• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KONDISI SISTEM AGROINDUSTRI KARET REMAH

Gambaran Umum Agroindustri Karet Remah Responden

Untuk memperoleh gambaran umum agroindustri karet remah yang menjadi obyek kajian dilakukan survey lapangan terhadap sepuluh perusahaan pengolahan karet remah yang berlokasi di provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Jawa Barat. Pemilihan perusahaan dilakukan secara purposive sampling mengacu pada keragamanan perusahaan,

ditinjau dari status perusahaan, lama produksi, kapasitas produksi, jenis bahan baku dan produk, serta kegiatan pengelolaan lingkungan. Perusahaan karet remah yang diteliti dikhususkan pada industri yang mengolah bahan baku berupa bahan olah karet (bokar) koagulan menjadi karet remah. Disamping mendapatkan kondisi mutakhir agroindustri karet remah, dilakukan juga penyebaran seperangkat kuesioner kepada karyawan dan manajemen di perusahaan karet remah yang disurvey tersebut.

Sebaran wilayah dan kategori perusahaan karet remah yang disurvey disajikan pada Gambar 14a dan 14b. Delapan perusahaan karet remah tersebut merupakan perusahaan swasta, satu perusahaan perkebunan swasta, dan satu perusahaan perkebunan negara. Dari kedelapan perusahaan swasta tersebut, empat perusahaan berstatus Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), satu perusahaan berstatus Penanaman Modal Asing (PMA) yang berafiliasi ke perusahaan induk di Jepang, dan tiga perusahaan berstatus PMA berafiliasi ke Singapura. Kapasitas produksi agroindustri karet remah yang diteliti cukup beragam, yakni berkisar antara 5.400 – 93.000 ton per tahun seperti disajikan pada Gambar 15.

(a) (b)

Gambar 15 Sebaran kapasitas produksi agroindustri karet remah yang diteliti.

Diantara kesepuluh perusahaan karet remah tersebut, PT_D memiliki kapasitas produksi terbesar yaitu 93,000 ton per tahun sementara kapasitas produksi terkecil dihasilkan oleh PT_J sebesar 5.400 ton per tahun. Secara empiris agroindustri karet remah Indonesia beroperasi pada kapasitas olah antara 1,500 – 90,000 ton per tahun (Gapkindo 2010). Menurut Haris (2006), agroindustri karet remah dengan kisaran kapasitas tersebut telah mampu memberikan keuntungan yang layak untuk berproduksi. Berdasarkan batasan kapasitas produksi per tahun (Haris 2006), agroindustri karet remah yang disurvey didominasi oleh perusahaan dengan kapasitas besar (lebih dari 36,000 ton per tahun) dan kapasitas medium (18,000 – 36,000 ton per tahun).

Ditinjau dari kondisi bahan baku yang digunakan, terdapat keragaman yang cukup besar dari aspek jenis, kondisi visual, dan umur bahan baku sumbernya. Sebagian besar perusahaan memperoleh bahan baku dari karet hasil perkebunan rakyat (bokar), kecuali pada perusahaan yang merupakan perusahaan perkebunan swasta dan negara (PT_B dan PT_J) bahan baku sebagian besar dipasok dari hasil kebun sendiri. Tampilan visual jenis bahan baku yang digunakan pada agroindustri karet remah yang diteliti disajikan pada Gambar 16. Bahan baku yang paling dominan digunakan adalah slab, ojol, dan lump yang

umumnya mengandung kotoran seperti tatal, lumpur, pasir, kayu, daun, plastik, dan lain sebagainya yang seringkali secara sengaja dicampurkan ke dalam bokar.

24.000 28.800 36.000 93.000 60.000 65.000 55.000 50.000 60.000 5.400 - 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 PT_A PT_B PT_C PT_D PT_E PT_F PT_G PT_H PT_I PT_J

lump slab tatal

Gambar 16 Keragaman bahan olah karet pada agroindustri karet remah yang diteliti.

