• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Prospektif Partisipatif

Analisis prospektif partisipatif (participative prospective analysis) adalah suatu

pendekatan yang dapat digunakan untuk mengeksplorasi kemungkinan di masa depan pada bidang tertentu sebagai konsekuensi adanya ketidakpastian pada sistem dinamis yang kompleks (Moati 2003). Dari hasil analisis prospektif akan didapatkan informasi mengenai faktor kunci dan tujuan strategis apa saja yang berperan dalam pengembangan sistem produksi bersih agroindustri karet remah sesuai kebutuhan dari para pelaku (stakeholder) yang terlibat dalam sistem ini. Selanjutnya faktor kunci tersebut akan

digunakan untuk mendeskripsikan perubahan kemungkinan masa depan bagi pengembangan sistem produksi bersih agroindustri karet remah. Penentuan faktor kunci tersebut diusulkan oleh para pakar melalui participatory multiple expert meeting,

kemudian didiskusikan dan dipilih berdasarkan kesepakatan bersama untuk menentukan tujuan strategis dan kepentingan pelaku utama.

Tahapan dalam melakukan analisis prospektif berdasarkan Godet et al. (2003) dan

Hardjomidjojo (2002) adalah sebagai berikut. 1) Mendefinisikan ruang lingkup sistem.

Ruang lingkup sistem perlu didefinisikan dengan jelas. Pada pertemuan para pakar tersebut, kontribusi pakar dibatasi pada upaya pengembangan sistem produksi bersih untuk agroindustri karet remah.

2) Menentukan faktor kunci di masa depan dari sistem yang dikaji.

Pada tahap ini dilakukan identifikasi seluruh faktor penting dengan menggunakan kriteria faktor kunci, menganalisis pengaruh dan ketergantungan seluruh faktor kunci dengan melihat pengaruh timbal balik menggunakan matriks, dan menggambarkan pengaruh dan ketergantungan dari masing-masing faktor ke dalam empat kuadran utama (Godet 2001).

3) Menentukan tujuan strategis dan kepentingan pelaku utama.

4) Mendefinisikan dan mendeskripsikan perubahan kemungkinan masa depan.

Pada tahap ini dilakukan identifikasi bagaimana faktor dapat berubah dengan menentukan keadaan (state) pada setiap faktor, memeriksa perubahan mana yang dapat

yang akan terjadi dengan cara mendiskusikan skenario dan implikasinya terhadap sistem. Untuk masing-masing implikasi skenario tersebut selanjutnya dilakukan diskusi terhadap persoalan yang akan dipecahkan dan ditentukan pilihan-pilihan kebijakan untuk perbaikan sistem. Untuk melihat pengaruh langsung antar faktor dalam sistem yang dikaji pada tahap awal analisis prospektif digunakan matriks, sebagaimana disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Pengaruh langsung antar faktor dalam sistem yang dikaji Terhadap→ Dari ↓ A B C D E F G H I J A B C D E F G H I J Sumber : Godet 2001

Keterangan : A – J = Faktor penting dalam sistem

Pedoman penilaian adalah dengan memberikan skor nilai terhadap pengaruh dan ketergantungan antar faktor. Skor terendah 0 diberikan jika tidak ada pengaruh, skor 1 jika pengaruhnya kecil, skor 2 jika pengaruhnya sedang, dan skor tertinggi 3 diberikan jika pengaruhnya sangat kuat. Isian pembobotan pakar terhadap faktor-faktor diberikan dalam suatu matriks.

Penentuan faktor kunci dilakukan dengan menggunakan software analisis

prospektif yang akan memperlihatkan tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor di dalam sistem, dengan tampilan hasil seperti pada Gambar 9.

