• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA UNTUK PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PECAHAN BERBASIS METODE MONTESSORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA UNTUK PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PECAHAN BERBASIS METODE MONTESSORI"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA UNTUK

PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PECAHAN

BERBASIS METODE MONTESSORI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Patricia Risma Ananti NIM : 101134092

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA UNTUK

PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PECAHAN

BERBASIS METODE MONTESSORI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Patricia Risma Ananti NIM : 101134092

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada :

1. Tritunggal Maha Kudus dan Bunda Maria atas curahan

berkat, rahmat, dan kerahiman-Nya.

2. Bapakku, Tugiyanto dan Ibuku, Lusia Winarti yang tak pernah

lelah mengidungkan doa sederhana untuk perjalanan hidup dan

pendidikanku hingga saat ini.

3. Paulina Mayang Pinasti, adikku yang tersayang meski tak

pernah terucap dalam kata, namun pasti selalu di hati.

4. Para sahabat dan teman terkasih yang selalu ada dalam segala

kondisiku.

(6)

v

HALAMAN MOTTO

Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia, sedangkan hati orang

rajin diberi kelimpahan.

(Amsal 13: 4)

Gerakkan,

Kerjakan,

Wujudkan.

(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar referensi, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 21 Mei 2014

Peneliti,

(8)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma:

Nama : Patricia Risma Ananti

Nomor Mahasiswa : 101134092

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

Pengembangan Alat Peraga Matematika untuk Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Berbasis Metode Montessori

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada

perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan

dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk apa saja, mendistribusikan

secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk

kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 21 Mei 2014

Yang menyatakan,

(9)

viii

ABSTRAK

Ananti, Patricia Risma. (2014). Pengembangan alat peraga matematika untuk penjumlahan dan pengurangan pecahan berbasis metode Montessori. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Kata kunci: metode penelitian dan pengembangan, metode Montessori, alat peraga, pecahan, Matematika.

Penggunaan alat peraga dapat membantu siswa dalam belajar matematika. Pemaduan dengan metode yang sesuai diharapkan dapat memberikan dampak yang baik dalam proses belajar maupun hasilnya. Permasalahan pendidikan di Indonesia dicerminkan oleh rendahnya prestasi siswa. Langkah perbaikan yang dilakukan pemerintah belum menjamin kualitas pendidikan. Ditambahkan pula bahwa masih banyak alat peraga sebagai alat bantu belajar yang belum teruji secara ilmiah. Salah satu metode yang digunakan dalam belajar dengan memanfaatkan lingkungan sekitar siswa adalah metode Montessori. Penelitian ini mengembangkan alat peraga matematika berbasis metode Montessori dengan ciri menarik, bergradasi, autocorrection, dan auto education. Satu ciri tambahan yang peneliti kembangkan adalah kontekstual untuk memanfaatkan potensi lokal dari lingkungan belajar siswa. Penelitian ini dilakukan di SD Kanisius Jomegatan Yogyakarta pada siswa kelas IV tahun ajaran 2013/2014 selama delapan bulan.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan (R&D). Penelitian ini dibatasi sampai pada uji coba lapangan terbatas terhadap enam orang siswa. Langkah penelitian ini terdiri atas lima tahap, yaitu kajian standar kompetensi dan kompetensi dasar, analisis kebutuhan, produksi alat peraga, pembuatan instrumen penelitian, dan validasi alat peraga hingga pada uji coba lapangan terbatas. Hasil dari penelitian ini adalah prototipe alat peraga matematika berbasis metode Montessori berupa blok pecahan.

Produk alat peraga yang dikembangkan telah divalidasi oleh ahli di bidangnya, yakni ahli pembelajaran Montessori, ahli pembelajaran Matematika, guru Matematika, dan enam orang siswa pada uji coba lapangan terbatas. Hasil validasi produk menunjukkan rerata skor 3,7 dan masuk kategori “sangat baik”. Hasil tes siswa yang juga menunjukkan peningkatan sebesar 207% dari pretest ke

(10)

ix

ABSTRACT

Ananti, Patricia Risma. (2014). Developing a set of mathematics learning media for fraction addition and substraction based on Montessori method. A thesis. Yogyakarta: Elementary Teacher Education Study Program, Sanata Dharma University.

Keywords: research and development method, Montessori method, learning media, fraction, Mathematic

Learning media can help students understand mathematics. Appropriate learning media and method is expected to provide good impact in learning process and results. Education problem in Indonesia was reflected on students‟learning outcomes. The government‟s improvement didn‟t ensure the education quality. It was caused by lacking the learning media validation too. One of learning methods that adopt materials around the students is Montessori method. This research aimed at developing a mathematical learning media based on Montessori method with the characteristics like interesting, gradable, autocorrected, and autoeducated.

An additional characteristic was contextual to the students‟ learning environment.

This research was conducted in SD Kanisius Jomegatan Yogyakarta on grade IV of school year 2013/2014 for eight months.

This study adopted research and development (R&D). The media were tried out to six students. The development applied five stages, namely the study of standards of competence and basic competence, the study of need analysis, the material production, the development of research instruments, and the material validation. The results of this study was material prototype for learning fraction

addition and substraction in the form of “blok pecahan”.

The product resulted was validated by experts on Montessori education, Math, Math teacher, and six students. The scores of validation was 3,7, which was considered to be very good. The test results of the students also increased 207% from pretest to posttest after they learned by using blok pecahan. It is implied that

(11)

x

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat serta karunia-Nya

hingga skripsi dengan judul Pengembangan Alat Peraga Matematika untuk

Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Berbasis Metode Montessori dapat

peneliti selesaikan dengan baik. Penyusun skripsi ini menjadi salah satu syarat

dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Sekolah Dasar.

Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik tak lepas dari dukungan

berbagai pihak melalui berbagai cara. Atas peran tersebut, perkenankanlah peneliti

menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., S.S., BST., M.A. selaku Kaprodi PGSD

dan dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan

selama proses penyusunan skripsi ini.

3. E. Catur Rismiyati, S.Pd., M.A., Ed.D. selaku Wakaprodi PGSD.

4. Andri Anugrahana, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pembimbingan II yang telah

membimbing dan mendampingi peneliti dalam penyusunan skripsi ini.

5. Kristina Mularsih, S.Pd. selaku kepala SD Kanisius Jomegatan

Yogyakarta yang telah memberikan ijin serta dukungan selama proses

pelaksanaan penelitian di SD tersebut.

6. Fr. Siti Fatimah, S.Pd. selaku guru Matematika SD Kanisius Jomegatan

yang membantu serta membimbing peneliti selama proses penelitian

berlangsung.

7. Suprapti, S.Pd. selaku guru kelas IV SD Kanisius Jomegatan Yogyakarta

yang mendukung proses penelitian ini.

8. Para dosen selaku ahli yang telah memberikan kontribusi dalam penelitian

ini.

9. Siswa SD Kanisius Jomegatan, khususnya siswa kelas IV, yang telah

bekerja sama dengan baik selama proses penelitian.

10.Kedua orang tuaku, Tugiyanto dan Lusia Winarti yang selalu mendukung

(12)

xi 11.Adikku, Paulina Mayang Pinasti yang telah mendukung dan memberikan

semangat kepada peneliti.

12.Sahabat dan teman terkasih, Mbak Ayu, Chicha, Yogik, Dinta, Aji, Tinus,

dan Agus yang selalu mendukung dalam segala kondisi selama

penyusunan skripsi ini.

13.Suster Benedikte sebagai Ibu Asrama yang selalu percaya akan

kemampuan terpendamku.

14.Teman-teman Asrama Syantikara yang memberikan pengalaman hidup

selama peneliti tinggal di Unit 2 dan UBB.

15.Teman-teman skripsi payung R and D Montessori, Wulan, Agatha, Danik,

Andre, Tira, Mido, dan Kristi yang telah berjuang bersama.

16.Teman-teman PPL SD Kanisius Jomegatan, Wulan, Ari, Danang, dan

Mbak Dian yang membantu selama proses penelitian.

17.Rekan seperjalananku, Deta, Mbak Rasti, Bundo, dan Patris yang telah

memberikan pengalaman selama peneliti berkuliah.

18.Teman-teman kelas B, Bhe Better 2010, yang telah memberikan semangat

dan dukungan untuk peneliti.

19. Segenap pihak yang telah membantu, yang tidak dapat peneliti sebutkan

satu per satu.

Peneliti mengharapkan adanya saran, masukan, maupun kritik demi

perbaikan skripsi ini agar lebih baik. Peneliti berharap skripsi yang telah disusun

ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak demi perkembangan dunia

pendidikan. Terima kasih.

