• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan sistem penunjang manajemen audit produksi bersih pada agroindustri karet remah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan sistem penunjang manajemen audit produksi bersih pada agroindustri karet remah"

Copied!
226
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN

AUDIT PRODUKSI BERSIH

PADA AGROINDUSTRI KARET REMAH

SAWARNI HASIBUAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul

“Pengembangan Sistem Penunjang Manajemen Audit Produksi Bersih pada Agroindustri Karet Remah”merupakan gagasan dan hasil penelitian saya dengan

arahan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksakebenarannya. Sumber informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

(3)

Production Audit of Crumb Rubber Industry. Supervised by E. GUMBIRA-SA’ID, ERIYATNO, ILLAH SA’ILLAH, SUHARTO HONGGOKUSUMO, and MUHAMMAD ROMLI.

Natural rubber is one of Indonesia’s strategic agroindustry commodity viewed from its role as the country’s source of foreign exchange in the sub-sector of plantations and the creation of employment. Considering that the production of Indonesian natural rubber is mostly directed toward the export market, it is necessary for Indonesia to observe various developments in the demands of world consumers, including environmental issues and sustainable development. The Indonesian natural rubber industry has become the focus of attention regarding the amount of potential liquid waste, solid waste, and odor emission produced by a series of crumb rubber production process. In order to be efficient in environmental management, it is necessary for the industrial circle to switch from the non-economical end-of-pipeline processing approach to the cleaner production approach to help increase the efficiency, profit, and competitiveness of the Indonesian rubber industry in the global market. The objective of this study is to develop an audit management support system for the cleaner production of crumb rubber industry with the following stages: 1) crumb rubber industry system analysis, 2) policy synthesis and cleaner production system support models, and 3) cleaner production management support system design in crumb rubber industry.The results of analysis revealed that the implementation of cleaner production in crumb rubber industry is influenced by the company’s internal and external factors. The main external driving factors on cleaner production in crumb rubber industry are the developments of consumer requirements on the environmental aspect, government regulations, and the economic benefits of cleaner production. The successfulness of cleaner production in crumb rubber industry is much influenced by the condition of farmers’ raw rubber which has not met the Indonesian National Standard (SNI) as a result of the culture of perpetrators who often add contaminating materials for the purpose of increasing rubber weight. Several recommended policies are the need of a price incentive system for raw rubber, socialization of cleaner production for perpetrators, partnership between factories and farmers, the certainty of raw material supply for new factories, the improvement in the role of regional government, and the improvement in law enforcement.To support theperformanceof cleaner production incrumb rubber

industry,SIMProsihCRwas designed inthe form of a softwarewhich is easilyoperated with

models, namely 1) cleaner production audit protocol model, 2) comprehensive environmental performance assessment model, 3) environmental performance rating

model, and 4) ISO 14001 sertification readiness assessment model. SIMProsihCRcan be

used bythe crumb rubber industry. The verification process and themodel validationtakes data from a private crumb rubber factory from South Sumatera as well as confirmation from experts.

(4)

SAWARNI HASIBUAN. Pengembangan Sistem Penunjang Manajemen Audit Produksi

Bersih pada Agroindustri Karet Remah. Dibimbing oleh E. GUMBIRA SA-ID, MADev, ERYATNO, ILLAH SAILLAH, SUHARTO HONGGOKUSUMO, and MUHAMMAD ROMLI.

Bagi Indonesia, karet alam termasuk salah satu komoditas agroindustri strategis ditinjau dari peranannya sebagai penghasil devisa negara sub-sektor perkebunan dan penciptaan lapangan pekerjaan.Pendapatan devisa darikomoditi karet pada tahun 2010 mencapai US$ 7,3milyardari total ekspor 2,351 juta ton karet. Komoditas karet menjadi tumpuan mata pencaharian tidak kurang dari 2,28 juta kepala keluarga petani yang tersebar di 25 provinsi, terutama di provinsi Sumatera, Jawa, dan Kalimantan (Ditjenbun 2010). Dengan karakteristik sebagian besar karet alam Indonesia dihasilkan dari perkebunan

rakyat, ekspor karet alam Indonesia didominasi oleh karet remah (crumb rubber, Standard

Indonesian Rubber/SIR) yakni sebesar 95,63 persen; sisanya diekspor dalam bentuk RSS

(Ribbed Smoke Sheet), lateks pekat, dan lainnya berturut-turut sebesar 3,87 persen, 0,46

persen, dan 0,04 persen (Depperin 2010; Amir & Honggokusumo 2010).

Mengingat produksi karet alam Indonesia sebagian besar ditujukan untuk pasar ekspor, maka Indonesia perlu mencermati berbagai perkembangan tuntutan konsumen global termasuk isu lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Industri karet alam Indonesia, banyak mendapat sorotan sehubungan besarnya potensi limbah cair, limbah padat, serta emisi bau yang dihasilkan dari rangkaian proses produksi karet remah. Agar efisien dalam pengelolaan lingkungan, kalangan industri perlu beralih dari pendekatan pengolahan akhir pipa yang tidak ekonomis ke pendekatan produksi bersih untuk membantu meningkatkan efisiensi, keuntungan, serta daya saing industri karet Indonesia di pasar global.Tujuan umum penelitian ini adalah mengembangkan sistem penunjang manajemen audit produksi bersih pada agroindustri karet remah, dengan tahapan berikut: 1) analisis sistem agroindustri karet remah, 2) sintesis kebijakan dan model-model pendukung sistem produksi bersih, dan 3) disain sistem penunjang manajemen produksi bersih pada agroindustri karet remah.

Analisis sistem agroindustri karet remah dilakukan melalui identifikasi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi upaya implementasi produksi bersih pada industri hulu pengolahan karet alam (khususnya industri karet remah) berdasarkan persepsi kalangan industri dan pendapat pakar. Penentuan faktor-faktor produksi bersih berdasarkan persepsi kalangan industri dilakukan dengan metode analisis faktor dan analisis korelasi, sementara faktor-faktor kritis implementasi produksi bersih di masa depan berdasarkan

pendapat pakar dieksplorasi melalui analisis prospektif partisipatif (prospective analysis).

Faktor-faktor yang berperan dalam pengembangan produksi bersih pada agroindustri karet remah berdasarkan persepsi perusahaan dibedakan menjadi faktor internal dan eksternal perusahaan.yaitu 1) gaya kepemimpinan, 2) mekanisme evaluasi, 3) manfaat ekonomi & lingkungan, 4) kemampuan karyawan, 5) tim profesional, 4) sistem insentif, 7) sistem informasi, 8) komunikasi masyarakat, 9) regulasi lingkungan, 10) kebijakan operasional,

11) investasi lingkungan, 12) trend konsumen global, dan 13) persyaratan lingkungan.

(5)

Ada delapan faktor penentu/kunci implementasi sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah di masa depan berdasarkan pendapat pakar, tiga faktor yang memiliki pengaruh dan ketergantungan tinggi terhadap sistem yaitu 1) bahan olah karet (bokar), 2) kultur, dan 3) manfaat ekonomi serta lima faktor yang memiliki pengaruh tinggi terhadap kinerja sistem namun ketergantungan antar faktor rendah, yaitu 1) regulasi, 2) tuntutan konsumen global, 3) produk karet remah, 4) akses teknologi bersih, dan 5) sistem manajemen lingkungan perusahaan. Pengembangan sistem produksi bersih pada

agroindustri karet remah dilakukan dengan strategi optimis-konservatif yang perlu

didukung oleh beberapa kebijakan yaitu 1) pembenahan kualitas bahan olah karet (bokar) melalui sistem insentif harga, 2) promosi manfaat ekonomis produksi bersih pada pelaku, 3) pembatasan pendirian pabrik baru dikaitkan dengan kepastian jaminan pasokan bahan baku, 4) pengembangan kelompok-kelompok kerja petani sebagai basis pengembangan kultur pelaku, 5) kemitraan antara agroindustri karet remah dengan pemasok bokar, 6) perbaikan skema standar SIR khususnya kadar kotoran, 7) peningkatan komitmen instansi pemerintah daerah terhadap konsep produksi bersih dan pembangunan berkelanjutan, dan 8) law enforcementtermasuk SNI Bokar dikaitkan dengan kebijakan pemerintah daerah.

Untuk kepentingan kalangan industri keberadaan sistem penunjang manajemen produksi bersih yang holistik akan mendukung percepatan implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah.

Dari sisi pengelolaan limbah padat dan gas, langkah-langkah yang dilakukan agroindustri karet remah tidak banyak berbeda satu dengan lainnya yaitu dengan cara mengangkut limbah padat ke pembuangan akhir atau diperuntukkan sebagai bahan

landfill,sementara untuk penanganan emisi gas dan bau umumnya digunakan air scrubber

serta larutan asap cair. Di sisi lain dalam hal pengolahan limbah cair terdapat keragaman pada perusahaan karet remah yang diamati yang dipengaruhi oleh kondisi bahan baku, volume produksi, dan kemampuan finansial perusahaan.

