• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

3.3 Pengolahan Data dan Analisis Data

3.3.4 Uji Wilcoxon

Dalam pengolahan data menggunakan uji statistik nonparametrik, Agusyana dan Islandscript (2011) menyebutkan terdapat tiga jenis uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis penelitian terhadap dua sampel berhubungan (two dependent sample), yaitu: uji tanda (sign test), uji peringkat bertanda Wilcoxon (Wilcoxon sign-rank), dan uji Mc Nemar (Mc Nemar change test).

Suharyadi dan Purwanto (2009) menyatakan bahwa uji peringkat bertanda Wilcoxon bertujuan untuk melihat besarnya perbedaan dari sepasang data dan selanjutnya memerhatikan arah atau tandanya, hal ini berbeda dengan uji tanda yang dimaksudkan untuk melihat adanya perbedaan dan bukan besarnya perbedaan.

Menurut Santoso (2011) uji peringkat bertanda Wilcoxon dilakukan dengan menggunakan dua sampel yang saling berhubungan dan menguji hubungan diantara keduanya (menguji perbedaan yang signifikan antar dua sampel yang berhubungan berdasarkan taraf nyata α yang digunakan). Untuk uji Mc Nemar berdasarkan Sugiyono (2009) digunakan untuk data yang berbentuk nominal/diskrit dan hipotesis penelitian yang digunakan merupakan perbandingan antara nilai sebelum dan sesudah perlakuan/treatment (membuktikan ada tidaknya perubahan).

Berdasarkan karakteristik dari tiga uji statistik nonparametrik untuk dua sampel berhubungan yang telah diuraikan, maka uji Wilcoxon merupakan uji statistik yang digunakan dalam penelitian karena data yang digunakan adalah data ordinal (berperingkat berdasarkan nilai skala Likert) dan hipotesis penelitian yang digunakan untuk menguji perbedaan signifikan antar dua sampel berhubungan dengan memerhatikan besar dan arah perbedaan. Dalam penelitian uji Wilcoxon digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan antara persepsi pekerja dengan control based assessment terhadap kompetensi penerapan K3 dengan melihat perbedaan persepsi pekerja terhadap penilaian objektif yang

dilakukan (overestimate atau underestimate) berdasarkan perbedaan selisih yang dihasilkan (positif atau negatif).

Pengolahan data menggunakan uji Wilcoxon dilakukan dengan software SPSS versi 19. Taraf nyata yang digunakan sebesar 0,05 dan data yang digunakan adalah data yang telah lulus uji validitas dan uji reliabilitas. Alur analisis uji Wilcoxon dapat dilihat pada Gambar 2.

Adapun langkah-langkah yang diperlukan dalam uji peringkat bertanda Wilcoxon (Supranto 2001):

1. Menentukan formulasi hipotesis.

H0: tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan

assiipenilaian berdasarkan standar.

H1: terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan

penilaian berdasarkan standar.

Keterangan : besarnya nilai angka probabilitas (jika < 0,05 maka terdapat perbedaan signifikan/terjadi kesenjangan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar)

Bidang Pekerjaan

(Mandor lapangan, Pekerja Penebangan- Penyaradan-Pengangkutan) Uji Wilcoxon Persepsi Responden Terhadap Kompetensi Penerapan K3 Penilaian Berdasarkan Standar (Control Based Assessment) Knowledge Skill Attitude Knowledge Skill Attitude

2. Menentukan taraf nyata (α), dalam penelitian ini taraf nyata yang digunakan sebesar 0,05.

3. Menyusun pasangan data dan menentukan besar tanda perbedaan (positif, negatif, dan nol jika tidak ada perbedaan) untuk setiap pasangan.

4. Menyusun peringkat menurut besarnya perbedaan tanpa memperhatikan tanda. Peringkat 1 diberikan untuk perbedaan terkecil, peringkat 2 untuk perbedaan terkecil berikutnya, dan seterusnya dengan mengabaikan perbedaan yang menghasilkan nilai nol.

