• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Protokol Audit Produksi Bersih Agroindustri Karet Remah

Pengembangan model protokol audit produksi bersih bagi agroindustri karet remah didasarkan pada perpaduan prosedur audit produksi bersih umum yang direkomendasikan UNEP, justifikasi pakar, serta kondisi riil lapangan pada daur hidup proses produksi karet alam, khususnya untuk produk karet remah.Menurut UNEP& ISWA (2002) dan UNIDO (2002) terdapat tiga kelompok tahapan utama kegiatan audit limbah atau audit produksi bersih, yakni : 1) tahap pra-penilaian, 2) tahap neraca bahan, dan 3) tahap sintesis. Kegiatan utama tahap pra-penilaian dimaksudkan untuk mengidentifikasi proses ke dalam

unit-unit proses dan memperoleh diagram alir proses. Jika ditinjau unit-unit proses yang terdapat pada proses pengolahan karet remah secara garis besar meliputi : penerimaan bahan baku, pengecilan ukuran, pembersihan, pengaturan komposisi, penggilingan, pengeringan awal, penggilingan, pengeringan, pendinganan, dan pengemasan.

Langkah-langkah yang diperlukan pada tahap neraca bahan meliputi identifikasi

input proses (bahan baku, bahan pembantu, air, energi, dan kondisi reuse/recycle) dan

output proses (produk/by product, limbah cair, emisi gas, dan limbah di luar pabrik).

Berdasarkan identifikasi input dan output proses tersebut, selanjutnya dilakukan evaluasi dan penyempurnaan neraca bahan. Hasil identifikasi terhadap input dan output proses produksi karet remah diperlihatkan pada Tabel 25.

Walaupun jenis produk karet remah cukup beragam, fakta di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar produk karet remah yang dihasilkan oleh industri pengolahan karet Indonesia adalah grade mutu SIR 10 dan SIR 20 sebagaimana

diperlihatkan dari keragaman jenis dan jumlah karet remah yang diekspor pada Gambar 36. Hal tersebut terutama dikarenakan kondisi bahan olah yang didominasi dari karet perkebunan rakyat (bokar). Persyaratan bahan baku lateks kebun sukar dipenuhi dari perkebunan rakyat, sehingga mutu SIR 3L, 3CV, dan 3WF tidak akan dapat dihasilkan perusahaan swasta yang menggunakan bokar dari perkebunan rakyat. Bahan olah SIR 10 atau SIR 20 seharusnya adalah koagulum lapangan yang memenuhi persyaratan SNI 06- 2047-2002. Namun pada prakteknya hal tersebut juga tidak sepenuhnya terpenuhi, terutama untuk pengolahan SIR 20.

Tabel 25Neraca masukan dan keluaran pada proses produksi karet remah Masukan Keluaran 1. Bahan Bahan Baku : Lateks Slab Lump mangkok Lump forming Tatal Eks. RSS Bahan bantu Asam semut H3PO4 HNS SMBS Air Bahan lain : Kemasan primer, PE

Kemasan sekunder, shrink wrap Peti Kemas, kayu

Peti kemas, logam Minyak/lemak 2. Energi

Listrik

Bahan bakar kayu Solar Batubara Gas 1. Produk Produk Primer SIR 3 L SIR 3 CV SIR 3 W SIR 5 SIR 10 SIR 20 Block Rubber 2. Emisi Bahan Limbah Padat Lumpur Pasir Ranting Plastik Karet mentah Karet remah Limbah Cair Serum Air Minyak/Lemak Air pencuci dari utility 3. Emisi energi

Panas buangan Bising Debu

Gambar 36Keragamanjenis dan volume ekspor karet remah Indonesia tahun 2009.

