• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Komparatif Hasil Belajar Siswa

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 96-104)

2) Hasil Analisis Data Aktivitas Siswa

4.2.4. Analisis Komparatif

4.2.4.3. Analisis Komparatif Hasil Belajar Siswa

Adanya peningkatan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran menunjukkan adanya tindakan belajar yang lebih optimal sehingga hasil belajar yang dicapai siswa pun mengalami peningkatan. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar yang terjadi pada siswa kelas 4 SDN Karangduren 02, maka perbandingan hasil belajar dan ketuntasan belajar antara kondisi awal, siklus I, dan siklus II disajikan pada tabel 4.20 berikut.

Tabel 4.20

Perbandingan Hasil Belajar Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II

No. Ketuntasan

Belajar Nilai

Kondisi

Awal Siklus I Siklus II

% % %

1. Tidak tuntas < 75 17 77 6 27 2 9

2. Tuntas ≥ 75 5 23 16 73 20 91

Jumlah 22 100 22 100 22 100

Rata-rata 68,86 79,27 86,55

Nilai Tertinggi 78 100 100

Nilai Terendah 45 52 68

Berdasarkan tabel 4.20 nilai rata-rata hasil belajar mengalami peningkatan tiap siklus, pada kondisi awal nilai rata-rata hasil belajar sebesar 68,86, pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar sebesar 79,27, dan pada siklus II nilai rata-rata hasil belajar sebesar 86,55. Peningkatan rata-rata hasil belajar tiap siklus dapat disajikan pada diagram 4.22 berikut.

Diagram 4.22

Peningkatan Rata-Rata Hasil Belajar Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II

Berdasarkan tabel 4.20, pencapaian ketuntasan belajar mengalami peningkatan tiap siklus, pada kondisi awal jumlah siswa yang tidak tuntas belajar sebanyak 17 siswa atau 77% dari 22 siswa dan jumlah siswa yang tuntas belajar sebanyak 5 siswa atau 23% dari 22 siswa, pada siklus I jumlah siswa yang tidak tuntas belajar sebanyak 6 siswa atau 27% dari 22 siswa dan jumlah siswa yang tuntas belajar sebanyak 16 siswa atau 73% dari 22 siswa, sedangkan pada siklus II jumlah siswa yang tidak tuntas belajar sebanyak 2 siswa atau 9% dari 22 siswa dan jumlah siswa yang tuntas belajar sebanyak 20 siswa atau 91% dari 22 siswa.

Perbandingan ketuntasan belajar tiap siklus dapat disajikan pada diagram 4.23 berikut.

Diagram 4.23

Peningkatan Ketuntasan Belajar Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II

Dari data motivasi belajar dan hasil belajar pada siklus II dapat dinyatakan bahwa kualitas pembelajaran sudah meningkat dan penelitian telah berhasil atau telah mencapai indikator keberhasilan penelitian. Indikator keberhasilan motivasi belajar yang penulis tetapkan adalah ≥75% dari 22 siswa kelas 4 SDN Karangduren 02 memiliki motivasi belajar berkriteria tinggi, di mana pada siklus II motivasi belajar keseluruhan siswa berkriteria sangat tinggi. Indikator keberhasilan hasil belajar yang penulis tetapkan adalah 75% dari 22 siswa mencapai ketuntasan belajar dengan memperoleh nilai hasil belajar di atas KKM atau ≥ 75, di mana pada siklus II sebanyak 20 siswa atau 91% dari 22 siswa telah tuntas belajar dan sebanyak 2 siswa atau 9% dari 22 siswa tidak tuntas belajar.

Dengan demikian indikator keberhasilan yang ditentukan penulis telah tercapai setelah implementasi pembelajaran pada siklus II.

4.3. Pembahasan

Pada kondisi awal, berdasarkan hasil observasi penulis yang telah dilakukansebelum penelitian didapatkan berbagai permasalahan dalam pembelajaran. Hasil observasi penulis menunjukkan bahwa pada pembelajaran

IPA SDN Karangduren 02 kelas 4 masih jauh dari kondisi ideal pembelajaran.