5. Memberikan tanda (positif atau negatif) bagi setiap peringkat yang ditetapkan. 6. Menjumlahkan semua peringkat positif dan kemudian menjumlahkan semua

peringkat negatif. Nilai terkecil dari kedua hasil penjumlahan ditetapkan sebagai nilai hitung T.

7. Menetapkan nilai tabel T dan menentukan nilai tabel yang tepat sesuai dengan jumlah peringkat (mengabaikan yang bertanda nol) dan taraf nyata yang digunakan (α).

8. Menarik kesimpulan statistik tentang hipotesis nol. H0 diterima apabila nilai Thitung > Ttabel

H0 ditolak apabila nilai Thitung≤ Ttabel 3.3.5 Uji Korelasi Spearman Rank

Pengujian hipotesis penelitian yang termasuk dalam bentuk hipotesis asosiatif untuk menguji signifikasi hubungan antara dua peubah atau lebih dapat menggunakan berbagai teknik korelasi berdasarkan bentuk data yang dianalisis. Sugiyono (2009) menyebutkan teknik statistik nonparametrik untuk menguji hipotesis asosiatif terdiri dari tiga jenis, yaitu: uji koefisien kontingensi, uji korelasi peringkat Spearman, dan uji korelasi Kendall tau.

Menurut Suharyadi dan Purwanto (2009), korelasi peringkat Spearman adalah korelasi yang digunakan untuk mengetahui hubungan dua peubah yang berskala ordinal atau berperingkat. Sugiyono (2009) menjelaskan bahwa uji koefisien kontingensi digunakan untuk hubungan antara peubah apabila data yang digunakan berbentuk nominal dan berdasarkan Santoso (2011) uji korelasi Kendall tau lebih mendekati pada data yang berdistribusi normal.

Uji korelasi Spearman merupakan uji statistik nonparametrik untuk menguji hubungan asosiatif antar peubah yang digunakan dalam penelitian karena data yang digunakan ordinal dan memiliki berdistribusi tidak normal. Nilai koefisien korelasi Spearman berkisar dari -1 sampai dengan 1. Apabila koefisien korelasi mendekati 1 dan -1 menunjukkan hubungan yang semakin kuat. Sebaliknya apabila mendekati nilai nol, maka hubungannya semakin lemah. Tanda positif (+) dan negatif (-) menunjukkan arah hubungan dua peubah apakah positif atau negatif.

Besar kecilnya angka korelasi menentukan kuat atau lemahnya hubungan kedua peubah. Sarwono (2006) menentukan tingkat keeratan hubungan antar peubah sebagai berikut:

Tabel 3 Tingkat keeratan hubungan antar peubah

Interval Koefisien Tingkat Hubungan Antar Variabel

00,25 Korelasi sangat lemah (dianggap tidak ada) > 0,25–0,5 Korelasi cukup

> 0,5–0,75 Korelasi kuat

> 0,75– 1 Korelasi sangat kuat

Korelasi peringkat Spearman digunakan untuk mengukur eratnya hubungan antara dua peubah aspek kompetensi yaitu: knowledge dengan skill, knowledge dengan attitude, dan skill dengan attitude.

Pengolahan data menggunakan korelasi peringkat Spearman dilakukan dengan software SPSS versi 19. Taraf nyata yang digunakan sebesar 0,05 dan data yang digunakan adalah data yang telah lulus uji validitas dan uji reliabilitas. Alur analisis korelasi peringkat Spearman dapat dilihat pada Gambar 3.

Skill Attitude

Knowledge

Bidang Pekerjaan

(Mandor lapangan, Pekerja Penebangan-Penyaradan- Pengangkutan)

Uji Spearman Rank

Keterangan : nilai koefisien korelasi antar aspek kompetensi

rs = ) 1 ( 6 1 2 2    n n d

Adapun langkah-langkah yang diperlukan dalam korelasi peringkat Spearman (Supranto 2001):

1. Menentukan formulasi hipotesis.

H0: tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aspek yang diuji.