Dengan kondisi bahan olah yang dimiliki oleh agroindustri karet remah swasta tersebut, maka sebagian besar jenis mutu produk yang dihasilkan adalah jenis mutu low grade yaitu SIR 10 dan SIR 20. Sementara pada perusahaan perkebunan, baik perkebunan

swasta (PT_B) maupun perkebunan negara (PT_J), produk yang dihasilkan umumnya tergolong mutu high grade diantaranya SIR 3L/CV, SIR 5, SIR 10VK, disamping jenis

mutu SIR 10 dan SIR 20. Sebaran jenis produk karet remah yang dihasilkan oleh agroindustri karet remah tersebut dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17 Jenis produk yang dihasilkan agroindustri karet remah yang diteliti.

Sebagian besar agroindustri karet remah yang disurvey tersebut telah cukup lama beroperasi dengan rata-rata lama produksi sekitar 30 tahun, kecuali PT_C yang tergolong

- 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 PT_A PT_B PT_C PT_D PT_E PT_F PT_G PT_H PT_I PT_J Produksi (ton/tahun)

relatif baru dengan lama produksi sepuluh tahun. Dari aspek sistem manajemen mutu, hampir seluruh agroindustri karet remah yang disurvey (90 persen) memperlihatkan komitmen yang tinggi terhadap mutu produk karet remah yang dihasilkan yang diwujudkan dari perolehan sertifikasi manajemen mutu ISO 9001 kecuali PT_C. Disamping perolehan sertifikasi mutu ISO 9001, sebanyak 20 persen agroindustri karet remah yang disurvey (PT_B dan PT_J) juga telah memperoleh sertifikat sistem manajemen lingkungan ISO 14001. Berkenaan dengan penilaian aspek pentaatan lingkungan yang dilakukan oleh Kementrian Negara Lingkungan Hidup, seluruh agroindustri karet remah yang disurvey berada pada peringkat ”Biru”. Hal tersebut mengindikasikan bahwa upaya pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh agroindustri karet remah telah memenuhi baku mutu lingkungan (BML) minimal yang dipersyaratkan oleh Kepmen LH No.51/Men- LH/1995 dan Peraturan Gubernur setempat.

Hasil paparan terhadap kondisi umum agroindustri karet remah tersebut di atas memperlihatkan bahwa perusahaan-perusahaan karet remah sesungguhnya telah memiliki kepedulian terhadap lingkungan hidup, hanya saja prioritas perusahaan masih pada upaya pemenuhan regulasi lingkungan (command and control), belum pada tatanan proaktif

melalui penerapan manajemen produksi bersih pada daur hidup proses produksi karet remah seperti diindikasikan pada perolehan peringkat ”Biru”. Hingga saat ini belum ada perusahaan karet remah yang berhasil memperoleh peringkat ”Hijau” dari Kementrian Negara Lingkungan Hidup. Namun demikian, selain memenuhi regulasi lingkungan, perusahaan karet remah yang berstatus perkebunan juga telah memiliki kerangka sistem manajemen lingkungan yang diwujudkan melalui perolehan sertifikasi ISO 14001 untuk mendukung citra agroindustri karet remah Indonesia yang ramah lingkungan di pasar internasional disamping kemampuan memberikan jaminan terhadap mutu produk sebagai satu keharusan.

Kondisi teknologi produksi agroindustri karet remah responden

Pada umumnya prosedur kerja dan proses produksi yang dilakukan perusahaan dalam menghasilkan karet remah tidak jauh berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Perbedaan yang ada ditemukan hanya pada kebutuhan intensitas pencucian bokar. Walaupun berdasarkan SNI 06-2047-2002 terdapat empat jenis bahan olah karet (bokar) untuk pengolahan karet remah, namun semua perusahaan agroindustri

karet remah yang disurvey menggunakan koagulum karena bahan baku lateks umumnya diolah menjadi lateks pekat untuk keperluan industri sarung tangan dan benang karet. Proses produksi karet remah tersebut secara umum akan dijelaskan pada bagian berikut ini. 1) Bahan baku koagulum lapangan berupa lump/slab/tatal dengan ketebalan dapat melebihi

