• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.11 ANALISIS KORELASI (Sarwono, 2006)

3.12.1 Analisis Klaster ( Cluster Analysis)

Analisis klaster sangat bermanfaat dalam membentuk kelompok-kelompok individu ataupun objek. Teknik ini dipakai untuk mengelompokkan entitas (individu maupun objek) ke dalam kelompok-kelompok terpisah, berdasarkan kesamaan-kesamaan (similarities) di antara mereka (Simamora, 2006). Dalam dunia kemometriks (chemometrics), analisis klaster (cluster analysis) tergolong ke dalam kelompok analisis pengenalan pola (pattern recognition) (Adams, 2004). Objek bisa berupa produk (barang atau jasa), benda (tumbuhan atau lainnya), serta orang (responden atau konsumen). Objek tersebut akan diklasifikasikan ke dalam satu atau lebih klaster (kelompok) sehingga objek-objek yang berada dalam satu klaster akan mempunyai kemiripan satu dengan yang lain (Johnson dan Wichern, 2002).

Mengklasterkan (clustering) juga dikenal sebagai unsupervised learning yang membagi data menjadi kelompok atau cluster berdasarkan suatu kemiripan atrubut-atribut di antara data tersebut. Analisis klaster memerlukan tiga langkah. Langkah pertama, mengidentifikasi kesamaan atau asosiasi di antara entitas-entitas untuk mengetahui ada berapa grup di dalam sampel. Langkah kedua merupakan proses klaster sebenarnya. Setiap entitas dihubungkan dengan kelompok-kelompok atau klaster-klaster yang ada. Langkah ketiga, membuat profil individu atau objek untuk mengetahui komposisi mereka. Pada analisis klaster, variat yang ada diartikan sebagai sejumlah variabel –yang dianggap sebagai karakteristik- yang dipakai untuk membandingkan sebuah objek dengan objek lainnya. Jadi, dalam analisis klaster tidak dilakukan pencarian nilai variat secara empiris sebagaimana pada teknik-teknik multivariat lainnya (Simamora, 2006).

Prinsip dari clustering adalah memaksimalkan kesamaan antar anggota cluster dan meminimumkan kesamaan antar anggota cluster yang berbeda (Han, 2001). Pada algoritma clustering, yang banyak dikenal adalah Hierarchical Clustering. Hierarchical Clustering adalah salah satu algoritma clustering yang dapat digunakan untuk mengklaster dokumen. Hasil keseluruhan dari algoritma hierarchical clustering secara grafik dapat digambarkan sebagai tree, yang disebut dengan dendogram. Tree ini secara grafik menggambarkan proses penggabungan dari cluster yang ada, sehingga menghasilkan cluster yang lebih tinggi. Berikut ini adalah contoh dendogram (Gambar 7).

Dendogram biasa disebut tree graph, yaitu perangkat grafik untuk menunjukkan hasil dari proses pengklasteran. Garis vertikal menunjukkan cluster yang digabungkan bersama. Posisi garis pada skala menunjukkan jarak dimana cluster bergabung. Membaca dendogram dilakukan dari kiri ke kanan (Steinbach, 2007).

Gambar 8. Dendogram analisis klaster hirarki

Hal penting dalam metode hirarki adalah bahwa hasil pada tahap sebelumnya selalu bersarang di dalam hasil pada tahap berikutnya, membentuk sebuah pohon. Ada lima metode aglomerasi dalam pembentukan cluster, yaitu :

a. Pautan Tunggal (Single Linkage)

Metode ini didasarkan pada jarak minimum. Dimulai dengan dua objek yang dipisahkan dengan jarak paling pendek maka keduanya akan ditempatkan pada cluster pertama, dan seterusnya. Metode ini dikenal pula dengan nama pendekatan tetangga terdekat.

b. Pautan Lengkap (Complete Linkage)

Metode ini disebut juga pendekatan tetangga terjauh. Dasarnya adalah jarak maksimum. Dalam metode ini seluruh objek dalam suatu cluster dikaitkan satu sama lain pada suatu jarak maksimum atau dengan kesamaan minimum.

c. Pautan Rata-rata (Average Linkage)

Dasar metode ini adalah jarak rata-rata antar observasi. Pengelompokan dimulai dari tengah atau pasangan observasi dengan jarak paling mendekati jarak rata-rata.

d. Metode Ward (Ward’s Method)

Dalam metode ini jarak antara dua cluster adalah jumlah kuadrat antara dua cluster untuk seluruh variabel. Metode ini cenderung digunakan untuk mengkombinasi cluster-cluster dengan jumlah kecil.