H1: terdapat hubungan yang signifikan antara aspek yang diuji.

Kriteria uji yang digunakan yaitu: H0 diterima jika angka probabilitas (Assymp

Sig.) > nilai α (Alpha) dan H0 ditolak jika angka probabilitas (Assymp Sig.) < nilai α (Alpha).

2. Menentukan taraf nyata (α), dalam penelitian ini taraf nyata yang digunakan sebesar 0,05.

3. Menyusun peringkat data, yaitu menyusun data menjadi urutan dari terkecil sampai terbesar.

4. Menghitung selisih peringkat antara satu peubah dengan peubah lainnya (menghitung perbedaan peringkat antara pasangan peringkat). Selisih ini biasanya dilambangkan dengan Di.

5. Menghitung koefisien korelasi Spearman dengan rumus:

Keterangan: rs = Koefisien korelasi Spearman

Di = Selisih peringkat untuk setiap data

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas

Kawasan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bogor berada pada wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Bogor, Bekasi dan Tangerang dengan batas-batas geografis sebagai berikut:

a. Bagian Utara berbatasan dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta

b. Bagian Timur berbatasan dengan KPH Purwakarta dan KPH Cianjur c. Bagian Selatan berbatasan dengan KPH Sukabumi dan KPH Banten d. Bagian Barat berbatasan dengan KPH Banten

Secara astronomis (berdasarkan garis lintang dan garis bujur), wilayah KPH Bogor terletak pada 106º20'28”BT107º17'09”BT dan 05º55'24” LS06º48'00”LS. Luas kawasan hutan KPH Bogor berdasarkan sejarah berita acara tata batas (BATB) adalah 90.856,45 ha dan yang telah dikukuhkan seluas 84.360,40 ha tersebar di tiga kelas perusahaan yaitu: KP Acacia mangium, KP Meranti, dan KP Pinus. Dikarenakan adanya kawasan hutan yang masuk dalam perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan Gunung Gede Pangrango, maka luasan kawasan KPH Bogor sampai tahun 2010 adalah 49.342,59 ha.

Kawasan KP Acacia mangium termasuk dalam wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Parung Panjang yang terdiri dari tiga wilayah Resort Pemangkuan Hutan yaitu: RPH Tenjo, RPH Maribaya, dan RPH Jagabaya. Berdasarkan letak administrasi pemerintahan, kawasan BKPH Parung Panjang termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Bogor. Adapun batas-batas geografis wilayah pengelolaan BKPH Parung Panjang sebagai berikut:

a. Bagian Utara berbatasan dengan Kabupaten Tangerang

b. Bagian Timur berbatasan dengan wilayah BKPH Jasinga-Leuwiliang c. Bagian Selatan berbatasan dengan wilayah BKPH Jasinga-Leuwiliang d. Bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak

Secara astronomis (berdasarkan garis lintang dan garis bujur), wilayah KP Acacia Mangium terletak pada: 106º26'03”BT106º35'16”BT dan 06º20'59”LS 06º27'01”LS. Luas KP Acacia mangium KPH Bogor berdasarkan Rencana

Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) jangka perusahaan 1 Januari 2011 sampai dengan 31 Desember 2015 adalah 5.365,24 ha.

PETA WILAYAH ADMINISTRASI KAB.BOGOR

Sumber: geospasial.bnp.go.id

Gambar 4 Peta wilayah administrasi Kabupaten Bogor

4.2 Kondisi Fisik 4.2.1 Iklim

Wilayah KPH Bogor memiliki iklim tropis dengan curah hujan rata-rata per tahun 3000 mm/tahun atau rata-rata curah hujan per bulan mencapai 250 mm/bulan. Suhu udara berfluktuasi antara 180C260C. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson (1951), wilayah KPH Bogor memiliki kriteria bulan basah dengan rata-rata curah hujan per bulan > 100 mm/bulan.