9,722 9,894 40,921

2.077,274

10,636

SIR 3L SIR 3CV SIR 10 SIR 20 SIR lainnya

V o lu m e e k sp o r ( 0 0 0 t o n ) Jenis karet

Pada prakteknya bahan baku yang digunakan dalam proses pengolahan karet remah adalah lump dan slab, namun pada perkebunan besar negara adakalanya digunakan juga

hasil sisa produksi RSS (Ribbed Smoked Sheet)pada operasi pengaturan komposisi. Untuk

meningkatkan utilisasi, pada perusahaan perkebunan swasta dan negara kebutuhan bahan baku juga dipasok dari perkebunan rakyat disamping dari perkebunan sendiri. Pada Gambar 37 diilustrasikan diagram alir proses produksi karet remah pada pekebunan besar swastapada dua kondisi bahan olah karet (dari perkebunan dan luar perkebunan). Perbedaan kondisi bahan olah yang berbeda menyebabkan rangkaian proses yang dilalui oleh bahan olah karet yang berasal dari luar perkebunan perusahaan lebih panjang jika dibandingkan dengan bahan olah karet yang berasal dari perkebunan sendiri. Ditinjau dari penggunaan bahan kimia, pada dasarnya proses pengolahan karet remah dari koagulum tidak menggunakan bahan kimia. Bahan-bahan kimia seperti minyak pelumas/oli dan terpentin hanya digunakan untuk perawatan mesin dan pengujian mutu produk karet remah, bukan merupakan bahan tambahan pada proses produksi karet remah.

Gambar 37 Diagram alir proses pengolahan karet remah di salah satu perkebunan swasta.

Idealnya setiap perusahaan melakukan inventarisasi input dan output, minimal untuk keseluruhan proses secara kuantitatif. Hal tersebut diperlukan untuk mengembangkan neraca bahan, air, dan energi pada rantai proses produksi, minimal untuk operasi proses yang dipandang kritis pada rantai proses produksi karet remah. Keterbatasan informasi yang terkumpul dapat menyebabkan neraca bahan, air, dan energi

suatu perusahaan menjadi kurang presisi. Gambaran umum neraca bahan, air, dan energi dari tiga pabrik karet remah responden yang berlokasi di Provinsi Sumatera Selatan diperlihatkan pada Gambar 38, Gambar 39, dan Gambar 40.

Gambar 38Neraca bahan, air (tanpa recycle), dan energi produksi karet remah pada perusahaan yang menggunakan bahan bakar solar pada dryer

Proses pengolahan karet remah tergolong proses basah, karena hampir semua tahapan proses memerlukan air. Kadar kotoran yang lebih tinggi pada bahan olah karet

low grade menyebabkan kebutuhan air menjadi lebih besar dibandingkan untuk keperluan

pengolahan bahan olah yang tergolonghigh grade. Debit limbah cair untuk pengolahan

karet remah diperhitungkan sama dengan konsumsi air untuk pengolahan yakni berkisar 20 – 40 m3/ton, tergantung jenis dan kebersihan bahan olah karet serta efisiensi kinerja sarana pengolahan. Sebagai ilustrasi di salah satu pabrik karet remah besarnya konsumsi air dapat mencapai 35 m3/ton produk, sementara pada pabrik karet remah lainnya hanya sekitar 23 –

1,9003

Bokar 0,924

1 0,175

(air bahan 0,4 m3) 0,4 total air dlm bokar

energi solar (MJ/kg) 0,057 Pengangkutan

bahan (ton) 0,6

air (m3) 8,4 Pengecilan ukuran 8,4 limbah cair (m3)

energi listrik (MJ/kg) 0,2633 dan pembersihan I

0,13 limbah padat (ton)

air (m3) 12,4 Pembersihan II 12,4 limbah cair (m3)

energi listrik (MJ/kg) 0,2079

0,1 air dari bokar

air (m3) 13,2 Penggilingan 13,2 limbah cair (m3)

energi listrik (MJ/kg) 0,3234

22,78

0,1 air dari bokar

Predrying

0,04 limbah padat (ton)