15 cm sebagaimana disajikan pada Gambar 16 diklasifikasikan mutunya berdasarkan pengamatan visual. Sortasi bahan baku umumnya didasarkan pada ketebalan, kebersihan (kadar kontaminan) atau penggunaan bahan penggumpal yang tidak dianjurkan. Biasanya sortasi dilakukan pada saat penerimaan bahan olah, dengan cara memotong bahan olah menjadi dua atau empat bagian menggunakan pisau pemotong berputar. Berbeda dengan karet smoked sheet atau crepe, karet remah dapat dibuat dari

koagulum baik yang segar maupun yang sudah lama terperam, dengan sembarang bentuk dan ukuran. Kondisi demikian menyebabkan perusahaan swasta masih menerima jenis dan kondisi bokar yang belum mampu memenuhi persyaratan SNI 06- 2047-2002, akibatnya kebutuhan intensitas pencucian lebih tinggi sehingga tahapan proses yang dilalui menjadi lebih panjang di beberapa perusahaan.

2) Bahan olah berupa slab/ojol/lump tersebut sebelum dicacah terlebih dahulu dibelah

dengan slab cutter. Untuk membersihkan kotoran permukaan pada bahan olah yang

relatif kotor, terlebih dahulu dilewatkan melalui alat pembersih drum berputar dilengkapi penyemprot air (rotary screen washer) sebelum dipecah hingga ukurannya

menjadi 3 – 5 cm di mesin pemecah (pre-breaker). Pada mesin pre-breaker bahan olah slab/ojol/lump dijulurkan dengan bantuan ulir di bagian dalam mesin ke bagian ujung,

pada bagian ujung mesin slab/ojol dipotong-potong dengan pisau berputar (Gambar

18a) sambil dibersihkan, kemudian ditampung dalam bak makro blending. Dalam bak makro blending dilakukan pengaturan komposisi bahan olah sekaligus terjadi juga

proses pencucian. Jika diperlukan pecahan slab/ojol/lump tersebut kembali dicacah di

mesin hammer mill, kemudian dibersihkan di mesin screen washer yang mempunyai

ukuran saringan lebih kecil.

3) Homogenisasi (micro blending) potongan-potongan koagulum tersebut dilakukan pada

mesin giling creper dengan prinsip kerja melalui perputaran dua buah rol yang saling

berputar berlawanan arah. Intensitas penggilingan dapat berkisar antara 5 – 12 gilingan, tergantung kondisi bahan olah karet (Gambar 18b). Sebelum diumpan ke creper,

dialirkan air pencuci. Lembaran-lembaran karet yang dihasilkan digulung dengan berat setiap gulungan kira-kira 8 kg, panjang 50 m, lebar 30-50 cm, dan tebal 2 - 5 mm.

(a) (b)

Gambar 18 Proses pemecahan slab/ojol pada mesin pre-breaker (a) dan homogenisasi pada mesin creper (b).

4) Gulungan lembaran-lembaran karet (compo/blanket) yang dihasilkan dari proses

penggilingan selanjutnya dikeringkan pada kondisi ruang (pre-drying). Tujuannya

adalah untuk menurunkan kadar air hingga 15 persen agar waktu pengeringan di dalam

dryer lebih singkat pada suhu yang relatif rendah yaitu 110-120 oC, dengan demikian

indeks ketahanan plastisitas (PRI) karet remah tinggi. Proses pre-drying dilakukan

dengan cara menggantung compo di kamar gantung tanpa dinding (Gambar 19a) atau

menumpuk gulungan compo (Gambar 19b) tanpa digantung, waktu yang diperlukan

bervariasi antara 7 – 14 hari.

(a) (b)

Gambar 19 Lembaran compo/blanket dikeringkan pada suhu ruang.

5) Lembaran karet atau compo/blanket yang telah melalui tahapan proses pre-drying

tersebut kemudian diremahkan pada mesin shredder atau ekstruder sehingga terbentuk

selanjutnya ditempatkan pada kota-kotak pengering trolly secara merata untuk

dikeringkan (Gambar 20a).