Kawasan hutan KP Acacia mangium memiliki nilai perbandingan antara jumlah bulan basah (curah hujan > 100 mm/bulan) dan bulan kering (curah hujan < 60 mm/bulan) sebesar 0–14,30 % sehingga termasuk kategori tipe iklim A dengan curah hujan 2.482 mm/tahun.

4.2.2 Topografi

Kawasan hutan KPH Bogor terdiri dari hutan dataran rendah (KP Acacia mangium dan KP Payau) serta hutan pegunungan (KP Pinus dan KP Meranti) dengan bentuk lapangan landai, bergelombang, dan berbukit (kemiringan 0% sampai lebih dari 45%). KP Acacia mangium memiliki kelerengan yang relatif datar (08%) hingga agak curam (1525%). Berdasarkan ketinggian tempat dari

permukaan laut, kawasan KP Acacia mangium berada pada ketinggian 38–113 m dari permukaan laut yang terdiri dari: kelompok hutan Cikadu I&II (38–75 m dari permukaan laut), kelompok hutan Yanlava (38–88 m dari permukaan laut), dan kelompok hutan Parung Panjang IIII (50–113 m dari permukaan laut).

4.2.3 Geologi

Berdasarkan peta tinjau tanah Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, jenis tanah pada kawasan hutan KP Acacia mangium KPH Bogor adalah podsolik merah kekuningan dan podsolik kuning dengan jenis batuan sebagian besar adalah oliocene dan sedimentary facies (Tabel 4).

Tabel 4 Sebaran jenis tanah dan batuan pembentuk tanah kawasan hutan KP Acacia mangium

No .

RPH Petak

Jenis Tanah Batuan Tanah

1 Tenjo 13 Podsolik kuning oliocene, sedimentary facies 410, 1214, 1618 Podsolik merah kekuningan oliocene, sedimentary facies

2 Maribaya 11, 1937 Podsolik merah

kekuningan oliocene, sedimentary facies 3 Jagabaya 3854, 5657 Podsolik merah kekuningan oliocene, sedimentary facies 55 Podsolik kuning oliocene, sedimentary facies

Sumber: RPKH Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor Jangka Perusahaan 20112015

4.2.4 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Kawasan hutan KPH Bogor termasuk dalam DAS Ciliwung, Cisadane, Citarum, Cidurian, Cimanceuri, dan Kali Bekasi. Untuk kawasan hutan KP Acacia mangium termasuk dalam wilayah DAS Cidurian dengan Sub DAS Cimatuk dan DAS Cimanceuri dengan Sub DAS Cipangaur (Tabel 5).

Tabel 5 Pembagian wilayah KP Acacia mangium berdasarkan aliran DAS

DAS RPH Luas (ha)

Cidurian Tenjo 1.536,15

Cidurian Maribaya 1.212,40

Cimanceuri Maribaya 914,99 Cimanceuri Jagabaya 1.733,70

Sumber: RPKH Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor Jangka Perusahaan 20112015

4.3 Kondisi Sumberdaya Hutan

Dalam pembagian wilayah kerja, luas kawasan hutan KPH Bogor yang termasuk dalam wilayah administratif pemerintahan Kabupaten Bogor, Bekasi, dan Tangerang sebesar 49.342,59 ha (Tabel 6).

Tabel 6 Rekapitulasi luas kawasan hutan Perum Perhutani KPH Bogor

aaaaaaaaasberdasarkan wilayah administratif pemerintahan Tahun 2010

No. Kabupaten BKPH RPH Luas (ha)

1 Bogor Bogor Babakan Madang 3.022,80 Cipayung 2.568,60 Cipamingkis 3.665,82 Jumlah 9257,22 2 Bogor Leuwiliang Leuwiliang 973,00 Gobang 2.164,22 Nanggung 83,65 Jumlah 3.220,87 3 Bogor Jonggol Cariu 3.504,60 Tinggarjaya 6.224,92 Gunung Karang 4.603,84 Jumlah 14.333,36