Untuk mendukung kinerja produksi bersih agroindustri karet remah dirancang

SIMProsihCR dalam sebuah perangkat lunak yang mudah untuk dioperasikan dengan

model-model yaitu 1) model-model protokol audit produksi bersih, 2) model-model pengukuran penilaian kinerja lingkungan, 3) model penilaian peringkat kinerja lingkungan, dan 4) model

penilaian kesiapan sertifikasi ISO 14001. SIMProsihCR dapat dimanfaatkan oleh

agroindustri karet remah. Proses verifikasi dan validasi model menggunakan data pabrik karet remah swasta yang berasal dari Sumatera Selatan serta konfirmasi dari pakar.

Model protokol produksi bersih mampu menetapkan tahapan proses kritis yang menjadi fokus audit. Tahapan proses kritis pada proses pengolahan karet remah terutama

pada penerimaan bahan olah karet, prosesblending, dan proses pengeringan (drying).

Berdasarkan matriks aspek lingkungan, kegiatan-kegiatan pada proses produksi karet remah memberikan dampak lingkungan penting dalam lima hal, yakni 1) tingginya konsumsi air, 2) tingginya konsumsi energi, 3) pengelolaan limbah cair, 4) emisi ke udara dalam hal bau, panas, dan kebisingan, dan 5) opini publik terutama terkait dengan polusi bau yang cukup mengganggu kenyamanan lingkungan. Alternatif intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah dapat diupayakan melalui 1) perbaikan mutu bokar, 2) recycle air, 3) konservasi energi, 4) good housekeeping, 5) perbaikan skema mutu

(6)

Model pengukuran kinerja lingkungan agroindustri karet remah mengacu pada

pengukuran kinerja lingkungan integrated dengan menggunakan dua kategori pengukuran

yaitu operasional dan manajerial. Model pengukuran kinerja lingkungan dirancang dalam

bentuk scoring board dengan fasilitas yang dapat memberikan rekomendasi terhadap status

capaian kinerja masing-masing indikator kinerja kunci (KEPI) yang dilengkapi dengan

sistem traffic light. Status masing-masing KEPI divisualisasikan tiga warna yang

mengindikasikan suatu kondisi kinerja lingkungan, warna merah untuk kondisi kerja lingkungan Buruk/Kurang, warna kuning untuk kondisi kerja lingkungan Sedang/Cukup, dan warna Hijau untuk kondisi kerja lingkungan Baik/Memuaskan.

Model peringkat kinerja lingkungan dirancang untuk mengevaluasi kinerja lingkungan komprehensif pada perusahaan yang berbeda atau pada periode waktu penilaian yang berbeda.Model penilaian peringkat kinerja lingkungan didasarkan pada 20

indikator kinerja kunci lingkungan (KEPI) dilengkapi dengan fasilitas traffic light system.

Hasil verifikasi model pada agroindustri karet remah menemukan bahwa masih terdapat indikator kinerja lingkungan yang memiliki status Kurang, diantaranya indeks bahan baku, limbah padat, konservasi air, konservasi energi, dan inovasi lingkungan.

Berkenaan dengan kebutuhan sertifikasi sistem manajemen lingkungan ISO 14001, telah dikembangkan model penetapan status sertifikasi dengan memanfaatkan logika

fuzzy.Pengembangan model sistem evaluasi kesiapan sertifikasi dilakukan melalui tiga

tahapan, yakni 1) identifikasi, 2) konseptualisasi, dan 3) formulasi. Pada tahap identifikasi ditetapkan karakteristik kelulusan sertifikasi ISO 14001, selanjutnya pengetahuan ahli pada

penilaian hasil audit ISO 14001 direpresentasikan dalam bentuk perangkat aturan (rule),

dan pada tahap akhir menentukan perangkat lunak yang dibutuhkan untuk penentuan kelulusan sertifikasi tersebut. Status sertifikasi dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yakni 1) Ditolak, 2) Ditangguhkan, 3) Lulus Bersyarat, dan 4) Lulus.Hasil verifiksi sebagian besar agroindustri karet remah berada pada keputusan Ditangguhkan untuk perusahaan swasta, sementara untuk perusahaan perkebunan masuk kategori Lulus.Kelemahan perusahaan swasta terutama pada aspek pemeriksaan dan tindakan koreksi serta belum berfungsinya pengkajian sistem manajemen lingkungan dan audit internal.

Sementara untuk keputusan pilihan perbaikan kinerja lingkungan perusahaan dipilih metoda hirarki proses. Metoda ini telah dievaluasi penerapannya pada kasus salah satu pabrik karet remah perkebunan. Prioritas yang ditemukan adalah penghematan penggunaan energi pada rangkaian proses produksi, disusul perbaikan mutu bahan olah,

dan meminimasi waktu break mesin produksi. Model hirarki dipandang cukup praktis

dikembangkan kelak dalam menentukan prioritas peningkatan kinerja lingkungan perusahaan, dengan catatan basis pengetahuan untuk perbandingan berpasangan setiap kriteria dapat diadopsi relatif lengkap dari pakar.

Keberhasilan implementasi model-model dalam Sistem Penunjang Manajemen

Produksi Bersih pada agroindustri karet remah (SIMProsihCR) memerlukan keterlibatan

seluruh perusahaan pada agroindustri karet remah dengan dukungan sistem informasimanajemen yang terintegrasi sehingga aktualitas data dan informasi, baik

terhadap benchmark produksi bersih maupun inovasi-inovasi lingkungan, dapat

(7)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut

Pertanian Bogor.

(8)

PENGEMBANGAN SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN

AUDIT PRODUKSI BERSIH

PADA AGROINDUSTRI KARET REMAH

SAWARNI HASIBUAN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Bambang Pramudya Noorachmat, M.Eng.

(Guru Besar Sistem Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor)

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti

(Guru Besar Teknologi Lingkungan Agroindustri Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor)

Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. R. Bambang Haryanto

(Peneliti Utama Balai Penelitian dan Penerapan Teknologi Jakarta)

Prof Dr. Ir. Erliza Noor

(Guru Besar Teknologi Industri Pertanian

(10)

Nama : Sawarni Hasibuan

NIM : 995185

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. E. Gumbira-Sa’id, MADev. Ketua

Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE. Anggota

Dr. Ir. Illah Sailah, MS. Anggota

Dr. Ir. Suharto Honggokusumo, M.Sc. Anggota

Prof. Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc. Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Machfud, MS.

Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(11)

Bismillahirrahmanirrahim.Segala puji dan syukur hanya patut dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, yang telah memberikan kesempatan dan kekuatan bagi penulis dalam menyelesaikan disertasi berjudul Pengembangan Sistem Penunjang Manajemen Audit Produksi Bersih ini.Disertasi ini merupakan hasil penelitian yang disusun dalam rangka memenuhi salahsatu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.Hasil penelitian pada disertasi ini disusun untuk membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi agroindustri karet remah dalam mendukng pembangunan yang berkelanjutan.

Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Endang Gumbira-Sa;id. M.A, Dev. sebagai Ketua Komisi

Pembimbing, Bapak Prof. Dr. Ir. H. Eriyatno, MSAE., Ibu Dr. Ir. Illah Sailah, MS., Bapak Dr. Ir. Suharto Honggokusumo, Ph.D., dan Bapak Prof. Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc. sebagai anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan kepercayaan, bimbingan, arahan, saran, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini.

2. Rektor Universitas Djuanda Bogor yang telah memberikan kesempatan dan ijin tugas

belajar kepada penulis.

3. Pimpinan Sekolah Pascasarjana, Pimpinan Fakultas Teknologi Pertanian, Pimpinan,

staf Pengajar, staf Administrasi Program Studi Teknologi Industri Pertanian yang dengan tulus dan ikhlas berbagi ilmu, pengalaman, dan pelayanan dengan penuh tanggungjawab dan pengabdian selama penulis menempuh studi di IPB Bogor.

4. Pimpinan, staf Pengajar, staf Laboratorium, dan staf Administrasi Fakultas Agribisnis

dan Teknologi Pangan Universitas Djuanda atas pengertian, dukungan, dan motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

5. Bapak Ir. Erwin Tunas dan Bapak Drs. H. Awi Aman yang telah memandu peneliti

selama survey di Palembang.

6. Pihak manajemen dan karyawan PT Aneka Bumi Pratama, PT Hok Tong, PT Sunan

Rubber, PT. Remco, PT. Muara Kelingi II, PT Badja Baru, PT. Fairco Bumi Lestari, PT Asahan, PT. Bakrie Sumatera Plantation Kisaran dan PTPN. VIII Cabang Cikumpay atas penerimaan dan kerjasama yang baik selama survey lapangan.

7. Almarhum Ayahanda dan Ibunda atas segenap perhatian, kasih sayang, dan doayang

tiada henti bagi ananda sepanjang perjalanan waktu hingga masih diberikan izin oleh Allah SWT menyelesaikan studi pada Program Studi Teknologi Industri IPB.

8. Keluarga, sahabat, dan berbagai pihak yang telah membantu memberikan motivasi,

dukungan, dan kontribusinya melalui berbagai cara sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.

