikan permukaan air laut pada 20 tahun mendatang sebesar 16 cm dan kenaikan permukaan air laut tersebut diprediksi meningkat 2 kali lipat setiap 20 tahunan (Diposaptono 2009).

Peningkatan luasan yang mendasarkan pada kenaikan muka air laut tersebut akan menyebabkan area permukiman yang mendominasi kawasan pesisir Kelurahan Tanjung Mas rawan terhadap banjir rob. Marfai, Pratomoatmodjo, Hidayatullah, A W Nirwansyah, Gomareuzzaman (2011) menyatakan bahwa pertambahan penduduk yang pesat mendorong kebutuhan akan permukiman dan konversi lahan menjadi faktor yang memperparah kondisi banjir di masa mendatang. Kecenderungan untuk terjadinya alih fungsi lahan sebagai akibat perkembangan kota akan menjadi permasalahan yang harus diperhatikan pemerintah sebagai pengambil kebijakan untuk menyusun langkah-langkah integratif untuk memaksimalkan potensi wilayah dengan memperhatikan aspek potensi kebencanaan yang mungkin terjadi. Prediksi genangan

rob mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun dan menggenangi seluruh wilayah Kelurahan Tanjung Mas jika tidak ada penanggulangan lebih lanjut.

55

Gambar 20. Persentase luasan tergenang terhadap luas kecamatan (Sumber: Miladan, 2009)

Gambar 21. Peta genangan banjir pasang surut tahun 2000 (Sumber: Bakti, 2010)

56

Gambar 22. Peta genangan banjir pasang surut tahun 2010 (Sumber: Bakti 2010)

Gambar 23. Peta prediksi genangan banjir pasang surut tahun 2030 (Sumber: Bakti 2010)

57

Gambar 24. Peta prediksi genangan banjir pasang surut tahun 2029 (Sumber: Modifikasi Miladan 2009)

Genangan rob di wilayah ini berdasarkan hasil survei lapangan dan Peta Hidrologi Kota Semarang dari Rencana Tata Ruang Wilayah tahun 2010-2030 diperoleh data bahwa kawasan penelitian yang berada di Kecamatan Semarang Utara termasuk akuifer produktif dengan penyebaran luasan mencapai 3-10 liter per detik. Kondisi ini berpotensi mengakibatkan timbulnya genangan air laut/rob sehingga , kedalaman air sumur rata-rata 3-10 meter, ketinggian rata-rata 20-60 cm lama genangan 2,5-7 jam, penetrasi air laut mencapai 11-15 meter pada 3,5 km dari garis pantai dengan kedalaman air payau 1-10 meter. Hal ini menyebabkan permasalahan intrusi air laut/rob pada kawasan yang tergenang rob. Jangkauan sebaran rob

dipengaruhi oleh ketinggian daratan terhadap rata-rata muka air laut dan perilaku pasang surut di kawasan terdampak. Perilaku pasang surut laut di perairan kawasan Kelurahan Tanjung Mas berimplikasi pada perbedaan nilai MSL (Mean Sea Level), LLWL (Lowest Low Water Level) dan HHWL (Highest High Water Level) sebagaimana tersaji pada Tabel 5.

Berdasarkan data pasut bulan Maret-April 2011 ketinggian pasang tinggi tertinggi (HHWL) terhadap MSL Kota Semarang adalah 68 cm. Karena posisi MSL Kota Semarang berada 23 cm di bawah MSL Pulau Jawa, maka posisi HHWL Semarang berada 45 cm di atas MSL Semarang. Oleh karena itu, menurut Bakti (2010) daratan

PETA PREDIKSI SEBARAN GENANGAN ROB WILAYAH PESISIR KOTA SEMARANG

58

sekitar pantai yang memiliki ketinggian di bawah + 45 cm diperkirakan akan terendam

rob. Dengan demikian kawasan Kelurahan Tanjung Mas sangat berpotensi tergenang

rob. Identifikasi kerentanan ekologi terhadap rob di kawasan Tanjung Mas tersaji pada Tabel 6.