4 Bogor Parung Panjang

Tenjo 1.536,15

Jagabaya 1.733,70

Maribaya 2.095,39

Jumlah 5.365,24

5 Bogor Jasinga Cirangsad 3.338,31

Cigudeg 1.994,89

Jumlah 5.333,20

6 Bekasi Ujung Karawang

Muara Gembong 2.443,75

Singkil 3.318,50

Pondok Tengah 4.718,90

Jumlah 10.481,15

7 Tangerang Parung Panjang Tangerang 1.351,55

Total (ha) 49.342,59

Sumber: RPKH Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor Jangka Perusahaan 20112015

Pembagian wilayah berdasarkan tujuan pengelolaan hutan, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.195/Kpts-II/2003 tanggal 4 Juli 2003 tentang

penunjukkan kawasan hutan (hutan lindung, hutan produksi tetap, dan hutan produksi terbatas), wilayah KPH Bogor terbagi menjadi seperti dalam Tabel 7. Tabel 7 Luas fungsi kawasan hutan KPH Bogor berdasarkan wilayah administratif

aaaaaaaipemerintahan Tahun 2010

No Fungsi Hutan

Kabupaten

Total (ha)

Bogor Bekasi Tangerang

1 Hutan Lindung (ha) - 5.311,15 1.351,55 6.662,70

2 Hutan Produksi

Tetap (ha) 20.057,38 5.170,00 - 25.227,38

3 Hutan Produksi

Terbatas (ha) 17.452,51 - - 17.452,51

Jumlah 37.509,89 10.481,15 1.351,55 49.342,59

Sumber: RPKH Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor Jangka Perusahaan 20112015

4.4 Kondisi Sosial

4.4.1 Pengembangan Wilayah Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor dengan luas 230.195 ha (2.301,95 Km2) terdiri dari 40 kecamatan dan 428 desa/kelurahan. KPH Bogor dengan luas wilayah 49.342,59 ha dikelilingi oleh 25 kecamatan dengan 89 desa yang terdiri dari: 68 desa di wilayah kabupaten Bogor, 14 desa di wilayah kabupaten Tangerang, dan 7 desa di kabupaten Bekasi. Secara administrasi pemerintahan, KP Acacia mangium berada di wilayah kabupaten Bogor dengan 2 kecamatan dan 14 desa (Tabel 8).

4.4.2 Pembinaan Masyarakat Desa Hutan

Bagian Hutan Parung Panjang yang sebagian besar wilayahnya berupa dataran dengan sebaran kawasan hutan yang dikelilingi enclave mengakibatkan terciptanya interaksi sosial yang sangat kompleks, terutama dalam hal penggarapan lahan di kawasan hutan. Hampir seluruh lokasi enclave berupa sawah yang berbentuk menjari mengelilingi hutan sehingga tuntutan masyarakat untuk ikut menggarap kawasan hutan sulit untuk dikendalikan.

Kegiatan PHBM yang sifatnya berada dalam kawasan di wilayah KP Acacia mangium meliputi kegiatan penanaman, penjarangan, dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (komoditi padi). Berdasarkan laporan statistik pemanfaatan HHBK di KP Acacia mangium pada tahun 2008 dan 2009, realisasi pemanfaatan HHBK dengan jenis padi menghasilkan 3.913 ton dengan luas areal

2.115 ha pada tahun 2008 dan 3.815 ton dengan luas areal 2.062 ha pada tahun 2009.

Tabel 8 Wilayah administratif kelas perusahaan Acacia mangium

No. RPH Wilayah Administratif Luas (ha)

Kabupaten Kecamatan Desa

1 Jagabaya Bogor Parungpanjang

Tenjo Cikuda Dago Gorowong Jagabaya Pingku Gintung Cilejit Ciomas 100,44 144,72 424,75 160,76 67,72 261,25 574,06 Jumlah 1.733,70

2 Maribaya Bogor Tenjo

Jasinga Batok Jagabaya Ciomas Tapos Barengkok Pangeur 381,23 1,76 97,72 402,28 836,42 375,98 Jumlah 2.095,39

3 Tenjo Bogor Tenjo Babakan

Bojong Singabraja Batok Pangaur 580,55 202,76 232,30 71,65 448,89 Jumlah 1536,15 KP Acacia mangium 5.365,24

Sumber: RPKH Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor Jangka Perusahaan 20112015

4.5 Kegiatan Pemanenan Kayu

Kegiatan pemanenan kayu di KPH Bogor menggunakan sistem silvikultur Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB) dengan menanam kembali lokasi-lokasi tebangan setelah dilakukan tebang habis. Kegiatan tebang habis khusus dilakukan hanya pada areal hutan produksi.