Akhir kata, penulis berharap semoga disertasi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor,Februari 2012

(12)

Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 18Agustus 1965, sebagai putri pertama dari limabersaudarapasangan Alm. Drs. H. Muhammad Syofyan Hasibuan dan Hj. Siti Nurmaya Sagala. Penulis memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian dari Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor pada tahun 1989 dan gelar Magister Teknik dari Program Studi Teknik dan Manajemen Industri Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung tahun 1998. Selanjutnya, tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan program Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sejak tahun 1990 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Agribisnis dan Teknologi Pangan Universitas Djuanda Bogor.Selain sebagai tenaga pengajar, penulis juga melakukan berbagai kegiatan penelitian dan konsultasi serta pembinaan kemasyarakatan.

Selama mengikuti pendidikan program Doktor, penulis telah menulis dan melakukan publikasi artikel ilmiah yang merupakan bagian dari disertasi program Doktor penulis sebagai berikut.

1. Sawarni Hasibuan, E. Gumbira-Sa’id, Eriyatno, Illah Saillah, M. Romli, dan

Suharto Honggokusumo. 2009. Sistem Pengambilan Keputusan Kriteria Jamak untuk Audit Efisiensi Teknis Agroindustri Karet Remah. Dipublikasikan pada

Jurnal Komputasi Universitas Pakuan Vol. 6, No. 11, Januari 2009.

2. Sawarni Hasibuan, E. Gumbira-Sa’id, Eriyatno, Illah Saillah, M. Romli, dan

Suharto Honggokusumo. 2009. Kajian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Sistem Produksi Bersih pada Agroindustri Karet Remah.

Dipublikasikan pada Jurnal Pertanian Universitas Djuanda Vol. 2, No. 2, April

(13)

xiii

Halaman

ABSTRACT ……….………... iii

RINGKASAN …….………... iv

PRAKATA ………...………... xi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……… xii

(14)

xiv

ANALISIS KONDISI SISTEM AGROINDUSTRI KARET REMAH ………..……….. Gambaran Umum Agroindustri Karet Remah Responden ……… Analisis Faktor-fakor Produksi Bersih Berdasarkan Persepsi Perusahaan ……… Analisis Faktor Kunci Produksi Bersih Berdasarkan Pendapat Pakar …...……… Analisis Kebutuhan Pelaku Agroindustri Karet Remah ………. Formulasi Permasalahan ………

REKAYASA MODEL SISTEM PENUNJANG MANAJEMEN PRODUKSI BERSIH . Konfigurasi Model ……….

HASIL VERIFIKASI MODEL DAN PEMBAHASAN ……… 106

Model Protokol Audit Produksi Bersih Agroindustri Karet Remah ... 106

Model Penilaian Kinerja Efisiensi Teknis Agroindustri Karet Remah ... 126

Model Penilaian Kinerja Lingkungan Komprehensif Agroindustri Karet Remah ... 130

Model Penilaian Peringkat Kinerja Lingkungan ………... 141

Model Evaluasi Kesiapan Sertifikasi ISO 14001 ... 143

Rancangan Implementasi SIMProsihCR Agroindustri Karet Remah ……….. 149

Implikasi Hasil Penelitian ………... 162

(15)

xv

Halaman

1 Perkembangan ekspor karet alam Indonesia tahun 2005-2010 ………. 2

2 Perkembangan produksi karet alam negara berdasarkan produsen utama, tahun 2001-2009 ... 17 3 Pekembangan produksi dan ekspor karet alam Indonesia tahun 2001 – 2009 ... 18

4 Persyaratan mutu bahan olah karet (bokar) (SNI 06-2047-2002) ... 20

5 Skema SIR berdasarkan SNI 06-1903-2000) ... 21

6 Baku mutu limbah cair industri karet remah ... 27

7 Karakteristik air limbah pada tahapan proses karet remah ... 28

8 Pengaruh langsung antar faktor dalam sistem yang dikaji ……….………... 37

9 Parameter linguistik ... 49

10 Kinerja Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 : 2006 ………..……… 56

11 Identifikasi kebutuhan data dan sumber perolehan data penelitian …….………. 60

12 Proses pembentukan item-item kuesioner penelitian persepsi agroindustri karet remah terhadap sistem manajemen lingkungan perusahaan ………... 62

13 Aliran proses, fungsi, dan jenis limbah pada agroindustri karet remah …... 74

14 Kisaran nilai uji emisi ke udara dan kebisingan pabrik karet remah responden …. 76 15 Koefisien reliabilitas alat ukur penelitian ... 78

16 Agregasi variabel asal hasil matriks faktor terotasi ……… 80

17 Karakteristik variabel laten persepsi agroindustri karet remah ………. 80

18 Hasil identifikasi faktor-faktor kritis implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah ………. 84

19 Kemungkinan kondisi faktor di masa depan terhadap implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah ... 86

20 Alternatif skenario kondisi di masa depan terhadap implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah ... 87

21 Alokasi bintang pada masing-masing skenario implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah ... 87

22 Agregasi pengaruh skenario terhadap implementasi produksi bersih pada industri pengolahan karet alam ……….. 87

(16)

xvi

24 Kebutuhan stakeholder dalam pengembangan model SIMProsih ... 93

25 Neraca masukan dan keluaran proses produksi karet remah ………..………….. 107

26 Matriks aspek lingkungan penting pada proses produksi karet remah ... 112

27 Karakteristik limbah cair agroindustri karet remah dengan pengolahan secara lumpur aktif dan kimia 114 28 29 Profil biaya pengolahan pada agroindustri karet remah ... Keragaman biaya sumber daya air dan energi pada tiga pabrik karet responden ... 115 120 30 Rangkuman potensi produksi bersih pada agroindustri karet remah ... 122

31 Parameter proses dan nilai pagu untuk proses produksi karet remah …………... 124

32 Pemilihan kriteria efisiensi teknis/ekonomis untuk industri karet remah ………. 127

33 Data numerik efisiensi teknis dan hasil penilaian pakar efisiensi teknis kasus perusahaan karet remah serta bobot masing-masing kriteria ... 128

34 Daftar indikator kinerja kunci lingkungan komprehensif agroindustri karet remah ………. 132

35 Aspek dan kriteria penilaian kinerja lingkungan perusahaan Proper Bapedal …. 134 36 Matriks rancangan pengembangan indikator kinerja kunci (KEPI) lingkungan agroindustri karet remah 136 37 Rekapitulasi nilai bobot indikator kinerja kunci agroindustri karet remah …….. 138

38 Model environmental scorecardCR pengukuran kinerja lingkungan agroindustri karet remah 140

39 Model environmental scorecardCR pengukuran peringkat kinerja lingkungan agroindustri karet remah 142

40 Klassifikasi rentang penerimaan indikator audit ISO 14001 ... 143

41 Data kesiapan produksi bersih untuk setiap parameter input ……… 152

42 Data kinerja lingkungan tiga pabrik karet remah ………. 153

43 Pemeriksaan kesesuaian hasil environmental-scorecard ……….. 154

44 Nilai kinerja lingkungan pabrik karet remah ……… 154

45 Hasil pemeriksaan peringkat kinerja lingungan tiga pabrik karet remah ………. 155

46 Hasil audit kesiapan sertifikasi ISO 14001 pabrik karet remah ……….. 155 47 Hasil pemeriksaan keputusan kesiapan sertifikasi ISO 14001 pabrik karet

(17)

xvii

1 Definisi dan ruang lingkup produksi bersih ... 10

2 Model Sistem Manajemen Lingkungan EMS (SNI 19-14001 2005) ... 15

3 Kerangka kerja 7-S McKinsey & Co ... 16

4 Diagram alir pengolahan SIR 3L, 3CV, dan 3WF ……… 22

5 Diagram alir pengolahan SIR 5 ………. 23

6 Ragam proses pengolahan SIR 10 dan SIR 20 ………. 24

7 Sumber limbah pada pengolahan karet remah ……….. 26

8 Konfigurasi model sistem penunjang manajemen ……… 31

9 Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem ... 38

10 Penentuan input dan output suatu operasi ………. 54

11 Kerangka pemikiran pengembangan SIMProsih agroindustri karet remah …….. 55

12 Metode pengembangan sistem penunjang manajemen produksi bersih agroindustri karet remah dengan pendekatan sistem ……… 57

13 Lokasi penelitian pengambilan sampel penelitian sistem produksi bersih agroindustri karet remah ………... 60

14 Sebaran wilayah dan kategori agroindustri karet remah yang diteliti ... 66

15 Sebaran kapasitas produksi agroindustri karet remah yang diteliti ... 67

16 Keragaman bahan olah karet pada agroindustri karet remah yang diteliti ... 68

17 Jenis produk yang dihasilkan agroindustri karet remah yang diteliti ... 68

18 Proses pemecahan slab/lump pada mesin pre-breaker dan homogenisasi pada mesin creper ……….. 71 19 Lembaran compo/blanket dikeringkan pada suhu ruang ……….. 71

