• Tidak ada hasil yang ditemukan

5A 5 Tuntutan konsumen

8. Sistem Manajemen Lingkungan

konservatif, Optimis-moderat, Optimis-progresif, Netral, Pesimis 1, dan Pesimis 2 seperti

diperlihatkan pada Tabel 21.

Tabel 20 Alternatif skenario kondisi di masa depan terhadap implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah

Skenario Kombinasi Faktor

Optimis-progresif 1A, 2A, 3A, 4A, 5A 6A, 7A, 8A

Optimis-moderat 1A, 2A, 3A/D, 4A, 5A, 6A 7A, 8A

Optimis -konservatif 1A/1C, 2A/2C, 3A/3D, 4A/4C, 5A, 6A/6C, 7A, 8A

Netral 1C, 2C, 3A, 4A/4C, 5A, 6A/6C, 7A, 8A

Pesimis 1 1C, 2B, 3C/3D, 4C, 5A, 6C, 7A, 8A

Pesimis 2 1B, 2B, 3C/3D, 4B, 5A, 6C, 7A, 8A

Tabel 21 Alokasi bintang pada masing-masing skenario implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah

Skenario Jumlah (%) Optimis-konservatif 23 (29 %) Optimis-moderat 22 (27 %) Optimis-progresif 15 (19 %) Netral 9 (11 %) Pesimis 1 9 (11 %) Pesimis 2 2 (3 %)

Agregasi pengaruh skenario Optimis-konservatif tersebut terhadap implementasi

produksi bersih dapat positif, negatif, atau masih tanda tanya seperti dapat dilihat pada Tabel 22. Para pakar berpandangan bahwa skenario Optimis-moderat dan Optimis- progresif adalah kondisi ideal yang akan memberikan dampak positif bagi implementasi

produksi bersih pada agroindustri karet remah. Dengan demikian, analisis dasar rekomendasi kebijakan selanjutnya ditinjau dari kondisi masing-masing faktor pada skenario Optimis-konservatif yang dinilai pakar lebih realistis di masa depan.

Tabel 22 Agregasi pengaruh skenario terhadap implementasi produksi bersih pada industri pengolahan karet alam

Skenario Implementasi Produksi Bersih

Dampak positif Dampak negatif Dampak tanda tanya

Optimis-konservatif *** * ****

Optimis-moderat ******** - -

Optimis-progresif ******** - -

Skenario optimis konservatif mengandung pengertian bahwa keadaan masa depan yang mungkin terjadi diperhitungkan dengan penuh pertimbangan sesuai dengan kondisi mutakhir namun dengan keyakinan bahwa kondisi agroindustri karet remah Indonesia di masa depan akan berkembang ke arah yang lebih baik dan memberikan kontribusi yang positif terhadap perekonomian daerah. Skenario ini dibangun berdasarkan keadaan (state)

dari faktor kunci/penentu dengan kondisi sebagai berikut: 1) mutu bokar masih status quo

namun harga bokar mengalami perkembangan positif secara bertahap, ada insentif dari pemerintah untuk perbaikan teknologi dan budidaya karet; 2) kultur para pelaku membaik secara bertahap melalui gerakan bokar bersih secara nasional; 3) harga produk karet remah di tingkat global relatif berfluktuatif dengan kecenderungan meningkat sehingga memberikan insentif bagi perkembangan agroindustri karet remah, tuntutan terhadap mutu produk karet remah juga mengalami perkembangan; 4) para pelaku usaha secara bertahap mulai menyadari manfaat ekonomi dari implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah; 5) tuntutan konsumen global terhadap persyaratan lingkungan semakin ketat; 6) akses teknologi bersih berkembang secara bertahap sesuai perkembangan inovasi proses dan produk karet remah; 7) regulasi dan implementasinya juga semakin ketat; dan 8) kebutuhan sistem manajemen lingkungan berkembang terutama untuk pemasaran ekspor.

Dari sisi bokar permasalahan yang sering dihadapi dalam pengolahan bokar cukup kompleks, diantaranya tingginya kadar air dan kontaminan serta penggunaan bahan pembeku lateks yang tidak direkomendasikan. Dampak dari kondisi tersebut adalah pembengkakan biaya pengolahan di pabrik serta terganggunya mutu produk karet ekspor. Kondisi kekurangan pasokan bahan olah karet juga turut memicu perusahaan memiliki toleransi tinggi terhadap kondisi bahan olah karet yang diterima. Menurut Gapkindo (2010), kapasitas 128 pabrik karet remah yang ada saat ini sebesar 3,79 juta ton sementara total produksi karet nasional adalah 2,79 juta ton (Tabel 23), sehingga terjadi kelebihan kapasitas produksi agroindustri karet remah nasional sebesar satu juta ton per tahun.