6) Pada tahapan berikutnya trolly dimasukkan ke dalam ruang pengering (dryer) yang

bersuhu 117 – 120 oC selama 2 – 3,5 jam. Proses pengeringan dilakukan dengan mengalirkan udara panas melalui kotak-kotak pengering yang berisi remahan karet, kotak-kotak pengering dilewatkan melalui rel secara berkesinambungan (Gambar 20b).

(a) (b)

Gambar 20 Proses pengeringan karet remah di dryer.

7) Remahan yang keluar dari mesin pengering diturunkan suhunya hingga 60 oC agar karet pada akhir pengeringan tidak mengalami pemanasan berlebih. Kipas pendingin dapat dipasang pada ujung pengering atau di luar pengering dengan terlebih dahulu mengeluarkan bandela dari kotak dryer. Remahan karet yang telah dingin ditimbang,

diamati dan dihilangkan jika terdapat white spot/virgin rubber atau kontaminan lainnya,

kemudian dikempa dengan mesin kempa hidrolik pada tekanan 3000 psi (Gambar 21a). Karet yang telah dikempa disebut bale atau bandela karet berbentuk bongkah berukuran

700 mm x 350 mm atau 570 mm x 380 mm dengan bobot 33,3 kg, 34 kg atau 35 kg. 8) Sebelum dikemas dilakukan pengambilan contoh untuk pengujian mutu produk yang

dihasilkan. Karakteristik mutu yang diuji adalah kadar kotoran, kadar abu, kadar zat menguap, nilai Po, dan nilai PRI. Setiap bale dikemas dengan kemasan primer plastik polyethylene, sebanyak 36 bale ditumpuk dalam palet kemudian dikemas kembali

dengan palet kayu atau shrink wrapped atau logam ringan dengan rangka baja (Gambar

(a) (b) (c)

Gambar 21 Proses pengempaan (a) dan pengemasan produk karet remah (b, c)

Berdasarkan teknologi produksi karet remah yang digunakan seperti telah dipaparkan sebelumnya, secara umum tidak ditemukan banyak perbedaan yang berarti antara satu perusahaan karet remah dengan perusahaan karet remah lainnya kecuali pada tahapan proses pencucian yang intensitasnya beragam bergantung pada jenis dan kondisi bahan olah yang digunakan, proses pre-drying, dan sumber energi pada proses pengeringan

karet remah di dryer.

Kondisi pengelolaan limbah pada agroindustri karet remah respoden

Ditinjau dari jenisnya, limbah yang terbentuk pada industri karet remah dapat dikategorikan sebagai limbah padat, cair, dan gas (Tabel 13). Limbah padat yang dihasilkan dari proses produksi karet remah dapat berupa tatal, butiran pasir, lumpur, kayu, daun, karet mentah dan plastik/karung bekas kemasan. Pada seluruh perusahaan karet remah, jenis limbah padat yang dominan umumnya adalah pasir, tatal, dan karet mentah. Proporsi limbah padat tersebut cukup tinggi berkisar antara 2 – 5 persen dari bobot bahan olah karet (bokar). Secara umum upaya penanganan limbah padat yang diupayakan perusahaan adalah untuk reklamasi atau penimbunan (landfill) lahan berawa

pada lingkungan sekitar pabrik, memenuhi permintaan masyarakat sekitar pabrik, atau diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA). Hingga saat ini penanganan limbah karet belum mengarah pada aspek komersial, pada salah satu perusahaan limbah karet yang terkumpul dijual ke penampung untuk disalurkan ke pabrik sepatu di Tangerang sebagai bahan baku sol sepatu.