20 Proses pengeringan karet remah di dryer ………. 72

21 Proses pengempaan dan pengemasan produk karet remah ………... 73

22 Kondisi pengolahan limbah cair pada agroindustri karet remah yang diteliti ….. 75

(18)

xviii

26 Pemetaan kemampuan agroindustri karet remah pada tahun 2009 terhadap

usulan perbaikan skema SIR ………. 90

27 Perkembangan rata-rata kadar kotoran SIR 20 agroindustri karet remah di Palembang tahun 2010 ……….. 91

28 Diagram sebab akibat sistem produksi bersih agroindustri karet remah …..……. 95

29 Diagram input-output sistem penunjang manajemen produksi bersih agro-industri karet remah ………..………. 96

30 Kerangka model sistem penunjang manajemen produksi bersih agroindustri karet remah ... 97

31 Model protokol audit produksi bersih pada agroindustri karet remah ... 99

32 Model penilaian kinerja efisiensi teknis agroindustri karet remah ... 100

33 Diagram alir seleksi indikator kinerja lingkungan agroindustri karet remah …… 101

34 Diagram alir model peringkat kinerja lingkungan agroindustri karet remah …… 103

35 Diagram alir model evaluasi kesiapan sertifikasi ISO 14001 ... 105

36 Keragaman jenis dan volume ekspor karet remah Indonesia (ton) tahun 2009 .... 107

37 Diagram alir proses pengolahan karet remah di salah satu perkebunan swasta ... 108

38 Neraca bahan, air (tanpa recycle), dan energi produksi karet remah pada perusahaan yang menggunakan bahan bakar solar pada dryer ... 109 39 Neraca bahan, air (dengan recycle), dan energi produksi karet remah pada perusahaan yang menggunakan bahan bakar gas pada dryer ... 110 40 Neraca bahan, air (dengan recycle), dan energi produksi karet remah pada perusahaan yang menggunakan bahan bakar batubara pada dryer ... 111 41 Hirarki penetapan prioritas intervensi produksi bersih pada agroindustri karet remah ... 117

42 Faktor-faktor yang menjadi hambatan penerapan produksi bersih pada agrindustri karet remah 121 43 Struktur hirarki penyusunan prioritas keputusan perbaikan kinerja efisiensi teknis kasus perusahaan perkebunan ... 130

44 Kerangka cascade pengembangan indikator kinerja lingkungan komprehensif agroindustri karet remah ……… 131

45 Representasi Fuzzy Pemenuhan Elemen Kesesuaian Sistem ……… 144

46 Representasi Fuzzy Pemenuhan Elemen Kecukupan Sistem ……… 145

47 Representasi Fuzzy Pemenuhan Elemen Konsistensi Sistem ………... 146

(19)

xix

49 Representasi Fuzzy Keangotaan Status Sertifikasi ……… 148

50 Ilustrasi model inferensi fuzzymamdani untuk keputusan sertifikasi Sistem Manajemen

Lingkungan ISO 1400……….. 148

51 Rancangan peta kendali kadar kotoran SIR 20 dan mapping kondisi PT_D …… 151 52 Proses login pada SIMProsihCR ……… 156 53 Tampilan sub menu model base interaktif pada SIMProsihCR ………. 157

54 Tampilan input model audit produksi bersih interaktif pada SIMProsihCR ………. 158

55 Tampilan output rekomendasi produksi bersih pada model audit produksi bersih

interaktif pada SIMProsihCR ………. 158 56 Tampilan antar muka scoring board environmental scoredcard interaktif pada

SIMProsihCR ………. 159

57 Grafik monitoring kinerja KEPI limbah padat agroindustri karet remah di Palembang

tahun 2010 ……….. 160

(20)

xx

1 Kuesioner Persepsi Perusahaan Terhadap Faktor-faktor Produksi Bersih pada

Agroindustri Karet Remah ………. 175

2 Hasil Ekstraksi Variabel Asal Independen Faktor-faktor Dominan Produksi

Bersih pada Agroindustri Karet Remah ………. 180 3 Matriks komponen hasil rotasi varimax ……… 181 4 Matriks Korelasi Spearman’s Faktor-faktor Dominan Kondisi Existing

Imple-mentasi Produksi Bersih Agroindustri Karet Remah ………... 182 5 Hasil penilaian kesiapan produksi bersih pada agroindustri karet remah ………. 183 6 Basis aturan dalam model sistem pakar audit produksi bersih dan saran

peningkatan kinerja produksi bersih SIMPROSIHCR ……… 184 7 Agregasi Indikator Kinerja Lingkungan untuk Industri Karet Remah ... 185 8 Rekomendasi aksi peningkatan kinerja lingkungan agroindustri karet remah ….. 188 9 Penggalan Rule base untuk keputusan sertifikasi ISO 14001agroiIndustri karet

remah ………. 191

10 Kuesioner Penilaian Efektifitas Implementasi Permentan 38 Tahun 2008 dan

Permendag 53 tahun 2009 ………. 193

11 Produktifitas basah, produktifitas kering, limbah padat, dan limbah cair

responden pabrik karet remah ……… 194

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Karet alam termasuk salah satu komoditi strategis agroindustri di Indonesia karena memberikan peranan yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara dari sub-sektor perkebunan dan memiliki mata rantai yang sangat banyak bagi penciptaan lapangan pekerjaan. Hingga saat ini Indonesia masih merupakan produsen karet alam terbesar kedua di dunia dengan produksi sebesar 2,77 juta ton pada tahun 2010 setelah Thailand dengan produksi sebesar 3,09 juta ton (Ditjenbun 2010; Amir dan Honggokusumo 2010). Dari sisi luas lahan, sesungguhnya Indonesia menempati urutan pertama Negara dengan luas lahan karet terbesar di dunia yaitu 3,45 juta hektar disusul Thailand di posisi kedua seluas 2,76 juta hektar. Dari luasan lahan tersebut, petani mengelola 2,94 juta Ha atau 85 persen dari lahan perkebunan karet sedangkan sisanya dikelola oleh perkebunan negara dan perkebunan swasta. Saat ini, komoditas karet menjadi tumpuan mata pencaharian tidak kurang dari 2,28 juta kepala keluarga petani yang tersebar di 25 provinsi, terutama di

provinsi Sumatera, Jawa, dan Kalimantan (MP3EI 2011; Ditjenbun 2010).

Produksi karet alam Indonesia hampir seluruhnya (84,5 persen) ditujukan untuk pasar ekspor. Total nilai ekspor karet alam Indonesia memperlihatkan peningkatan selama sepuluh tahun terakhir, kecuali pada tahun 2009 terjadi penurunan akibat menurunnya volume ekspor Indonesia dan harga karet alam dunia. Peningkatan nilai ekspor tertinggi diperoleh pada tahun 2010 sebesar US$ 7,32 milyar dari volue ekspor 2,351 juta ton, meningkat tajam dibandingkan kondisi tahun sebelumnya sebesar US$ 3,24 milyar dari volume ekspor 1,991 juta ton (Gapkindo 2011, Ditjenbun 2011). Karena sebagian besar karet alam Indonesia dihasilkan dari perkebunan rakyat maka ekspor karet alam Indonesia

didominasi oleh karet remah (crumb rubber, Standard Indonesian Rubber/SIR) yakni

sebesar 96,8 persen; sisanya diekspor dalam bentuk RSS (Ribbed Smoke Sheet) dan lateks

pekat berturut-turut sebesar 2,56 persen dan 0,55 persen (Gapkindo 2011; Amir & Honggokusumo 2010). Perkembangan ekspor karet alam Indonesia periode tahun 2005 - 2010 selengkapnya tersaji pada Tabel 1.

(22)

yang menentukan bagi penerimaan produk karet remah Indonesia di pasar global, namun Indonesia perlu mencermati berkembangnya berbagai standar internasional. Berbagai perjanjian internasional di bidang perdagangan yang telah disepakati seperti GATT/WTO

dapat bersifat mengikat sehingga mengurangi “degree of freedom” Indonesia dalam

melakukan kegiatan perdagangan. Disamping kebijakan internasional yang mengatur tentang ketentuan tarif, Indonesia juga perlu mengantisipasi kebijakan internasional yang bersifat non-tarif diantaranya adalah perlindungan terhadap keamanan dan kesehatan manusia serta lingkungan hidup. Pada berbagai Negara perkembangan isu lingkungan kerapkali dikaitkan dengan dunia usaha, misalnya beberapa negara konsumen berlandaskan kekuatan pasarnya yang tinggi telah mengembangkan program ekolabel. Sertifikasi ISO 14001 yang diberlakukan pada perdagangan global sejak 1996 mengisyaratkan perlunya industri memiliki sistem manajemen lingkungan yang komprehensif.