Kultur para pelaku mulai dari petani, pedagang perantara, maupun peusahaan karet remah turut mempengaruhi keberhasilan implementasi produksi bersih rantai produksi karet remah. Kebiasaan petani atau pedagang untuk menambahkan kontaminan seperti tanah, tatal sadap, kayu, kantong plastik, atau limbah karet pra vulkanisasi dengan tujuan untuk meningkatkan berat bahan olah karet (bokar) dipengaruhi oleh kekurangpahaman pelaku serta kurang transparannya sistem insentif harga bokar. Harga bokar di tingkat

petani bervariasi antara 60 – 80 persen dari harga FOB (100 persen KKK). Variasi harga bokar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti mutu bokar yang dihasilkan, jenis koagulan yang digunakan, asal wilayah, dan keberadan kelompok tani pada suatu wilayah. Perbaikan kultur para pelaku perlu diupayakan melalui stimulus sosial yaitu dengan mengembangkan kelompok-kelompok kerja petani sebagai basis pengembangan kultur perlaku. Perbaikan kondisi bokar dan kultur pelaku melalui pendekatan kelompok disamping lebih efisien dan efektif, juga diyakini dapat menumbuhkan “semangat kebersamaan petani”.

Tabel 23 Kapasitas produksi agroindustri karet remah dan ketersediaan bahan olah karet per provinsi tahun 2010

No Provinsi Jumlah Pabrik (unit) Kapasitas (ton) Produksi (ton) 1 Sumatera Utara 34 781.487 509.048 2 Riau 11 263.360 396.193 3 Sumatera Barat 6 222.000 101.631 4 Jambi 9 382.000 349.004 5 Sumatera Selatan 24 1.052.208 593.247 6 Lampung 8 99.280 79.219 7 Kalimantan Barat 13 435.400 298.518 8 Kalimantan Selatan/ 11 361.000 321.703 Kalimantan Tengah 9 DKI-Jawa 12 194.134 143.807 Total 128 3.790.869 2.792.370

Sumber : Gapkindo (2010) dan Ditjenbun (2010)

Upaya memperbaiki daya saing karet nasional tidak mungkin oleh satu pihak saja, perlu ditangani secara terpadu oleh seluruh pemangku kepentingan. Beberapan regulasi yang telah diupayakan dalam rangka perbaikan daya saing karet nasional melalui peningkatan mutu bahan olah karet adalah diterbitkannya dua peraturan menteri yaitu Menteri Pertanian No.38/Permentan/OT.140/8/2008 tentang Pedoman Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet dan Menteri Perdagangan No.53/M-DAG/PER/10/2009 tentang Pengawasan Mutu Bahan Olah Komoditi Ekspor (bokor) Standard Indonesian Rubber yang diperdagangkan yang berlandaskan SNI No. 06-2047-2002 tentang Bokar dan UU No.18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Agar Peraturan Menteri Pertanian No 38/2008 tersebut berjalan efektif, pemerintah mulai mengimplementasikan Gerakan Nasional Bokar Bersih (GNBB) sejak tahun 2010.

Di pasaran global, kualitas karet remah asal Indonesia masih kalah bersaing dibandingkan dengan karet asal Thailand, Malaysia, ataupun Vietnam. Standar karet remah Indonesia mensyaratkan kadar kotoran maksimal 0,2 persen atau SIR 20, sementara Thailand, Malaysia, dan Vietnam sudah memberlakukan kadar kotoran maksimal 0,16 persen atau SIR 16. Kotoran yang terdapat dalam karet remah sangat merusak sifat-sifat dari barang jadi karet terutama ketahanan lentur dan ketahanan pemakaiannya. Sifat-sifat tersebut penting dalam menentukan mutu ban kendaraan bermotor, sehingga makin tinggi kadar kotoran karet remah, makin rendah mutunya. Dengan telah diberlakukannya GNBB semestinya skema standar nasional SIR berdasarkan SNI 06-2047-1997 dapat direvisi. Jika memperhatikan hasil pengujian kadar kotoran yang dilakukan oleh Pusat Pengujian Mutu Barang (2009) secara acak terhadap 20 pabrik karet remah nasional (Gambar 26), sebanyak 10 persen perusahaan masih belum mampu memenuhi target kadar kotoran maksimal sebesar 0,16 persen.

