• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3 Kompetensi Penerapan K

5.3.2 Analisis Kompetensi Penerapan K3 Pekerja Penebangan

a. Uji statistik Wilcoxon antara persepsi penebang dengan penilaian berdasarkan standar

Untuk menentukan besar dan arah hubungan antara penilaian berdasarkan standar dengan penilaian menurut responden dilakukan analisis deskriptif terhadap nilai rata-rata dari jawaban responden berdasarkan pertanyaan yang valid dan reliabel. Besarnya selisih nilai antar aspek kompetensi dapat dilihat pada Tabel 14 berdasarkan selisih nilai rata-rata. Pada Tabel 14 terlihat bahwa aspek knowledge penebang (operator chainsaw) memiliki selisih sebesar -0,28. Berdasarkan uji Wilcoxon menggunakan SPSS versi 19 selisih tersebut merupakan

perbedaan yang signifikan, demikian halnya untuk aspek skill dan attitude terdapat perbedaan selisih sebesar -0,16 dan -0,21. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi yang dimiliki penebang berbeda dengan penilian yang dilakukan berdasarkan standar.

Tabel 14 Perbedaan nilai aspek kompetensi penerapan K3 antara penilaian pekerja penebangan dengan penilaian berdasarkan standar

Knowledge Skill Attitude

SA CBA Selisih SA CBA Selisih SA CBA Selisih Nilai

Total 38,20 35,10 -3,10 37,56 35,78 -1,78 34,60 32,30 -2,30 Rata-

rata 3,47 3,19 -0,28 3,41 3,25 -0,16 3,15 2,94 -0,21 Keterangan: SA = self assessment (penilaian subjektif /persepsi responden operator chainsaw)

iiiiiiiCBA = control based assessment (penilaian objektif berdasarkan standar)

Tanda negatif (-) menunjukkan bahwa penilaian yang dilakukan responden bersifat overestimate terhadap penilaian objektif yang dilakukan sesuai standar. Untuk mengetahui terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar, dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Hasil uji Wilcoxon antara persepsi pekerja penebangan dengan penilaian

aberdasarkan standar

Nilai Knowledge Skill Attitude

Z -2,316 -2,565 -2,534

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,021 0,010 0,011

α 0,05 0,05 0,05

Keterangan: H0 diterima jika angka probabilitas (asymp.sig) > nilai α

Keterangan: H0 ditolak jika angka probabilitas(asymp.sig) < nilaiα

Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa aspek kompetensi (knowledge, skill, attitude) memiliki nilai probabilitas sebesar (0,021; 0,010; 0,011) yang kurang dari nilai α sebesar 0,05 sehingga hipotesis H1 diterima atau tolak H0 (H0:

tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar).

b. Hubungan antar aspek kompetensi pada pekerja penebangan

Untuk melihat keeratan hubungan antar aspek kompetensi pada pekerja mandor lapangan sebagai strategi untuk meningkatkan aspek kompetensi, dapat dilihat pada Tabel 16.Berdasarkan hasil perhitungan korelasi peringkat Spearman pada Tabel 16, terdapat korelasi yang signifikan antara aspek knowledge dengan skill dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,667 dan nilai probabilitas (Sig.2-

tailed) < nilai α pada selang kepercayaan 95%, atau dapat dikatakan bahwa hipotesis H0 ditolak (H0: tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aspek

yang diuji).

Tabel 16 Hasil uji korelasi Spearman antar aspek kompetensi penebang

Knowledge Skill Attitude

Spearman's rho Knowledge Correlation Coefficient 1,000 0,667* 0,695*

Sig. (2-tailed) . 0,025 0,018

N 11 11 11

Skill Correlation Coefficient 0,667* 1,000 0,694*

Sig. (2-tailed) 0,025 . 0,018

N 11 11 11

Attitude Correlation Coefficient 0,695* 0,694* 1,000

Sig. (2-tailed) 0,018 0,018 .

N 11 11 11

Keterangan: * = korelasi signifikan pada taraf nyata 0,05(2-tailed) H0 diterima jika angka probabilitas(asymp.sig) > nilaiα

H0 ditolak jika angka probabilitas (asymp.sig) < nilaiα

Untuk hubungan antara aspek knowledge dengan attitude (koefisien korelasi sebesar 0,695) dan skill dengan attitude (koefisien korelasi sebesar 0,694) juga terdapat hubungan yang signifikan (nilai probabilitas (Sig.2-tailed) < nilai α). Hal ini dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan signifikan untuk menggambarkan hubungan antara knowledge dengan attitude dan skill dengan attitude.

