• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) dan Kecelakaan Kerja

Dalam peningkatan produktivitas, faktor kesehatan dan keselamatan kerja memiliki peran penting terhadap bertambahnya produksi akibat terjaminnya kesejahteraan sumberdaya manusia. Dalam jangka panjang, pengeluaran biaya untuk pencegahan dan pemeliharaan keselamatan dan kesehatan kerja lebih menguntungkan daripada mengeluarkan biaya akibat terjadinya kecelakaan kerja (Gani 1992).

Keselamatan kerja atau occupational safety, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Definisi sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental, dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya (Direktorat Sarana Prasarana ITB 2009).

Keselamatan dan kesehatan kerja menunjuk kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja perusahaan. Sebuah perusahaan yang melaksanakan tindakan-tindakan keselamatan dan kesehatan yang efektif, berdampak pada lebih sedikit pekerja yang mengalami cedera atau penyakit jangka pendek maupun jangka panjang sebagai akibat dari pekerjaan (Rivai & Sagala 2009).

Gani (1992) menjelaskan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja tidak dapat terpisahkan satu dengan lainnya, dimana kesehatan kerja tidak akan terlaksana dengan baik bila tindakan dan kegiatan-kegiatan keselamatan kerja tidak terlaksana. Sebaliknya kegiatan keselamatan kerja tidak berjalan dengan baik, bila sumberdaya manusia tidak sehat baik jasmani maupun rohani, misalnya terjangkitnya stress dan ketidakpuasan kerja, dan gangguan kesehatan menahun atau insidental.

Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Pengertian hampir celaka, dalam istilah safety disebut dengan insiden (incident), “near-miss” atau “near-accident” adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses (Direktorat Sarana Prasarana ITB 2009).

Menurut Suma’mur (1977) istilah kecelakaan akibat kerja meliputi seluruh kecelakaan yang dikarenakan oleh pekerjaan dan semua penyakit-penyakit akibat kerja. Suatu kecelakaan disebabkan oleh suatu peristiwa luar yang tiba-tiba dan tak terduga, sedangkan suatu penyakit akibat kerja adalah akibat pengaruh buruk yang lama seperti oleh getaran atau kebisingan.

Berdasarkan ILO (2002) kecelakaan kerja yang timbul akibat atau selama pekerjaan dapat mengakibatkan kecelakaan kerja yang fatal dan kecelakaan kerja yang tidak fatal. Menurut Rahardjo dan Sunarsiah (2008), kecelakaan kerja dapat dikategorikan berupa: (1) Kecelakaan di tempat kerja, dimana tenaga kerja melakukan pekerjaannya sehari-hari sesuai tugasnya. (2) Kecelakaan di luar tempat kerja, yang terjadi dalam perjalanan pergi atau pulang dari rumah menuju tempat kerja. (3) Penyakit akibat kerja, yang timbul karena hubungan kerja dan dipandang sebagai kecelakaan kerja.

Kecelakaan kerja harus dibuat klasifikasinya sebagai berikut: (a) Kematian, yaitu kecelakaan-kecelakaan yang berakibat kematian/tidak pandang mengenai saat yang telah berlalu diantara tanggal terjadinya kecelakaan dan tanggal kematian. (b) Cacat menetap, yaitu kecelakaan-kecelakaan yang menyebabkan kerusakan fisik/mental yang menetap. (c) Cacat sementara, yaitu kecelakaan yang berakibat cacat untuk bekerja sekurang-kurangnya satu hari penuh diluar hari terjadinya kecelakaan. (d) Kasus-kasus lain, yaitu kecelakaan- kecelakaan yang berakibat cacat untuk bekerja kurang daripada keadaan (c) dan tidak mengalami cacat menetap (Suma’mur 1977).

Menurut Safitri (1998) kecelakaan kerja terjadi karena adanya faktor teknologi, manajemen, dan manusiawi. Faktor teknologi adalah teknologi dan manajemen yang digunakan untuk melakukan kegiatan produksi dalam

perusahaan. Faktor manusiawi yaitu perilaku atau kebiasaan kerja yang buruk, dan faktor manajemen berupa prosedur yang berkaitan dengan K3 serta pengawasan yang kurang baik, termasuk membiarkan keadaan yang kurang aman.