Tabel 13 Aliran proses, fungsi, dan jenis limbah pada agroindustri karet remah Aliran proses Fungsi proses Jenis limbah Penerimaan bahan olah

karet (bokar)

Bongkar dan penyimpanan bokar Limbah cair Limbah padat Bau

Mesin slicer prebreaker*) Pembersihan/pengecilan awal Limbah cair Limbah padat Bak makroblending Pembersihan/homogenisasi Air cucian

Limbah padat Mesin breaker/hammer

mill

Pembersihan/pengecilan ukuran Air cucian

Limbah padat/karet Mesin screen washer Pembersihan Air cucian

Limbah padat/karet Mesin crepper Pembersihan/homogenisasi skala mikro Air cucian

Bahan tersuspensi/terlarut Limbah padat/karet Pre-drying Pengeringan awal/pengkondisian

blanket/compo

Limbah gas/bau Debu

Mesin shredder Peremahan blanket/compo Air cucian Bahan terlarut Remahan karet

Drying Pengeringan blanket/compo Emisi gas/panas/bau

Remahan karet Finishing Penimbangan, pengempaan, dan

pengepakan Kayu, plastik

*) Proses tidak dilakukan pada perusahaan perkebunan

Konsekuensi dari besarnya penggunaan air pada proses pengolahan karet remah menghasilkan volume limbah cair yang besar juga. Batas maksimal penggunaan air yang diperkenankan untuk industri karet remah berdasarkan SK MenegLH No.51/MenLH/ 10/1995 adalah 40 m3/ton produk. Disamping melakukan upaya recycle sebagian air

limbah proses, peranan instalasi pengolah air limbah (IPAL) dalam pengolahan limbah cair termasuk prioritas bagi seluruh perusahaan karet remah.

Terdapat perbedaan karakteristik dalam pengelolaan limbah cair pada perusahaan karet remah yang disurvey seperti disajikan pada Gambar 22. Dari seluruh perusahaan yang diamati, sebanyak dua perusahaan (PT_D dan PT_G) menggunakan sistem biologis lumpur aktif dalam mengolah limbah cairnya, lima perusahaan menggunakan sistem kimia kombinasi aerasi alami (PT_C, PT_E, PT_F, PT_H, dan PT_I), dan tiga perusahaan menggunakan sistem ponding (PT_A, PT_B, dan PT_J) Sistem IPAL lumpur aktif

umumnya menjadi pilihan perusahaan swasta yang memiliki kapasitas besar dan berbahan baku bokar yang kondisinya masih belum bersih, sementara perusahaan perkebunan

dengan kondisi bahan olah yang relatif bersih dengan kapasitas produksi tergolong kecil

(PT_B dan PT_J) memanfaatkan IPAL sistem ponding yang relatif sederhana.

Karakteristik air limbah yang dihasilkan dari sistem lumpur aktif dan sistem kimia relatif lebih baik dan mampu memenuhi parameter BOD, COD, TSS, dan N-NH3 sesuai SK MenegLH No.51/MenLH/ 10/1995. Sementara pada perusahaan yang menggunakan sistem

ponding outlet dari IPAL cenderung berfluktuatif, hasil pengukuran BOD dan N-NH3 adakalanya masih cukup tinggi dan berada di atas nilai ambang batas yang ditetapkan yaitu sebesar 60 ppm untuk BOD dan 5 ppm untuk NH3. Pada Gambar 23 disajikan kondisi pengoperasian IPAL perusahaan yang menggunakan sistem lumpur aktif dan kimia.

Gambar 22 Kondisi pengolahan limbah cair pada agroindustri karet remah yang diteliti.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 23 Rata-rata nilai inlet dan outlet parameter BOD, COD, TSS, dan N-NH3 pada agroindustri karet remah responden tahun 2010.

- 100 200 300 400 500 600 700 PT_H PT_I PT_E PT_F PT_G PT_D B O D ( p p m )

Inlet Outlet Baku Mutu

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 PT_H PT_I PT_E PT_F PT_G PT_D C O D ( p p m )

Inlet Outlet Baku Mutu

0 200 400 600 800 1000 1200 PT_H PT_I PT_E PT_F PT_G PT_D T S S ( p p m )

Inlet Outlet Baku Mutu

0 20 40 60 80 100 120 140 PT_H PT_I PT_E PT_F PT_G PT_D N -N H 3 ( p p m )

Kondisi pengoperasian IPAL agroindustri karet remah dengan sistem lumpur aktif dan sistem kimia saat ini tergolong efektif karena telah mampu menurunkan beban pencemaran ke tingkat yang diharapkan. Kemampuan rata-rata IPAL agroindustri karet remah responden tersebut dalam menurunkan beban pencemaran adalah sebesar 93 persen untuk BOD, 94 persen untuk COD, 94,5 persen untuk TSS, dan 98 persen untuk N-NH3.