Yogyakarta, 21 Mei 2014

Peneliti

(13)

xii

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

2.1 Kajian Pustaka ... 10

2.1.1 Hakikat Belajar... 10

2.1.2 Pendidikan Montessori ... 11

2.1.2.1 Sejarah Montessori ... 11

2.1.2.2 Prinsip Pendidikan dengan Metode Montessori ... 12

(14)

xiii

2.1.4 Alat Peraga Montessori ... 14

2.1.4.1 Hakikat Alat Peraga ... 14

2.1.4.2 Manfaat Alat Peraga ... 16

2.1.4.3 Alat Peraga Matematika Berbasis Montessori ... 16

2.1.4.4 Alat Peraga Blok Pecahan Berbasis Metode Montessori ... 19

2.1.5 Pembelajaran Matematika ... 20

2.1.5.1 Hakikat Matematika ... 20

2.1.5.2 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar... 21

2.2 Penelitian yang Relevan ... 26

2.2.1 Penelitian Pembelajaran Matematika tentang Pecahan ... 26

2.2.2 Penelitian tentang Pendidikan Montessori ... 27

2.3 Kerangka Berpikir ... 30

2.4 Pertanyaan Penelitian ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Jenis Penelitian ... 32

3.2 Setting Penelitian ... 32

3.2.1 Objek Penelitian ... 32

3.2.2 Subjek Penelitian ... 33

3.2.3 Lokasi Penelitian ... 33

3.2.4 Waktu Penelitian ... 33

3.3 Prosedur Pengembangan ... 33

3.4 Teknik Pengujian Instrumen ... 38

3.4.1 Uji Keterbacaan Instrumen Analisis Kebutuhan ... 38

3.4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas terhadap Instrumen Tes ... 38

3.4.3 Uji Keterbacaan Instrumen Validasi Produk... 40

3.4.4 Uji Validasi Produk ... 40

3.4.5 Uji Coba Lapangan Terbatas ... 40

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 41

3.5.1 Analisis Kebutuhan ... 41

3.5.1.1 Kuesioner ... 41

3.5.1.2 Wawancara ... 41

(15)

xiv

3.5.1.4 Triangulasi... 42

3.5.2 Validasi Produk ... 42

3.5.3 Uji Coba Lapangan Terbatas ... 43

3.5.3.1 Tes ... 43

3.6.2 Instrumen Pengumpulan Data ... 44

3.6.2.1 Instrumen Analisis Kebutuhan ... 44

3.6.2.2 Instrumen Validasi Produk oleh Ahli ... 45

3.6.2.3 Instrumen Uji Coba Lapangan Terbatas ... 45

3.7 Teknik Analisis Data ... 46

3.7.1 Kuesioner ... 46

3.7.2 Tes ... 47

3.7.3 Wawancara ... 47

3.7.4 Observasi ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

4.1 Kajian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ... 49

4.2 Analisis Kebutuhan ... 49

4.2.1 Uji Keterbacaan Instrumen Analisis Kebutuhan ... 49

4.2.1.1 Ahli Pembelajaran Matematika ... 51

4.2.1.2Ahli Bahasa ... 53

4.2.1.3 Guru ... 54

4.2.1.4 Siswa ... 55

4.2.2 Data Analisis Kebutuhan... 56

4.2.2.1 Data Analisis Kebutuhan oleh Guru ... 56

4.2.2.2 Data Analisis Kebutuhan oleh Siswa ... 58

4.3 Produksi Alat Peraga Blok Pecahan ... 61

(16)

xv

4.3.1.1 Alat Peraga Blok Pecahan ... 61

4.3.1.2 Album Pembelajaran ... 61

4.3.2 Pembuatan Alat Peraga ... 62

4.4 Validasi Instrumen ... 64

4.4.1 Validitas dan Reliabilitas Instrumen Tes ... 64

4.4.1.1 Ahli Pembelajaran Matematika ... 64

4.4.1.2 Guru ... 65

4.4.1.3 Siswa ... 66

4.4.2 Uji Keterbacaan Instrumen Validasi Produk... 68

4.4.2.1 Ahli Pembelajaran Matematika ... 68

4.4.2.2 Ahli Bahasa ... 68

4.4.2.3 Guru ... 69

4.4.2.4 Siswa ... 69

4.5 Data Validasi dan Revisi Alat Peraga ... 70

4.5.1 Data Validasi oleh Ahli ... 70

4.5.1.1 Ahli Pembelajaran Montessori ... 70

4.5.1.2 Ahli Pembelajaran Matematika ... 71

4.5.1.3 Guru Matematika Kelas IV ... 72

4.5.2 Revisi Alat Peraga ... 73

4.6 Uji Coba Lapangan Terbatas ... 73

4.6.1 Data dan Analisis Tes... 74

4.6.2 Data dan Analisis Kuesioner ... 77

4.7 Analisis Lanjut Dampak Penggunaan Alat Peraga ... 77

4.7.1 Proses ... 78

4.7.2 Hasil Belajar ... 79

4.8 Kajian Produk Akhir ... 81

(17)

xvi

(18)

xvii

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Penelitian yang Relevan ... 29

Bagan 3.1 Langkah R and D dari Sugiyono ... 34

Bagan 3.2 Tahap Pengembangan Alat Peraga Blok Pecahan ... 36

Bagan 3.3 Triangulasi Data ... 42

(19)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Butir Soal ... 39

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Kuesioner Validasi Produk ... 45

Tabel 3.3 Kategori Skor ... 46

Tabel 4.1 Kategori Skor ... 49

Tabel 4.2 Konversi Kategori Skor ... 51

Tabel 4.3 Skor Keterbacaan Analisis Kebutuhan oleh Ahli Matematika ... 51

Tabel 4.4 Komentar Keterbacaan Analisis Kebutuhan oleh Ahli Matematika ... 52

Tabel 4.5 Skor Keterbacaan Analisis Kebutuhan oleh Ahli Bahasa ... 53

Tabel 4.6 Komentar Keterbacaan Analisis Kebutuhan oleh Ahli Bahasa ... 53

Tabel 4.7 Skor Keterbacaan Analisis Kebutuhan oleh Guru ... 55

Tabel 4.8 Skor Keterbacaan Analisis Kebutuhan oleh Siswa ... 55

Tabel 4.9 Rekapitulasi Skor Keterbacaan Analisis Kebutuhan ... 56

Tabel 4.10 Rekapitulasi Analisis Kebutuhan Guru ... 56

Tabel 4.11 Rekapitulasi Analisis Kebutuhan Siswa ... 59

Tabel 4.12 Kartu Soal ... 63

Tabel 4.13 Skor Penilaian Instrumen Tes oleh Ahli Pembelajaran Matematika ... 64

Tabel 4.14 Komentar Terhadap Instrumen Tes oleh Ahli Pembelajaran Matematika ... 65

Tabel 4.15 Skor Penilaian Instrumen Tes oleh Guru ... 65

Tabel 4.16 Hasil Uji Validitas Empiris Tes ... 66

Tabel 4.17 Indikator Tes ... 67

Tabel 4.18 Skor Keterbacaan Validasi Produk oleh Ahli Matematika ... 68

Tabel 4.19 Skor Keterbacaan Validasi Produk oleh Ahli Bahasa ... 68

Tabel 4.20 Skor Keterbacaan Validasi Produk oleh Guru ... 69

Tabel 4.21 Skor Keterbacaan Validasi Produk oleh Siswa ... 70

Tabel 4.22 Rekapitulasi Validasi Produk oleh Ahli ... 72

Tabel 4.23 Rekapitulasi Nilai Siswa ... 74

(20)
(21)

xx

DAFTAR RUMUS

Rumus 3.1 Nilai tes ... 47

Rumus 3.2 Rerata nilai ... 47

(22)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Blok Pecahan ... 622

Gambar 4.2 Kotak Penyimpanan dan Tutup Kotak ... 633

(23)

xxii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Nilai masing-masing siswa ... 75

(24)

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1: INSTRUMEN ANALISIS KEBUTUHAN ... 91

1.1 Kisi-kisi Instrumen Analisis kebutuhan ... 91

1.2 Garis Besar Masalah untuk Wawancara ... 91

1.3 Rekapitulasi Keterbacaan Instrumen Analisis Kebutuhan oleh Validator ... 91

1.4 Rekapitulasi Analisis Kebutuhan oleh Guru ... 93

1.5 Rekapitulasi Analisis Kebutuhan oleh Siswa ... 95

LAMPIRAN 2: DESAIN PRODUK ... 97

2.1 Blok Pecahan ... 97

2.2 Kotak Penyimpanan ... 97

2.3 Tutup ... 98

2.4 Kotak Kartu Soal ... 98

2.5 Kartu Soal ... 99

LAMPIRAN 3 : INSTRUMEN VALIDASI ... 100

3.1 Rekapitulasi Uji Validitas Instrumen Tes ... 100

3.2 Hasil Uji Validitas Tes ... 101

3.3 Reliabilitas Instrumen Tes... 102

3.4 Rekapitulasi Keterbacaan Instrumen Validasi Produk ... 103

LAMPIRAN 4 : VALIDASI PRODUK OLEH AHLI ... 105

4.1 Rekapitulasi Kuesioner Validasi Produk oleh Validator ... 105

LAMPIRAN 5:UJI COBA LAPANGAN TERBATAS ... 106

5.1 Soal tes ... 106

5.2 Kunci Jawaban ... 109

5.3 Rekapitulasi Nilai Pretest ... 110

5.4 Rekapitulasi NilaiPosttest ... 110

5.5 Garis Besar Masalah untuk Wawancara ... 111

LAMPIRAN 6: SURAT PERMOHONAN IJIN PENELITIAN KE SD ... 112 LAMPIRAN 7: SURAT KETERANGAN TELAH

MELAKSANAKANPENELITIAN DARI SD ... 113 LAMPIRAN 8: DOKUMENTASI UJI COBA LAPANGAN

(25)

xxiv

(26)

1

BAB I PENDAHULUAN

Uraian dalam bab ini berisi (1) latar belakang, (2) rumusan masalah,

(3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) spesifikasi produk yang

dikembangkan, dan (6) definisi operasional.