Sudradjad (1998) menyebutkan bahwa definisi kasus kecelakaan kerja yang recordable adalah setiap jenis kecelakaan kerja atau luka (ilness) yang menyebabkan: (1) Kematian/fatality tanpa memperhatikan tenggang waktu antara kecelakaan dan kematian, atau lamanya korban dirawat. (2) Hilangnya hari kerja, selain dari kematian yang menyebabkan hilangnya hari kerja. Kehilangan hari kerja (lost work days) adalah jumlah hari kerja (yang berurutan atau tidak) setelah kecelakaan, dimana pekerja seharusnya bekerja tetapi tidak dapat melakukan pekerjaannya. (3) Kasus non fatal tanpa kehilangan hari kerja tetapi menyebabkan korban dipindahkan ke jenis pekerjaan lain atau harus diputuskan hubungan kerja, memerlukan perawatan dokter bukan hanya sebatas P3K (first aid), dan menyebabkan hilangnya kesadaran yang menghambat untuk bekerja.

2.2 Pengetahuan (knowledge), Keterampilan (skill), dan Sikap (attitude)

Pengetahuan merupakan perpaduan yang cair dari pengalaman, nilai, informasi kontekstual, dan kepakaran yang memberikan kerangka berfikir untuk menilai dan memadukan pengalaman serta informasi baru. Pengetahuan dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu: pengetahuan tentang sesuatu, pengetahuan tentang mengerjakan sesuatu, pengetahuan menjadi diri sendiri, dan pengetahuan tentang cara bekerja dengan orang lain. Sedangkan tingkatan pengetahuan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: mengetahui bagaimana melaksanakan, mengetahui bagaimana memperbaiki, dan mengetahui bagaimana mengintegrasikan (Suharsaputra 2007).

Pengetahuan dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi ilmu apabila memenuhi tiga kriteria yaitu: objek kajian, metode pendekatan, dan bersifat universal (Mulyo 2008).

Pengetahuan adakalanya dikategorikan sebagai terstruktur, tidak terstruktur, eksplisit, atau implisit (Kim 2000, dalam Siregar 2005). Jika pengetahuan diorganisasikan dan mudah didiseminasikan disebut pengetahuan terstruktur. Pengetahuan yang tidak terstruktur dan dipahami, tetapi tidak dengan jelas dinyatakan adalah pengetahuan implisit. Pengetahuan implisit juga disebut

keahlian dan pengalaman pekerja yang belum didokumentasikan secara formal (Laudon and Laudon 2002, dalam Siregar 2005).

Secara sederhana definisi keterampilan adalah kemampuan mengubah sesuatu yang ada menjadi apa yang dikehendaki sesuai dengan rencana. Keterampilan menyangkut pengenalan bahan, input, atau apa yang dapat diolah. Keterampilan juga terkait dengan tahap-tahap pelaksanaan pengolahan serta bobot atau jumlah energi yang dibutuhkan, bahkan kemungkinan-kemungkinan penyimpangan dan perkecualian (Chandra 2003).

Sikap adalah suatu gagasan berupa aspek emosional yang memberikan kecenderungan berperilaku dalam kehidupan sosial. Definisi ini menunjukkan bahwa sikap memiliki tiga komponen: (1) Komponen kognitif, yaitu representasi pandangan (gagasan) yang umumnya berisi kategori (kepercayaan stereotipe) yang digunakan dalam menanggapi masalah isu yang berbeda. (2) Komponen afektif, yaitu perasaan yang menyangkut aspek emosional. (3) Komponen perilaku, yaitu kecenderungan untuk berperilaku (Triandis 1971).

Menurut McClelland dalam Rivai dan Sagala (2009) mendefinisikan kompetensi terdiri dari: aspek keterampilan, pengetahuan, peran sosial, sifat, dan motif. Keterampilan dan pengetahuan lebih mudah untuk dikenali dan dikembangkan melalui proses belajar dan pelatihan yang relatif singkat dibandingkan aspek peran sosial, citra diri, dan motif yang lebih sulit untuk diidentifikasi serta membutuhkan waktu lebih lama untuk memperbaiki dan mengembangkannya.