1,76

air (m3) 4,4 Peremahan 4,4 limbah cair (m3)

energi listrik (MJ/kg) 0,1109

0,2 air dari bokar

energi solar (MJ/kg) 1,8433 Drying

Pembuatan bandela

energi listrik (MJ/kg) 0,0185

Sortasi Pengemasan

Air utk pengurasan 1,6

SIR

Total air 40

total energi solar (MJ/kg)

total energi listrik (kMJ/kg karet kering)

total kotoran dlm bokar

27 m3/ton produk. Baku mutu limbah cair berdasarkan SK Meneg LH No. 51/MENLH/10/1995 menetapkan debit maksimal limbah cair untuk industri karet remah sebesar 40 m3 per ton karet kering. Kondisi di lapangan mengindikasikan seluruh perusahaan karet remah yang disurvey mampu memenuhi baku mutu debit limbah cair tersebut.

Gambar 39Neraca bahan, air (dengan recycle), dan energi produksi karet remah pada perusahaan yang menggunakan bahan bakar gas pada dryer

Dengan memperhatikan bagan input output pada Tabel 25, Gambar 38, Gambar 39, dan Gambar 40 serta kondisi proses produksi karet remah existing di lapangan dapat

dievaluasi berbagai alternatif peluang penerapan produksi bersih. Identifikasi peluang produksi bersih dapat dilakukan secara iteratif dengan mempertimbangkan semua kemungkinan pilihan produksi bersih pada setiap tahapan proses produksi yang tidak efisien atau yang memberikan dampak penting bagi lingkungan. Pada Tabel 26 disajikan matriks aspek lingkungan penting pada proses produksi karet remah.Berdasarkan matriks

3,106

Bokar 2,338

1,89 0,136

ton 0,4 total air dalam bokar

30 Total air proses (m3/ton) Energi solar (MJ/kg) 0,093 Pengangkutan

bahan (ton) 1,1364

Air (m ) 6,3 Pengecilan ukuran 6,3 limbah cair (m3)

energi listrik (MJ/kg) 0,6663 dan pembersihan I

0,10 limbah padat (ton) Air (m3) 9,3 Pembersihan II 9,3 limbah cair (m3)

energi listrik (MJ/kg) 0,5261

0,1 air dari bokar Air (m3) 9,9 Penggilingan 9,9 limbah cair (m3) energi listrik (MJ/kg) 0,8183

0,1 air dari bokar

Predrying

0,03 limbah padat (ton) 1,76 Air (m3) 3,3 Peremahan 3,3 limbah cair (m3)

Energi listrik (MJ/kg) 0,2806

0,2 air dari bokar Energi gas (MJ/kg) Drying

Pembuatan bandela

Energi listrik (MJ/kg) 0,0468

Sortasi Pengemasan

Air untuk pengurasan 1,2

SIR 20 1 ton

Total air 30

total energi solar (MJ/kg)

total energi listrik (MJ/kg karet kering) total kotoran dalam bokar

aspek lingkungan, kegiatan-kegiatan pada proses produksi karet remah memberikan dampak lingkungan penting terutama dalam empat hal, yakni 1) tingginya konsumsi air, 2) pembuangan ke badan air, 3) tingginya konsumsi energi, 4) emisi ke udara dalam hal bau, panas, dan kebisingan, dan 5) opini publik terutama terkait dengan polusi bau yang cukup mengganggu kenyamanan lingkungan.