Tabel 1 Perkembangan ekspor karet alam Indonesia tahun 2005-2010

2006 2007 2008 2009 2010

Lateks Pekat 8.334 7.610 8.547 9.147 12.929

Ribbeds Smoked Sheet (RSS) 325.393 275.497 137.756 77.040 60.166 SIR (Technically Specified

Rubber)

1.952.268 2.121.863 2.148.447 1.905.016 2.276.287

Jenis karet lain (ton) 3 1.786 706 60 -

Total volume (ton) 2.285.997 2.406.756 2.595.456 1.991.263 2.351.915 Total nilai (000 US$) 4.320.705 4.868.746 6.056.573 3.241.364 7.326.605

Sumber : Gapkindo (2011)

Agar efisien dalam pengelolaan lingkungan, kalangan industri tidak lagi dapat

bertumpu pada pendekatan pengolahan akhir pipa (end of pipe) yang tidak ekonomis.

Pendekatan produksi bersih dalam mengatasi masalah pencemaran diyakini sebagai

win-win solution karena mengharmonisasikan dua kepentingan, yakni kepentingan lingkungan

dan bisnis (http://www.inem.org/htdocs/inem_resources.html 15 Mei 2009). Pendekatan

(23)

tak terkecuali Indonesia (Jutz 2007; Hicks & Dietmar 2007; Bustami 2004; Hirschorn 1998).

Fenomena saat ini mengisyaratkan bahwa industri pengolahan karet alam Indonesia masih belum sepenuhnya efisien dalam proses produksinya, salah satu indikatornya dapat dicermati dari besarnya volume limbah cair yang dihasilkan. Dari berbagai jenis proses pengolahan karet alam tersebut, proses pengolahan karet remah menyumbang pencemaran limbah cair terbesar. Volume limbah cair pengolahan karet remah rata-rata sekitar 40 liter/kg SIR, sementara pada pengolahan RSS dan lateks pekat rata-rata lebih rendah yaitu berturut-turut sebesar 5 – 6 liter/kg RSS dan 1 liter/kg lateks pekat. Keluaran limbah cair pabrik karet memiliki karakterstik pH rendah (4,2 – 6,8) dengan nilai BOD dan COD yang tinggi sehingga dapat mengganggu ekosistem lingkungan yang menerima air buangan tersebut (Bapedal-BPTK 2004). Potensi limbah padat dari agroindustri karet remah berupa tatal, lumpur, pasir, dan lainnya juga cukup besar dan memerlukan penanganan lanjut. Disamping limbah cair dan padat, pada proses pengolahan karet remah juga dihasilkan bau

tidak sedap (malodor) akibat penguraian senyawa protein dalam bahan olah karet remah

yang mengganggu kenyamanan lingkungan di sekitar pabrik. Konsekuensinya adalah penambahan pada biaya penanganan untuk meminimumkan dampak pencemaran lingkungan tersebut. Oleh karena itu, kajian pengembangan produksi bersih pada

agroindustri karet remah, masih menjadi kebutuhan stakeholder agroindustri. Upaya

penerapan produksi bersih bukan hal yang mudah, karena produksi bersih membutuhkan

penerapan ilmu pengetahuan, perbaikan teknologi, serta perubahan sikap (attitude) dan

perilaku (behavior) dari para pelaku bisnisnya. Produksi bersih tidak hanya sekedar

melakukan perubahan bahan dan peralatan produksi, namun harus bermuara pada sistem

produksi dan konsumsi yang berkelanjutan (Rahman et al. 2009; Saxena 2004; Parasnis

2003; Geiser 2001).

Berbagai pendekatan, kebijakan, dan alat bantu dapat memberikan kontribusi bagi

keberhasilan penerapan produksi bersih (Thorpe 2009; Soontornrangson et al. 2004; UNEP

1994). Dari berbagai alat bantu yang dapat digunakan, assesment dan audit dinilai efektif

memberi inisiatif pilihan bagi produksi bersih. Menurut Tardan et al. (1997) dan Fandeli et

al. (2006), suatu audit lingkungan yang efektif dan murah terhadap proses produksi yang

(24)

dengan masalah kesadaran pelaku industri, memerlukan biaya yang relatif besar, dan memerlukan waktu yang lama. Selain itu audit perlu didukung oleh tim auditor yang handal dalam aspek sistem dan teknologi pengelolaan lingkungan, prosedur dan teknis audit, serta karakteristik dan analisis tentang sistem manajemen.

Agar audit produksi bersih dapat berjalan dengan efektif dan efisien maka perlu dikembangkan sistem penunjang manajemen produksi bersih dalam bentuk perangkat

lunak (software). Dengan demikian produsen karet alam misalnya, dapat memanfaatkan

perangkat lunak sistem penunjang manajemen produksi bersih tersebut untuk melakukan

proses audit produksi bersih secara mandiri (self audit/self assesment), atau melalui

prosedur formal dengan melibatkan instansi terkait (Bapedal). Perangkat lunak tersebut

juga perlu mengakomodasikan butir-butir ISO 14001 (Environmental Management System,

EMS) yang merupakan salah satu prasyarat pada perdagangan global. Sistem manajemen EMS diyakini merupakan alat bantu manajemen yang paling umum dimanfaatkan untuk

tujuan produksi bersih, walaupun terdapat sistem manajemen lain seperti Baldridge

Quality Award dan Balance Scorecard (http://www.cleanerproduction.com/tools/ems.htm

2 Desember 2009).

Uraian tersebut di atas memberikan gambaran bahwa upaya mewujudkan produksi bersih pada agroindustri karet remah cukup kompleks, dinamis, dan berkelanjutan sehingga diperlukan penyelesaian persoalan dengan pendekatan sistem. Penggunaan pendekatan sistem dalam mewujudkan produksi bersih pada agroindustri karet remah diharapkan akan menghasilkan suatu keputusan yang efektif dan operasional sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, dengan memandang sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah secara menyeluruh (Eriyatno 1998). Pada tahap awal pengembangan sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah dilakukan eksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas penerapan produksi bersih. Perancangan Sistem Penunjang

Manajemen Produksi Bersih Karet Remah (SIMProsihCR) mengintegrasikan faktor-faktor

yang dominan pengaruhnya terhadap implementasi produksi bersih pada agroindustri karet

remah yang berorientasi pada tujuan dan kebutuhan pengguna. Rancangan SIMProsihCR

mengakomodasikan butir-butir Sistem Manajemen Lingkungan yang diterima secara

global, yakni ISO 14001 (EMS, Environmental Management System), untuk menawarkan

(25)

Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah mengembangkan sistem penunjang manajemen

produksi bersih pada agroindustri karet remah (crumb rubber). Secara khusus penelitian

ini memiliki beberapa sasaran berikut: 1) mengidentifikasi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi implementasi produksi bersih pada agroindustri karet remah berdasarkan persepsi industri dan pakar; 2) merekomendasikan implikasi kebijakan yang mendukung perkembangan sistem produksi bersih pada agroindustri karet remah; 3) merekayasa model sistem penunjang manajemen produksi bersih untuk mendukung operasionalisasi dari kebijakan pengelolaan agroindustri karet remah yang responsif terhadap dinamika lingkungan dan perdagangan global.

Ruang Lingkup Penelitian

Obyek penelitian yang dikaji pada penelitian ini adalah industri hulu pengolahan karet alam yang menggunakan bahan olah karet beragam sebagai representasi dari agroindustri pengolahan karet alam, khususnya agroindustri karet remah di Indonesia. Faktor bahan baku, teknologi, proses produksi, hirarki limbah, karakteristik limbah, kebijakan pemerintah, sistem manajemen lingkungan, dampak lingkungan, dan kinerja lingkungan merupakan faktor-faktor yang dikaji dalam merekayasa model sistem penunjang manajemen audit produksi bersih pada agroindustri karet remah.

Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan dalam mendukung upaya keberhasilan implementasi produksi bersih sebagaimana berikut.

1. Sebagai masukan kebijakan manajemen ramah lingkungan bagi pengambil keputusan,

baik di lingkungan pemerintah maupun industri, khususnya agroindustri karet remah.

2. Memberikan pandangan umum bagi kalangan agroindustri karet remah dalam

(26)

3. Memungkinkan bagi berbagai stakeholder untuk menilai kinerja agroindustri karet

remah secara efisien sehingga akan turut mendukung peningkatan kepedulian industri dalam memperhatikan kinerja lingkungan perusahaannya.

4. Bagi lingkungan akademik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

berupa aplikasi ilmu sistem dalam mengatasi permasalahan manajemen lingkungan secara komprehensif pada agroindustri karet remah.