Analisis Faktor

Analisis faktor merupakan salah satu prosedur reduksi data dan alat bantu untuk menguji validitas alat ukur dalam metoda statistika multivariat (Hair et al. 1998). Analisis

faktor bertujuan untuk mengidentifikasi adanya hubungan antar sekumpulan variabel melalui uji korelasi yang menghasilkan kumpulan variabel baru (faktor) untuk menggantikan variabel asal. Faktor yang terbentuk biasanya lebih sedikit dan masih

mencerminkan karakteristik variabel asal (Santoso 2002; Hair et al. 1998). Analisis faktor

akan menyederhanakan analisis selanjutnya karena adanya reduksi variabel asal sehingga memudahkan pengelompokan dan penyimpulan data.

Faktor Penentu Input I Faktor Penghubung Stakes II Faktor Bebas Unused III Faktor Terikat Output IV

Gambar 9 Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem (Godet 2001; Maoti 2003).

Vektor acak x dengan p komponen memiliki rataan µ dan peragam (covariance)

matriks ∑. Model faktor dibentuk agar x menjadi linier dan bergantung dengan beberapa peubah acak yang tidak dapat diobservasi, yaitu F1, F, ..., F. yang disebut sebagai common atau latent factor dan p sumber keragaman dari ε1, ε2, ..., εm yang disebut error atau spesifik faktor. Secara umum model analisis faktor dapat diformulasikan sebagai berikut.

x1 - µ1 = L1 F + L2 F2 + … + Lm Fm + ε1 x2 - µ2 = L1 F1 + L2 F2 + … + Lm Fm + ε2 .

xp - µp = L1 F1 + L2 F2 + … + Lm Fm + εp Dalam bentuk matriks model tersebut menjadi :

x - µ = L . F + ε ...(1) (px1) (px1) (pxm) (mx1) (px1)

dimana :

xi = Vektor acak yang memiliki p komponen pada variabel ke-i

µi = Rataan dari variabel ke-i

Lj = Bobot faktor (factor loading) dari variabel ke-i dan faktor ke-j F = Faktor umum (common atau latent factor) ke-j

Ketergantungan P e n g a r u h

εi = Galat (error) atau specific factor dari variabel ke-i

Persamaan (1) di atas dapat dituliskan menjadi model orthogonal dengan m faktor bersama menjadi :

x = µ + L . F + ε ...(2) (px1) (px1) (pxm) (mx1) (px1)

dengan asumsi :

1) Fdan ε saling bebas, Cov(ξ dan ε) = 0

2) Е (ε) = 0, Cov(ε) = ψ, dimana ψ adalah matriks diagonal 3) Е (F) = 0, Cov(F) = I

Model orthogonal (2) di atas berimplikasi pada struktur peragam x menjadi : Σ = Cov(x) = L.L’ + ψ ...(3) atau

Var(xi) = Li12 + Li22 + … + Li12 + ψi

σ2 xi = Hi2 + ψi …………...(4) Persamaan (4) di atas menunjukkan bahwa vektor acak xi diterangkan oleh dua komponen yaitu Hi dan ψi. Komponen Hi disebut komunalitas (communalities) yang menunjukkan proporsi keragaman yang tergabung dalam vektor acak xi yang diterangkan oleh m faktor umum, dimana Hi2 merupakan jumlah kuadrat dari bobot faktor vektor acak xi pada m faktor umum. Komponen ψi disebut ragam spesifik yang merupakan proporsi ragam dari vektor acak xi yang disebabkan oleh faktor spesifiknya.

Metode pendugaan faktor (Ekstraksi faktor)

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi faktor awal, salah satu diantaranya adalah metode komponen utama (Principal Component Analysis).

Metode komponen utama bertujuan untuk menduga parameter pada analisis faktor, seperti bobot faktor, ragam spesifik, komunitas, dan lain-lain. Untuk melakukan reduksi terhadap variabel-variabel asal, ditentukan terlebih dahulu bobot faktor terkecil yang diperkenankan. Jika ukuran sampel di bawah 100 maka bobot faktor terkecil ditetapkan sebesar 0,6; untuk sampel berukuran di atas 100 bobot faktor terkecilnya ditetapkan sebesar 0.5 (Hair et al.