Gambar 40Neraca bahan, air (dengan recycle), dan energi produksi karet remah pada perusahaan yang menggunakan bahan bakar batubara pada dryer

0,065

Bokar 3,777

1,942 0,097

ton 0,816 total air dalam bokar (ton)

25 total air proses (m3/ton) Energi solar (MJ/kg) 0,065 Pengangkutan 2,07

1,942 ton

Air (m ) 1,5 Pengecilan ukuran 1,5 limbah cair (m3)

energi listrik (MJ/kg) 1,0764 dan pembersihan I IPAL 3,75

0,08 limbah padat (ton) Air (m3) 7,75 Pembersihan II 7,75 limbah cair (m3) energi listrik (MJ/kg) 0,8498

1,862 ton

0,2039 air dari bokar (ton) Air (m3) 8,25 Penggilingan 8,25 limbah cair (m3) energi listrik (MJ/kg) 1,3219

0,2039 air dari bokar (ton)

Predrying

0,04 limbah padat (ton)

Air (m3) 2,75 Peremahan 2,75 limbah cair (m3)

Energi listrik (MJ/kg) 0,4532

1,415

0,4078 air dari bokar (ton) Batubara (MJ/kg) 2,07 Drying 0,010 remahan karet (ton)

1,00

Pembuatan bandela

Energi listrik (MJ/kg) 0,0755

Sortasi Pengemasan

Air untuk pengurasan 1

SIR 20 1

Total air 21,25

total energi solar (MJ/kg)

total energi listrik (MJ/kg karet kering) total kotoran dalam bokar (ton)

Tabel 26 Matriks evaluasi aspek lingkungan penting pada aliran proses produksi karet remah

No Aliran Proses Emisi ke udara bau, panas, bising Pembu- angan ke badan air Konta- minasi tanah Manajemen limbah padat Penggunaan energi dan sumber aya Isu masya- rakat & lingk. lokal 1 Penerimaan bahan olah ● ● 2 Mesin slice prebreaker ● ● ● ● ● 3 Bak makroblendin g ● ● ● 4 Mesin breaker/ hammer mill ● ● ● 5 Mesin screen washer ● ● ● 6 Mesin crepper ● ● ● ● 7 Predrying ● ● 8 Mesin shredder ● ● 9 Drying ● ● ● 10 Packaging ● ● Bobot aspek

lingkungan Tinggi Tinggi Medium Medium Tinggi Tinggi

Keterangan : ● = tahapan proses (baris) yang mempengaruhi aspek lingkungan terkait (kolom)

Konsumsi air. Sebagian besar air untuk proses pengolahan karet remah digunakan untuk tahap pembersihan dan penggilingan. Untuk setiap ton produk karet remah yang dihasilkan oleh perusahaan swasta rata-rata diperlukan air sebanyak 8,4 m3pada proses pembersihan tahap I di prebreaker dan hammermill, untuk pembersihan tahap II di hammer-mill dan bak makroblendingsebanyak 12,4 m3, untuk penggilingan di macerator/crepersebanyak 13,2 m3, untuk peremahan dengan shreddersebanyak 4,4 m3,

dan untuk keperluan pembersihan sarana dan pengurasan bak-bak proses sebanyak 1,6 m3. Potensi limbah cair terbesar berasal dari proses pembersihan dan penggilingan mencapai 64 persen dari total air untuk proses produksi karet remah. Dengan kondisi bahan olah karet yang lebih bersih, konsumsi air yang diperlukan perusahaan perkebunan jauh lebih

rendah yaitu kurang dari 25 m3 per ton produk atau lebih hemat 37,5 persen dibandingkan dengan total air yang digunakan oleh perusahaan swasta yang mengolah bokar yang lebih kotor.

Pembuangan ke badan air. Konsekuensi dari tingginya konsumsi air yang digunakan pada proses pengolahan karet remah adalah besarnya volume limbah cair yang harus diolah pada instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sebelum dialirkan ke

lingkungan.Sebenarnya kekuatan limbah cair pabrik karet remah tidak setinggi limbah yang dihasilkan pabrik karet sit dan lateks pekat. Namun karena proporsi industri karet remah jauh lebih besar dibanding jenis karet lainnya, limbah cair pabrik karet remah banyak menjadi sorotan. Dari produksi karet remah yang dapat mencapai 2,2 juta ton/tahunatau rata-rata 6.000 ton/hari, dengan asumsi penggunaan air rata-rata 40 m3/ton karetmaka jika tidak dilakukan konservasi air akan dihasilkan limbah cair tidak kurang dari 240.000 m3 setiap harinya.