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pendidikan nasional di Indonesia, dalam Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab II pasal

3, bertujuan mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab. Perwujudan dari tujuan pendidikan nasional ini dilaksanakan

melalui kegiatan belajar mengajar yang terjadi di institusi pendidikan dasar atau

Sekolah Dasar. Di tempat inilah anak mulai dibekali dengan beragam kegiatan

pengembangan kemampuan baca, tulis, hitung, mental, sosial, dan spiritual

(Susanto, 2013: 72). Tidak jauh berbeda dengan Susanto, Montessori

mendefinisikan sekolah sebagai lingkungan yang disiapkan bagi anak-anak agar

mereka dapat berkembang secara bebas, sesuai dengan kecepatan mereka, dan

tidak ada hambatan dalam menyalurkan kemampuan mereka secara spontan

(Gutek, 2013: 76). Oleh sebab itu, keberadaan Sekolah Dasar sangat menunjang

anak dalam mengembangkan beragam kemampuannya melalui kegiatan belajar

mengajar.

Kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di sekolah dilakukan

dengan beragam cara. Misalnya saja dengan menjelaskan langsung materi kepada

siswa lewat tutur kata guru. Cara lain yang bisa digunakan yaitu dengan memberi

kesempatan kepada siswa untuk mengalami secara langsung sebelum

menyimpulkan suatu konsep yang baru saja dipelajari. Kecenderungan yang

terjadi dalam penyampaian suatu materi adalah banyaknya tutur kata tanpa isi dan

(27)

2 verbal (Nasution, 1982: 98). Padahal, bisa saja siswa diajak belajar dengan

mengalami langsung dan tanpa banyak kata-kata yang disampaikan guru.

Siswa belajar dengan mengalami langsung apa yang dipelajari melalui

suatu perantara atau media sebagai alat bantu belajarnya. Alat bantu yang

digunakan ini bisa benda-benda konkret yang tersedia di lingkungan siswa,

contohnya batu, biji-bijian, atau lidi. Salah satu mata pelajaran yang dapat

disampaikan dengan bantuan benda-benda konkret adalah Matematika.

Penggunaan benda-benda konkret sebagai alat bantu belajar dapat diterapkan

dalam mata pelajaran Matematika yang umumnya berisi konsep yang abstrak.

Mata pelajaran Matematika di Sekolah Dasar (SD) mempelajari bilangan,

geometri dan pengukuran, serta pengolahan data (BSNP, 2006: 106). Tujuan

pembelajaran matematika salah satunya memampukan siswa untuk berpikir

dengan nalar yang kritis, kreatif, dan aktif (Susanto, 2013: 183). Selanjutnya,

pembelajaran yang dirancang guru bukanlah sebuah transfer pengetahuan, namun

berupa kegiatan yang menjadikan siswa sebagai subjek dalam belajar (Susanto,

2013: 188). Kondisi ini dapat ditindaklanjuti dengan penggunaan alat peraga

sebagai media penanaman konsep kepada siswa. Selain mampu mengaktifkan

siswa, penggunaan alat peraga ini juga membantu siswa mengonstruksi

pengetahuannya tentang suatu materi dalam pembelajaran matematika.

Pemanfaatan benda-benda konkret seperti batu, biji-bijian, lidi, sebagai

alat bantu dalam belajar mampu mendorong siswa menggali pengetahuannya.

Montessori (dalam Nasution, 1982: 116) menyatakan bahwa melalui alat bantu

tersebut, siswa mempelajari beragam mata pelajaran untuk membaca, menulis,

berhitung, dan bahasa. Hal ini senada dengan teori perkembangan kognitif yang

dikemukakan Piaget bahwa siswa Sekolah Dasar secara intelektual sedang dalam

masa perkembangan operasional konkret (Sumantri & Syaodih, 2009: 2.12). Pada

tahap ini, siswa mampu berpikir logis dan membangun konsep pengetahuan

dengan cara memanfaatkan alat bantu belajar yang berupa benda-benda konkret.

Oleh sebab itu, maksud dan tujuan penggunaan benda-benda sebagai peragaan

dalam pembelajaran untuk memberikan variasi pada aktivitas belajar dan memberi

banyak realitas agar berwujud dan terarah dalam rangka mencapai tujuan

(28)

3 Permasalahan pendidikan Indonesia tercermin dalam hasil salah satu

evaluasi internasional yang dilakukan oleh Programme for Internasional Student

Assessment (PISA) tahun 2012 dalam bidang matematika, sains, dan membaca.

Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara partisipan tes tersebut, dengan

rata-rata skor matematika 375, sains 382, dan membaca 396 (Kompas, 5

Desember 2013). Padahal, skor rata-rata kemampuan matematika, sains, dan

membaca yang dikemukakan oleh pelaksana evaluasi PISA, Organization for

Economic Cooperation and Development (OECD), sebesar 514, 501, dan 516.

Rata-rata skor tersebut masih berada jauh di atas rata-rata skor capaian siswa

Indonesia dalam tes ini.

Capaian hasil belajar siswa ini tidak lepas dari kualitas guru dalam

membentuk prestasi siswa. Hal ini didasarkan pada penelitian Tennessee Value

Added Assement System (TVAAS) yang dilakukan oleh Sanders dan Rivers

(1999) untuk mengetahui dampak kualitas guru pada kinerja siswa (The World

Bank, 2011: 17). Penelitian TVAAS ini menunjukkan bahwa guru yang

kemampuannya rendah menghasilkan siswa dengan prestasi yang rendah,

sedangkan guru dengan kemampuan tinggi menghasilkan siswa berprestasi tinggi.

Langkah yang dilakukan pemerintah sebagai reformasi di bidang pendidikan

adalah dengan mengadakan program sertifikasi guru untuk meningkatkan kualitas

pendidikan dan profesionalisme guru. Sayangnya, program sertifikasi guru belum

bisa menjamin kualitas pendidikan yang baik karena standar yang ditetapkan

pemerintah masih rendah dan meluluskan hampir semua peserta sertifikasi (The

World Bank, 2011: 8). Hal ini menyebabkan masih rendahnya prestasi siswa di

Indonesia di tingkat internasional, tercermin dalam hasil evaluasi internasional

dari PISA.

Fakta dari penelitian PISA dan TVAAS tersebut mengungkapkan

bahwa prestasi siswa hendaknya diperbaiki. Hal ini dapat dilakukan dengan

memperbaiki proses belajarnya, yaitu dengan merancang pembelajaran yang

membuat siswa mengalami sendiri suatu kegiatan yang membangun

pengetahuannya. Misalnya saja dengan mengadakan alat peraga sebagai alat bantu

belajar. Tentu saja hal ini berkaitan dengan ada tidaknya alat peraga pendidikan di

(29)

4 swasta maupun negeri di kawasan Yogyakarta, alat peraga untuk pembelajaran

diperoleh melalui beberapa sumber dan cara. Alat peraga yang dimiliki sekolah

dapat diperoleh dari pemerintah pusat atau pengadaan secara mandiri oleh sekolah

dengan Dana Alokasi Khusus (DAK). Alat peraga untuk pembelajaran dapat pula

dibuat langsung oleh gurusesuai dengan tujuan pembelajarannya. Meskipun

demikian, alat peraga yang ada di sekolah belum diketahui sudah teruji secara

ilmiah ataukah belum. Padahal, keberadaan alat peraga perlu diuji secara teliti

melalui uji coba ilmiah, seperti saran yang dikemukakan Scriven (dalam Gall,

Gall, & Borg, 2007: 591).

Keberadaan alat peraga menjadi bagian lingkungan belajar siswa. Salah

satu tokoh pendidikan yang cukup peduli terhadap pentingnya lingkungan belajar

bagi siswa adalah Maria Montessori (1872-1952). Pemikiran Montessori (dalam

Hamalik, 2007: 171), menyatakan bahwa seorang anak pada akhirnya mampu

untuk mandiri, misalnya berdiri sendiri, apabila dibiarkan untuk melakukannya.