Kebaruan Penelitian

Penelitian Pengembangan Sistem Penunjang Manajemen Audit Produksi Bersih

pada Agroindustri Karet Remah (SIMProsihCR) mempunyai kebaruan pada hasil

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Konsepsi Pembangunan Industri Berwawasan Lingkungan

Pertumbuhan ekonomi, keseimbangan ekologi dengan aplikasi teknologi ramah lingkungan, dan kemajuan serta kemakmuran masyarakat menjadi pilar utama pembangunan yang berkelanjutan (Gumbira-Said 1997; Adams & Thomas 2006). Jika

pada awalnya pengertian pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development)

yang dicetuskan oleh The World Comission on Environment & Development (WCED)

sebagai "proses pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhannya dan generasi

mendatang" lebih berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan, maka pada dokumen hasil World

Summit 2005 menekankan bahwa tiga dimensi pembangunan ekonomi, pembangunan

sosial, serta perlindungan lingkungan saling terkait satu sama lain dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan (Adams & Thomas 2006). Mengacu pada batasan tersebut, UNIDO mendefinisikan pembangunan industri berwawasan lingkungan

atau "Ecologically Sustainable Industrial Development (ESID)” sebagai pola industrialisasi

yang memberikan kontribusi secara ekonomi dan manfaat sosial bagi generasi sekarang dan mendatang tanpa mengorbankan proses-proses ekologis mendasar. Pola berkelanjutan dalam pembangunan industri berfokus pada konsep eko-efisiensi, yakni mencoba memanfaatkan secara efisien semua sumber-sumber, baik yang tidak dapat diperbaharui maupun yang dapat diperbaharui, dalam batas-batas kapasitas ekosistem dalam mengasimilasi limbah (Soemarwoto 2001). Sementara Gumbira-Said & Dewi (2003) menyatakan bahwa fokus eko-efisiensi adalah pada penciptaan nilai yang terbaik dengan memadukan kebutuhan konsumen serta mengurangi dampak lingkungan.

Industri nasional perlu menerapkan prinsip-prinsip pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, mengingat negara-negara maju yang mencetuskan gagasan tersebut juga merupakan negara-negara tujuan ekspor utama produksi dalam negeri, seperti Amerika Serikat, Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), Jepang, dan sebagainya. Mengingat orientasi produksi karet alam Indonesia adalah untuk kebutuhan ekspor, maka seyogianya agroindustri karet alam tersebut mengantisipasi dan mengadopsi tuntutan perkembangan lingkungan global dalam hal produk yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

(28)

pembangunan berkelanjutan. Walaupun negara-negara berkembang mencurigai isu

lingkungan sebagai non-tariff barrier oleh negara-negara maju dalam perdagangan global,

tidak berarti negara-negara berkembang tersebut dapat mengabaikannya. Untuk itu dibutuhkan suatu pemikiran strategik yang mampu mengakomodasikan kepentingan semua pihak dengan memberikan perhatian pada aspek lingkungan dan membuat kebijakan yang dapat mendorong terwujudnya pembangunan industri yang berwawasan lingkungan.

Pendekatan manajemen lingkungan

Pada awalnya strategi pengelolaan lingkungan mengacu pada pendekatan kapasitas daya dukung, namun sayangnya konsep ini tidak berhasil mengingat kendala-kendala yang timbul dan upaya yang sering kali dilakukan adalah memperbaiki (remediasi) kondisi lingkungan yang tercemar dan rusak sehingga menjadi mahal biayanya (Jackson 1993; Indrasti & Fauzi 2009). Dikarenakan konsep daya dukung sulit diterapkan, pada era

1970-an kebijak1970-an lingkung1970-an bertumpu pada pengendali1970-an d1970-an kom1970-ando (command and

control), dimana kepedulian akan lingkungan hanya timbul melalui tekanan hukum dan

perundangan. Aksi yang diambil baru pada tahap pembersihan polusi, pembatasan pertumbuhan, ataupun pengenaan sangsi. Pada situasi tersebut, industri dipaksa mengikuti

aturan baku mutu limbah yang dihasilkan dengan cara pengolahan end-of-pipe (akhir pipa).

Walaupun tidak semahal remediasi, pengolahan akhir pipa dianggap memberikan beban biaya tambahan pada proses produksi perusahaan, sehingga biaya per satuan produk akan meningkat. Karena merasa dirugikan, pengusaha kerap kali melakukan aksi penolakan. Pada sisi lain, konsumen juga merasa dirugikan karena harga produk menjadi lebih mahal, sehingga konsumen juga kurang memberikan respon positif terhadap pendekatan pengolahan limbah akhir pipa tersebut, dan pada kenyataannya, masalah pencemaran lingkungan juga masih tetap terjadi.

Pada era tahun 1990-an strategi pengelolaan lingkungan bergeser ke arah upaya

preventif atau pencegahan, dimana prinsip produksi bersih (cleaner production)

(29)

Pada hakekatnya strategi produksi bersih berawal dari pemikiran bahwa upaya untuk melindungi lingkungan perlu menyatukan dua kepentingan, yakni kepentingan lingkungan dan kepentingan bisnis, demi memberikan perlindungan bagi generasi berikut. Dengan demikian, apabila masyarakat bisnis semula menanggulangi limbah setelah limbah tersebut dihasilkan, maka saat ini titik berat manajemen bergeser ke arah pengembangan teknologi dan proses produksi yang mencegah terjadinya limbah. Kegiatan tersebut disebut eko-efisiensi, yakni manajemen bisnis yang bertujuan menaikkan efisiensi ekonomi

dan ekologi (Soemarwoto 2001). Konsep eko-efisiensi dan konsep produksi bersih

memberikan jawaban atas pemenuhan dua kepentingan sekaligus, yakni kepentingan lingkungan dan kepentingan ekonomi. Pada dasarnya kedua konsep di atas tidak berbeda. Jika eko-efisiensi berangkat dari isu-isu efisiensi ekonomi yang memberikan manfaat

positif bagi lingkungan, maka produksi bersih berawal dari isu-isu efisiensi lingkungan

yang memberikan manfaat positif secara ekonomi. Gumbira-Said & Dewi (2003) mengungkapkan bahwa eko-efisiensi lebih menekankan pada aspek analisis akutansi manajemen dan manajemen finansial, sementara produksi bersih lebih banyak memperhatikan sisi manajemen produksi dan operasi serta manajemen teknologi. Namun

demikian, kedua strategi tersebut diyakini sebagai solusi win-win situation dalam

mendukung pembangunan berkelanjutan.

(30)

know-how teknologi produksi bersih serta mengubah sikap (attitude) dan perilaku

(behavior). Dengan melaksanakan strategi produksi bersih, maka suatu perusahaan dapat

dikategorikan sebagai perusahaan yang eko-efisien (Berkel 2006; Gumbira-Said & Dewi 2003; WBCSD 1998&2001).

Kunci perbedaan antara pengendalian pencemaran dan produksi bersih adalah dalam kesatuan ketepatan waktunya. Pengendalian pencemaran dilakukan sesudah kejadian, suatu pendekatan yang reaktif dan mengelola; produksi bersih mengkilas balik pada filosofi antisipasi dan pencegahan. Walaupun demikian, produksi bersih tidak untuk mengklaim teknologi akhir pipa yang selama ini digunakan. Upaya produksi bersih dimaksudkan untuk mengacu pada pengurangan kebutuhan bagi teknologi akhir pipa dan dalam beberapa kasus dapat mengeliminasi kebutuhan akan teknologi akhir pipa keseluruhan. UNIDO (2002) melengkapi definisi dan ruang lingkup produksi bersih yang lebih holistik sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Definisi dan ruang lingkup produksi bersih (UNIDO 2002). PRODUKSI BERSIH

Strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat terpadu dan preventif

Diterapkan dalam proses produksi dan siklus pelayanan

Produk :

(31)

Secara garis besar, penerapan produksi bersih dikelompokkan ke dalam lima kegiatan berikut : (1) perubahan material masukan, (2) perubahan proses dan teknologi, (3) perubahan produk akhir, (4) melakukan daurguna bahan di lapangan, terutama di dalam

proses pada batas-batas tertentu, dan (5) tata laksana rumah tangga yang lebih baik (good

house-keeping). Produksi bersih bukanlah suatu sistem yang statis dan berhenti hanya

pada satu objek dan temuan, tetapi improvisasi suatu model ke model yang lainnya seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Prinsip-prinsip pokok dalam strategi produksi bersih dalam Kebijakan Nasional

Produksi Bersih (KLH 2003)dituangkan dalam 1E4R atau 5R (Elimination, think,

Re-use, Reduction, Recovery and Recycle).

Elimination (pencegahan) adalah upaya untuk mencegah timbulan limbah langsung

dari sumbernya, mulai dari bahan baku, proses produksi sampai produk.

Re-think(berpikir ulang), adalah suatu konsep pemikiran yang harus dimiliki pada

saat awal kegiatan akan beroperasi.

Reduce(pengurangan) adalah upaya untuk menurunkan atau mengurangi timbulan

limbah pada sumbernya.

Reuse (penggunaan kembali) adalah upaya yang memungkinkan suatu limbah

dapat digunakan kembali tanpa perlakuan fisika, kimia atau biologi.

Recycle (daur ulang) adalah upaya mendaur ulang limbah untuk memanfaatkan

limbah dengan memrosesnya kembali ke proses semula melalui perlakuakn fisika, kimia dan biologi.

Recovery (ambil ulang) adalah upaya mengambil bahan-bahan yang masih

mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu limbah, kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuakn fisika, kimia dan biologi.