Pada metode ini jarak antara dua cluster adalah jarak antar centroid cluster tersebut. Centroid cluster adalah nilai tengah observasi pada variabel dalam suatu set variabel cluster. Keuntungannya adalah outlier hanya sedikit berpengaruh jika dibandingkan dengan metode lain.

3.13

PERMODELAN MATEMATIKA SISTEM DINAMIK

Model adalah gambaran sederhana dari suatu sistem yang dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam memahami, memprediksi, dan mengendalikan sifat sistem. Menurut Hedwig (2010), model matematika adalah suatu cara untuk menggambarkan sifat dari sistem dengan menggunakan matematika. Kegunaan model adalah (1) untuk berpikir dan melakukan analisa, (2) untuk komunikasi, (3) untuk peramalan, (4) untuk kontrol/pengendali/pengawasan, dan (5) untuk berlatih/simulasi.

Model dinamik adalah model yang memasukkan waktu sebagai variabel, model ini mewakili tingkah laku entity sepanjang waktu. Sistem dinamik sering diidentifikasikan pada model matematika dari persamaan kimia, persamaan fisika, dan persamaan biologi yang persamaannya mengandung parameter-parameter yang saling berhubungan. Konsep sistem dinamik merupakan model matematis dari fenomena gerakan obyek yang bergantung waktu dan keadaan, yang evolusi di dalamnya mengikuti aturan (deterministik) tertentu. Model matematis yang menyajikan suatu sistem dinamik menggunakan sistem persamaan diferensial (biasa maupun parsial). Berdasarkan pertimbangan mengenai fenomena gerakan yang dihadapi, sistem dinamik tersebut dapat berupa sistem dinamik linier ataupun non linier. Dalam hal praktisnya, model tersebut dibawa ke bentuk sistem persamaan diferensi sehingga dapat dikomputasikan dengan pendekatan metode numerik.

Menurut Barnes dan Fulford (2002), model matematika adalah penyederhanaan suatu masalah yang kompleks dalam dunia nyata yang disampaikan dalam bentuk fungsi matematika. Tujuan utama dalah pembuatan model adalah untuk menghasilkan pemahaman lebih dalam dari sebuah system atau proses dan untuk dipergunakan sebagai sarana prediksi dan membuat keputusan. Terdapat beberapa tahapan dalam membangun dan menyusun model matematika. Tahapan tersebut digambarkan pada Gambar 8.

Tahap pertama dalam membangun sebuah model matematika adalah dengan mengidentifikasi masalahnya. Hal ini tidak semudah seperti terlihatnya. Agar sebuah model matematika dapat berfungsi, penting untuk memiliki tujuan kerja ke depan dan seringkali hal tersebut memerlukan kemampuan besar dan pengalaman untuk memodelkan sebuah proses dari sebuah sistem. Kemudian, pada tahap kedua adalah membuat asumsi sederhana tentang masalah tersebut yang mengubahnya menjadi mudah untuk diatasi dan mudah untuk dipahami. Asumsi yang dibuat haruslah tidak menjadikan masalah terlihat rumit, akan tetapi membuat masalah menjadi terlihat sederhana.

Gambar 9. Diagram alir siklus permodelan matematika Identifikasi

masalah Buat asumsi

Formulasi fungsi Selesaikan fungsi Interpretasi hasil Validasi model 33

Tahap ketiga adalah memformulasikan fungsi terkait variabel yang penting. Tahap ini merupakan tahap yang tidak mudah. Pada tahap ini dimungkinkan pula untuk membuat asumsi sederhana tambahan, yang tidak dibuat pada tahap kedua. Jika ditemui bahwa fungsi yang ada tidak dapat diselesaikan dengan teknik yang ada, maka diperlukan untuk kembali pada tahap sebelumnya dan menyederhanakan fungsi agar fungsi tersebut dapat diselesaikan sehingga ditemukan sebuah solusi. Kemudian, solusi yang diperoleh dapat diaplikasikan untuk mencoba menjawab pertanyaan yang timbul pada tahap pertama. Hal ini dilakukan dengan menghubungkan hasil dan mempertimbangkan bagaimana perubahan pada sebuah variabel dapat menyebabkan perubahan pada bagian lainnya. Apabila model yang dihasilkan belum dapat memberikan hasil yang konsisten terhadap penelitian, maka kita dapat kembali pada tahap kedua dan mengurangi asumsi sederhana yang kita buat.