1998). Komponen utama analisis faktor dari matriks peragam contoh S memiliki pasangan akar ciri (eigen value) dan vektor ciri (λ1, ê1), (λ2, ê2), …, (λp, êp), dimana λ1 > λ2 > … > λp > 0 dan m<p, dengan m adalah jumlah faktor yang diekstrak dan p adalah banyaknya

variabel asal. Formula matriks penduga bobot faktor (loading factor) adalah sebagai

berikut.

Ĺ = [ λ1e1 | λ2e2 | … | λmem ] …………...(5)

Penduga ragam spesifik adalah :

ψi = S – Ĺ.Ĺ = SXi - Hi2 …………...(6) Komunalitas dapat diduga dengan menjumlahkan kuadrat dari bobot faktor :

Hi*2 = Li12 + Li22 + ... + Lim2 ...………...(7)

Rotasi faktor

Matriks faktor yang belum dirotasi hanya ditujukan untuk memperoleh solusi awal. Rotasi faktor dilakukan dalam rangka memperoleh struktur bobot (factor loading) yang

sederhana sehingga memudahkan interpretasi hasil pendugaan. Salah satu metoda yang dapat dilakukan untuk merotasi faktor adalah metoda rotasi varimax. Tujuan rotasi varimax adalah mencari harga maksimum dari kontribusi variabel asal pada salah satu faktor sehingga memudahkan interpretasi faktr tersebut. Rotasi varimax dilakukan jika pada proses pembobotan faktor masih terdapat variabel asal yang menyebar diantara lebih dari satu faktor, atau jika sebagian besar bobot faktor variabel asal bernilai di bawah batas terkecil yang telah ditetapkan. Jika Ĺ adalah matriks penduga bobot faktor berukuran pxm, maka matriks penduga bobot faktor setelah dirotasi (Ĺ*) menjadi :

Ĺ* = Ĺ . T dimana T.T’ = T’.T = 1 ……...(8)

Pengujian keandalan alat ukur

Keandalan menunjukkan ketepatan, kemantapan, dan homogenitas alat ukur yang digunakan. Pengujian keandalan alat ukur kuesiner ini menggunakan koefisien Cronbach Alpha. Rumus matematikanya dapat dituliskan sebagai berikut (http://ww.statsoft.com/

textbook/reliability-and-item-analysis 15 Juni 2009).

αCronbach = (k/(k-1)) * [1 - ∑(s2i) /s2sum] ………...(9) dimana α merupakan koefisien keandalan alat ukur; s2i adalah ragam untuk setiap variabel asal ke-i yang membentuk faktor (variabel laten); s2sum adalah ragam untuk seluruh variabel asal; dan k adalah jumlah variabel asal yang membentuk faktor (variabel laten). Koefisien keandalan alat ukur menyatakan tingkat konsistensi jawaban responden dan

nilainya bervariasi antara 0 sampai 1. Angka koefisien yang mendekati 1 (satu) menunjukkan instrumen yang semakin andal, dan sebaliknya jika mendekati 0 (nol).

Analisis Korelasi

Analisis korelasi merupakan suatu metoda statistik yang berguna untuk menyelidiki hubungan linier antar dua variabel, dapat dilakukan antara variabel independen dengan

variabel dependen penelitian. Salah satu metoda analisis korelasi yang dapat digunakan

untuk data non-parametrik adalah menggunakan koefisien korelasi peringkat Spearman

(Rs). Rumus umum untuk perhitungan koefisien korelasi peringkat Spearman tersebut adalah sebagai berikut.

1 …………...(10) dimana :

Rs : Koefisien korelasi antara variabel dependen dengan variabel independen di : Selisih peringkat variabel dependen dengan variabel independen

n : jumlah responden

Nilai koefisien korelasi dapat berkisar antara –1 sampai dengan +1. Nilai-nilai yang mendekati –1 atau +1 mengindikasikan adanya korelasi linier yang sangat kuat diantara variabel tersebut. Tanda positif menggambarkan korelasi yang searah, sebaliknya jika koefisien korelasi bertanda negatif. Jika nilai Rs mendekati nol maka dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut tidak berkorelasi secara linier.