Meskipun prinsip produksi bersih dengan strategi 1E4R atau 5R, namun prioritas

strategi adalah Pencegahan dan Pengurangan (1E1R) atau 2R pertama. Bila strategi 1E1R atau 2R pertama masih menimbulkan pencemar atau limbah, baru kemudian melakukan

strategi 3R berikutnya (reuse, recycle, dan recovery) sebagai suatu strategi hirarki

pengelolaan limbah. Prioritas terakhir dalam pengelolaan lingkungan adalah pengolahan dan pembuangan limbah apabila upaya produksi bersih sudah tidak dapat dilakukan.

(32)

1. Meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, air dan energi.

2. Meminimisasi limbah, sehingga akan mengurangi biaya penanganan dan pembuangan

limbah.

3. Mencegah atau memperlambat degradasi lingkungan dan mengurangi eksploitasi

sumberdaya alam yang akhirnya menuju pada upaya konservasi sumberdaya alam untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

4. Mengurangi bahaya terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.

5. Memperkuat daya saing produk di pasar global.

6. Memperbaiki kinerja dan meningkatkan produktifitas.

7. Meningkatkan citra perusahaan dan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan.

Metode Produksi Bersih

Metode produksi bersih adalah suatu tahapan logis yang mengacu pada tiga kegiatan utama, yaitu: (1) melacak sumber inventori untuk mengetahui sumber limbah, (2) melacak penyebab terbentuknya limbah, dan (3) memformulasikan intervensi produksi bersih dengan berfokus pada hal-hal yang dapat dilakukan terhadap limbah. Intervensi produksi bersih dapat dilakukan pada berbagai titik atau lokasi dari siklus hidup suatu produk atau suatu proses (UNEP 1994; UNIDO 2002; Barbieri 2004). Berbagai profesi dan fungsi yang berbeda dapat memberikan kontribusi. Setiap kontributor dapat menggunakan alat bantu (metoda) yang berbeda dalam melakukan diagnosa, penilaian, dan intervensi produksi bersih.

Assesment dan audit paling sering dimanfaatkan sebagai alat bantu untuk

pengambilan keputusan yang efektif karena dapat memberikan prosedur kunci untuk

membantu menawarkan inisiatif pilihan produksi bersih. Assessment dan audit juga dapat

diintegrasikan ke dalam sistem manajemen sebagai bagian proses perbaikan yang berkelanjutan (http://www.cleanerproduction.com/tools/assessme.htm). UNEP & ISWA (2002) mengembangkan beberapa prosedur bagi audit limbah yang disebut penilaian pencegahan emisi dan limbah, audit pengurangan sumber, audit minimisasi limbah, atau penilaian produksi bersih.

(33)

sumber limbah dan peluang pengurangan limbah (http://www.p2pays.org/). Audit limbah didisain sebagai alat analisa untuk memastikan para manajer industri beroperasi dengan cara efisien secara ekonomis namun aman bagi lingkungan. Hal ini digunakan untuk mendokumentasikan jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan suatu perusahaan.

Penilaian dan audit produksi bersih secara luas diterima sebagai aplikasi yang sistematik, terdokumentasi, terus-menerus, bersasaran, dan disertai dengan prosedur untuk menilai fungsi yang sekarang atau anjuran sistem produksi; melakukan identifikasi dan implementasi tindakan manajemen yang relevan dalam ukuran kebijakan; dan melaksanakan sasaran terpadu guna meningkatkan kemampulabaan, penghematan sumber daya, perlindungan, dan perbaikan lingkungan (Berkel RV 1995, UNIDO 2002; Jutz 2007). Dengan kata lain, audit produksi bersih dapat membantu dalam meningkatkan kemampulabaan perusahaan melalui cara-cara berikut.

1. Melalui penghematan sumber daya masukan seperti air, bahan kimia, dan energi.

2. Melalui peningkatan produktifitas dengan merasionalisasi dan mengoptimumkan tahap

pemrosesan dan operasi.

3. Melalui kepastian produksi awal yang benar, untuk meminimasi proses-ulang produk.

4. Melalui pembuatan produk yang berdaya saing dan diterima oleh pasar domestik dan

internasional.

Idealnya, dalam melakukan suatu audit dibutuhkan suatu pedoman yang telah baku, seperti bagaimana seorang akuntan publik melakukan audit terhadap kliennya. Manual audit dan penilaian produksi bersih telah banyak dikeluarkan oleh berbagai organisasi seperti UNEP/UNIDO, US-EPA/PRISMA dan lain sebagainya. Namun, pada prinsipnya masing-masing manual dan anjuran tersebut mengacu pada prinsip yang sama yaitu berfokus pada ulasan mengenai proses produksi suatu industri, mengidentifikasi penggunaan sumberdaya, potensi munculnya limbah, mengidentifikasi prioritas dari pilihan-pilihan produksi bersih yang layak diimplementasikan (Indrasti & Fauzi 2009).

Nga (1999) memodifikasi metoda audit limbah versi UNEP/UNIDO (1994) dan menguraikannya menjadi enam kegiatan utama yaitu : 1) persiapan awal, 2) proses analisis, 3) peluang minimisasi limbah, 4) analisa kelayakan, 5) implementasi solusi minimisasi limbah, dan 6) mempertahankan solusi minimisasi limbah tersebut. Modifikasi yang dilakukan Nga tersebut diaplikasikan untuk industri tekstil di Vietnam. Prosedur yang

(34)

bahwa China telah menetapkan prosedur praktis produksi bersih sebagai panduan, yang terdiri dari enam kegiatan utama: 1) persiapan tim produksi bersih, 2) pra-penilaian, 3) penilaian, 4) analisis kelayakan, 5) implementasi, dan 6) pemantauan, pengukuran, dan perbaikan berkelanjutan.

Apabila dikaitkan dengan pengambilan keputusan yang menyangkut pengelolaan lingkungan, terdapat enam jenis metoda analisis lingkungan yang dapat dipergunakan sebagaimana berikut ini (UNEP 1996; World Bank 1999; IUoST 2010).

1. Analisis daur hidup atau Life Cycle Analysis (LCA) untuk produk dan fungsi.

2. Analisis mengenai dampak lingkungan atau Environmental Impact Assessment (EIA)

berguna bagi aktifitas baru.

3. Analisis resiko atau Risk Assessment (RA) untuk memeriksa bahan dan proses yang

berbahaya sebagaimana operasi pabrik industri.

4. Pemeriksaan aliran material atau Substance Flow Assessment (SFA) untuk penelusuran

material.

5. Pemeriksaan teknologi atau Technology Assessment (TA) bagi teknologi baru.

6. Audit lingkungan atau Environmental Auditing (EA) untuk perusahaan dan satuan

usaha.

Produksi Bersih Dalam Sistem Manajemen Lingkungan

Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental Management System, EMS) dapat

(35)

Gambar 2 Model Sistem Manajemen Lingkungan EMS (SNI 19-14001 2005).

Setiap organisasi tanpa batasan bidang kegiatan, jenis kegiatan, dan status organisasi dapat mengimplementasikan SML tersebut untuk mencapai kinerja lingkungan yang lebih baik dan sistematis. Pada dasarnya produksi bersih menyangkut perlunya perubahan atau inovasi proses maupun produk serta pelayanan, dan dapat diterapkan di unit kerja manapun. Karena sifatnya yang proaktif, produksi bersih dapat dijadikan sebagai alat bantu yang baik untuk perbaikan berkelanjutan. Introduksinya ke dalam ISO 14001 akan membawa pada percepatan yang terarah dan terukur, baik dengan indikator fisik maupun ekonomi. Keberadaan SML akan memberikan sarana yang lebih terstruktur bagi manajemen organisasi untuk mencapai target pengelolaan lingkungan (http://www.gemi.org/docs/PubTools.htm).

Untuk menilai efektifitas suatu organisasi dalam mengimplementasikan suatu

strategi, tidak terkecuali strategi produksi bersih, dapat diadopsi model 7-S McKinsey&Co.

(Stoner et al. 2005). McKinsey & Co. mengusulkan perlunya mengenali tujuh faktor kunci

yang mempengaruhi keberhasilan suatu perubahan dalam sebuah organisasi, yakni Strategy

(Strategi), System (Sistem), Structure (Struktur), Skills (Ketrampilan), Staff (Staf), Style

(Gaya), dan Shared Value (Nilai-nilai bersama). Jika salah satu dari ketujuh faktor

tersebut diabaikan akan menyebabkan proses perubahan menjadi lambat, menyakitkan, bahkan gagal. Seperti diilustrasikan pada Gambar 3, setiap faktor sama pentingnya dan saling berkaitan dengan faktor yang lain. Lingkungan dapat menentukan faktor yang mana yang menjadi kekuatan penentu dalam pelaksanaan strategi tertentu.

Continual Improvement

Kebijakan Lingkungan

Perencanaan

Penerapan dan Operasi Pemeriksaan

dan Tindakan Koreksi Pengkajian Manajemen

(36)

Ketujuh komponen dalam kerangka Model 7-S tersebut selanjutnya dapat diuraikan dalam bentuk pernyataan-pernyataan dalam format item kuesioner. Pada penelitian ini, model 7-S McKinsey & Co. tersebut digunakan sebagai kerangka untuk menganalisa dukungan dan hambatan dalam upaya penerapan produksi bersih dalam konteks sistem manajemen lingkungan berdasarkan persepsi karyawan perusahaan karet remah.