Oleh sebab itu, sebaiknya anak diberi kesempatan untuk aktif sendiri (auto

activity) dalam aktivitasnya sehari-hari. Menurut Lillard (2005), terdapat delapan

prinsip dalam pendidikan Montessori, yaitu keleluasaan dalam bergerak,

kebebasan dalam memilih material apa yang akan digunakan, adanya ketertarikan/

minat, pentingnya minat intrinsik dengan menghapuskan motivasi eksternal

berupa hadiah atau hukuman, belajar bersama dengan teman sebaya, belajar sesuai

konteks, pentingnya gaya interaksi guru terhadap anak, serta pentingnya

keteraturan lingkungan dan pikiran. Berdasarkan hal tersebut, Montessori

menekankan pentingnya lingkungan belajar bagi siswa. Alat peraga menjadi

bagian yang penting dalam lingkungan belajar mereka. Alat peraga yang ada di

lingkungan Montessori memiliki ciri menarik, bergradasi, auto-correction, dan

auto-education (Montessori, 2002: 172-174). Unsur kontekstual sebagai ciri yang

kelima. Kontekstual berarti sesuai dengan konteks atau pola hubungan di dalam

lingkungan langsung seseorang (Johnson, 2010: 34). Lingkungan langsung yang

dimaksudkan dalam penelitian ini adalah lingkungan siswa dalam kehidupan

sehari-hari. Oleh sebab itu, alat peraga yang dikembangkan terbuat dari

bahan-bahan yang ada di lingkungan sekitar siswa. Ciri-ciri tersebut memperlihatkan

(30)

5 inderanya dalam belajar karena alat peraga tersebut menarik dan bergradasi. Hal

paling penting di sini bahwa dengan menggunakan alat peraga, siswa mampu

membangun pengetahuannya sendiri karena siswa dapat menemukan sendiri

kesalahan-kesalahnnya dalam menggunakan alat tersebut. Hasil yang akan dicapai

adalah siswa akan lebih paham tentang suatu materi dari penemuannya sendiri

secara mandiri.

Peneliti melihat kenyataan di lapangan bahwa masih terbatasnya uji

coba ilmiah terhadap alat peraga pendidikan, khususnya alat peraga matematika.

Alat peraga tersebut belum diketahui secara pasti apakah telah teruji secara ilmiah

ataukah belum. Latar belakang inilah yang mendorong peneliti melakukan

penelitian dan pengembangan (research and development/R&D) alat peraga

pembelajaran matematika. Penelitian ini sebatas menghasilkan prototipe atau

bentuk dasar/asli dari produk alat peraga matematika yang telah diujikan secara

ilmiah kepada ahli terkait di bidangnya, yaitu ahli matematika, ahli pembelajaran,

dan ahli Montessori.

Penelitian ini dilaksanakan di SD Kanisius Jomegatan, Ngestiharjo,

Kasihan, Bantul, Yogyakarta sebagai sampel uji coba lapangan terbatas dari alat

peraga yang dikembangkan. Uji coba lapangan terbatas dilaksanakan di kelas IV,

semester genap tahun ajaran 2013/2014 pada mata pelajaran Matematika. Materi

pembelajaran matematika dibatasi pada Standar Kompetensi “6. Menggunakan

pecahan dalam pemecahan masalah”, khususnya pada Kompetensi Dasar “6.3 Menjumlahkan pecahan” dan “6.4 Mengurangkan pecahan”. Alat peraga

matematika berbasis metode Montessori yang dikembangkan dalam penelitian ini

adalah blok pecahan dengan ciri menarik, bergradasi, auto-correction, dan

auto-education, serta ciri tambahan yang dikembangkan yaitu kontekstual.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana ciri-ciri alat peraga matematika berbasis metode Montessori

berupa blok pecahan yang dikembangkan untuk materi penjumlahan dan

(31)

6 1.2.2 Bagaimana kualitas alat peraga matematika berbasis metode Montessori

berupa blok pecahan yang dikembangkan untuk materi penjumlahan dan

pengurangan pecahan di kelas IV tahun ajaran 2013/2014?

1.2.3 Bagaimana dampak penggunaan alat peraga matematika berbasis metode

Montessori berupa blok pecahan terhadap proses dan hasil belajar siswa

pada uji coba lapangan terbatas?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengembangkan alat peraga matematika sesuai dengan ciri-ciri alat

peraga berbasis metode Montessori berupa blok pecahan untuk materi

penjumlahan dan pengurangan pecahan di kelas IV tahun ajaran

2013/2014.

1.3.2 Mengembangkan alat peraga matematika berbasis metode Montessori

berupa blok pecahan yang berkualitas untuk materi penjumlahan dan

pengurangan pecahan di kelas IV tahun ajaran 2013/2014.

1.3.3 Mengetahui dampak penggunaan alat peraga matematika berbasis metode

Montessori berupa blok pecahan terhadap proses dan hasil belajar siswa

pada uji coba lapangan terbatas.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi sekolah

Sebagai tambahan khasanah pengetahuan mengenai bagaimana

mengem-bangkan alat peraga untuk pembelajaran matematika berbasis metode

Montessori.

1.4.2 Bagi guru

Guru memperoleh pengalaman atas keterlibatannya dalam

mengem-bangkan dan menguji alat peraga pembelajaran matematika berbasis

metode Montessori. Guru juga dapat mengembangkan sendiri berbagai

alat peraga pembelajaran yang lain berdasarkan prinsip pembelajaran

(32)

7 1.4.3 Bagi siswa

Siswa kelas IV dapat mempelajari materi pecahan dengan alat peraga yang

telah melalui serangkaian uji coba ilmiah. Siswa juga dapat merasakan

suasana belajar yang aktif, kreatif, dan menyenangkan

1.4.4 Bagi peneliti

Penelitian ini mampu memberikan pengalaman langsung kepada peneliti

tentang tahap pengembangan alat peraga matematika dengan ciri alat

peraga berbasis metode Montessori untuk siswa Sekolah Dasar.

Selanjutnya, peneliti juga memperoleh wawasan dan bekal dalam

mengembangkan berbagai alat peraga pembelajaran lain berbasis metode

Montessori.

1.5 Spesifikasi Produk

Alat peraga yang akan peneliti kembangkan mengadopsi dari alat peraga

Montessori berupa cut-out labeled fraction circles yang terdiri atas sepuluh

macam bagian pecahan, yaitu pecahan satu hingga pecahan sepersepuluh (

).

Alat yang dikembangkan dari alat peraga Montessori selanjutnya disebut dengan

blok pecahan. Kelengkapan alat peraga blok pecahan meliputi blok pecahan,

kotak penyimpanan beserta tutup, kartu soal, kotak kartu soal, dan album

pembelajaran.

Blok pecahan dibuat dengan bentuk lingkaran berdiameter 15 cm dengan

bahan dasar bambu. Blok pecahan dibuat dalam beragam jenis, yaitu satu

lingkaran utuh, kemudian potongan blok pecahan yang dibuat mewakili pecahan

hingga . Pembuatan lingkaran pecahan ini dilakukan

dalam empat tahap, yaitu penggambaran pola pada bambu, pemotongan,

pengecatan, dan penulisan label pecahan. Lingkaran pecahan ini diletakkan dalam

satu kotak bersekat untuk mengklasifikasikan setiap nilai pecahannya.

Kotak penyimpanan alat peraga terbuat dari bahan kayu mindi atau

dalam bahasa Latin disebut Melia azedarach Linn. Kotak penyimpanan dibuat

dengan panjang, lebar, dan tingginya masing-masing berukuran 46,5 cm x 45 cm

x 10 cm. Bagian dalam kotak penyimpanan dibuat bersekat-sekat untuk

(33)

8 Kotak kartu dibuat dari bahan yang sama, yaitu kayu mindi (Melia

azedarach Linn). Kotak kartu soal berukuran 10 cm x 12 cm x 5 cm. Kotak kartu

ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan kartu soal. Kartu soal sendiri

merupakan seperangkat kartu yang berjumlah 65 kartu, berisi soal-soal latihan

penjumlahan dan pengurangan pencahan. Sebagai kontrol dari latihan soal, kartu

soal dilengkapi kunci jawaban yang tertulis di bagian belakang dari muka kartu

soal. Kartu soal berukuran 8 cm x 6 cm dan dicetak menggunakan kertas jenis

ivory. Agar lebih memahami penjumlahan dan pengurangan pecahan, siswa diberi

lembar kerja yang berisi sekumpulan soal latihan penjumlahan dan pengurangan

pecahan.

Album pembelajaran merupakan buku panduan penggunaan alat peraga

blok pecahan. Dalam buku ini berisi materi pembelajaran, tema pembelajaran,

nama alat peraga, tujuan pembelajaran, dan presentasi cara penggunaan alat

peraga. Album pembelajaran berguna sebagai panduan dalam melakukan aktivitas

pembelajaran menggunakan alat peraga matematika blok pecahan berbasis

Montessori.