Pengambilan Keputusan Kelompok

Yager (1993) mengembangkan suatu model multi expert – multi criteria decision making (ME-MCDM) untuk pengambilan keputusan dengan banyak kriteria secara

berkelompok melalui penilaian non-numeric atau linguistic label. Pengambilan keputusan

ME-MCDM dilakukan dengan kaidah Fuzzy Independent Preference Evaluation (FIPE).

Marimin (2004) menyatakan bahwa di dalam evaluasi pilihan bebas, setiap pengambil keputusan dapat menilai setiap alternatif pada setiap kriteria secara bebas.

Menurut Yager (1993) aspek yang sangat krusial dalam prosedur ME-MCDM adalah digunakannya operasi negasi dari bobot atau tingkat kepentingan yang berasosiasi dengan kriteria. Untuk menentukan tingkat kepentingan yang berasosiasi dengan kriteria,

maka operasi negasi berskala lima (Sangat Tinggi/ST, Tinggi/T, Medium/M, Rendah/R, Sangat Rendah/SR) dilakukan menggunakan kaidah berikut.

Neg (Si) = Sq-i+1 ....…………...(11) dimana :

Si = nilai kriteria dari penilai ke-i = 1, 2, ..., q Sq-i+1 = hasil negasi kriteria

Dengan demikian hasil negasi kriteria adalah sebagai berikut. Neg (ST) = SR (Neg S5 = S1)

Neg (T) = R (Neg S4 = S2) Neg (M) = M (Neg S3 = S3) Neg (R) = T (Neg S2 = S4) Neg (SR) = ST (Neg S1 = S5)

Proses agregasi pada kriteria dilakukan dengan rumus sebagai berikut.

Pik = Minj [ Neg I(qj) v Pik(qj) ] ...……...(12) dimana:

Pik = nilai agregasi kriteria dari penilai ke-i dengan k skala

I(qj) = nilai kepentingan krietria ke-j

Pik(qj) = nilai opini dari penilai ke-i untuk kriteria ke-j dengan k skala

v = notasi maksimum

Proses agregasi para pakar didahului dengan penentuan nilai bobot penilai didasarkan pada operator integer (Yager 1993), berikut rumus perhitungannnya:

Qk = int [ 1 + k* (q-1) / r ] ...……...(13) dimana : Qk = bobot rata-rata penilai ke-k; q = jumlah skala penilaian; r = jumlah penilai; k = 1, 2, ..., r.

Setelah diperoleh nilai prosedur OWA yang diawali dengan mengurutkan Pik dengan urutan yang besar ke yang kecil (descending order). Proses agregasi seluruh

pendapat pakar terhadap setiap alternatif selanjutnya ditentukan dengan rumus berikut (Yager 1993).

Pi = maxj=1...r [ Qj ^ Bj ] ....…………...(14) dimana :

Pi = nilai agregasi pendapat pakar

Bj = pengurutan nilai dari yang besar ke kecil oleh pakar ke-j

^ = notasi minimum

Proses Hirarki Analitik

Proses Hirarki Analitik (PHA) yang telah dikembangkan oleh Saaty (1990) dikenal sebagai pendekatan pengambilan keputusan dengan kriteria majemuk. Peralatan utama PHA adalah hirarki fungsional dengan input utama adalah persepsi manusia. Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompok- kelompoknya untuk dibentuk menjadi sebuah hirarki. Proses PHA adalah suatu model yang luwes yang memungkinkan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan (Marimin 2004).

Lebih lanjut Saaty mengatakan terdapat tiga prinsip dasar PHA dalam pemecahan permasalahan yaitu: (1) penyusunan hirarki, menggambarkan dan menguraikan secara hirarki persoalan yang akan diselesaikan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah; (2) penetapan prioritas, pembedaan prioritas dan sintesis, yaitu menentukan peringkat elemen- elemen menurut kepentingan relatif; dan (3) konsistensi logis, menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis.

