• Tidak ada hasil yang ditemukan

untuk menentukan skenario pengelolaan

1.1. Latar Belakang

Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut, sedangkan batas wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batas terluar dari pada daerah paparan benua (continental

shelf). Wilayah pesisir dapat diperuntukkan sebagai kawasan lindung, pemukiman

atau aktivitas lainnya (Bengen, 2002). Wilayah pesisir selalu mendapat tekanan yang besar dari segala aktivitas yang berkembang diatasnya. Besarnya tekanan yang tidak seimbang mampu mengakibatkan kerusakan ataupun bencana sehingga mampu merubah ruang wilayah pesisir.

Wilayah pesisir Semarang merupakan wilayah dengan kompleksitas aktivitas yang padat. Dalam perkembangan dan pertumbuhan Jawa Tengah, Semarang sangat berperan, terutama dengan adanya pelabuhan, jaringan transport darat (jalur kereta api dan jalan) serta transport udara yang merupakan potensi bagi simpul transport Regional Jawa Tengah dan kota transit Regional Jawa Tengah. Posisi lain yang tak kalah pentingnya adalah kekuatan hubungan dengan luar Jawa, secara langsung sebagai pusat wilayah nasional bagian tengah. Marfai dan King (2008) menyatakan Kota Semarang merupakan wilayah pesisir dengan penggunaan lahan yang bervariasi dan aktivitas yang dinamis. Kompleksitas kota Semarang antara lain aktivitas industri dan pelabuhan, aktivitas pertanian, pertumbuhan populasi penduduk, penggunaan air tanah, perkembangan penduduk, aktivitas rekreasi, dan perikanan. Suprijanto (2003) menunjukkan bahwa wilayah tepi air seperti Jakarta, Semarang, Surabaya dan Makassar merupakan kawasan yang strategis. Identifikasi yang dilakukan di Surabaya menunjukkan bahwa kawasan tepi air ini memiliki aktivitas besar baik untuk perindustrian dan pemukiman.

Kompleksitas kegiatan dan aktivitas yang ada di wilayah Semarang menyebabkan besarnya tekanan pada wilayah tersebut. Kerusakan lingkungan telah terlihat. Fenomena yang terjadi hingga sekarang adalah banjir pasang (rob). Salah satu kawasan terdampak rob di Kota Semarang adalah Kelurahan Tanjung Mas. Kawasan ini merupakan salah satu wilayah yang sering dilanda banjir dan rob sejak beberapa tahun yang lalu. Jika penanganan banjir tidak sistematis, diperkirakan pada 2030 kawasan tersebut akan tenggelam. Prediksi ini didasarkan pada penurunan lahan yang terjadi tahun demi tahun yang semakin mengkhawatirkan. Menurut Marfai and

2

King (2008), luas lahan yang mengalami penurunan di kawasan pesisir Semarang dapat mencapai 2.227 ha pada tahun 2020. Antisipasi banjir yang selama ini mendera wilayah Semarang harus diperhatikan melalui tiga hal, yaitu melalui pemanenan air hujan di daerah atas, pembuatan pompa untuk daerah bawah, serta membendung air laut yang masuk ke daratan. Selain penurunan permukaan tanah, banjir yang terjadi di kawasan Kelurahan Tanjug Mas juga disebabkan oleh peningkatan muka air laut, luapan sungai karena hujan sebagai akibat kurangnya pemeliharaan terhadap jaringan drainase kota, berkurangnya daerah tangkapan air, dan timbulnya banjir kiriman sebagai dampak dari perubahan penggunaan lahan di Semarang Atas.