Hasil pengamatan terhadap kondisi air buangan sebelum diolah di IPAL (inlet) jauh melampaui nilai ambang batas (NAB) baku mutu limbah cair berdasarkan SK MenLH No. 51/MENLH/10/1995. Rata-rata nilai inlet untuk parameter BOD berada pada kisaran 119

– 610 ppm (NAB 60 ppm), COD berkisar antara 488 – 1172 ppm (NAB 200 ppm), TSS berkisar 113 – 1172 ppm (NAM 100 ppm), N-total pada kisaran 60 – 119 ppm (NAB 10 ppm), dan N-NH3 pada kisaran 61 – 117 ppm (NAB 5 ppm).Tingginya nilai BOD atau COD air buangan menunjukkan tingginya kadar bahan organik dalam limbah cair. Peningkatan kadar bahan organik akan menggangu ekosistem lingkungan yang menerima air buangan karena oksigen banyak digunakan oleh bakteri pengurai untuk menghancurkanbahan organik tersebut.

Dengan kondisi beban pencemaran air limbah agroindustri yang jauh melampaui baku mutu limbah cair yang dipersyaratkan menyebabkan kebutuhan terhadap IPAL tidak dapat diabaikan, terlebih dengan kondisi bahan olah karet rakyat saat ini yang masih kotor. Pada Tabel 27 disajikan kondisi IPAL pabrik karet responden menggunakan sistem pengolahan secara lumpur aktif dan kimia. Ditinjau dari efisiensi pengoperasian IPAL, baik sistem lumpur aktif maupun secara kimia telah mampu menghasilkan buangan yang memenuhi baku mutu limbah cair. Sebagian besar IPAL pabrik karet remah menggunakan sistem kimia, sistem lumpur aktif mulai diperkenalkan Gapkindo sejak tahun 1996. Menurut Gapkindo, hingga pertengahan tahun 2007 telah ada 40 pabrik karet remah yang membangun IPAL sistemlumpur aktif. Dari sisi biaya operasi, sistem lumpur aktif relatif lebih murah yaitu Rp. 10,-/kg karet kering sedangkan dengan sistem kimia mencapai Rp. 15,-/kg karet kering. Namun biaya investasi sistem lumpur aktif jauh lebih mahal dibandingkan sistem kimia. Perkiraanbiaya investasi pengolahan limbah cair sistem lumpur aktif untuk debitlimbah 3.000m3/hari yang berasal dari pabrik karet remah

kapasitas 75 ton karet/hari mencapaiRp. 2 Milyar, biaya investasi tersebut terdiri atas biaya konstruksi sebesar Rp. 1,2 Milyar dan biaya lainnya Rp 0,8Milyar.

Tabel 27, Karakteristik limbah cair agroindustri karet remah dengan pengolahan secara lumpur aktif dan kimia

Parameter Lumpur Aktif

*) Kimia**)

Baku Mutu***)

Influent Efluent Influent Efluent

BOD5, mg/L 497,27 10,31 610,34 20,61 60 COD, mg/l 765,03 22,92 1171,47 50,02 200 TSS, mg/l 236 8 375 9 100 N-total, mg/l 116,79 2,83 107,52 1,79 5 N-NH3, mg/l 116,75 1,89 107,78 1,60 10 pH 6,87 6,93 6,74 6,76 6-9

*)PT_ABP limbah cair 3.560 m3/hari, produksi 65.000 ton karet/tahun **)PT_R limbah cair 1.630 m3/hari, produksi 30.000 ton karet/tahun. ***)Pergub Sumatera Selatan No. 18 Tahun 2005

Sumber : Data intern perusahaan, 2010.