Penyelesaian PHA dengan persamaan matematik

Langkah pertama dalam menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan (pairwise comparison), yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub sistem hirarki. Perbandingan tersebut kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk matriks untuk analisis numerik. Perbandingan antar elemen untuk sub sistem hirarki tersebut dapat dibuat dalam bentuk matriks n x n dinmakan matriks perbandingan berpasangan (aij). Nilai aij adalah nilai pebandingan elemen baris Ai terhadap elemen kolom Aj.

Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor w = (w1, w2, ..., wn). Nilai wn menyatkan bobot relatif kriteria An terhadap keseluruhan set kriteria pada sub sistem

tersebut. Pada situasi penilaian yang konsisten sempurna )teoritis) diperoleh hubungan sebagai berikut :

Aik = aij . ajk untuk semua i,j,k ....………...(15) Matriks yang diperoleh adalah matriks yang konsisten. Dengan demikian nilai perbandingan yang didapatkan dari partisipan berdasarkan penilaian numerik dapat dinyatakan dalam vektor w berikut :

aij = wi / wj (i,j = 1,2, ..., n) ....………...(16) dimana :

aij = nilai perbandingan elemen wi terhadap wj wi = bobot input dalam baris ke-i

wj = bobot input dalam kolom ke-j

wi = aij wj (i,j = 1,2, ..., n) ....…………...(17) untuk kasus-kasus umum bentuknya adalah :

= = n j j ij i a w n w 1 1 (i,j = 1,2, ..., n) ....…………...(18) wi = rataan dari ai1w1, ..., ainwn

yang ekivalen dengan persamaan :

AW = nW ....………...(19) Dalam teori tentang matriks, formula tersebut menyatakan bahwa W adalah eigenvector

dari matriks A dengan eigenvalue n. Variabel n pada persaaan (19) di atas dapat

digantikan, secara umum, dengan sebuah vektor λ (λ1 , λ2 , ..., λn ). .

Bila perkiraan aij baik akan cenderung untuk dekat dengan nisbah wi/wj. Jika n juga berubah maka n diubah menjadi λmaks sehingga diperoleh :

= = n j j ij maks i a w w 1 1 λ (i,j = 1,2, ..., n) ....…………...(20) Pengolahan horisontal. Pengolahan horisontal dimaksudkan untuk menyusun prioritas elemen keputusan setiap tingkat hirarki keputusan. Menurut Saaty (1990) tahapannya adalah sebagai berikut.

1. Perkalian baris (z) dengan rumus : ij n j i n a Z 1 . = = π ...…………...(21)

2. Perhitungan vektor prioritas atau vektor eigen

= = = = n i n ij n j n ij n j i a a eVP 1 1 1 π π ...…………...(22)

eVPi adalah elemen vektor prioritas ke-i 3. Perhitungan nilai eigen maksimum

VA = aij x VP dengan VA = (Vai) ....…………...(23) VB = VA / VP dengan VB (Vbi) ....…………...(24)

= = n j i ij maks a VB n 1 1 λ (untuk i= 1,2, ..., n) ....…………...(25) VA = VB = vektor antara

4. Perhitungan indeks konsistensi (CI)

Pengukuran consistency index (CI) dimaksudkan untuk menguji konsistensi jawaban

yang menentukan kesahihan hasil, ditentukan dengan rumus berikut. CI = 1 − − n n maks λ ....………...(26) dimana :

λmaks = nilai eigen maksimum

n = ukuran matriks

CI = indeks konsistensi

Untuk mengetahui apakah CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak perlu diketahui consistency ratio (CR), CR dianggap baik jika nilainya lebih kecil atau sama

dengan 10 persen. Perhitungan CR menggunakan rumus berikut.

CR = CI/RI ....…………...(27) Nilai RI merupakan nilai random indeks yang dikeluarkan oleh Oarkridge Laboratory sebagaimana disajikan berikut.

