• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.7 Analisis Lanjut Dampak Penggunaan Alat Peraga

Uji coba lapangan terhadap produk alat peraga Montessori berupa blok pecahan berlangsung sebanyak empat kali. Skor hasil penilaian alat peraga yang mencapai rata-rata 3,7 dengan kategori “sangat baik” perlu untuk dikonfirmasi

78 Penggunaan alat peraga selama uji coba memberikan pengaruh terhadap proses belajar siswa dan hasil belajarnya. Hal ini akan disampaikan pendapat guru matematika kelas IV, siswa, dan peneliti sebagai triangulasi dari data yang sudah diperoleh.

4.7.1 Proses

Proses yang dijelaskan adalah aktivitas yang dialami siswa selama proses pendampingan penggunaan alat peraga blok pecahan dalam uji coba lapangan terbatas. Selama proses itu berlangsung, ada hal-halyang ditunjukkan siswa melalui reaksinya selama menggunakan alat peraga. Reaksi berupa perilaku dan tanggapan lisan selama proses berlangsung. Pengalaman siswa diungkapkan dalam wawancara lisan di akhir proses pendampingan uji coba lapangan terbatas.

Selama kegiatan pendampingan belajar sebagai uji coba lapangan terbatas alat peraga blok pecahan, peneliti menemukan perilaku yang cenderung mengarah menuju hal yang positif. Peneliti menggunakan satu set alat peraga untuk enam orang. Awalnya, mereka memang berebutan untuk menggunakan alat

peraga ini. Keenam siswa berkata (dalam bahasa Jawa), “Aku dhisik, aku dhisik.

Keenam siswa tersebut saling berebut menggunakan alat peraga. Terutama pada pertemuan pertama, keenam siswa masih saling berebut dengan aku dulu, aku dulu. Peneliti melihat situasi yang kacau itu berusaha menenangkan siswa lalu menunjuk satu per satu siswa untuk belajar, sedangkan yang lain memperhatikan apa yang peneliti contohkan.

Pada pertemuan selanjutnya, yaitu pertemuan kedua 16 Januari 2014, keenam siswa seperti membuat perjanjian tidak tertulis satu sama lain. Berdasarkan pengamatan peneliti selama pendampingan, ada siswa yang dengan sabar menunggu gilirannya, yaitu Di. Di mengatakan dalam Bahasa Jawa, “Yo,

bar Ni terus aku,” yang artinya Di menunggu giliran setelah Ni. Selama menunggu temannya, siswa yang lain beraktivitas mengerjakan soal latihan dalam lembar kerja atau memperhatikan teman yang sedang menggunakan alat peraga. Sesudah menggunakan alat peraga, tentu saja mereka akan segera mengembalikan potongan-potongan blok pecahan ke dalam kotak penyimpanannya kembali.

Keenam siswa secara teratur saling menunggu giliran dalam menggunakan alat peraga. Seperti yang dilakukan oleh Gu. Gu selalu membuat

79 urutan dengan teman yang akan menggunakan alat peraga. Gu pernah berkata,

Bar Te terus No, terus aku”. Pernyataan Gu dengan Bahasa Jawa ini menyiratkan bahwa secara berangsur-angsur siswa mengubah sikap berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yang ditunjukkan dari peragaan yang diawali peneliti.

Perilaku keenam siswa ini menunjukkan bahwa keinginan mereka menggunakan alat peraga akan terpenuhi bila secara teratur dan bersabar menunggu giliran dan pada waktunya akan menggunakan alat peraga blok pecahan.Secara berangsur-angsur, peneliti melihat adanya perilaku siswa yang berubah menjadi lebih baik. Perilaku tersebut adalah munculnya keteraturan siswa selama belajar menggunakan alat peraga blok pecahan. Hal ini senada dengan pendapat guru bahwa siswa membutuhkan pembiasaan yang baik dalam aktivitas belajar. Siswa melakukan aktivitas tersebut secara berulang, sehingga menjadi terbiasa. Pembiasaan yang baik ditunjukkan dalam penggunaan alat peraga karena terbukti siswa menjadi lebih teratur dalam melaksanakan aktivitas belajarnya.