Gambar 3 Kerangka kerja 7-S McKinsey & Co (Stoner et al. 2005).

Agroindustri Karet Alam Nasional

Peranan Indonesia hingga saat ini masih signifikan sebagai negara produsen karet alam utama dunia dengan kontribusi yang terus meningkat. Pada tahun 2001 produksi karet alam Indonesia sebesar 1,607 juta ton (23,9 persen dari total produksi dunia) dan meningkat mencapai 2,535 juta ton di tahun 2009 (26,4 persen dari total produksi dunia) seperti disajikan pada Tabel 2. Secara agregat produksi karet alam dunia dalam sepuluh tahun terakhir mengalami pertumbuhan rata-rata 3,56 persen per tahun, rata-rata laju pertumbuhan Indonesia tergolong tinggi sebesar 5,97 persen per tahun. Malaysia pernah mengalami pertumbuhan negatif selama periode 1980-2000, namun pada 2001-2009 rata-rata laju produksi karet Malaysia kembali positif. Sebagai produsen karet alam terbesar dunia, laju pertumbuhan produksi Thailand masih di bawah Indonesia sehingga berdasarkan proyeksi IRSG posisi Thailand sebagai produsen karet alam terbesar dunia akan digantikan oleh Indonesia pada tahun 2020 yang akan mampu memproduksi karet

Shared Values (Nilai

Bersama) Struktur

Sistem

Style (Gaya)

Staf Skill

(37)

primer 3,548 juta ton sementara produksi Thailand diproyeksikan 3,286 juta ton (IRSG 2009).

Tabel 2 Perkembangan produksi karet alam negara berdasarkan produsen utama, tahun 2001-2009 Negara

Produksi (000 ton)

Pertum-buhan (%) 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Thailand 2319,5 2615,1 2876 2984,3 2937,2 3137 3056 3089,8 3086,0 2,17 Indonesia 1607,3 1630,0 1792,2 2066,2 2271,0 2637,0 2755,2 2751 2534,6 5,97 Malaysia 782,6 889,8 985,6 1168,7 1126 1283,6 1199,6 1072,4 856,2 0,3 India 631,5 640,8 707,1 742,6 771,5 853,3 811,1 881,3 817,0 3,28

China 478 527,0 565,0 573 510 533 590 560 630,0 2,53

Vietnam 312,6 331,4 363,5 419,0 481,6 555,4 605,8 659,6 723,7 10,36 Lainnya 680,2 691,9 730,6 792,2 806,7 791,7 783,3 1016,9 954,5 4,58 Total

dunia 6736 7326 8020 8746 8904 9791 9801 10031 9602 4,79

Sumber : IRSG Rubber Statistical Bulletin, 2009 diolah.

Ragam produk olahan karet yang diproduksi dan diekspor oleh Indonesia masih terbatas dan umumnya masih didominasi oleh produk primer dan produk setengah jadi. Pada awalnya, produk karet Indonesia, baik dari perkebunan rakyat maupun perkebunan besar, diekspor

dalam bentuk karet konvensional terutama sit asap (Ribed Smoked Sheet). Namun sejak

pemerintah memperkenalkan teknologi pengolahan karet remah (crumb rubber) yang

merupakan karet spesifikasi teknis pada tahun 1968, pabrik karet remah swasta

bermunculan menggunakan bahan baku dari perkebunan karet rakyat. Agroindustri karet

remah berkembang pesat dan saat ini hampir seluruh perkebunan karet rakyat hanya

menghasilkan bahan olah karet rakyat sebagai bahan baku karet remah dengan kodifikasi

Standard Indonesian Rubber” (SIR).

Pada saat ini jumlah sarana pengolahan karet berbasis lateks hanya sebanyak 23 unit dengan kapasitas sebesar 144.520 ton/tahun, sementara pabrik pengolahan karet remah dan pabrik sit asap (RSS) berturut-turut sebanyak 91 unit dan 89 unit (Depperin 2007). Pabrik karet remah umumnya dimiliki oleh swasta yang hanya mengandalkan bahan olah karet hasil perkebunan rakyat. Sementara pabrik RSS umumnya dimiliki perkebunan besar negara (PTPN) selain itu juga ada beberapa pabrik lateks pekat, crepe dan pabrik karet remah yang terintegrasi dengan

perkebunannya. Kapasitas pabrik pengolahan karet remah anggota Gapkindo pada tahun 2009 tercatat sekitar 3,79 juta ton (Gapkindo 2010).

(38)

ditempati oleh provinsi Sumatera Utara yang memiliki 34 unit pabrik karet remah dengan total kapasitas produksi sebesar 781.487 ton/tahun (Gapkindo 2010). Sedangkan untuk wilayah Jawa, provinsi dengan unit industri karet remah terbesar adalah Jawa Barat yang memiliki 3 unit pabrik dengan kapasitas 45.800 ton/tahun.

Produksi karet alam Indonesia sebagian besarnya ditujukan untuk pasar ekspor

dengan klasifikasi sebagai lateks pekat, karet standar teknis (SIR = Standard Indonesian

Rubber), Crepe, RSS (Ribbed Smoked Sheet), ADS (Air Dried Sheet), dan karet skim. Jenis

mutu SIR mendominasi produksi dan ekspor karet alam Indonesia, terutama jenis mutu SIR 20 seperti disajikan pada Tabel 3. Pada tahun 2009, jenis mutu SIR bahkan menempati proporsi 96,07 persen dari total ekspor karet alam Indonesia diikuti jenis mutu RSS sebesar 3,89 persen. Jenis mutu lateks pekat dan lainnya hanya menempati proporsi 0,5 persen. Besarnya proporsi jenis SIR, terutama SIR 20, dalam ekspor karet alam nasional di satu sisi terutama akibat bahan baku didominasi dari perkebunan karet rakyat (bokar) dan di sisi lain permintaan dunia untuk karet alam juga saat ini didominasi oleh jenis mutu SIR 20.

Tabel 3 Pekembangan produksi dan ekspor karet alam Indonesia tahun 2001 – 2009 Tahun (000ton)Produksi a

Ekspor (ton)b

Ekspor (%)

Lateks Sheet SIR Lainnya Total

2001 1.607 10.375 32.676 1.364.983 38.700 1.446.734 90,03 2002 1.630 8.637 44.144 1.437.104 7.536 1.497.291 91,86 2003 1.792 12.526 46.165 1.589.387 12.842 1.660.920 92,69 2004 2.066 11.755 145.895 1.684.959 31.652 1.874.261 90,72 2005 2.271 4.014 334.125 1.674.721 10.921 2.023.781 89,11 2006 2.638 8.334 325.393 1.952.268 3,000 2.285.998 86,69 2007 2.755 7.610 275.497 2.121.863 2.274 2.400.238 87,12 2008 2.751 8.547 137.755 2.148.449 1.725 2.287.929 83,17 2009 2.594 9.147 77.040 1.905.016 798 1.982.854 76,44

2010 2.770 12.929 60.166 2.276.287 - 2.351.915 84,91

Persentase (%) 0,46 3,89 96,07 0,04

Sumber : aDitjenbun (2011), bGapkindo (2011)

Prospek permintaan karet alam dunia di masa depan menunjukkan trend cukup

baik, terutama dipicu oleh industrialisasi di negara berkembang yang dimotori oleh Cina. Permintaan dari negara industri seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, dan negara-negara

Gambar

Gambar 1  Definisi dan ruang lingkup produksi bersih (UNIDO 2002).
Tabel 3  Pekembangan produksi dan ekspor karet alam Indonesia tahun 2001 – 2009
Tabel 4  Persyaratan mutu bahan olah karet (bokar) (SNI 06-2047-2002)
Tabel 5  Skema Standar Indonesian Rubber berdasarkan SNI 06-1903-2000
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adanya teknologi yang kreatif dapat membuka kemungkinan terciptanya produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada (Yuliawati 2008), sehingga berkaitan dengan

PENGARUH ACADEMIC EMOTIONS TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI (Survei Pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri di Kabupaten

Didukung temuan dari hasil penelitian sebelumnya penulis ingin melakukan penelitian lanjutan mengenai beberapa hal terkait pentingnya kualitas modal manusia dalam

Dari hasil observasi yang dilakukan oleh penulis, tentang Penerapan Manajemen Smescomart Dalam Peningkatan Ekonomi Pesantren Al-Mubarok Mranggen Demak, sebagaimana

Pertama, setiap orang lebih bahagia dan merasa lebih dihargai ketika me- reka dapat menyediakan bagi diri me- reka sendiri dan keluarga mereka dan kemudian menjangkau untuk merawat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan yang mempengaruhi motivasi dan minat belajar siswa tersebut adalah pola asuh dalam keluarga, kegigihan dalam diri

Bagaimana jika ukuran data tidak sesuai dengan jalur. dengan jalur Problem:

SPIP tersebut menyatakan bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota bertanggung jawab atas efektivitas penyelenggaraan SPI di lingkungan instansi masing-masing agar