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49

Pengolahan vertikal. Pengolahan ini digunakan untuk menyusun prioritas setiap

elemen dalam hirarki terhadap sasaran utama. Jika NPpq didefinisikan sebagai nilai prioritas pengaruh elemen ke-p pada tingkat ke-q terhadap sasaran utama, maka :

= − − = s t q t q t pq pq NPH xNPT NP 1 ) 1 ( ) 1 , ( ....…………...(28) untuk p = 1, 2, ..., r dan t = 1, 2, ..., s dimana :

NPpq= nilai prioritas pengaruh elemen ke-p pada tingkat ke-q terhadap sasaran utama NPHpq= nilai prioritas elemen ke-p pada tingkat ke-q

NPTt = nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat ke q-1

Penilaian Resiko Lingkungan dan Audit Sistem

Pendekatan strategi produksi bersih dalam manajemen lingkungan didasarkan pada asumsi akan mampu memberikan efisiensi secara ekonomi dan lingkungan. Pemenuhan tujuan efisiensi ekonomi dan lingkungan tersebut memerlukan pemahaman terhadap resiko

lingkungan secara komprehensif (comprehensive risk assessment, CRA) dan

mengaitkannya dengan pemahaman resiko lainnya, khususnya ekonomi, sosial, dan teknis (Allenby, 1999). Resiko lingkungan menggambarkan dampak yang mungkin ditimbulkan oleh suatu aktifitas sepanjang daur hidup. Allenby (1999) mengelompokkan resiko lingkungan ke dalam tiga kategori yaitu: 1) resiko yang berkaitan dengan kerusakan sistem biologis secara umum, 2) resiko terhadap degradasi estetika lingkungan, yang mungkin saja merusak atau tidak merusak sistem biologis, dan 3) resiko yang menyebabkan kerusakan mendasar terhadap sistem planet. Biasanya, menurut Gibson (1997) di dalam

Tibor dan Feldman (1997), resiko atau dampak diperiksa ke dalam tiga kategori yaitu: 1) kesehatan manusia, 2) kesehatan lingkungan, dan 3) penggunaan sumberdaya.

Industri yang menggunakan bahan baku yang berasal dari kekayaan alam, seperti halnya juga industri karet alam, peka terhadap isu lingkungan hidup. Selain aspek kelestarian sumberdaya alam, industri karet alam perlu melalui tahap kegiatan manufaktur di mana di dalamnya mencakup beberapa aspek lingkungan lainnya. Menurut standar ISO 14001 (2004), aspek lingkungan penting (significant aspect) yang harus diperhatikan di

dalam kegiatan manufaktur adalah sebagai berikut : 1) emisi ke udara, 2) pembuangan ke badan air, 3) kontaminasi ke tanah, 4) manajemen limbah, 5) penggunaan sumber daya alam, dan 6) isu lingkungan lokal dan komunitas lainnya.

Keenam aspek lingkungan penting yang menjadi perhatian tersebut dapat dijadikan acuan dalam menilai besarnya resiko yang ditimbulkan suatu aktifitas terhadap terhadap

lingkungan. Potensi resiko lingkungan sepanjang daur hidup proses produksi tersebut perlu dipadukan dengan hasil audit neraca bahan dan energi, untuk tujuan analisa penyebab terjadinya limbah. Selanjutnya perlu dielaborasi pilihan produksi bersih dengan mempertimbangkan semua teknik pencegahan pencemaran. Menurut Radka (1995), kelayakan teknis didasarkan pada dampak usulan produksi bersih terhadap kualitas produk dan produktifitas. Sementara kelayakan lingkungan berdasarkan pertimbangan jumlah pencemaran yang dapat dikurangi, adapun kelayakan finansial didasarkan pada perolehan biaya dan manfaat operasional sebelum dan sesudah penerapan pilihan produksi bersih tersebut.