4.7.2 Hasil Belajar

Pembiasan siswa mengerjakan soal-soal latihan disertai jawaban membuat siswa semakin lancar dalam mengerjakan soal berupa penjumlahan dan pengurangan pecahan. Hal ini ditunjukkan pada hasil posttest siswa yang meningkat dari pretestnya sebesar 207%. Peningkatan ini menunjukkan bahwa alat peraga ini memiliki dampak positif untuk membantu kesulitan belajar siswa, terutama dalam belajar pecahan.

Guru menilai alat peraga ini cukup bagus dan sangat membantu siswa dalam mempelajari konsep ini. Guru mengatakan, “Dalam pembelajaran, memang

diperlukan alat peraga yang sifatnya konsep. Kalau sudah tentang pemahaman, maka tidak perlu. Tapi jika tidak paham, bisa kembali ke konsep memakai alat peraga” (komunikasi dengan guru, 30 Januari 2014). Pernyataan guru ini menggambarkan bahwa penggunaan alat peraga memang penting bagi siswa untuk memahami suatu konsep.Berdasarkan kegiatan pendampingan dan bimbingan tersebut, serta skor hasil tes yang dilakukan, guru berpendapat bahwa uji coba ini berpengaruh pada siswa. Guru melihat tinggi rendahnya skor siswa itu menunjukkan bahwa siswa memiliki kemampuan dasar yang berbeda-beda. Peningkatan skor dari pretest ke posttest menunjukkan bahwa alat peraga ini

80 sangat membantu siswa untuk memahami konsep tersebut. Skor siswa yang beragam itu dikatakan oleh guru bahwa siswa sesungguhnya memiliki kemampuan untuk menyerap konsep, namun dengan daya yang berbeda.

Peneliti secara umum menanyakan secara lisan kepada para siswa apakah terbantu atau tidak menggunakan alat peraga. Siswa Te menyatakan bahwa Te merasa terbantu dalam belajar (komunikasi pribadi dengan siswa, 29 Januari 2014). Te menyatakan bisa menggunakan alat peraga itu sendiri, sehingga dapat mengerjakan soal dalam lembar latihan soal. Secara klasikal, peneliti juga bertanya kepada siswa tentang bisa tidaknya alat peraga ini membantu siswa dalam belajar (komunikasi pribadi dengan siswa, 29 Januari 2014). Gu segera

menjawab “Terbantu, enak”. Perkataan Gu disambung oleh Ni yang menyatakan

bahwa “enak” belajar menggunakan alat peraga. Ni menambahkan bahwa dari

yang tidak tahu menjadi lebih tahu tentang pecahan. Keenam siswa mengatakan bahwa mereka menjadi lebih tahu tentang pecahan dibantu dengan alat peraga tersebut.

Hasil belajar yang ditunjukkan siswa menjadi bukti bahwa penggunaan alat peraga memang memiliki dampak yang baik, yaitu dengan melihat peningkatan nilai sebesar 207%. Hal ini juga didukung fakta bahwa siswa sendiri secara langsung menyatakan bahwa keenam siswa tersebut merasa terbantu belajarnya menggunakan alat peraga yang dikembangkan. Hal senada juga diungkapkan guru bahwa penggunaan alat peraga membantu siswa dalam memahami suatu konsep, meskipun pada akhirnya nilai siswa akan beragam besarnya. Keragaman nilai ini disebabkan perbedaan kemampuan siswa dalam menyerap informasi selama proses belajar berlangsung. Pendapat dari guru telah peneliti alami sendiri selama proses pendampingan berlangsung. Selama proses pendampingan, peneliti melihat ada siswa yang selalu sabar dan dengan teratur melaksanakan urutan pembelajaran dengan runtut. Siswa yang teratur melaksanakan urutan belajar ini cenderung memperoleh hasil yang baik pada saat

posttest. Sebaliknya, siswa yang tidak teratur dan bertindak sesuka hati dalam proses pembelajaran pada akhirnya memperoleh nilai yang rendah pada saat

81

Dokumen terkait