Konsumsi energi. Proses produksi karet remah menggunakan energi yang cukup besar, terutama energi listrik untuk menggerakkan mesin-mesin pengolahan dan energi bahan bakar pada proses pengangkutan dan mesin pengeringan. Bahan bakar energi yang dominan digunakan oleh perusahaan karet remah yang disurvey adalah solar, baik pada proses transportasi maupun proses pengeringan karet remah. Dari Gambar 38 dapat dilihat bahwa rata-rata konsumsi energi listrik pada agroindustri karet remah SIR 20 sebesar 0,924 MJ/kg karet dan untuk bahan bakar solar rata-rata sebesar 1,9003 MJ/kg karet. Sebagian besar energi dari bahan bakar solar digunakan pada tahap pengeringan, yang mencapai 97 persen dari total konsumsi bahan bakar pada pengolahan karet remah berbahan baku bokar, kegiatan transportasi rata-rata hanya mengkonsumsi 3 persen dari total kebutuhan bahan bakar solar di perusahaan.

Jika dikaitkan dengan biaya produksi karet remah, maka biaya energi adalah yang terbesar dibandingkan biaya-biaya lainnya. Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar dan wawancara dengan pelaku agroindustri karet remah diperoleh gambaran besaran biaya produksi karet remah berbahan bakar solar sebagai sumber energi seperti diilustrasikan pada Tabel 28.Rata-rata biaya energi pada agroindustri karet remah mencapai 30 persen dari total biaya produksi, yang terdiri dari 17 persen untuk biaya bahan bakar solar (pengeringan dan transportasi) sebesar 13 persen untuk biaya PLN (mesin-mesin produksi dan penerangan). Biaya bahan bakar solar pada agroindustri karet remah berkisar antara Rp. 235,-sampai dengan Rp. 585,- untuk setiap kg karet remah yang diproduksi dengan

asumsi penggunaan solar berkisar antara 20–45 liter/ton karet yang diproduksi. Gambaran mahalnya biaya energi terutama untuk bahan bakar yang diperuntukkan pada proses pengeringan karet remah memberikan peluang untuk mencari alternatif sumber energi lain selain solar. Dari hasil pantauan pada perusahaan karet remah responden yang disurvey, beberapa perusahaan telah mencoba beralih menggunakan bahan bakar alternatif lain yang lebih hemat untuk mesin pengering (dryer) seperti batubara, gas, dan biomassa cankang

kelapa sawit.

Tabel 28 Profil biaya pengolahan pada agroindustri karet remah*)

No Unsur Biaya Minimum (Rp/kg) Maksimum (Rp/kg) Rata-rata Persentase (%)

1 Upah 155,0 252,00 225,00 11 2 Bahan Bakar 235,00 585,00 360,00 17 3 Listrik PLN 105,00 276,00 276,00 13 4 Biaya Kantor 15,00 42,00 35,00 2 5 Biaya Perawatan 42,00 107,00 80,00 4 6 Bahan Pengemas 85,00 125,00 120,00 6 7 Biaya Pengiriman 36,00 297,00 200,00 10 8 Biaya Penyusutan 38,00 405,00 300,00 14 9 Biaya Keuangan 232,00 300,00 450,00 21 10 Biaya Lain-lain 8,00 32,00 50,00 2 Total Biaya 951,00 2150,00 2096,00 100 *) Tahun 2010

Emisi ke udara. Masalah lingkungan yang banyak dikeluhkan oleh masyarakat dari keberadaan pabrik karet khususnya pabrik karet remah adalah bau busuk yang menyengat (malodor). Bau busuk yang ditimbulkan tersebut terutama berasal dari aktifitas

mikrobiologis yang menguraikan protein menjadi senyawa berbau seperti amoniak dan sulfida dan pada proses pengeringan dapat diuraikan lebih lanjut menjadi asam-asam lemak bebas seperti asam asetat, propionat, isobutirat, butirat, isovalerat, dan asam asetat (RRIM, 1993). Sumber utama emisi bau tersebut ditemukan pada tahapan penerimaan bahan olah karet, penyimpanan bokar, ruang gantung (pre-drying), dan proses pengeringan