Fenomena banjir pasang (rob) ini banyak menimbulkan kerugian pada aspek ekonomi, sosial, infrastruktur dan kesehatan. Suryanti dan Marfai (2008) menunjukkan bahwa akibat banjir rob dan banjir kiriman hujan telah memberikan pengaruh negatif terhadap kawasan pantai Kota Semarang antara lain telah merubah fisik lingkungan, kegiatan harian terganggu, penduduk tidak mempunyai aksesibilitas untuk pergi ke tempat kerja dan melakukan aktivitas dengan normal karena fasilitas jalan di kawasan pesisir tergenang air laut, pelayanan umum/publik penunjang kegiatan rumah tangga, seperti ketersediaan air bersih dan listrik, tidak dapat berfungsi. Kobayashi (2003) juga menyebutkan bahwa pekerja domestik wanita atau penjaga rumah mengalami kesulitan yang lebih berat selama kejadian banjir rob. Mereka harus mengamankan peralatan rumah tangga selama muka air laut naik dan membersihkan lingkungan serta rumah setelah banjir rob berlalu. Menurut Soedarsono (1996), anak-anak juga mudah terkena penyakit dan infeksi dari genangan banjir tersebut. Penyakit seperti diare, demam, dan malaria menjadi lebih mudah menyerang selama banjir karena kondisi sanitasi yang buruk. Banjir rob juga mempengaruhi kualitas bangunan atau kondisi bangunan. Akibat genangan pada bangunan secara kontinyu dengan frekuensi yang tinggi, bangunan tempat tinggal mengalami kerusakan.

Isu-isu di atas memberikan gambaran tentang keberadaan banjir pasang dengan segala dampak yang ditimbulkannya. Berdasarkan permasalahan yang ada, penelitian yang mengkaji tentang banjir pasang dengan segala kemungkinan faktor penyebab, dampak terhadap masyarakat, maupun upaya mitigasi yang dilakukan dan alasan mengapa sebagian masyarakat masih enggan untuk berpindah sudah banyak dilakukan. Penelitian ini lebih pada pemilihan insentif yang bisa ditawarkan pada masyarakat ketika terjadi rob. Untuk itu, maka penelitian ini perlu dilakukan untuk memberikan gambaran mendetail tentang dinamika banjir pasang yang terjadi di

3

wilayah Semarang dengan akibat yang ditimbulkan terhadap masyarakat terutama bidang sosial ekonomi sehingga diharapkan dapat memberikan masukan terhadap pemangku kepentingan guna penyusunan arah kebijakan pengelolaan yang berbasis pada adaptasi masyarakat terhadap banjir rob.

1.2. Permasalahan

Kejadian rob telah diteliti di kawasan pesisir, di mana secara keseluruhan berpendapat bahwa hal ini diakibatkan peningkatan muka air laut dan penurunan tanah serta perubahan penggunaan lahan. Kejadian rob yang terjadi di Kelurahan Tanjung Mas Semarang begitu komplek. Penyebab karena faktor alami ataupun pengaruh aktivitas manusia yang melatarbelakangi semakin meluasnya dampak yang terjadi. Rob adalah sistem, dalam suatu kawasan menyangkut wilayah artinya bagaimana komposisi lahan dan laut serta posisinya dengan laut. Kejadian rob merupakan rangkaian dari masa lalu suatu wilayah dimana menjadi awal sebab dan berlangsung terus menerus. Rob juga menyangkut cuaca dan waktu. Kejadian rob di suatu kawasan juga bergantung penggunaan lahan dan kepadatan penghuni (manusia, masyarakat) serta perilaku penghuni.

Dampak yang diakibatkan rob bisa terjadi pada bentang wilayah, sosial ekonomi masyarakat, maupun ekologi. Oleh karena itu, pengamatan secara mendalam perlu dilakukan untuk lebih mendapatkan data terbaru yang bisa dijadikan masukan dalam penyusunan kebijakan dalam pengelolaan maupun mitigasi agar dampak dapat diminimalisir sekecil mungkin, maka pertanyaan penelitian yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana dinamika dari rob yang terjadi di Kelurahan Tanjung Mas dan segala komponen yang mempengaruhinya?.

2. Bagaimana rob yang terjadi mempengaruhi dan memberikan dampak pada segala aktivitas sosial ekonomi masyarakatnya?.

3. Bagaimana memilih strategi pengelolaan di daerah pesisir Kelurahan Tanjung Mas terkait rob yang sering terjadi di wilayah tersebut?.

1.3. Tujuan

Sesuai dengan pertanyaan penelitian tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi dinamika sistem sosial ekologis di lokasi penelitian.

2. Mengestimasi dampak rob terhadap sistem sosial ekologis pada lokasi penelitian. 3. Menyusun strategi pengelolaan pesisir berbasis adaptasi terhadap rob.

4

1.4. Manfaat

Manfaat yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah pengetahuan tentang suatu keterkaitan antara faktor sosial dan ekologis dalam sistem adaptasi masyarakat terhadap rob.