Tabel 5. Data pasang surut Tanjung Mas Semarang

Data Ketinggian (cm) MSL=0 (cm)

HHWL (Highest High Water Level) 153,28 61

MSL (Mean Sea Level) 92,20 0

LLWL (Lowest Low Water Level) 31,11 -61

Sumber: DPK Jateng (2010)

Tabel 6. Identifikasi kerentanan ekologi terhadap rob di kawasan Tanjung Mas

Identifikasi Kerentanan Nilai Tingkat

Kerentanan

Hutan Lindung/daerah resapan air - Rendah

Hutan Mangrove 1,24 Ha Tinggi

Keberadaan Kawasan Terbangun 1038 unit bangunan/ 10,38 Ha

Tinggi

Elevasi Kawasan 0-2 % Tinggi

Luas Genangan Rob 51,328 % Sedang

Modifikasi: Miladan (2009); BPS (2010) dan Paharuddin (2011) 4.3.2. Analisis kerentanan sosial

A. Kepadatan penduduk

Analisis ini merupakan analisis mengacu terhadap tingkat kepadatan penduduk pada kawasan yang diprediksi akan tergenang akibat kenaikan permukaan air laut oleh Miladan (2009). Pada hal ini seperti halnya analisis yang telah dilakukan sebelumnya, oleh karena data kepadatan penduduk yang tersedia hanya dalam lingkup terkecil kelurahan maka kepadatan penduduk dalam analisis ini diasumsikan melalui perhitungan seperti analisis sebelumnya yakni dengan membandingkan persentase antara jumlah bangunan yang ada di wilayah tergenang dengan jumlah bangunan yang ada di kelurahan. Hasil persentase dari jumlah bangunan tersebut kemudian dikalikan dengan jumlah penduduk kelurahan yang akan menghasilkan jumlah penduduk di wilayah tergenang. Asumsi jumlah penduduk tergenang tersebut kemudian dibagi dengan luas wilayah tergenang (Miladan 2009). Kerentanan kepadatan penduduk yang tergolong tinggi terletak di kawasan tergenang yang berada di Kelurahan Tanjung Mas. Hal ini terjadi karena jumlah penduduknya cukup besar namun wilayah administratifnya tidak terlalu luas. Selain itu pula, kondisi yang mendukung terjadi kerentanan tinggi ini karena kenyataan yang ada bahwa sebaran bangunan di kelurahan ini cukup padat

59

yang berimplikasi terhadap banyaknya penduduk yang mendiami di kawasan tergenang pada kelurahan ini.

B. Tingkat kemiskinan

Penilaian kerentanan untuk variabel tingkat kemiskinan dalam penelitian ini didasarkan pada persentase bangunan yang ada di wilayah tergenang. Hal ini karena tidak ada data pasti jumlah penduduk miskin di wilayah tergenang, sehingga penentuan jumlah tersebut dilakukan berdasarkan pada sebaran bangunan yang ada. Data sebaran tersebut kemudian dikomparasikan dengan jumlah penduduk miskin di kawasan penelitian. Analisis juga didasarkan pada jumlah Rumah Tangga (RT) miskin karena jenis data yang didapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah RT miskin bukan jumlah penduduk miskin.

Berdasarkan ketersediaan data tersebut, maka penentuan penilaian kerentanan juga didasarkan pada persentase RT miskin dengan RT yang ada di wilayah tergenang. Berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh Miladan (2009) didapatkan data kerentanan penduduk miskin di kawasan Kelurahan Tanjung Mas pada masa yang akan datang berada pada kelas kerentanan sedang. Hal ini dikarenakan persentase penduduk miskin di wilayah rawan genangan kenaikan air laut pada Tahun 2029 tidak terlalu besar dibandingkan jumlah penduduk secara keseluruhan pada wilayah tersebut.

C. Mata pencaharian

Tingkat kerenatan kawasan berdasarkan mata pencaharian pada lokasi penelitian berhubungan dengan sikap masyarakat untuk tetap bermukim atau tidak. Macchi dalam Pratiwi (2009) menyatakan bahwa seseorang dengan mata pencaharian yang telah mapan, memiliki nilai kerentanan yang rendah dibandingkan dengan kelompok masyarakat dengan pekerjaan yang belum mapan. Hal ini dikarenakan pekerjaan yang sudah mapan akan berhubungan dengan tingkat pendapatan yang lebih baik sehingga dimungkinkan seseorang dengan pekerjaan yang sudah mapan akan mampu melakukan antisipasi terhadap banjir maupun berpindah dari kawasan yang dihuni saat ini.