1.6 Definisi Operasional

1.6.1 Alat peraga adalah alat bantu yang digunakan dalam proses pembelajaran

agar siswa lebih mudah memahami materi tentang penjumlahan dan

pengurangan pecahan.

1.6.2 Metode Montessori adalah metode yang dikembangkan dengan

memperhatikan lingkungan belajar anak agar sesuai dengan kondisi

sesungguhnya dan memiliki delapan prinsip umum dalam

pembelajarannya.

1.6.3 Alat peraga berbasis metode Montessori adalah alat peraga yang

penggunaannya berdasarkan metode Montessori dan dibuat dengan

memperhatikan cirinya yang menarik, auto-education, auto-correction,

bergradasi, dan ciri tambahan kontekstual.

1.6.4 Kontekstual adalah keadaan yang sesuai dengan lingkungan sekitar anak,

yang dimanfaatkan potensi lokalnya sebagai sarana pembelajaran dan

(34)

9 1.6.5 Matematika adalah ilmu yang mempelajari bilangan operasi pemecahan

masalah dengan langkah yang sistematis dan logis.

1.6.6 Pecahan adalah bagian atau porsi berukuran setara/ sama dari keseluruhan

atau unit.

1.6.7 Blok pecahan adalah seperangkat alat peraga yang terdiri atas

potongan-potongan bambu berbentuk lingkaran utuh hingga yang terbagi menjadi 20

bagian dengan label hingga

.

1.6.8 Dampak adalah suatu pengaruh dari penggunaan alat peraga yang

mendatangkan akibat positif maupun negatif.

1.6.9 Hasil belajar adalah perubahan kemampuan siswa dalam melakukan

penjumlahan dan pengurangan pecahan setelah belajar dengan alat peraga

blok pecahan.

1.6.10 Album pembelajaran adalah buku panduan penggunaan alat peraga

Montessori yang terdiri atas materi pembelajaran, tema pembelajaran,

nama alat peraga, tujuan pembelajaran, dan presentasi cara penggunaan

alat peraga.

1.6.11 Siswa SD adalah siswa kelas IV SD Kanisius Jomegatan tahun ajaran

2013/2014 sejumlah enam (6) siswa, yang terdiri atas tiga (3) siswa putra

(35)

10

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II ini akan membahas (1) kajian pustaka, (2) penelitian yang relevan,

(3) kerangka berpikir, dan (4) pertanyaan penelitian.

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Hakikat Belajar

Dunia pendidikan erat kaitannya dengan kegiatan belajar. Istilah belajar

didefinisikan secara beragam oleh para ahli. Slavin (dalam Trianto, 2010: 16)

mendefinisikan belajar adalah perubahan dalam diri seorang individu karena

adanya pengalaman, bukan karena pertumbuhan atau perkembangan fisik

semenjak lahir. Lebih lanjut, Slavin menegaskan perubahan yang terjadi meliputi

perubahan tingkah laku berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan

kebiasaan, sedangkan pengalaman adalah interaksi individu dengan lingkungan

sebagai sumber belajar. Senada dengan Slavin, Hamalik (2009) mendefinisikan

belajar sebagai suatu perubahan perbuatan melalui aktivitas, praktik, dan

pengalaman. Belajar juga didefinisikan sebagai aktivitas yang dilakukan secara

sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh konsep, pemahaman, atau

pengetahuan baru yang memungkinkan perubahan perilaku yang relatif tetap

dalam berpikir, merasa, dan bertindak (Susanto, 2013: 4). Berdasarkan definisi

dari para ahli tersebut, belajar dapat diartikan sebagai suatu aktivitas sadar

untukmemperoleh pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang

relatif tetap karena adanya pengalaman. Pengalaman belajar bisa terjadi karena

adanya interaksi individu dengan lingkungan sebagai sumber belajarnya.

Belajar dipandang sebagai sesuatu yang aktif untuk memperoleh

pengalaman, mencari informasi, mengatur dan mengorganisasikan apa yang telah

diketahui untuk mencapai pelajaran baru (Djiwandono, 2006: 151). Pengalaman

dalam belajar dapat terjadi karena adanya proses interaksi individu dengan

lingkungan yang menjadi sumber belajarnya (Trianto, 2010: 17). Proses yang

terjadi melibatkan siswa untuk berpikir dan merasakan, sehingga orang lain belum

(36)

11 mencerminkan bahwa siswa sedang mengalami proses belajar dapat diamati lewat

kegiatan atau manifestasi (Winataputra, dkk, 2006: 2.4). Aktivitas nyata yang

mencerminkan siswa mengalami proses belajar antara lain siswa bertanya, siswa

menjawab pertanyaan, siswa melakukan pengamatan, dan membuat laporan

maupun rangkuman.

Belajar tidak hanya terkait dengan prosesnya, akan tetapi juga berkaitan

pada hasil. Hasil belajar yang diperoleh siswa ditunjukkan dalam sejumlah aspek,

yaitu pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional,

hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti, dan sikap (Hamalik, 2011: 30).

Senada dengan Hamalik, Susanto (2013) mengelompokkan hasil belajar meliputi

pemahaman konsep (aspek kognitif), keterampilan proses (aspek psikomotor), dan

sikap siswa (aspek afektif). Perubahan akan terlihat pada satu atau beberapa dari

aspek tersebut bila siswa telah belajar. Siswa akan memperoleh suatu kemampuan

yang baru sesudah mengalami kegiatan belajar. Hal ini berarti siswa mampu

mencapai tujuan-tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil belajar

ini perlu diukur untuk mencerminkan sejauh mana ketercapaian tujuan pengajaran

yang telah ditetapkan.

Belajar menjadi suatu proses yang melibatkan siswa secara aktif

menggunakan media maupun metode untuk mencapai hasil berupa penambahan

pengetahuan siswa yang dapat diungkap melalui evaluasi (Susanto, 2013: 5).

Penelitian ini mengarahkan kegiatan belajar yang menuntun peran aktif siswa,

yaitu dengan menggunakan alat peraga. Siswa akan memperoleh pengalaman

belajar pada saat proses belajar berlangsung. Melalui aktivitas yang dirancang

dalam proses belajar, siswa menunjukkan perilaku yang sesuai sebagai hasil dari

kegiatan berpikir dan merasanya.

2.1.2 Pendidikan Montessori 2.1.2.1 Sejarah Montessori

Pendidikan Montessori dikembangkan oleh Maria Montessori. Maria

Montessori lahir di Chiaravalle, Ancona, Italia Utara pada 31 Agustus 1872

(Magini, 2013: 7). Montessori lahir dari keluarga yang berada dan orang tua yang

berpendidikan. Ayahnya, Alessandro Montessori, adalah seorang pria yang

(37)

12 dalam masyarakat pada masa itu. Renilde Stoppani, ibu Maria Montessori, adalah

sosok yang mendorong Montessori untuk mengejar cita-cita dan karirnya.

Montessori menempuh pendidikan dasar hingga SMA dengan jurusan

teknik di Roma. Montessori melanjutkan pendidikannya di bidang sains (Mooney,

2000: 21), kemudian dia masuk ke sekolah medis sebagai satu-satunya siswa

perempuan di kelasnya. Montessori mampu menyelesaikan studinya dan lulus

menjadi seorang dokter dengan nilai yang sempurna. Pekerjaan pertamanya

adalah menjadi dokter muda di sebuah rumah sakit anak dan membuka klinik

pribadi. Selain itu, Montessori juga bekerja sebagai asisten sosial di klinik

psikiatri yang menangani orang-orang dengan gangguan jiwa dan cacat mental. Di

sinilah Montessori mulai tertarik untuk mengamati anak-anak dan segala

kebutuhannya, terutama anak-anak tunagrahita. Oleh sebab itu, Montessori

mempelajari penelitian yang dilakukan oleh Jean-Marc Gaspard Itard dan Edouard

Seguin. Fokus dari penelitian yang dipelajari Montessori ini adalah metode untuk

mendidik anak-anak keterbelakangan mental dengan menggunakan stimulasi

indera anak di usia muda (Crain, 2007: 98).

Montessori mulai menjalankan peran sebagai pendidik bagi anak-anak

yang tinggal di perumahan kumuh San Lorenzo, di pinggiran kota Roma (Crain,

2007: 99). Lalu ia mendirikan sebuah sekolah bagi anak-anak miskin yang

dinamai Casa dei Bambini (Children’s House). Lingkungan sekolah diciptakan

selayaknya lingkungan rumah anak. Ukuran perabotnya juga disesuaikan dengan

ukuran anak-anak. Selain itu juga terdapat alat-alat peraga didaktis yang bisa

digunakan oleh anak-anak. Keberhasilannya dalam mendidik anak-anak

menggunakan alat peraga didaktis dan observasi mendalam pada anak-anak untuk

mengembangkan ide-ide kependidikannya, membawa Montessori menjadi tokoh

wanita paling terkenal kala itu. Dia juga menjadi nominasi Nobel Perdamaian

sebanyak tiga kali. Montessori meninggal pada tahun 1952 di Holland, Belanda

(Mooney, 2000: 22-23).