Perbandingan Indeks Kinerja

Perbandingan indeks kinerja (comparative performance index, CPI) merupakan

indeks gabungan (composite index) yang dapat digunakan untuk menentukan penilaian

atau peringkat dari berbagai alternatif keputusan berdasarkan beberapa kriteria. Formulasi umum yang dapat digunakan adalah:

Aij = Xij(min) x 100/Xij(min) ..……...(29) A(i+1, j) = X(i+1, j)/Xij(min) x 100 ..……...(30) Iij = Aij x Pj ..……...(31)

= = m j ij i I I 1 ) ( ..……...(32) dimana :

Aij = nilai alternatif keputusan ke-i pada kriteria ke-j

Xij (min) = nilai alternatif keputusan ke-i pada kriteria awal minimum ke-j A(i+1, j) = nilai alternatif keputusan ke-i+1 pada kriteria ke-j

X(i+1, j) = nilai alternatif ke-i+1 pada kriteria awal ke-j

Iij = indeks alternatif keputusan ke-i pada kriteria ke-j yang telah diberi bobot

Pj = bobot kepentingan kriteria ke-j

Ii = indeks gabungan kriteria pada alternatif ke-i

i = 1, 2, 3, . . . , n

Metode Inferensi Fuzzy

Fuzzy logic atau logika fuzzy dapat digunakan untuk mengolah data atau hasil

penilaian yang diperoleh dari pakar sesuai kriteria yang diajukan sehubungan kepentingan. Hasil penilaian pakar merupakan asupan bagi proses pengambilan keputusan. Metode

fuzzy memungkinkan beberapa kriteria yang dipentingkan secara individu maupun

komprehensif lebih bersifat subyektif dan kualitatif. Penerapan logika fuzzy memung-

kinkan narasumber atau pakar mengekspresikan penilaiannya secara lebih bebas tanpa terkungkung oleh nilai-nilai numerik tertentu. Dalam metode fuzzy, hasil penilaian

menggunakan peubah linguistik kemudian diolah menjadi informasi bagi pengambilan keputusan.

Pada dasarnya sistem inferensi fuzzy (fuzzy inference system) terdiri atas lima

bagian (Kusumadewi & Purnomo 2010) :

a) basis aturan berupa sejumlah kaidah fuzzy jika maka atau if-then;

b) basis data yang mendefenisikan fungsi keanggotaan himpunan fuzzy digunakan

dalam aturan-aturan fuzzy;

c) pembuat keputusan yang mentransformasikan operasi inferensi dalam aturan- aturan;

d) interface fuzzyfikasi yang mentransformasikan asupan yang bernilai tunggal (crisp)

dalam derajat keanggotaan sesuai dengan nilai linguistiknya;

e) interface defuzzyfikasi yang mentransformasikan hasil inferensi fuzzy menjadi

keluaran bernila tunggal.

Aturan dasar fuzzy jika maka atau if-then yang dikenal juga sebagai pernyataan

bersyarat (conditional statement) fuzzy. Representasi pengetahuan dilakukan menggunakan

kaidah proses berbentuk IF-THEN, bentuk umumnya adalah IF V is A THEN z = k.

Ekspresi V is A adalah gugus fuzzy sebagai kondisi (antecedent) dan z = k adalah nilai

linier atau konstan sebagai akibat (consequent). Sebuah aturan IF-THEN dapat terdiri dari

beberapa kondisi dan beberapa akibat yang dapat dipecah menjadi ekspresi-ekspresi yang terdiri dari beberapa kondisi dan beberapa akibat, menjadi bentuk IF V1 is A1 and V2 is A2 and V3 is A3 .... THEN z = k. Karena bentuknya yang sederhana, aturan fuzzy if-then

sering digunakan dalam penerjemahan makna dari alasan-alasan yang memiliki model tidak pasti yang berperan penting dalam pengambilan keputusan.