Dari hasil analisis pada aspek knowledge diketahui bahwa responden penebang memiliki nilai rata-rata sebesar 3,19 yang apabila dilihat berdasarkan rataan skala Likert pengetahuan tentang pemahaman K3 penebang berada pada tingkatan cukup. Data hasil kuisioner menunjukkan bahwa perlu peningkatan pengetahuan penebang tentang penggunaan alat pelindung diri (APD) lengkap yang harus digunakan pada kegiatan penebangan dan batas waktu yang diperbolehkan untuk melakukan kegiatan penebangan. Nilai rata-rata aspek attitude pada responden penebang sebesar 2,94 yang berada pada tingkat cukup. Berdasarkan data hasil kuisioner perlu peningkatan sikap dalam menggunakan berbagai peralatan pendukung (alat bantu) untuk melakukan kegiatan penebangan. Aspek pengetahuan dan sikap saling berhubungan karena memiliki korelasi yang signifikan. Untuk aspek keterampilan (skill) termasuk memiliki hubungan dengan aspek pengetahuan dan sikap sehingga dengan meningkatkan aspek pengetahuan dan sikap juga akan meningkatkan aspek keterampilan (skill).

Penggunaan chainsaw (gergaji rantai) sebagai alat penebangan memiliki resiko kecelakaan kerja yang tinggi. Berdasarkan ILO (2002) alat pelindung diri yang wajib digunakan dalam operasi penebangan pohon yaitu:

a) Pelindung kepala (topi pengaman/helm keselamatan) b) Pelindung mata (kacamata pengaman atau googles)

c) Pelindung pernapasan (masker) dan pelindung telinga (earmuff) d) Pelindung tangan (sarung tangan) dan pelindung kaki (sepatu boot)

e) Pelindung tubuh (pakaian kerja yang terpasang tertutup menyelimuti tubuh dan kaki)

Berdasarkan hasil observasi di lokasi petak tebang para pekerja penebangan (operator chainsaw) belum menggunakan APD lengkap dalam melaksanakan tugasnya. Untuk pelindung kepala, kaki, dan tubuh jenis APD yang digunakan sama dengan kebutuhan APD pada mandor lapangan yaitu: helm keselamatan yang terbuat dari bahan aluminium/plastik, sepatu boot untuk melindungi dari bahaya ular tanah dan sebagai anti slip, serta pakaian penutup tubuh, tangan, dan kaki. Alat pelindung telinga sangat dianjurkan bagi operator chainsaw yang terpapar kebisingan dalam melaksanakan pekerjaannya, namun berdasarkan kondisi riil di lapangan tidak ada penebang yang menggunakan pelindung telinga. Berdasarkan Santosa (1992) dalam Suryaningsih (2011) kehilangan pendengaran merupakan pengaruh utama dari kebisingan, hal ini tidak dirasakan langsung oleh pekerja melainkan secara bertahap dan memakan waktu yang lama sedangkan pada saat pekerja pertama kali mengalami gangguan pendengaran pekerja tidak akan merasakan gangguan tersebut. Untuk mencegah terjadinya gangguan pendengaran alat pelindung yang sebaiknya digunakan adalah earmuff (penutup telinga). Suma’mur (1988) menyatakan bahwa tutup telinga lebih efektif daripada penyumbat telinga (earplug) karena dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar 2025 dB. Penggunaan earmuff berdasarkan ILO (2002) diperlukan bagi penggunaan gergaji rantai dengan tingkat kebisingan lebih dari 85 dB.

Yovi et al. (2006) menyebutkan bahwa chainsaw dengan ukuran panjang 73 cm dapat menghasilkan kebisingan sebesar 97,3 dB. Jenis chainsaw yang digunakan dalam kegiatan penebangan di KP Acacia mangium KPH Bogor

merupakan chainsaw tipe STHIL MS381 dengan ukuran panjang bilah gergaji 60 cm. Kacamata pengaman dan masker penting digunakan untuk melindungi penebang terhadap serbuk kayu yang bertebaran pada saat menebang pohon. Berdasarkan hasil wawancara penebang kesulitan dalam bekerja apabila serbuk kayu mengenai indera pengelihatan yang dapat mengganggu konsentrasi kerja.