Limbah udara berupa gas dan bau yang dihasilkan oleh pabrik karet remah terutama berasal dari gudang bahan baku, kamar jemur, dan cerobong pengering (dryer); sedangkan

yang berupa debu berasal dari proses kamar jemur. Untuk mengurangi emisi gas dan bau yang dikeluarkan dari cerobong dryer umumnya perusahaan menaruh campuran kaporit

dan soda abu dengan perbandingan 1:3 pada penampungan air scrubber setelah proses

pengeringan akhir. Namun demikian, bau yang berasal dari gudang bahan baku dan proses

pre-drying masih cukup mengganggu kenyamanan masyarakat lingkungan perusahaan

karet remah. Pada Tabel 14 disajikan kisaran nilai hasil uji emisi ke udara dari enam pabrik karet remah yang disurvey. Untuk dalam ruangan, hampir semua parameter memenuhi syarat kecuali kebisingan dan debu. Sementara kondisi di luar ruangan, nilai parameter NOx, SO2, dan COx umumnya masih melampaui ambang batas yang menimbulkan bau yang tidak nyaman di areal lingkungan pabrik.

Tabel 14 Kisaran nilai uji emisi ke udara dan kebisingan pabrik karet remah responden Parameter KU - 01 KU - 02 Lokasi KU – 03 RuanganBaku Mutu Lingkungan * Luar Ruangan**

NOx, ppm 38-41 0,19-0,24 42-56 5 0,05 SO2, ppm 38-43 0,018-0,026 46-57 5 0,10 COx, ppm 722-732 0,725-1,876 754-764 100 20 H2S, ppm 0,003-0,004 0,013-0,018 0,004-0,009 5 0,03 NH3, ppm 0,001-0,02 0,17-0,32 0,015-0,055 50 2 Debu, g/m3 100-161 100-165 78-1991 10 0,26 Bising, dBA 52-53 74 – 90 46-48 85 60

Ket : Data tahun 2010

KU-01 : Luar ruangan, sebelah tenggara pabrik KU-02 : Ruang produksi pabrik

KU-03 : Luar ruangan, sebelah barat laut pabrik

*Kep.Men LH No. 50 Tahun 1996

**PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara

Untuk mengurangi gangguan yang ditimbulkan oleh bau pada tahapan produksi, beberapa perusahaan memodifikasi sistem kamar gantung dengan sistem lipat pada proses

pre-drying. Sistem lipat pada proses pre-drying sedikit banyak cukup mengurangi emisi

memanfaatkan asap cair dengan menyiramkan atau menyemprotkan larutan pada saat penerimaan bahan olah karet, proses penggilingan, dan proses jemur.

Berdasarkan hasil paparan di atas disimpulkan bahwa dari sisi pengelolaan limbah padat dan gas, secara umum langkah-langkah yang dilakukan oleh kesepuluh perusahaan karet remah tersebut tidak banyak berbeda satu dengan lainnya yaitu dengan cara mengangkut limbah padat ke pembuangan akhir atau diperuntukkan sebagai bahan landfill,

sementara untuk penanganan emisi gas dan bau umumnya digunakan air scrubber serta

larutan asap cair. Di sisi lain dalam hal pengolahan limbah cair terdapat keragaman pada perusahaan karet remah yang diamati yang dipengaruhi oleh kondisi bahan baku, volume produksi, dan kemampuan finansial perusahaan. Perusahaan dengan kapasitas produksi besar cenderung lebih memilih system lumpur aktif, sementara perusahaan perkebunan menggunakan sistem ponding.