Langkah-langkah fuzzy reasoning atau penalaran fuzzy (operasi inferensi

berdasarkan aturan fuzzy if-then) dengan sistem inferensi fuzzy adalah sebagai berikut.

a) Mentransformasikan peubah asupan dengan fungsi keanggotaan pada bagian

anteseden (if) guna memperoleh nilai keanggotaan dari setiap nilai linguistik,

proses ini disebut fuzzyfikasi.

b) Menggabungkan nilai keanggotaan pada bagian anteseden guna mendapatkan

fungsi aktivasi atau firing strength (bobot) dari setiap aturan.

c) Membangkitkan akibat atau konsekuen yang pantas dipilih (baik fuzzy atau crisp)

dari tiap aturan tergantung fungsi aktivasinya.

d) Menjumlahkan akibat atau konsekuen (then) yang layak dipilih guna menghasilkan

keluaran tunggal, proses ini disebut defuzzyfikasi.

Defuzzyfikasi merupakan proses pengubahan keluaran fuzzy menjadi keluaran yang

bernilai tunggal (crisp). Metode defuzzyfikasi yang biasa digunakan adalah metoda Centroid dan Maximum. Dalam metode Centroid, nilai tunggal dari peubah keluaran

dihitung dengan menemukan nilai peubah dari center of gravity satu fungsi keanggotaan

untuk nilai fuzzy. Sedangkan di dalam metode Maximum, satu nilai-nilai peubah yang

merupakan nilai kepercayaan maksimum gugus fuzzy dipilih sebagai nilai tunggal untuk

peubah output (Marimin 2004; Kusumadewi & Purnomo 2010).

Metode Mamdani sering dikenal dengan metode Max-Min. Metode ini diperkenalkan oleh Ebrahim Mamdani pada tahun 1975. Nilai keluaran diperoleh empat tahapan proses yakni (1) pembentukan himpunan fuzzy, (2) aplikasi fungsi implikasi

(aturan), (3) komposisi aturan, dan (4) penegasan kembali (defuzzyfikasi).

Proses pertama dalam pengolahan pada metode Mamdani adalah pembentukan himpunan fuzzy. Pada metoda Mamdani, baik peubah input maupun peubah output dibagi

menjadi satu atau lebih himpunan fuzzy. Pada Tabel 8 berikut diilustrasikan proses

penggolongan persentase dalam himpunan fuzzy. Tabel 9 Parameter linguistik

Persentase Parameter 0 – 40 Sangat Rendah 20 – 40 – 60 Rendah 40 – 60 – 80 Sedang 60 – 80 – 100 Tinggi 80 - 100 Sangat Tinggi

Langkah berikutnya adalah aplikasi fungsi implikasi. Dalam metode Mamdani, fungsi implikasi yang digunakan adalah Minimum dilanjutkan dengan menyusun komposisi himpunan. Inferensi fuzzy diperoleh dari kumpulan dan korelasi antara aturan.

Ada tiga cara yang dipergunakan dalam melakukan inferensi sistem fuzzy, yaitu Maximum, Additive, atau Probabilistik OR.

Dalam cara inferensi Maximum atau Max, solusi hipunan fuzzy diperoleh dengan

mengambil nilai maksimum himpunan, kemudian memanfaatkannya guna memodifikasi

fuzzy dan mengaplikasikannya pada keluaran menggunakan operator OR (union). Jika

semua proposisi telah dievaluasi, maka output atau keluaran merupakan suatu himpunan

fuzzy yang merefleksikan kontribusi masing-masing dari tiap-tiap proporsi. Secara umum

persamaan dapat ditulis sebagai berikut.

sf [Xi] = max ( sf[Xi], kf[Xi]) ... (33) dimana :

sf[Xi] nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i kf[Xi] nilai keanggotaan konsekuen fuzzy aturan ke-i

Dalam cara Additive atau Sum solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara

melakukan bounded-sum terhadap semua keluaran daerah fuzzy. Secara umum

persamaannya dapat ditulis berikut ini.

sf [Xi] = min ( sf[Xi], kf[Xi]) ... (34) dimana :

sf[Xi] nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i kf[Xi] nilai keanggotaan konsekuen fuzzy aturan ke-i

Dokumen terkait