Kegiatan pembelajaran IPA yang dilakukan oleh guru belum memberikan pengalaman langsung pada siswa. Pembelajaran yang dilaksanakan masih didominasi dengan pemberian pengetahuan secara teoritis atau ceramah yang dilakukan guru. Dalam kelas terdapat klik antarsiswa berbasis kesamaan gender dan kemampuan intelektual sehingga siswa kurang dapat berbaur apabila dipisahkan dari kliknya. Pada saat kegiatan pembelajaran di kelas, tampak sekali motivasi belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA siswa rendah. Sikap siswa cenderung ramai sendiri, mengobrol dengan teman, dan kurang tertarik dengan pelajaran IPA. Saat tanya jawab seringkali yang menjawab pertanyaan hanyalah siswa tertentu saja, terutama siswa yang memiliki prestasi akademik tinggi.

Motivasi belajar siswa yang rendah juga karena guru belum menghargai perbedaan kemampuan akademik siswa karena masih memberikan penghargaan kepada siswa terbaik dan belum fokus pada menghargai kemajuan belajar yang telah dicapai setiap siswa. Rendahnya motivasi berpengaruh pada hasil belajar IPA juga masih rendah karena rata-rata kelas 68,86 sedangkan KKM IPA adalah 75. Dari jumlah keseluruhan 22 siswa, sebanyak 17 siswa belum tuntas dan hanya 5 siswa yang telah tuntas. Data tersebut menunjukkan bahwa hanya 22,72% dari jumlah siswa yang sudah memenuhi nilai KKM dan 72,28% dari jumlah siswa masih belum memenuhi KKM. Dari keadaan tersebut, maka perlu dilakukan tindakan perbaikan pembelajaran untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar.

Model pembelajaran STAD terdiri dari beberapa kegiatan yang meliputi presentasi guru di depan kelas, belajar dalam kelompok, kuis, perhitungan skor kemajuan individu dan kelompok, serta pemberian penghargaan (Slavin, 2014:

143-146). Dalam penelitian ini implementasi model pembelajaran STAD selalu dievaluasi untuk memantau keberhasilan program pembelajaran STAD dalam upaya meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA yang sejalan dengan pemikiran Widoyoko (2012: 202) yang memantau kualitas pembelajaran dengan menilai kinerja guru atau aktivitas guru, sikap atau aktivitas siswa, motivasi belajar IPA siswa, dan hasil belajar IPA siswa sebagai output pembelajaran.

Motivasi dan hasil belajar siswa meningkat seiring meningkatnya aktivitas guru

dan aktivitas siswa selama pembelajaran IPA menggunakan model STAD. Dalam implementasi pembelajaran, diperoleh rata-rata hasil observasi aktivitas guru pada siklus I adalah 118 atau 84% tergolong dalam kriteria tinggi yang berarti guru telah mampu melaksanakan aktivitas dan kegiatan pembelajaran 84% dari harapan penulis, hal ini dikarenakan telah banyak aktivitas yang dilaksanakan dengan baik.

Selanjutnya aktifitas guru meningkat pada siklus II menjadi 135 atau 96%

tergolong dalam kriteria sangat tinggi yang berarti guru telah mampu melaksanakan aktivitas dan kegiatan pembelajaran 96% dari harapan penulis, hal ini dikarenakan hampir seluruh aktivitas dapat dilaksanakan guru dengan sangat baik. Aktivitas guru yang baik selaras dengan aktivitas siswa yang baik pula.

Rata-rata hasil observasi aktivitas siswa siklus I adalah 84,5 atau 85%tergolong dalam kriteria tinggi yang berarti siswa telah mampu melaksanakan aktivitas dan kegiatan pembelajaran 85% dari harapan penulis, hal ini dikarenakan telah banyak aktivitas yang dilaksanakan dengan baik. Aktivitas siswa pada siklus I meningkat pada siklus II menjadi 98,5 atau 99% tergolong dalam kriteria sangat tinggi yang berarti siswa telah mampu melaksanakan aktivitas dan kegiatan pembelajaran 99% dari harapan penulis, hal ini dikarenakan hampir seluruh aktivitas yang diharapkan telah dilaksanakan dengan sangat baik. Selama pembelajaran siswa lebih berpartisipasi aktif untuk mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran dan ikut serta bekerjasama dalam kelompok untuk mencapai tujuan kelompok (sertifikat Super Team). Peningkatan aktivitas guru dan aktivitas siswa dalam penerapan model pembelajaran STAD berpengaruh pada meningkatnya motivasi belajar siswayang ditunjukkan dengan rata-rata motivasi belajar IPA siswa pada siklus I memperoleh skor 100,55 atau 76% tergolong dalam kriteria tinggi yang berarti siswa memiliki motivasi belajar tinggi yaitu mampu menunjukkan 76% dari indikator pengamatan motivasi yang diharapkan penulis, hal ini dikarenakan telah banyak aktivitas yang dilaksanakan dengan baik. Motivasi belajar siswa juga meningkat pada siklus II menjadi 129,75 atau 98% tergolong dalam kriteria sangat tinggi yang berarti siswa memiliki motivasi belajar sangat tinggi yaitu mampu menunjukkan 98% dari indikator pengamatan motivasi yang diharapkan penulis, hal ini dikarenakan hampir seluruh aktivitas telah dilaksanakan dengan sangat