remahan karet menggunakan autodryer. Penguraian protein oleh bakteri pada bahan olah

karet terutama dipicu oleh kebiasaan petani yang merendamatau mengotori bokar dengan berbagai jenis kotoran dan menggumpalkan bokar dengan koagulan yang tidak direkomendasikan. Pada masa mendatang, jika bau yang ditimbulkan tidak dapat diatasi, maka pabrik karet remah akan mendapatkan tekanan yang berat dari masyarakat di

lingkungan sekitarnya yang terganggu akibat bau yang dtimbulkan pabrik karet remah tersebut.

Bau menyengat yang berasal dari proses pengeringan saat ini masihditangani dengan menggunakan sistem wet scrubber atau biofilter (Tunas 2002).Sementara untuk

mengatasi permasalahan bau (malodor) yang ditimbulkan dari bahan olah karet, dianjurkan

untuk menggunakan bahan penggumpal yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri di dalam bokar atau menetralkan (mengurangi) bau yang telah terjadi sejak dari kebun diantaranya asap cair. Asap cair yang telah diproduksi secara massal adalah cairan berwarna cokelat, pH antara 2,5 – 3,0, berbau asap, tidak berbahaya bagi manusia, dan mengandung 67 jenis senyawa. Hasil pengujian dari 67 jenis senyawa tersebut adalah terdiri dari 18 jenis fenol, 5 jenis asam, 3 jenis karbonil, 6 jenis furan, 5 jenis siklopenten, 5 jenis senyawa siklopenten, 3 jenis senyawa benzene, dan 27 senyawa-senyawa lain seperti butena, bisiklo, borane, dan lain-lain (PSB2003). Dari 67 jenis senyawa-senyawa tersebut, menyebabkan asap cair dapat berfungsi sebagai koagulan, antibakteri (pengawet), antijamur, antiserangga, antioksidan, memberikan warna cokelat dan bau asap. Adanya zat antibakteri (fenol) mampu mencegah pertumbuhan bakteri dalam bokar sehingga tidak timbul bau busuk sejak dari kebun, zat antioksidan akan mempertahankan nilai PRI dalam karet, bau asap akan menetralkan bau busuk bokar, dan senyawa-senyawa yang mudah menguap akan mempercepat proses penguapan air dari dalam bokar (efek “syneresis”).

Dari pengamatan terhadap pabrik karet remah responden yang disurvey yang telah memanfaatkan asap cair sebagai pengurang bau di lingkungan pabrik (penyemprotan asap cair pada gudang bahan baku, blanket, kamar gantung angin, trolley dan scrubber),

menunjukkan hasil yang dicapai cukup menggembirakan, dimana bau busuk yang menyengat mampu diredam oleh bau asap cair. Hasil pengamatan di lapangan, rata-rata tingkat konsumsi asap cair berkisar antara 0,86 – 2,08 ml/kg karet yang diproduksi, lebih rendah dari yang direkomendasikan oleh Balai Penelitian Karet Sumbawa yaitu 5 – 10 ml/kg karet kering.

Jika dicermati dengan seksama dari setiap tahapan proses, sumber-sumber inefisiensi dan potensi limbah dapat teridentifikasi terutama dari (1) bahan olah karet rakyat, (2) proses pengolahan karet remah, (3) pengiriman produk, dan (4) kondisi pengolahan limbah. Sementara berdasarkan matriks aspek lingkungan, dampak lingkungan penting lingkungan terutama berasal dari (1) tingginya konsumsi air, (2) tingginya

konsumsi energi, (3) emisi ke udara, dan (4) opini publik terkait isu malodouryang

mengganggu kenyamanan lingkungan. Berdasarkan kemungkinan permasalahan yang terungkap dari masing-masing tahapan proses produksi karet remah tersebut selanjutnya dielaborasi berbagai peluang penerapan produksi bersih pada agroindustri karet remah.