2.1.2.2 Prinsip Pendidikan dengan Metode Montessori

Pendidikan dengan metode Montessori menekankan bahwa proses belajar

anak diselenggarakan paling baik di lingkungan yang tertata dan terstruktur

(38)

13 secara bebas, dalam kecepatan mereka sendiri, tidak terhambat dalam pengeluaran

spontan kemampuan-kemampuan mereka disebut dengan sekolah (Gutek, 2013:

76). Di tempat inilah anak diberi kebebasan untuk mencapai kemandirian

fungsional, yaitu bebas dari campur tangan orang dewasa dalam melakukan

aktivitasnya. Aktivitas anak di lingkungan Montessori dipandu oleh seorang

direktris yang bertugas memandu proses pembelajaran tanpa melakukan campur

tangan lebih jauh. Peran direktris juga melakukan pencatatan tentang profil anak

dan kesiapan bahan belajar agar anak dapat memilih bahan yang sesuai dengan

ketertarikannya sendiri. Hal ini menjelaskan bahwa fokus pendidikan Montessori

adalah anak sebagai individu, yang melakukan kegiatan dan tugasnya secara

mandiri.

Menurut Lillard (2005), terdapat delapan prinsip dalam pendidikan

Montessori, yaitu (1) keleluasaan dalam bergerak, (2) kebebasan dalam memilih

material apa yang akan digunakan, (3) adanya ketertarikan/minat, (4) pentingnya

minat intrinsik dengan menghapuskan motivasi eksternal berupa hadiah atau

hukuman, (5) belajar bersama dengan teman sebaya, (6) belajar sesuai konteks,

(7) pentingnya gaya interaksi guru terhadap anak, dan (8) pentingnya keteraturan

lingkungan dan pikiran. Hal ini menegaskan bahwa aktivitas belajar bagi anak

merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan dan menumbuhkan minat belajar,

yang bisa digambarkan sebagai kegiatan learning by playing (belajar sambil

bermain) (Holt, 2008: xi). Kegiatan belajar yang berbasis prinsip tersebut mampu

mengaktifkan siswa dalam pembelajaran dan mengakomodasi perkembangan

siswa secara mental, spiritual, serta fisik anak secara pribadi.

2.1.3 Perkembangan Anak

Setiap manusia mengalami perkembangan. Perkembangannya dimulai

sejak di dalam kandungan dan berlanjut setelah janin itu lahir hingga menjadi

manusia dewasa. Selama masa perkembangannya, anak-anak mengalami

perkembangan kognitif secara bertahap.

Montessori membagi perkembangan anak menjadi beberapa tahap

berdasarkan rentang usianya. Holt (2008) dan Lillard (2005) menyatakan bahwa

Montessori membagi masa perkembangan anak menjadi tiga kelompok rentang

(39)

14 1. Usia 0-6 tahun

Pada usia ini, anak mengalami periode perkembangan yang berkaitan dengan

periode sensitif (periode peka), periode perkembangan inteligensi, periode

pembelajaran tentang keteraturan, periode pembelajaran bahasa (menulis dan

membaca) pada usia tiga hingga lima tahun, periode pembelajaran untuk

berjalan, bersikap dan bertindak untuk kepentingan sendiri (egosentrik),

memiliki energi untuk berfokus pada pengembangan diri. Periode ini juga

disebut dengan periode absorbent mind.

2. Usia 6-12

Tahap usia anak ini bercirikan memiliki ketertarikan dalam bersosialisasi

dengan teman sebaya, memiliki energi ekstra secara fisik, kondisi fisik lebih

sehat, periode belajar yang mendalam (intellectual period). Periode belajar

mendalam terlihat dari adanya ledakan kemampuan menulis dan membaca di

usia enam tahun.

3. Usia 12-18

Pada tahap ini, anak memiliki kemampuan berpikir abstrak dan berimajinasi,

kemampuan bersikap hormat dalam kelompok, kemampuan bekerja sama

dengan rekan dalam menyelesaikan suatu proyek.

Perkembangan anak usia Sekolah Dasar yang umumnya berusia 7-12

tahun berada pada periode belajar yang mendalam (intellectual periode). Rentang

usia ini mencakup siswa kelas IV Sekolah Dasar berada pada tahap dan periode

tersebut. Siswa kelas IV SD sudah mampu belajar secara mendalam dengan

mengombinasikan kemampuan fisik maupun sosialnya. Oleh sebab itu, penelitian

tentang pengembangan alat peraga ini relevan dilakukan untuk siswa kelas IV

karena penggunaan alat peraga mampu membantu siswa belajar lebih mendalam

untuk menarik suatu kesimpulan dari benda konkret.

2.1.4 Alat Peraga Montessori 2.1.4.1 Hakikat Alat Peraga

Alat peraga identik dengan media pendidikan sebagai alat bantu belajar

mengajar di dalam maupun di luar kelas (Hamalik, 1994: 11).Secara umum,

(40)

15

Technology (AECT) mendefinisikan media sebagai segala bentuk dan saluran

yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi (Arsyad, 2010: 3).

Pesan atau informasi yang disampaikan menggunakan media merupakan isi ajaran

dan didikan dalam kurikulum atau tujuan pembelajaran.

Sebagai bagian dari media, kata “raga” dalam alat peraga memiliki arti suatu benda yang dapat diraba, dilihat, didengar, dan diamati melalui panca

indera(Hamalik, 1994: 11). Alat peraga merupakan alat bantu dalam pengajaran

untuk memeragakan sesuatu supaya apa yang diajarkan mudah dimengerti anak

didik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 24). Anitah (2009) menyatakan

bahwa alat peraga adalah suatu alat yang berfungsi sebagai alat bantu dalam

pembelajaran. Alat peraga yang digunakan dalam pembelajaran dimaksudkan

untuk mengoptimalkan keseluruhan fungsi panca indera siswa

(Widiyatmoko&Pamelasari, 2012: 52). Hal ini bertujuan agar siswa dapat

berperan secara aktif dalam pembelajaran dengan cara melihat, mendengar,

meraba, dan menggunakan pikiran yang logis dan realistis.

Montessori juga beranggapan bahwa siswa membutuhkan seperangkat

peralatan pendidikan (didactic apparatus) yang berguna untuk perkembangannya

(Hainstock, 1997: 80). Alat peraga menurut Montessori merupakan kesatuan

bahan-bahan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan anak secara individu dan

mendukung pengembangan kemampuannya (Hainstock, 1997: 80). Secara khusus,

alat peraga yang dibuat oleh Montessori ditujukan untuk membantu siswa

mencapai pengetahuanyang abstrak dan cara berpikir yang kreatif dengan

memvisualisasikan simbol-simbol nyata (Lillard, 1996: 80-81). Oleh sebab itu,

alat peraga selalu tersedia di kelas-kelas Montessori sebagai lingkungan yang

terstruktur dan mendukung perkembangan siswa dalam aktivitas sehari-hari.

Berdasarkan pendapat tokoh-tokoh di atas, peneliti menarik kesimpulan

secara umum dari hakikat alat peraga. Alat peraga merupakan alat bantu untuk

memeragakan suatu materi dalam pembelajaran dengan mengaktifkan panca

indera siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, dalam hal ini pengetahuan

(41)

16

2.1.4.2 Manfaat Alat Peraga

Siswa memperoleh pengalaman belajarnya dengan menggunakan bahan

pengganti yang berupa alat peraga. Montessori menegaskan, bahwa semua

material atau peralatan tersebut berguna untuk mendorong perkembangan anak

secara intelektual dan melatih keterampilan anak (Hainstock, 1997: 82). Melalui

alat peraga atau material, siswa dapat melihat secara langsung, memeragakan atau

menggunakannya, dan terbentuklah konsep yang abstrak dan pemikiran yang

kreatif (Lillard, 1996: 80). Manfaat lain yang dapat diperoleh dari alat peraga

yang dibuat oleh Montessori antara lain memberikankontrol pada pergerakan

siswa, mengembangkan kemandirian, kehendak, dan mengembangkan

kebahasaannya (Lillard, 1996: 85). Selain itu, manfaat umum alat peraga yang

dapat diperoleh sebagai alat bantu dalam mengajar sebagai berikut

(Kustandi&Sutjipto, 2011: 26).

1. Penyajian materi semakin jelas.

2. Meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak.

3. Mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu.

4. Memberi kesamaan pengalaman pada siswa.

Berdasarkan uraian tersebut, penggunaan alat peraga memang sangat

diperlukan dalam pembelajaran. Keberadaannya membantu dalam proses

pembelajaran, sehingga bermanfaat dalam pembentukan pengetahuan siswa.