Berdasarkan SK Direktur Jendral Kehutanan No.143/KPTS/DJ/I/74Tahun 1974, Surat Kepala Biro Perencanaan dan Pengembangan Perusahaan No.534/052.4/Renbang/III tahun 2003, serta Surat Kepala Biro Perencanaan dan Pengembangan Perusahaan Unit III Jawa Barat dan Banten No.364/053.4/ Renbang/III Tahun 2003 perihal istilah tebangan, tebangan Acacia mangium dibedakan menjadi:

1) Tebangan A/Tebangan Hutan Produktif Sesuai Etat

Tebangan A atau Tebangan Hutan Produktif Sesuai Etat adalah penebangan hutan produksi dari kelas perusahaan tebang habis yang pada umumnya digunakan sebagai dasar untuk perhitungan etat tebangan. Tebangan habis biasa pada kawasan hutan tetap dibagi menjadi:

a) A.1 = Lelesan bidang tebang habis jangka lampau yaitu lapangan yang telah ditebang habis dalam jangka perusahaan yang lalu.

b) A.2 = Tebang habis biasa pada jangka yang berjalan yaitu penebangan habis biasa yang dilaksanakan dalam jangka berjalan.

c) A.3 = Tebang habis biasa pada jangka berikut yaitu lapangan-lapangan yang akan ditebang dalam jangka perusahaan yang akan datang.

2) Tebangan B/Persiapan Rehabilitasi

Tebangan B atau Persiapan Rehabilitasi pada kawasan hutan tetap adalah tebangan habis untuk hutan yang produktif dari lapangan yang baik untuk tebang habis dan dari lapangan yang tidak baik untuk tebang habis. Tebangan B dibagi menjadi:

a) B.1 = tebang habis bidang-bidang yang tidak produktif tetapi baik untuk perusahaan tebang habis yaitu penebangan habis pada lapangan tak produktif tetapi disediakan untuk penghasilan kayu Acacia mangium, meliputi tanah kosong (TK) dan tanaman Acacia mangium bertumbuhan kurang (TABK). Istilah yang sama untuk tebangan B.1 dari kelas hutan tidak produktif (TK) dan tanaman Acacia mangium bertumbuhan kurang (TABK) adalah persiapan rehabilitasi, sedangkan istilah yang sama untuk tebangan B.1 dari kelas hutan tanaman kayu lain (TKL) adalah persiapan rehabilitasi ke jenis kelas perusahaan.

b) B.2 = tebang habis hutan-hutan yang buruk untuk perusahaan tebang habis, yaitu penebangan habis pada lapangan yang tidak baik untuk tebang habis. 3) Tebangan C/Konversi untuk Pembangunan Non Kehutanan

Tebangan C (tebangan habis hutan yang dihapuskan), yaitu penebangan habis pada lapangan-lapangan yang pada permulaan jangka perusahaan telah dihapuskan. Bentuk tebangan ini meliputi bidang-bidang yang setelah ditebang

ditanam kembali. Istilah yang sama untuk jenis tebangan C adalah Konversi untuk Pembangunan Non Kehutanan.

4) Tebangan D/Persiapan Rehabilitasi yang Tidak Direncanakan

a) D.1 = Tebangan pembersihan atau tebangan limbah adalah penebangan pohon- pohon yang tertekan.

b) D.2 = Tebangan tak tersangka adalah penebangan yang berasal dari lapangan- lapangan yang mengalami kerusakan akibat angin atau akan dibuat jalan dan sebagainya.