Analisis Faktor-faktor Produksi Bersih Berdasarkan Persepsi Perusahaan

Faktor-faktor yang berperan dalam upaya produksi bersih pada agroindustri karet remah berdasarkan persepsi perusahaan dianalisis dengan Analisis Faktor menggunakan metode Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis). Alat ukur yang

digunakan adalah seperangkat kuesioner yang dirancang dengan mengacu pada konsep 7-S McKinsey (Lampiran 1). Jumlah kuesioner yang disebarkan adalah 150 kuesioner dan yang dianggap sah (valid) hanya 134 kuesioner. Pengujian keandalan alat ukur dilakukan dua tahap dengan metode alpha cronbach. Pada tahap awal, pengukuran keandalan alat

ukur dilakukan dengan memasukkan semua variabel (53 variabel asal independen sistem

manajemen dan lima variabel asal dependen upaya produksi bersih). Analisis item

dilakukan untuk mengeliminasi item-item pertanyaan yang tidak valid, kemudian kembali dilakukan pengujian keandalan alat ukur. Secara umum keandalan alat ukur untuk semua dimensi sistem manajemen telah memadai karena nilai alpha-cronbachnya melebihi batas

tengah 0,5. Hasil analisis keandalan alat ukur selengkapnya disajikan pada Tabel 15. Analisis faktor dilakukan secara terpisah untuk variabel asal dependen dan variabel

asal independen. Pengolahan data menggunakan analisis faktor dimaksudkan untuk

mendefinisikan struktur yang melandasi pengelompokan sejumlah besar variabel asal penelitian. Dimensi yang mendasari struktur keterkaitan diantara variabel-variabel asal tersebut disebut variabel laten atau faktor. Hair et al. (1998) menyatakan bahwa

diperlukan ukuran sampel minimal sebesar 50 untuk keperluan analisis faktor, berarti jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini cukup memadai yaitu 134 responden.

Tabel 15 Koefisien reliabilitas alat ukur penelitian sistem manajemen produksi bersih

Dimensi Sistem Alpha-Cronbach

Awal Akhir

Strategi (S1) 0,5896 0,6018

Sistem (S2) 0,7572 0,7837

Struktur (S3) 0,7838 0,8018

Style (S4) 0,8344 0,8344

Staff dan Skill (S5 dan S6) 0,7257 0,7629

Shared value (S7) 0,5382 0,6379

Upaya Produksi Bersih 0,6432 0,6432

Sebelum analisis faktor digunakan, pada tahap awal diperhatikan indikator- indikator penting penilaian kelayakan penggunaan analisis faktor, yaitu sebagai berikut. 1) Matriks korelasi. Salah satu syarat dapat digunakannya metode analisis faktor ialah

adanya korelasi yang cukup tinggi diantara variabel-variabel manfes. Setiap variabel manifes harus berkorelasi cukup tinggi (> 0,3) dengan setidaknya satu variabel manifes lainnya (Hair et al. 1998). Nilai korelasi yang tinggi dapat juga ditunjukkan oleh

determinan matriks korelasi yang mendekati nol. Nilai determinan matriks korelasi variabel manifes independen sebesar 2,43x10-16 mengindikasikan bahwa korelasi antar variabel manifes independen cukup tinggi sehingga penggunaan analisis faktor layak digunakan.

2) Nilai Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) untuk ukuran kesesuaian sampel (Measure of Sampling Adequacy, MSA) diperoleh sebesar 0,670. Angka tersebut lebih besar dari

batas syarat kecukupan sebesar 0,5 yang berarti kesesuaian penggunaan analisis faktor cukup memadai.

3) Nilai Bartlett Test of Sphericity sebesar 4116,661 dengan signifikansi 0,00. Kondisi ini

mengindikasikan bahwa matriks korelasi yang terbentuk bukan matriks identitas, sehingga analisis faktor layak digunakan.

Penentuan jumlah faktor yang diekstraksi dengan Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) menggunakan kriteria nilai eigen lebih besar dari satu.

dengan nilai eigen di atas satu dengan total variansi sebesar 72,39 persen (Lampiran 2).

Berarti variabel asal sistem manajemen agroindustri karet remah cukup mampu dijelaskan

Dokumen terkait