Uraian tersebut menegaskan bahwa pengembangan alat peraga dalam penelitian

ini memang diperlukan dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa melalui

benda-benda konkret.

2.1.4.3 Alat Peraga Matematika Berbasis Montessori

Alat peraga atau material yang ada di Montessori ini disesuaikan dengan

lingkungan primer yang ditemui anak sehari-hari agar anak siap untuk

menghadapi lingkungan yang sesungguhnya saat dewasa nanti. Alat peraga

Montessori ini dirancang secara menarik, bergradasi, mengandung pengendali

kesalahan, dan memungkinkan anak untuk belajar secara mandiri (Montessori,

2002: 172-176). Alat peraga yang digunakan dalam penelitian ini juga

mempertimbangkan sisi kontekstual. Hal ini berdasarkan hakikat alat peraga yang

(42)

17 1. Menarik

Pembelajaran bagi anak diarahkan untuk pengembangan panca indera. Alat

peraga ini dibuat semenarik mungkin mulai dari warna, kontur permukaan

yang lembut, dan beratnya, sehingga menarik minat anak untuk menyentuh,

meraba, dan memegangnya. Jika anak sudah tertarik, ia akan menggunakannya

secara berulang dengan beragam modifikasi dari suatu alat peraga (Montessori,

2002: 172-174).Salah satu alat yang menarik bagi siswa contohnya pink tower,

dengan warna merah muda (pink) cukup menarik perhatian siswa untuk

memainkannya secara berulang.

2. Bergradasi

Gradasi alat peraga dalam Montessori terkait dengan warna, bentuk, dan usia

anak. Alat peraga yang bergradasi ini memungkinkan digunakan dengan

melibatkan panca indera anak dan bisa digunakan untuk anak-anak dari

beragam usia dalam hal pembentukan konsep belajar anak. Salah satu alat yang

mengandung gradasi adalah pink tower, yang terdiri atas 10 kubus dengan

mengetahui letak kesalahan yang dibuatnya saat menggunakan alat peraga

tertentu tanpa diberi tahu oleh orang lain. Misalnya pada saat menggunakan

inkastri silinder sebagai alat yang digunakan untuk mengenalkan ukuran

panjang-pendek, lebar-sempit, gemuk-kurus, dan dangkal-dalam. Setiap

perangkat silinder tersebut memiliki anak silinder yang sudah berpasangan

dengan lubangnya. Anak akan berusaha memasukkan anak silinder tersebut

secara benar pada pasangan lubangnya. Anak akan terus mencoba hingga ia

puas dan mampu memasukkan anak silinder secara benar pada lubang

(43)

18 4. Auto-education

Alat peraga yang diciptakan dan digunakan hendaknya bisa mengembangkan

kemampuan anak, di mana dalam belajar menggunakan alat tersebut seminimal

mungkin tidak ada campur tangan orang dewasa. Bagi anak-anak, usahanya

belajar menggunakan alat peraga secara berulang ini sebagai cara mendidik

dirinya sendiri karena memperoleh pengalaman dari aktivitas dengan panca

inderanya ini. Di samping itu, pembelajaran yang diperoleh anak bukanlah dari

apa yang sudah dilakukan guru, melainkan dari apa yang sudah dilakukan anak

itu sendiri (Montessori, 2002: 172-173). Contoh alat dengan ciri ini adalah

sandpaper letter untuk mengajari anak belajar menulis.

5. Kontekstual

Dalam prinsip pendidikan Montessori, belajar hendaknya juga disesuaikan

dengan konteks (Lillard, 2005: 32). Montessori merancang peralatan di kelas

dengan mengimitasinya seperti yang tersedia di lingkungan sekitar anak. Hal

ini bertujuan agar siswa mengalami dengan sendirinya realita dalam

lingkungannya, bukan karena orang lain(Hainstock, 1997: 83). Oleh sebab itu,

ciri alat peraga yang selanjutnya adalah kontekstual. Kontekstual berarti

berhubungan dengan konteks (KBBI, 1991: 522), sedangkan konteks

merupakan pola hubungan di dalam lingkungan langsung seseorang (Johnson,

2010: 34). Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia

nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan

yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari (Trianto,

2010: 107). Kontekstual dalam pembelajaran memungkinkan terbentuknya

pengalaman sosial, budaya, fisika, dan psikologi. Melalui penggunaan alat

peraga, siswa mengalami pembelajaran yang kontekstual karena alat peraga

memberikan pengalaman yang relevan dan berarti kepada siswa dalam

upayanya memperoleh pengetahuan. Alat peraga dengan tambahan ciri

kontekstual dalam penelitian ini bermaksud menggunakan bahan-bahan atau

potensi lokal yang tersedia di lingkungan sekitar siswa. Hal ini bertujuan

memunculkan makna/hubungan antara isi pembelajaran dan konteks yang ada

(44)

19 alat peraga tersebut karena sesuaifakta yang dieksplorasi sesuai dengan konteks

dan saling berhubungan (Lillard, 1996: 81). Sajian pengetahuan yang

melibatkan konteks nyata kehidupan dapat membantu siswa menemukan arti

dalam proses belajar. Selama kegiatan belajar, siswa akan berupaya berperan

aktif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu, alat peraga yang

dikembangkan dalam penelitian ini menggunakan bahan-bahan yang sering

dijumpai siswa, yaitu bambu dan kayu. Peneliti memilih bahan bambu dan

kayu karena potensi lokal ini dekat dan dikenal oleh siswa di lingkungan

sehari-harinya. Pemaduan potensi lokal dengan pembelajaran siswa akan

memunculkan pengertian baru bagi siswa bahwa sarana belajar bisa berasal

dari mana saja untuk memecahkan suatu permasalahan belajar. Pemanfaatan

potensi lokal ini juga diharapkan mendorong ketertarikan dan motivasi siswa

dalam belajar dan bekerja menggunakan alat peraga yang dikembangkan sesuai

dengan materinya, yaitu penjumlahan dan pengurangan pecahan.

2.1.4.4 Alat Peraga Blok Pecahan Berbasis Metode Montessori

Alat peraga matematika yang dirancang Montessori bertujuan untuk

mengembangkan pemikiran matematis anak. Alat peraga ini menggambarkan

jumlah dan simbol, sistem desimal, serta menggambarkan empat operasi

matematika dalam bentuk nyata (Lillard, 1997: 137). Hal ini membantu

pencapaian salah tujuan pembelajaran matematika di SD, yaitu memahami konsep

matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep

atau algoritme.

Alat peraga yang akan peneliti kembangkan mengadopsi alat peraga

Montessori berupa cut-out labeled fraction circles yang terdiri atas sepuluh

macam bagian pecahan, yaitu pecahan satu hingga pecahan sepersepuluh (

).

Alat peraga yang dikembangkan disebut blok pecahan dengan bentuk potongan

pecahan dikembangkan dari pecahan satu hingga seperdua puluh (

).

Masing-masing dari empat ciri alat peraga berbasis metode Montessori terkandung dalam

alat peraga yang dikembangkan. Ciri menarik dari blok pecahan terlihat dari

warna dan bentuknya. Alat peraga blok pecahan diberi warna merah terang

(merah cabai) yang menarik perhatian siswa. Alat ini berbentuk bulat untuk

(45)

20 Ciri bergradasi blok pecahan mengandung arti bahwa blok pecahan ini dapat

digunakan untuk kompetensi dasar berbeda. Penelitian ini membatasi penggunaan

blok pecahan untuk penjumlahan dan pengurangan pecahan, akan tetapi lebih

lanjut blok pecahan dapat digunakan untuk pengenalan bilangan pecahan maupun

untuk operasi matematis lain, yaitu perkalian dan pembagian pecahan. Ciri

auto-correction dari blok pecahan ditunjukkan pada bentuk potongan blok yang

berbeda-beda untuk setiap nilai pecahannya. Siswa akan mengetahui kesalahannya

saat dia keliru mengambil blok dengan bentuk yang berbeda bila dia

menginginkan nilai pecahan yang sama. Blok pecahan dilengkapi dengan kartu

soal yang berisi soal latihan dan kunci jawaban. Dengan kartu tersebut, siswa

dapat mengetahui kesalahannya dan memperbaiki dengan latihan selanjutnya.

Alat peraga ini juga mengandung ciri auto-education karena dapat digunakan

secara mandiri oleh siswa tanpa campur tangan orang lain. Siswa dapat dengan

mudah melakukan latihan dengan alat peraga dan kelengkapannya tanpa harus ada

kehadiran dan peran langsung dari guru. Ciri yang kelima sebagai ciri tambahan

yaitu kontekstual terkandung dalam blok pecahan ini karena bahan dasar

pembuatan alat ini menggunakan potensi lokal yang ada di lingkungan sekitar

siswa, yaitu bambu dan kayu mindi (Melia azedarach Linn).