Pada tahap awal dilakukan penyusunan hirarki pengembangan prioritas intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah berdasarkan keterkaitan faktor-faktor dan pelaku dalam lingkup implementasi produksi bersih agroindustri karet remah. Struktur hirarki terdiri atas 5 (lima) tingkatan, yaitu: sasaran (goal), pelaku, faktor, sub-faktor, dan

alternatif. Struktur hirarki prioritas intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah dapat dilihat pada Gambar 41.

Gambar 41 Hirarki penetapan prioritas intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah.

Tingkatan pertama yang merupakan sasaran (goal) dari permasalahan yang akan dikaji adalah prioritas intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah. Tingkatan kedua adalah pelaku yang termasuk stakeholder pengembangan sistem produksi bersih

perusahaan/Gapkindo, (4) Pemerintah Daerah, (5) Bapedalda/instansi pembina lainnya, dan (6) masyarakat lingkungan perusahaan. Tingkatan ketiga merupakan faktor yang menjadi dasar pertimbangan pemilihan alternatif intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah, yaitu : (1) teknis, (2) ekonomis, dan (3) lingkungan. Selanjutnya tingkatan keempat kriteria dari faktor pada tingkatan ketiga, yaitu : (1) efisiensi, (2) produktifitas, (3) daya saing, (4) investasi, (5) minimisasi limbah, dan (6) penurunan degradasi lingkungan. Tingkatan kelima didefenisikan sebagai alternatif intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah berdasarkan hasil wawancara pakar dan pelaku industri, yaitu : (1) perbaikan mutu bokar, (2) recycle air, (3) konservasi energi, (4) good housekeeping, (5) perbaikan skema mutu produk SIR, (6) sistem manajemen

perusahaan, dan (7) Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Pengolahan data dilakukan menggunakan metode AHP dengan bantuan

softwareexpert choice 2000 dengan rangkuman hasil seperti disajikan pada Gambar 41di

atas. Berdasarkan hasil pembobotan peran pelaku produksi bersih pada agroindustri karet remah, pelaku yang dinilai berperan signifikan adalah pemerintah daerah dengan nilai bobot tertinggi yaitu sebesar 0,261 diikuti oleh pabrik karet remah dengan bobot 0,261 dan petani karet dengan bobot 0,233. Keberhasilan program Gerakan Nasional Bokar Bersih (GNBB) sebagai upaya mendorong penerapan produksi bersih pada rantai produksi karet remah sangat dipengaruhi oleh peran pemerintah daerah setempat. Provinsi Sumatera Selatan termasuk salah satu provinsi yang mendapat penghargaan dari Menteri Pertanian pada pencanangan GNBB pada tanggal 23 Maret 2010 di Kalimantan Selatan berkat komitmen pemerintah daerah terhadap karet bersih dan mematuhi Permentan No.38 tahun 2008 tentang Pedoman Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet (bokar) dan Permendag No.53 tahun 2009 tentang Pengawasan Mutu Bahan Olah Karet untuk ekspor.

Intervensi produksi bersih tidak terlepas dari pertimbangan aspek-aspek teknis, ekonomis, dan lingkungan. Berdasarkan perbandingan tingkat kepentingan faktor, maka faktor ekonomi diberi bobot terbesar yaitu 0,498. Pertimbangan faktor teknis dan lingkungan memiliki bobot yang hampir seimbang dalam penentuan prioritas intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah. Sub-faktor efisiensi dan produktifitas memiliki bobot yang paling tinggi dalam pemilihan alternatif produksi bersih dengan nilai berturut-turut sebesar 0,231 dan 0,214. Kemampuan minimisasi limbah dan daya saing dinilai memiliki tingkat kepentingan yang hampir seimbang dengan bobot sebesar 0,151

Dokumen terkait