baik. Dengan meningkatnya motivasi belajar maka aktivitas belajar siswa pun akan meningkat, yang berpengaruh pada meningkatnya hasil belajar siswa. Rata-rata hasil belajar siswa pada kondisi awal adalah 68,86 yang meningkat pada siklus I menjadi 79,27 dan menjadi 86,55 pada siklus II. Ketuntasan belajar juga mengalami peningkatan yaitu dari 23% pada kondisi awal menjadi 73% pada siklus I dan meningkat pada siklus II menjadi 91%. Dengan demikian ketidaktuntasan siswa pun menurun dari kondisi awal sebesar 77% menjadi 27%

pada siklus I dan 9% pada siklus II. Peningkatan hasil belajar yang dicapai siswa selaras dengan pendapat Sharan (2012: 7) bahwa metode belajar dalam kelompok yang terdapat dalam pembelajaran STAD dapat mempercepat pemahaman siswa tentang materi yang dipelajari sehingga dengan metode yang mempercepat dan meningkatkan pemahaman siswa dapat mencapai hasil belajar yang baik pula.

Peningkatan motivasi dan hasil belajar setelah mengikuti pembelajaran IPA menggunakan model STAD terjadi karena pembelajaran STAD merupakan model pembelajaran yang tidak terlalu rumit sehingga sesuai dengan kelas yang baru transisi dari pembelajaran tradisional menuju pembelajaran kooperatif (Slavin, 2014: 143) sehingga dalam pelaksanaannya guru dan siswa tidak mengalami kebingungan karena STAD hampir sama dengan pembelajaran tradisional, yang membedakan adalah penghargaan yang diberikan kepada siswa.

Selain itu, model pembelajaran STAD dapat melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran tidak hanya berpusat pada guru. Dalam pembelajaran ini guru dibantu dengan alat peraga dan media pembelajaran berupa video sehingga siswa merasa tertarik, tidak berada dalam suasana tertekan, serta dapat berpikir secara kongkrit untuk mempermudah pemahamannya.

Melalui model pembelajaran STAD siswa dituntut bekerja secara tim, adanya tim dalam pembelajaran ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi adalah mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Belajar dalam tim tidak dimaksudkan untuk mencari siswa terbaik atau kelompok terbaik namun merupakan strategi untuk meningkatkan kemajuan motivasi dan hasil belajar siswa dengan memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh siswa dan

kelompok untuk menjadi siswa terbaik dan kelompok terbaik berdasarkan kriteria yang telah disepakati. Kegiatan ini sejalan dengan penuturan Sharan (2012: 5) yang menyatakan bahwa model pembelajaran STAD dapat memberikan dampak meningkatkan motivasi belajar karena model ini memberikan alasan jika siswa diberikan penghargaan setelah melakukan pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya, siswa akan lebih terpacu belajar daripada jika mereka diberi penghargaan berdasarkan prestasi yang lebih baik dari temannya. Penghargaan kemajuan yang dicapai bisa memberi kerberhasilan yang tidak terlalu sulit maupun terlalu mudah dicapai siswa. Sehingga pembelajaran yang dirancang telah memperhatikan perbedaan individu siswa yang sejalan dengan penuturan Dimyati (2013: 49) bahwa siswa merupakan individual yang unik, tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya seperti karakteristik psikis, mental, kemampuan intelektual, dan sebagainya.

Perbedaan individual ini berpengaruh terhadap cara dan hasil belajarnya.

Karenanya perbedaan individu ini perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran.