Namun perkembangan kemampuan agroindustri karet remah mengalami kemajuan yang berarti setelah disosialisasikannya GNBB mulai tahun 2009. Hasil analisis terhadap kondisi pabrik karet remah yang disurvey di Palembang (2010) mengindikasikan bahwa perusahaan telah melampaui target kadar kotoran sebesar 0,16 persen, kadar kotoran rata- rata perusahaan yang disurvey berada pada kisaran 0,06 - 0,11 persen dengan standar deviasi antara 0,002 – 0,009 persen seperti disajikan pada Gambar 27.

Gambar 26 Pemetaan kemampuan agroindustri karet remah pada tahun 2009 terhadap usulan perbaikan skema SIR (parameter kadar kotoran 0,16 persen).

0 0,05 0,1 0,15 0,2 A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T K k o to rn ( % ) Perusahaan

Gambar 27 Perkembangan rata-rata kadar kotoran SIR 20 agroindustri karet remah di Palembang tahun 2010.

Pertimbangan manfaat ekonomi seringkali menjadi faktor penentu pengambilan keputusan untuk investasi lingkungan. Investasi lingkungan khususnya produksi bersih bagi sebagian besar perusahaan dinilai mahal, secara implisit perspektif ini berasumsi bahwa lingkungan hidup juga dinilai sebagai sumber daya ekonomi. Oleh karena itu, pemahaman bahwa sumber daya (input bahan baku dan bahan penolong) perlu diperlakukan sebagai sumber yang langka (resourcefulness), sehingga semua input dapat

dimanfaatkan secara maksimal dan secara tidak langsung juga dapat mengurangi limbah dan meningkatkan hasil produksi. Pengetahuan dan pemahaman akan manfaat ekonomi berbagai rekomendasi produksi bersih diperlukan untuk meningkatkan penerimaan perusahaan terhadap implementasi konsep produksi bersih. Untuk itu diperlukan edukasi dan sosialisasi manfaat ekonomi produksi bersih pada pelaku agroindustri karet remah.

Untuk mendukung pengembangan implementasi sistem produksi bersih pada rantai produksi karet alam khususnya rantai produksi karet remah berdasarkan skenario optimis- konservatif, maka direkomendasikan hal-hal berikut.

1. Perlu ada perbaikan sistem insentif harga, baik di tingkat petani maupun semua pelaku tataniaga yang didasarkan pada mutu bokar. Penentuan mutu bokar sebaiknya tidak didasarkan pada kasus per kasus atau per wilayah, penilaian mutu bokar semestinya didasarkan pada mutu produk bokar yang dibeli.

2. Pendirian pabrik baru sebaiknya perlu dikaitkan dengan kepastian jaminan pasokan bahan baku melalui ketersediaan kebun sendiri atau melalui kemitraan. Investasi kebun

0,000 0,010 0,020 0,030 0,040 0,050 0,060 0,070 0,080 0,090 0,100 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 K ot or an (% ) Periode t X BKA

diperlukan untuk menghindari idle capacity. Dengan demikian pola perkebunan

dengan model kemitraan diharapkan dapat berkembang dengan baik di masa depan.

3. Diperlukan stimulus sosial dengan mengembangkan kelompok-kelompok kerja petani

sebagai basis pengembangan kultur pelaku, dengan demikian diharapkan akan muncul contoh kelembagaan petani yang berhasil.

4. Agroindustri karet remah bermitra dengan petani yang belum tergabung dalam kelompok-kelompok tani dalam rangka perbaikan mutu bahan olah karet.

5. Perlu sosialisasi dan edukasi manfaat ekonomis perbaikan mutu bokar, karena manfaat ekonomis akan kurang berarti jika tidak diikuti oleh peningkatan mutu bokar.

6. Perlu implementasi perbaikan skema standar SIR parameter kadar kotoran untuk meningkatkan daya saing karet Indonesia di pasar global.

7. Peningkatan komitmen terhadap konsep produksi bersih dan pembangunan

berkelanjutan di semua instansi pemerintah daerah.

8. Peningkatan aplikasi teknologi produksi bersih yang mampu mengurangi limbah udara

(malodor/bau).

9. Implementasi regulasi SNI No. 06-2047-2002 tentang bokar perlu lebih diefektifkan dan dikaitkan dengan kebijakan pemerintah daerah.