Berdasarkan data mata pencaharian pada bab sebelumnya, penduduk Kelurahan Tanjung Mas sebagaian besar adalah buruh industri (pabrik) dan buruh bangunan. Dari data tersebut dan dihubungkan dengan sikap masyarakat terhadap kejadian banjir rob,

60

kriteria ini memiliki nilai kerentanan yang tinggi. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat bekerja di sektor informal dengan pnghasilan yang minim dan tidak tetap.

D. Status kepemilikan lahan

Kerentanan kawasan berdasarkan status kepemilikan lahan dinilai berdasarkan semakin banyak aset yang dimiliki oleh masyarakat maupun swasta pada wilayah tergenang maka kerugian yang akan dirasakan akan lebih besar dan juga dampak sosial ekonomi akan lebih besar dibandingkan jika status kepemilikan lahannya milik pemerintah. Oleh karena itu, jika kepemilikan lahan yang dimiliki oleh masyarakat tergolong tinggi/banyak maka tingkat kerentanan kepemilikan lahan tersebut akan tergolong tinggi. Hal ini disebabkan jika status kepemilikan lahannya milik pemerintah maka hanya pemerintah yang mengalami kerugian dan tidak sebesar dampak sosial ekonomi yang akan dirasakan oleh masyarakat dan swasta.

Status kepemilikan lahan oleh pemerintah di kawasan Kelurahan Tanjung Mas meliputi Kawasan Instalasi Pengolahan Limbah Cair, Kawasan Pelabuhan Laut, Kawasan Perkantoran, Kawasan Pendaratan Ikan (PPI) dan taman-taman kota. Kawasan selain yang tersebut di atas merupakan milik masyarakat dan swasta. Berdasarkan analisis dan penilaian yang dilakukan Miladan (2009) diketahui bahwa pada wilayah Kelurahan Tanjung Mas memiliki tingkat kerentanan sedang dengan luasan wilayah tergenang milik masyarakat dan swasta sebesar 74,84 %.

E. Pemahaman masyarakat tentang bencana

Hasil wawancara terhadap masyarakat Kelurahan Tanjung Mas, didapatkan data bahwa secara umum masyarakat telah paham dengan potensi kerawanan tergenangnya kawasan mereka. Namun, mereka menganggap bahwa beberapa bagian kawasan yang tergenang baik oleh kenaikan air laut yang menyebabkan banjir maupun rob telah menjadi hal yang biasa dan memaksa mereka untuk memiliki kemampuan adaptasi saat rob datang. Selain itu pula mereka juga mengetahui bahwa beberapa wilayah di Kelurahan Tanjung Mas saat ini sudah terjadi penurunan permukaan tanah, sehingga lebih berpotensi untuk tergenang. Kondisi lingkungan akibat rob menjadi semakin buruk tersebut telah mengurangi kenyamanan (livability) warga untuk bertempat tinggal. Namun, kemampuan adaptasi warga pada kawasan penelitian yang kurang layak tersebut dipengaruhi oleh keberadaan sumber penghasilan. Faktor yang membuat masyarakat tetap bertahan adalah ketergantungan

61

warga yang sangat kuat terhadap pabrik sebagai tempat usaha mencari nafkah keluarga.

F. Analisis sikap penduduk terhadap terjadinya bencana

Berdasarkan data wawancara yang telah dilakukan dan juga dasar klasifikasi kerentanan sikap penduduk terhadap terjadi bencana maka diketahui bahwa tingkat kerentanan di Kelurahan Tanjung Mas berada pada kategori Tinggi. Hal ini dikarenakan sikap penduduk yang lebih memilih bertahan/menetap pada tempat tinggal mereka saat terjadi banjir rob. Sikap demikian didarkan pada beberapa alasan, yaitu bahwa tempat tinggal mereka merupakan tempat kelahiran mereka yang perlu dijaga keberlanjutannya. Selain itu, tempat tinggal tersebut merupakan aset satu- satunya. Miladan (2009) meyatakan bahwa hal ini juga terkait dengan kondisi ekonomi masyarakat yang tergolong rendah sehingga kemampuan mereka untuk memiliki aset- aset lahan untuk tempat tinggal juga tergolong rendah. Hal berbeda jika masyarakat kawasan tergenang di Kelurahan Tanjung Mas memiliki kemampuan finansial dan aset-aset berharga untuk berpindah tempat tinggal. Alasan lain adalah lahan pekerjaan dan kedekatan akses dengan lokasi bekerja. Masyarakat lokal berfikir bahwa mata pencaharian mereka berada di sekitar wilayah tersebut sehingga mereka riskan untuk meninggalkan tempat tinggalnya karena juga takut kehilangan pekerjaannya. Berdasarkan survei yang dilakukan di kawasan Kelurahan Tanjung Mas, rata-rata mata pencaharian penduduk di wilayah tersebut adalah buruh industri dan bangunan.