5) Tebangan E/Penjarangan atau Pemeliharaan Hutan

Tebangan E merupakan tindakan silvilkultur, dilaksanakan secara periodik untuk memberikan tempat dan ruang tumbuh yang optimal sehingga diperoleh kayu konstruksi dan kayu industri yang berukuran besar dengan kualitas tinggi sesuai dengan kemampuan tempat tumbuh dengan penekanan pada tegakan tinggal di akhir daur. Selain itu penjarangan dapat meningkatkan fungsi hidrologis dari kawasan hutan tersebut. Berdasarkan laporan rencana dan realisasi tebangan tahun 2006-2010, jenis tebangan yang dilakukan di BKPH Parung Panjang adalah tebangan A, B, dan E.

Sumber: koleksi pribadi

Gambar 5 Kegiatan penebangan pohon (kiri) dan pembagian batang (kanan) Kegiatan penebangan di KPH Bogor kelas perusahaan (KP) Acacia mangium dilakukan dengan menggunakan chainsaw. Pekerja untuk kegiatan penebangan umumnya berasal dari masyarakat di sekitar hutan. Sebelum memulai pekerjaan sebagai penebang, operator chainsaw diberikan pelatihan (jobtraining) terlebih dahulu mengenai cara-cara menebang yang baik dan benar mulai dari penentuan arah rebah, pembuatan takik rebah dan takik balas hingga pembagian batang. Kegiatan pembagian batang dilakukan dengan memperhatikan kualitas kayu (termasuk menghindarkan cacat fisik yang ada) dari pangkal hingga ujung

kayu dan dilakukan seefisien mungkin agar tidak menghasilkan limbah kayu yang dapat merugikan perusahaan dikarenakan sortimen log yang dihasilkan akan digunakan untuk keperluan kayu perkakas.

Pembagian batang pada KP Acacia mangium terdiri dari tiga jenis sortimen yaitu:

1. Sortimen kayu bundar kecil Acacia mangium (AI) dengan panjang (120 cm, 160 cm, 200 cm) dan diameter 10 cm–19 cm.

2. Sortimen kayu bundar sedang Acacia mangium (AII) dengan panjang (120 cm, 160 cm, 200 cm) dan diameter 20 cm–29 cm.

3. Sortimen kayu bundar besar Acacia mangium (AIII) dengan panjang (120 cm, 160 cm, 200 cm) dan diameter 30 cm up.

Penyaradan dilakukan setelah kegiatan pembagian batang selesai dilakukan, sesuai dengan jalan sarad yang telah dibuat terlebih dahulu (mengikuti pola/alur jalan sarad) untuk meminimalkan dampak kerusakan pada tanah dan tumbuhan bawah.

Sumber: koleksi pribadi

Gambar 6 Kegiatan penyaradan kayu

Sistem penyaradan yang diterapkan di KP Acacia mangium KPH Bogor merupakan sistem penyaradan secara manual dengan menggunakan tenaga manusia. Dalam pelaksanaannya, penyarad yang merupakan mitra kerja perum perhutani menyarad sortimen log dari lokasi tebangan langsung ke alat angkutan (truk) dengan cara dipikul (diletakkan di atas bahu) secara perorangan untuk sortimen AI dan sebagian AII (dengan panjang dan diameter yang masih dapat dijangkau untuk dipikul perorangan). Untuk jenis sortimen log ukuran besar (AIII) dan AII (dengan panjang dan diameter yang sulit dijangkau untuk dipikul perorangan), penyaradan dilakukan secara beregu 4 orang dengan cara mengikat

sortimen dengan tali dan dipikul dengan dengan menggunakan bantuan tongkat/kayu pemikul.

Kegiatan pemuatan dilakukan secara manual oleh penyarad yang sama bersamaan dengan dilakukannya penyaradan. Hal ini disebabkan kayu yang disarad dengan cara dipikul langsung dimasukkan ke dalam alat angkut (truk).