2.1.5 Pembelajaran Matematika 2.1.5.1 Hakikat Matematika

Matematika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) adalah ilmu

tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang

digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Depdiknas (2001)

menyatakan bahwa matematika disebut wiskunde dalam bahasa Belanda yang

memiliki arti sebagai ilmu pasti dengan penalaran yang jelas (Susanto, 2013:

184). Aspek pembelajaran Matematika di tingkat pendidikan dasar dibatasi ruang

lingkupnya, meliputi bilangan, geometri dan pengukuran, serta pengolahan data

(BSNP, 2006: 106).

Pembelajaran matematika di sekolah Montessori diawali dengan

kemampuan berhitung yang sudah dimiliki anak usia tiga tahun (Gutek, 2013:

363). Mereka mudah belajar berhitung dengan menggunakan benda-benda.

(46)

21 matematika sebagai alat bantu/penolong bagi anak untuk memahami konsep

pemikiran aritmatika (Hainstock, 1997: 97). Pemikiran matematis dalam

pembelajaran Montessori menekankan pengembangan pemikiran pada

pemahaman urutan, rangkaian, dan abstraksi (Lillard, 1997: 137).

2.1.5.2 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar mengarahkan siswa untuk

berpikir secara logis, kritis, analitis, sistematis, dan kreatif (BSNP, 2006: 106).

Salah satu tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar adalah memahami

konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan

konsep atau algoritme (Susanto, 2013: 190). Pemahaman konsep terkait dengan

pembentukan, penemuan, dan pengembangan pengetahuan siswa dalam

pembelajaran matematika.

Jean Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan atau pemahaman akan

dimiliki oleh siswa bila ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa

sendiri (Susanto, 2013: 191). Hal ini ditegaskan oleh Montessori bahwa siswa

mampu membentuk konsep abstrak mereka sendiri sesudah menggunakan

berbagai material dan melakukan pengulangan dalam kegiatannya itu (Lillard,

1997: 137). Pembelajaran matematika untuk usia Sekolah Dasar bertujuan

mengembangkan kemampuan pemahaman siswa dalam konsep abstrak melalui

penggunaan benda-benda/material (Payne&Ridout, 2008: 10). Oleh sebab itu,

pembelajaran di kelas Montessori diawali dengan benda-benda seperti tongkat

angka dan kertas angka berpasir agar kecakapan dan pemahamannya berkembang

secara berangsur-angsur.

1. Pengertian Pecahan

Kata pecahan berasal dari bahasa Latin frangere yang berarti memecah

dan selanjutnya diartikan sebagai bagian dari keseluruhan yang berukuran sama

dan dituliskan dalam bentuk bilangan (Copeland, 1967: 167). Bilangan pecahan

adalah bilangan yang dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara dua bilangan

cacah dan , dengan ≠ 0 (Sa‟dijah, 1998: 146-148). Penulisan dua bilangan

cacah pada bilangan pecahan dipisahkan oleh garis lurus menjadi dan dibaca

per . Dalam hal ini disebut dengan pembilang atau numerator atau jumlah

(47)

22 pecahannya (Homfray&Child, 1996: 48). Bilangan pecahan ini disebut dengan

pecahan biasa karena menyatakan makna dari setiap bagian dari yang utuh

(Sukajati, 2008: 6). Sebagai contoh, sebuah apel akan dimakan oleh tiga orang,

maka apel tersebut dipotong menjadi tiga bagian yang sama besarnya. Oleh sebab

itu, setiap orang akan menerima bagian untuk dimakan. Pecahan biasa

mewakili masing-masing potongan apel. Dalam bilangan tersebut, “3” menunjukkan banyaknya bagian-bagian yang sama dari suatu keseluruhan atau

utuh (denominator), sedangkan “1” menunjukkan bagian yang menjadi perhatian

atau bagian yang terambil (numerator).

Pecahan memiliki beberapa jenis, yaitu pecahan biasa, pecahan yang

ekuivalen, pecahan paling sederhana, dan pecahan campuran (Payne&Ridout,

2008: 134). Pecahan biasa adalah pecahan yang pembilang dan penyebutnya

ditulis dengan angka dan dipisahkan tanda garis horisontal. Dalam pecahan biasa,

dikenal istilah proper fraction dan improper fraction. Disebut sebagai proper

fraction atau pecahan yang sebenarnya bila pembilang lebih kecil nilainya

daripada penyebutnya, sedangkan bila pembilang lebih besar daripada

penyebutnya disebut improper fraction atau pecahan tak sebenarnya. Pecahan

yang ekuivalen adalah pecahan yang bernilai sama (pecahan senilai). Pecahan

paling sederhana adalah pecahan yang pembilang dan penyebutnya tidak

mempunyai faktor persekutuan. Pecahan campuran adalah pecahan yang ditulis

dalam bentuk angka bulat dan pecahan.

Penelitian yang dilakukan mengambil materi penjumlahan dan

pengurangan pecahan. Jenis pecahan yang akan banyak digunakan adalah jenis

pecahan biasa dan campuran. Hal ini disesuaikan dengan materi kelas IV SD yang

telah mempelajari pecahan biasa dan campuran.

2. Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan

Operasi matematis yang dapat dilakukan pada bilangan pecahan meliputi

operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Tahap awal

pembelajaran pecahan yaitu dengan memperkenalkan bentuk pecahan dengan

memeragakan konsep pecahan menggunakan bentuk-bentuk bangun datar yang

diarsir atau blok berbentuk lingkaran dari kertas (Sukajati, 2008: 7). Dalam

(48)

23 dengan bingkai di bagian luarnya yang bahan dasarnya dari logam atau plastik

yang disebut inset (lempengan) (Payne&Ridout, 2008: 124). Masing-masing

lingkaran dibagi menjadi dua bagian hingga sepuluh bagian dan setiap bagian

lingkaran yang terbagi ini memiliki pegangan untuk mengambilnya dari bingkai.

Setelah pengenalan pecahan, siswa berlanjut mempelajari operasi matematis

pecahan. Penelitian ini difokuskan pada pembelajaran pecahan di kelas IV

Sekolah Dasar dengan kompetensi dasar menjumlahkan pecahan dan

mengurangkan pecahan.

a. Penjumlahan Pecahan

Proses penjumlahan pecahan dituliskan , dengan syarat

dan adalah bilangan bulat dan ≠ 0 (Sa‟dijah, 1998: 153). Montessori mengajarkan penjumlahan pecahan dengan langkah yang sistematis. Siswa

melakukan penjumlahan dengan mengambil lempengan pecahan pertama, lalu

ditambahkan dengan lempengan yang kedua. Selanjutnya, dihitung jumlah

lempengannya.

Berikut ini adalah contoh materi di kelas IV dalam operasi penjumlahan

dan pengurangan pecahan (Sunardi, Hapsari, & Sardjana, 2013: 169-173).

1.) Penjumlahan antarpecahan biasa dengan penyebut sama

2.) Penjumlahan antarpecahan campuran dengan penyebut sama

( ) (

)

Penjumlahan pecahan yang berpenyebut beda dilakukan dengan

menyamakan terlebih dahulu penyebutnya. Cara untuk menyamakan penyebutnya

adalah dengan mencari Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) dari penyebut

pecahan-pecahan tersebut (Sunardi, dkk, 2013: 173). Montessori membelajarkan

Gambar

Tabel 4.25 Validasi Produk Akhir .......................................................................
Gambar 4.3 Kotak Kartu dan Kartu Soal ...........................................................
Grafik 4.2 Perbandingan rerata skor pretest dan posttest ....................................
Tabel 3.1Kisi-kisi butir soal
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENGEMBANGAN ALAT PERAGA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD MATERI PERPANGKATAN DAN AKAR BERBASIS METODE MONTESSORI Skripsi.. Yogyakarta: Program Dtudi Pendidikan Guru

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepuasan siswa dan guru terhadap penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori adalah cukup.. Aspek alat peraga

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: adanya pengaruh yang positif dan signifikan atas penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori terhadap

Sistem pembelajaran dalam kelas Montessori tidak terlepas dari 8 prinsip pembelajaran yaitu (1) pergerakan ( movement ) dan kesadaran ( cognition ) saling mempengaruhi,

Gambar 4.10 Diagram Kartesius Indikator Menarik Tingkat Kepuasan Guru terhadap Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori. Gambar 4.10 menunjukkan sebaran

Penelitian ini memberikan pemikiran baru bagi mahasiswa bahwa alat peraga pembelajaran matematika untuk siswa sekolah dasar berbasis metode Montessori dapat dibuat dan dikembangkan

1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, tujuan yang hendak dicapai adalah: 1.3.1 Mengembangkan alat peraga Matematika berbasis metode Montessori berupa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengembangan alat peraga penjumlahan bersusun matematika dan mengetahui kelayakan alat peraga matematika yang meliputi