Kondisi pembelajaran yang kondusif, pemberian kesempatan yang sama, dan selalu memantau kemajuan individu akan menghilangkan persaingan negatif yang terjadi dalam pembelajaran. Hal ini membuat siswa merasa senang selama belajar, tidak tegang, malu, dan takut selama pelajaran berlangsung. Selain itu, siswa dapat berbaur saat pembelajaran dalam bekerjasama menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan kelompok serta menghapuskan ketidakcocokan dan klik antarsiswa yang berbasi gender dan intelektual. Sejalan dengan pendapat Slavin (2014: 4-5) bahwa berdasarkan penelitian penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan pencapaian prestasi siswa, meningkatkan akibat-akibat positif yang dapat mengembangkan hubungan antarkelompok, penerimaan teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga diri.

Selain itu adanya penghargaan yang berupa sertifikat dan stiker yang diberikan pada tim dan siswa yang mencapai kriteria tertentu, dapat menumbuhkan motivasi siswa menjadi semangat untuk belajar yang lebih baik lagi pada pembelajaran berikutnya sesuai dengan pendapat De Deece dan Grawford (Djamarah, 2011:169) bahwa untuk meningkatkan motivasi siswa,

dapat dengan memberikan insentif atau hadiah. Peningkatan aktivitas guru dan siswa berdampak pada peningkatan motivasi belajar siswa sesuai dengan prinsip mengarahkan perilaku siswa oleh guru yang dikemukakan oleh De Deece dan Grawford (Djamarah, 2011:169) untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal ini tampak apabila guru memahami pembelajaran STAD yang dirancang maka guru dapat mengontrol pembelajaran sesuai perencanaan dan mengarahkan pembelajaran yang berlangsungseperti ketika ada aktivitas yang telah dilakukan siswa sesuai harapan maka guru memberikan penguatan berupa pujian, serta ketika ketika ada aktivitas siswa yang belum dilakukan dengan baik maka guru selalu mengarahkan bagaimana memperbaikinya. Dengan demikian siswa mengetahui jika aktivitas yang belum baik perlu untuk diperbaiki dan aktivitas yang telah sesuai dengan harapan selalu ditingkatkan siswa. Peningkatan motivasi belajar dari kondisi awal, siklus I, dan siklus II memberikan pengaruh positif pada hasil belajar siswa kondisi awal, siklus I, dan siklus II. Hal ini mendukung pendapat Dalyono (Djamarah, 2011:201) yang menyatakan kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Dengan demikian semakin kuat motivasi belajar maka keberhasilan belajar akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya. Rendahnya motivasi belajar berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa pada kondisi awal, namun ketika siklus I aktivitas pembelajaran menggunakan model pembelajaran STAD yang menyenangkan membuat motivasi belajar siswa meningkat sehingga hasil belajar siswa pun meningkat, ketika siklus II aktivitas guru dan siswa sangat sesuai harapan menunjukkan tingginya motivasi belajar siswa sehingga hasil belajar siswa juga meningkat lebih baik dari siklus I. Peningkatan motivasi dan hasil belajar setelah mengimplementasikan model pembelajaran STAD relevan dengan penuturan Sharan bahwa STAD memberikan manfaat positif untuk dapat meningkatkan motivasi belajar dan pemahaman siswa akan materi pelajaran.

Berdasarkan pembahasan yang telah disajikan, maka penggunaan model pembelajaran STADdalam pembelajaran IPA pada kelas 4Semester II SDN Karangduren 02 Tahun Pelajaran 2013/2014 ini selaras dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Purwitasaripada tahun 2013 dimana ketuntasan belajar

meningkat menjadi 91,3% dengan rata-rata hasil belajar 77,39 dan Sulastri pada tahun 2012 dengan rata-rata hasil belajar 80,73 dan persentase ketuntasannya meningkat menjadi 86,67%.Selain selaras dengan penelitian lain yang meningkatkan hasil belajar, pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran STAD pada siswa kelas 4 SDN Karangduren 02 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang juga dapat meningkatkan motivasi belajar IPA yang selaras dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Donatus pada tahun 2012 yaitu penerapan model pembelajaran STAD meningkatkan motivasi belajar menjadi 86,15% dan rata-rata hasil belajar menjadi 88,75 dengan persentase ketuntasan belajar 97,73%.

Dari berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan, terbukti bahwa penerapan model pembelajaran STAD dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 96-104)