Identifikasi kerentanan sosial terhadap rob di kawasan Tanjung Mas tersaji pada Tabel 7.

Tabel 7. Identifikasi kerentanan sosial terhadap rob di kawasan Tanjung Mas

Identifikasi Kerentanan Nilai Tingkat

Kerentanan

Kepadatan Penduduk 52 individu per Km2 Tinggi

Tingkat Kemiskinan 37,14 % Sedang

Mata Pencaharian Buruh Industri Tinggi

Status Kepemilikan Lahan 74,84 % Tinggi

Pemahaman terhadap Bencana rendah Tinggi

Sikap terhadap Terjadinya Bencana menetap Tinggi

Modifikasi: Miladan (2009); BPS (2010) dan Paharuddin (2011) 4.3.3.Analisis kerentanan ekonomi

Kerentanan ini merupakan penilaian terhadap kerentanan kondisi ekonomi dalam konsteks wilayah yang mengacu pada Miladan (2009). Berbeda dengan kerentanan

62

sosial ekonomi yang memandang kerentanan ekonomi secara individu penduduk, pada kerentanan ekonomi wilayah dilihat pada satu kesatuan ruang ekonomi sehingga jika terjadi bencana maka akan menganggu perekonomian wilayah. Pada penilaian kerentanan ekonomi wilayah ini didasarkan pada analisis keberadaan lokasi usaha/produksi serta lokasi kawasan perdagangan dan jasa. Hal ini dikarenakan kedua sektor tersebut sangat berperan dalam perkembangan ekonomi wilayah. Identifikasi kerentanan ekonomi terhadap rob di kawasan Tanjung Mas tersaji pada Tabel 8.

Tabel 8. Identifikasi kerentanan ekonomi terhadap rob di kawasan Tanjung Mas

Identifikasi Kerentanan Nilai Tingkat

Kerentanan Keberadaan Lokasi Usaha/Produksi Terdapat kawasan

lokasi usaha/produksi

Tinggi Keberadaan Kawasan Perdagangan dan

Jasa

Terdapat kawasan perdagangan dan jasa

Tinggi

Persentase Jalan Tergenang Rob 35,33 % Tinggi

Kerusakan Fisik Bangunan Kerusakan fisik bangunan >50%

Tinggi Modifikasi: Miladan (2009); BPS (2010) dan Paharuddin (2011)

A. Keberadaan lokasi usaha/produksi

Keberadaan lokasi usaha/produksi di Wilayah Pesisir Kota Semarang didasarkan pada data yang didapat dari Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Semarang Tahun 2010-2030. Diketahui bahwa pada Kelurahan Tanjung Mas terdapat beberapa lokasi usaha/produksi berupa Kawasan Industri, Kawasan Instalasi Pengolahan Limbah Cair (WWTP), Kawasan Lapangan Penumpukan, Kawasan Pergudangan, Kawasan Perkantoran (Gambar 25).

Data sebaran lokasi usaha/produksi di atas menunjukkan jenis kawasan lokasi usaha yang tergolongkan sebuah kawasan/bukan kawasan berdasarkan data eksisting lokasi usaha/produksi yang tertuang dalam RDTRK Kota Semarang. Kerentanan lokasi usaha/produksi di kawasan Kelurahan Tanjung Mas masuk dalam kelas kerentanan tinggi. Hal ini dikarenakan kawasan tersebut terdapat lokasi usaha/produksi (kawasan industri), pergudangan, Instalasi Pengolahan Air Limbah Cair (WWTP), perkantoran, penumpukan dan membentuk suatu kawasan usaha/produksi/industri secara besar.