10.Mengembangkan model-model yang mendukung implementasi produksi bersih seperti

model audit produksi bersih, informasi teknologi bersih, serta model pengukuran kinerja proses dan lingkungan yang lebih efektif dalam rangka peningkatan efisiensi dan produktifitas agroindustri karet remah.

11.Mendorong agroindustri karet remah untuk mengadopsi kerangka sistem manajemen lingkungan yang terintegrasi dengan sistem produksi bersih.

Analisis Kebutuhan Pelaku Agroindustri Karet Remah

Pengembangan sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah melibatkan berbagai pihak, baik yang langsung berhubungan maupun secara tidak langsung berperan dalam mewujudkan sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah. Tujuan dari sistem produksi bersih agroindustri karet remah adalah untuk meningkatkan efisiensi, daya saing, dan kinerja lingkungan pada daur proses produksi dan produk karet remah.

Penggunaan pendekatan sistem dalam mengkaji suatu permasalahan meliputi tahapan-tahapan berikut: analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem,

pemodelan sistem, validasi model, dan implementasi model (Eriyatno 1998). Berdasarkan hasil pembahasan faktor-faktor produksi bersih berdasarkan persepsi perusahaan dan pendapat pakar, selanjutnya diinventarisasi kebutuhan pelaku (stakeholder) serta

kepentingannya dalam mewujudkan sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah. Masing-masing pelaku memiliki kepentingan dalam implementasi sistem produksi bersih dan kemungkinan dapat terjadi berbagai konflik kepentingan, sehingga perlu diformulasikan dan diantisipasi solusi pemecahannya.

Di dalam sistem produksi bersih agroindustri karet remah setidaknya terdapat tujuh kelompok stakeholder, yakni petani karet, pedagang perantara, agroindustri karet remah,

asosiasi perusahaan karet, pemerintah daerah/instansi terkait, Bapedalda/instansi pembina terkait, dan masyarakat sekitar. Pada Tabel 24 dideskripsikan secara rinci pelaku yang terlibat dalam sistem produksi bersih agroindustri karet remah serta deskripsi dinamika kebutuhannya.

Tabel 24 Kebutuhan stakeholder dalam pengembangan sistem produksi bersih karet remah

No. Pelaku Kebutuhan

1. Petani karet Produktifitas lateks sadapan tinggi, biaya pengolahan rendah Harga jual bahan olah karet stabil, jaminan pasar

Sosialisasi standar mutu bokar Dukungan finansial dan teknologi 2. Pedagang

perantara

Harga beli bokar rendah

Persaingan antar pedagang yang sehat Harga jual bokar tinggi, jaminan penjualan. 3. Agroindustri karet

remah Mutu bahan olah karet baik Harga dan pasokan stabil

Informasi perkembangan standar mutu lingkungan Audit produksi bersih yang efisien

Dukungan manajemen, finansial, dan teknologi. 4. Asosiasi

perusahaan karet

Kualitas produk standar

Proses produksi ramah lingkungan Harga jual produk karet stabil 5. Masyarakat

sekitar Terciptanya kesempatan kerja Daya dukung alam terpelihara Pencemaran lingkungan rendah 6. Pemerintah

Daerah dan instansi terkait

Peningkatan PAD

Penyusunan program pembinaan lingkungan Informasi akuntabilitas kinerja lingkungan 7. Bapedalda/instansi

pembina terkait

Efektifitas program penyuluhan lingkungan Proses audit lingkungan efektif dan efisien Penyusunan protokol produksi bersih Informasi akuntabilitas kinerja lingkungan

Petani/pekebun karet merupakan pelaku paling hulu pada sistem produksi bersih agroindustri karet remah. Berdasarkan statusnya petani karet dapat dikelompokkan sebagai petani pemilik kebun dan petani penggarap, kadang-kadang petani penggarap sekaligus adalah petani pemilik kebun. Petani/pekebun karet, baik secara individu maupun kelompok berperan sebagai penyedia bahan olah karet dengan mutu dan kuantitas sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan oleh agroindustri karet remah. Dalam pemasaran karet, pedagang perantara berfungsi sebagai penghubung antara petani yang belum memiliki kelembagaan ekonomi yang mapan dengan agroindusri karet remah.

Perusahaan agroindustri karet remah berperan sebagai prosesor sekaligus sebagai eksportir. Agroindustri karet remah dalam sistem bertindak sebagai unit pengolah bokar yang dihasilkan oleh petani sebagai bahan baku utama. Dalam sistem agroindustri karet remah yang menggunakan bahan baku dari perkebunan rakyat, selain pelaku utama di atas, pihak-pihak lain yang juga berkepentingan adalah asosiasi perusahaan karet, pemerintah daerah termasuk instansi terkait seperti Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Bapedalda, serta masyarakat di lingkungan pabrik karet remah.