Sumber: koleksi pribadi

Gambar 7 Kegiatan pemuatan kayu (kiri) dan pengangkutan kayu (kanan) Pengangkutan merupakan kegiatan pemindahan kayu (log) dari tempat pengumpulan ke tujuan akhir. Terdapat 8 tempat tujuan akhir pengangkutan kayu untuk diolah menjadi kayu perkakas yang terdiri dari: 3 pabrik pengolahan kayu mitra kerja perhutani, 4 tempat pengumpulan khusus (TPKh), dan 1 TPn. Supir truk yang digunakan sebagai pengangkut sortimen log di Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor merupakan mitra kerja perhutani yang disewa dengan sistem pembayaran upahnya adalah per 1 rit (1 kali angkutan). Dalam 1 rit kapasitas kayu (volume) yang diangkut berkisar antara 4 m35m3.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden

Responden merupakan pekerja (karyawan) maupun mitra kerja perhutani di bidang pemanenan kayu, yang terdiri dari 6 mandor lapangan, 11 pekerja penebangan (operator chainsaw), 23 pekerja penyaradan, dan 11 pekerja pengangkutan (supir truk).

Tabel 9 Karakteristik responden berdasarkan umur, pengalaman kerja, dan I pendidikan

No. Karakteristik

Responden Kategori

Mandor

lapangan Penebang Penyarad Pengangkut

∑ % ∑ % ∑ % ∑ % 1 Umur (tahun) 17-26 - 5 45,45 2 8,7 1 9,09 27-36 5 83,33 3 27,27 13 56,52 4 36,36 37-46 1 16,66 2 18,18 7 30,44 2 18,18 47-56 - 1 9,09 1 4,34 4 36,36 2 Pengalaman kerja (tahun) ≤ 5 - 7 63,64 9 39,13 7 63,64 6 – 10 1 16,66 3 27,27 8 34,78 2 18,18 11- 15 5 83,33 1 9,09 5 21,74 1 9,09 >15 - - 1 4,35 1 9,09 3 Pendidikan SD/ Sederajat - 11 100 20 86,96 8 72,73 SMP/ Sederajat 1 16,16 - 2 8,69 1 9,09 SMA/ Sederajat 5 83,33 - 1 4,35 2 18,18 Keterangan : ∑ (jumlah); % (persentasi)

Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa pekerja berada dalam usia 17–56 tahun dengan usia termuda 18 tahun yang terdapat pada responden penebangan dan tertua 56 tahun yang terdapat pada responden pengangkutan. Sebagian besar pekerja berada dalam usia produktif dengan pengalaman kerja yang bervariasi. Pengalaman kerja responden menunjukkan lamanya masa kerja responden sebagai karyawan maupun mitra kerja perum perhutani KPH Bogor hingga penelitian dilaksanakan. Mandor lapangan merupakan karyawan perum perhutani yang terikat secara langsung pada perusahaan sedangkan operator chainsaw, penyarad, dan supir truk merupakan mitra kerja perhutani yang menjalin hubungan kerja sama dalam kegiatan pemanenan kayu pada kelas perusahaan Acacia mangium dengan jenis produk utama kayu perkakas. Pekerja dengan pengalaman kerja

terendah berada pada penyarad dengan lama kerja 1 bulan dan pekerja dengan pengalaman kerja tertinggi berada pada pengangkutan (supir truk) dengan lama kerja 33 tahun. Adapun pengalaman kerja mandor lapangan berkisar antara 10 hingga 14 tahun sudah menunjukkan bahwa mandor lapangan memiliki pengalaman kerja yang tergolong baik.

Untuk tingkat pendidikan, sebagian besar mandor lapangan adalah lulusan sekolah menengah atas dengan persentasi sebesar 83,33% sedangkan keseluruhan pekerja penebangan berpendidikan tingkat sekolah dasar (100%) dan sebagian besar termasuk tidak menyelesaikan pendidikannya. Pada pekerja penyaradan dan pengangkutan (supir truk), sebagian besar tingkat pendidikannya adalah sekolah dasar dengan persentasi masing-masing sebesar 86,96 % dan 72,73%.