B. Keberadaan kawasan perdagangan dan jasa

Keberadaan lokasi perdagangan dan jasa mutlak akan berpengaruh terhadap kerentanan ekonomi wilayah karena sektor ini merupakan basis dalam kegiatan

63

perdagangan dan jasa dalam lingkup wilayah, sehingga perlu dilakukan penilaian tingkat kerentanan. Analisis ini didasarkan pada keberadaan lokasi perdagangan dan jasa di kawasan Kelurahan Tanjung Mas. Nilai kerentanan keberadaan kawasan perdagangan dan jasa diambil berdasarkan jumlah bangunan perdagangan dan jasa, bukan detail keberadaan kawasan perdagangan tersebut tergolong sebagai kawasan atau bukan kawasan perdagangan. Data yang didapat dari Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) Semarang Tahun 2010-2030 diketahui bahwa kawasan Kelurahan Tanjung Mas terdapat beberapa lokasi kawasan perdagangan dan jasa meliputi kawasan campuran perdagangan jasa dan permukiman, kawasan olahraga dan rekreasi maupun pelabuhan laut. Berdasarkan sebaran lokasi perdagangan dan jasa melalui survei lapang, kawasan kelurahan Tanjung Mas memiliki kerentanan tinggi. Hal ini dikarenakan kawasan tersebut terdapat Pelabuhan Laut yang intensitas kegiatan perdagangan dan jasanya cukup tinggi.

Gambar 25. Sebaran lokasi usaha/produksi (Sumber: Miladan 2009)

C. Jalan tergenang

Pada analisis kerentanan merupakan penilaian dari kerentanan jalan yang diprediksi akan tergenang yang mengacu pada Miladan (2009). Analisis ini dilakukan dengan cara memperbandingkan antara panjang jalan yang tergenang dengan

64

panjang jalan yang ada di wilayah tersebut yang dalam konsteks ini panjang jalan masing-masing kelurahan yang ada. Perbandingan tersebut merupakan dasar penentuan tingkat kerentanan prasarana jalan yang ada. Berdasarkan data yang ada diketahui bahwa persentase jalan yang berpotensi tergenang sebesar 35,33 % dan memiliki kerentanan yang tinggi dengan panjang jalan yang ada di Kelurahan Tanjung Mas tergolong lebih panjang. Hal ini dikarenakan kawasan Kelurahan Tanjung Mas banyak terdapat lokasi-lokasi industri, pelabuhan dan pergudangan yang membutuhkan kemudahan akses jalan. Berdasarkan kondisi jalan yang bersifat perkerasan (aspal) merupakan kerentanan bagi perkembangan kawasan tersebut karena akan kehilangan jalan yang akan mempermudah aksesibilitas kawasan. Upaya yang telah dilakukan untuk menanggulangi permasalahn rob, telah dilakukan peninggian jalan akses menuju dan dari pelabuhan serta kawasan-kawasan ekonomi. Namun, hal ini menimbulkan masalah baru karena limpasan rob akan semakin menggenangi kawasan pemukiman, pergudangan dan kawasan lain yang berada lebih rendah dari jalan akses.

D. Kerusakan fisik bangunan

Rob menggenangi kawasan Kelurahan Tanjung Mas yang lebih rendah dari permukaan air laut rata-rata (mean sea level). Air dengan bantuan gaya gravitasi akan mengalir ketempat-tempat rendah dan mengisi seluruh ruang yang ada pada bagian yang lebih rendah. Lama rendam banjir hingga satu minggu memberikan dampak merugikan terhadap kawasan tersebut. Hal ini juga mengakibatkan terjadinya perubahan fisik lingkungan, sehingga memberikan tekanan yang cukup signikan bagi masyarakat, bangunan, dan infrastruktur permukiman yang ada di kawasan tersebut.

Rob juga menyebabkan rumah warga menjadi rentan, pencemaran lingkungan semakin parah, dan penurunan tingkat kesehatan masyarakat. Rumah warga menjadi rentan karena rumah mereka sering terendam air, tanah menjadi tidak stabil, dan pada akhirnya rumah menjadi retak. Selain itu, banyak sekali dijumpai masuknya air rob

bukan hanya dari selokan ataupun saluran-saluran lain, melainkan justru muncul dari dalam tanah karena merembes keluar dari sela-sela ubin. Meskipun selokan telah tertutup oleh pipa-pipa peralon, tetapi rembesan air yang masuk lewat sela-sela ubin tetap terjadi.

Pengaruh banjir rob secara umum adalah lantai rumah/bangunan pada