Sumber: koleksi pribadi

Gambar 12 Chainsaw tipe STHILMS381 yang digunakan dalam penebangan Menurut ILO (2002) operator chainsaw sebaiknya tidak bekerja dengan beban lebih dari 5 jam per hari. Hal ini bertolak belakang dengan keadaan di lokasi penebangan dimana keseluruhan penebang bekerja antara 57 jam per hari dikarenakan untuk menyelesaikan pencapaian target produksi dan terselesaikannya pekerjaan tepat waktu sesuai yang direncanakan oleh pihak perhutani. Sikap penebang dalam menebang pohon seringkali tidak memperhatikan kondisi sekitar pohon yang sedang ditebang bahwa terdapat pekerja pengumpul kayu bakar yang sedang beraktivitas. Walaupun tidak terjadi hal yang membahayakan karena para penebang sudah memperkirakan rebahnya pohon agar tidak berada cukup dekat dari jangkauan pengumpul kayu bakar, tetapi operator chainsaw beserta mandor lapangan sebagai pengawas penebangan termasuk jarang untuk memberikan peringatan terlebih dahulu ketika akan menyelesaikan takik balas. Suma’mur (1977) menjelaskan bahwa sebelum memulai atau menyelesaikan takik balas, penebang harus mematikan mesin dan memberi peringatan kepada orang-orang yang berada di sekitar ke arah mana kayu akan ditumbangkan.

Dalam melakukan kegiatan delimbing pekerja penebangan termasuk sering menggunakan chainsaw untuk membersihkan cabang dan ranting ketika membagi batang. Hal ini menyebabkan penebang semakin terpapar kebisingan yang dapat melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Yovi et al. (2005) dalam Suryaningsih (2011) menyatakan bahwa setiap hari operator chainsaw terpapar

kebisingan pada kondisi racing yaitu pada kegiatan felling, bucking, dan delimbing selama 3 jam yang berarti bahwa operator chainsaw terpapar kebisingan melebihi batas waktu yang diizinkan baik menurut ISO (International Standard Organization), OSHA (Occupational Safety and Health Association), maupun standar Indonesia. Berdasarkan hasil observasi, penebang tidak pernah menggunakan alat bantu berupa kapak untuk membersihkan cabang dan ranting setelah melakukan penebangan dengan alasan lebih cepat. Walaupun adanya resiko kick back yang dapat membahayakan karena operator chainsaw sering menggunakan ujung bilah gergaji untuk memotong cabang dan ranting namun dengan menggunakan alat bantu (kapak) dalam melakukan kegiatan pemotongan cabang dan ranting dari pohon yang sudah ditebang setidaknya dapat mengurangi tingkat kebisingan yang berkelanjutan setelah melakukan penebangan dan menghilangkan resiko terjadinya kick back (pembalikan).

Peningkatan aspek knowledge dan attitude penebang dapat dilakukan dengan pelatihan (training) dan penyuluhan. Training dilakukan dengan pemberian materi untuk kemudian dilakukan praktek. Adapun upaya yang perlu dilakukan pihak perhutani KPH Bogor untuk meningkatkan aspek pengetahuan dan sikap penebang adalah:

a. Pemberian pelatihan pengenalan dan penggunaan jenis alat pelindung diri lengkap yang harus digunakan dalam penebangan. Sebagian besar penebang hanya mengetahui APD sebatas pelindung tubuh, kaki (sepatu boot), dan topi pengaman.

b. Pemberian penyuluhan terkait dampak penggunaan chainsaw dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran jika selalu menghabiskan waktu lebih dari 5 jam per hari untuk menebang.

c. Pemberian penyuluhan bahwa dengan selalu memberikan peringatan terlebih dahulu sebelum menyelesaikan penebangan akan membantu terciptanya kondisi yang aman bagi pekerja yang berada di sekitarnya.

Pemberian pelatihan dan penyuluhan tidak akan berjalan tanpa adanya dukungan dari pimpinan atas perusahaan, dalam hal ini P2K3 yang telah dibentuk. Pihak perusahaan seharusnya mempertimbangkan kondisi K3 operator chainsaw dengan tidak membebankan penggunaan chainsaw lebih dari 5 jam per hari.

Suryaningsih (2011) menyebutkan bahwa salah satu cara guna mengendalikan kebisingan yaitu dengan pengendalian secara administratif untuk mengurangi waktu pemaparan terhadap intensitas kebisingan dengan mengatur jam kerja, sehingga dapat mencegah terjadinya dampak terburuk (ketulian).

Pengadaan APD bagi operator chainsaw dapat dapat ditentukan berdasarkan penilaian resiko dari resiko terendah hingga resiko ekstrim apabila pihak perusahaan tidak dapat menyediakan secara lengkap. Hal ini berupa APD earmuff (penutup telinga) dan sepatu boot cukup memadai untuk melindungi pendengaran penebang dan bahaya gigitan ular tanah dikarenakan resiko yang didapatkan lebih mendekat pada cacat menetap (akibat kebisingan, luka serius akibat gigitan ular, dan patah tulang akibat terjatuh yang disebabkan pijakan kaki tidak baik).