Formulasi Permasalahan

Dari hasil analisis kondisi eksisting agroindustri karet remah serta analisis kebutuhan pelaku terhadap implementasi sistem produksi bersih dapat timbul berbagai masalah dan konflik kepentingan sehingga perlu dikaji secara sistematis dan ditelusuri keterkaitannya agar diperoleh pola keterkaitan dari variabel-variabel sistem baik yang sifatnya terukur (tangible) maupun tak terukur (intangible). Gambaran hubungan variabel

yang dinilai penting pada sistem produksi bersih agroindustri karet remah dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebab akibat. Diagram sebab akibat tersebut sekaligus dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan sistem produksi karet remah yang berkelanjutan berbasis produksi bersih secara dinamis pada masa mendatang. Pada penelitian ini kajian terhadap sistem produksi bersih agroindustri karet remah secara dinamis tidak dilakukan karena bukan menjadi fokus penelitian. Gambaran dinamis pengembangan sistem produksi bersih secara berkelanjutan pada agroindustri karet remah diilustrasikan pada Gambar 28.

Gambar 28 Diagram sebab akibat sistem produksi bersih agroindustri karet remah yang berkelanjutan.

Identifikasi Sistem

Pola hubungan sebab akibat dari variabel-variabel terukur yang mencerminkan kompleksitas permasalahan tersebut perlu direfleksikan dalam suatu bangun diagram model, dengan tujuan untuk memudahkan dan menyederhanakan kajian pemecahan masalah. Fungsi diagram tersebut adalah untuk mentransformasikan variabel input menjadi variabel output. Diagram tersebut menampilkan input internal sistem yang dapat dikendalikan serta input eksternal yang tidak bisa dikendalikan. Dalam diagram tersebut ditampilkan juga input lingkungan, dalam hal ini sistem sama sekali tidak memiliki akses

Perluasan dan pengembangan perusahaan Penyerapan tenaga kerja Pendapatan petani karet Pendapatan Asli Daerah Eksistensi keuntungan perusahaan Kontinuitas bahan baku Produk kompetitif Konsumen Proses dan produk ramah lingkungan Efisiensi dan produktifitas agroindustri CR Manajemen mutu dan produksi bersih Standar mutu

bahan olah karet & produk Mutu lingkungan hidup Harga karet kompetitif + + + + + + + + + + + + + + + - + + -

untuk mengendalikannya tetapi dampak dari input tersebut berpengaruh terhadap sistem yan dikaji. Input lingkungan dalam sistem produksi bersih agroindustri karet remah tersebut terdiri atas 1) perkembangan karet dunia, 2) kondisi agroklimat, 3) peraturan pemerintah, 4) standar-standar internasional. Diagram input-output sistem secara lengkap diilustrasikan pada Gambar 29.

Input lingkungan :

Perkembangan karet dunia Agroklimat

Peraturan pemerintah Standar internasional

Gambar 29 Diagram input-output sistem produksi bersih agroindustri karet remah.

Manajemen pengendalian sistem produksi bersih agroindustri karet remah diperlukan untuk meminimalkan output yang idak dikehendaki dan memaksimumkan output yang dikehendaki dapat dilakukan melalui pengembangan model pengukuran kinerja lingkungan berbasis produksi bersih sehingga kinerja sistem dapat dimonitor, dievaluasi, dan diperbaiki secara berkelanjutan.

Input tak terkendali : Harga bahan baku Harga produk karet Permintaan produk karet Nilai tukar rupiah Pemukiman penduduk Kualitas bahan baku

Output yang dikehendaki : Kontinuitas proses produksi Efisiensi & produktifitas tinggi Proses & produk ramah lingkungan Citra produk baik

Akses informasi manajemen dan teknologi bersih

Proses audit produksi bersih efektif

Sistem Penunjang Manajemen Produksi Bersih Agroindustri Karet Remah

Output tidak dikehendaki : Biaya produksi tinggi

Penolakan produk oleh importir Pencemaran lingkungan Degradasi sumberdaya alam Pemanfaatan limbah tidak optimal Input terkendali :

Teknologi proses produksi Manajemen mutu

Kapasitas olah pabrik

Sistem manajemen lingkungan Teknologi pengolahan limbah

REKAYASA SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN PRODUKSI BERSIH

Dokumen terkait