PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA UNTUK
PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PECAHAN
BERBASIS METODE MONTESSORI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh :
Patricia Risma Ananti NIM : 101134092
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA UNTUK
PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PECAHAN
BERBASIS METODE MONTESSORI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh :
Patricia Risma Ananti NIM : 101134092
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
iii
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada :
1. Tritunggal Maha Kudus dan Bunda Maria atas curahan
berkat, rahmat, dan kerahiman-Nya.
2. Bapakku, Tugiyanto dan Ibuku, Lusia Winarti yang tak pernah
lelah mengidungkan doa sederhana untuk perjalanan hidup dan
pendidikanku hingga saat ini.
3. Paulina Mayang Pinasti, adikku yang tersayang meski tak
pernah terucap dalam kata, namun pasti selalu di hati.
4. Para sahabat dan teman terkasih yang selalu ada dalam segala
kondisiku.
v
HALAMAN MOTTO
Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia, sedangkan hati orang
rajin diberi kelimpahan.
(Amsal 13: 4)
Gerakkan,
Kerjakan,
Wujudkan.
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar referensi, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 21 Mei 2014
Peneliti,
vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma:
Nama : Patricia Risma Ananti
Nomor Mahasiswa : 101134092
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:
Pengembangan Alat Peraga Matematika untuk Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Berbasis Metode Montessori
beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada
perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk apa saja, mendistribusikan
secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk
kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 21 Mei 2014
Yang menyatakan,
viii
ABSTRAK
Ananti, Patricia Risma. (2014). Pengembangan alat peraga matematika untuk penjumlahan dan pengurangan pecahan berbasis metode Montessori. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.
Kata kunci: metode penelitian dan pengembangan, metode Montessori, alat peraga, pecahan, Matematika.
Penggunaan alat peraga dapat membantu siswa dalam belajar matematika. Pemaduan dengan metode yang sesuai diharapkan dapat memberikan dampak yang baik dalam proses belajar maupun hasilnya. Permasalahan pendidikan di Indonesia dicerminkan oleh rendahnya prestasi siswa. Langkah perbaikan yang dilakukan pemerintah belum menjamin kualitas pendidikan. Ditambahkan pula bahwa masih banyak alat peraga sebagai alat bantu belajar yang belum teruji secara ilmiah. Salah satu metode yang digunakan dalam belajar dengan memanfaatkan lingkungan sekitar siswa adalah metode Montessori. Penelitian ini mengembangkan alat peraga matematika berbasis metode Montessori dengan ciri menarik, bergradasi, autocorrection, dan auto education. Satu ciri tambahan yang peneliti kembangkan adalah kontekstual untuk memanfaatkan potensi lokal dari lingkungan belajar siswa. Penelitian ini dilakukan di SD Kanisius Jomegatan Yogyakarta pada siswa kelas IV tahun ajaran 2013/2014 selama delapan bulan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan (R&D). Penelitian ini dibatasi sampai pada uji coba lapangan terbatas terhadap enam orang siswa. Langkah penelitian ini terdiri atas lima tahap, yaitu kajian standar kompetensi dan kompetensi dasar, analisis kebutuhan, produksi alat peraga, pembuatan instrumen penelitian, dan validasi alat peraga hingga pada uji coba lapangan terbatas. Hasil dari penelitian ini adalah prototipe alat peraga matematika berbasis metode Montessori berupa blok pecahan.
Produk alat peraga yang dikembangkan telah divalidasi oleh ahli di bidangnya, yakni ahli pembelajaran Montessori, ahli pembelajaran Matematika, guru Matematika, dan enam orang siswa pada uji coba lapangan terbatas. Hasil validasi produk menunjukkan rerata skor 3,7 dan masuk kategori “sangat baik”. Hasil tes siswa yang juga menunjukkan peningkatan sebesar 207% dari pretest ke
ix
ABSTRACT
Ananti, Patricia Risma. (2014). Developing a set of mathematics learning media for fraction addition and substraction based on Montessori method. A thesis. Yogyakarta: Elementary Teacher Education Study Program, Sanata Dharma University.
Keywords: research and development method, Montessori method, learning media, fraction, Mathematic
Learning media can help students understand mathematics. Appropriate learning media and method is expected to provide good impact in learning process and results. Education problem in Indonesia was reflected on students‟learning outcomes. The government‟s improvement didn‟t ensure the education quality. It was caused by lacking the learning media validation too. One of learning methods that adopt materials around the students is Montessori method. This research aimed at developing a mathematical learning media based on Montessori method with the characteristics like interesting, gradable, autocorrected, and autoeducated.
An additional characteristic was contextual to the students‟ learning environment.
This research was conducted in SD Kanisius Jomegatan Yogyakarta on grade IV of school year 2013/2014 for eight months.
This study adopted research and development (R&D). The media were tried out to six students. The development applied five stages, namely the study of standards of competence and basic competence, the study of need analysis, the material production, the development of research instruments, and the material validation. The results of this study was material prototype for learning fraction
addition and substraction in the form of “blok pecahan”.
The product resulted was validated by experts on Montessori education, Math, Math teacher, and six students. The scores of validation was 3,7, which was considered to be very good. The test results of the students also increased 207% from pretest to posttest after they learned by using blok pecahan. It is implied that
x
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat serta karunia-Nya
hingga skripsi dengan judul Pengembangan Alat Peraga Matematika untuk
Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Berbasis Metode Montessori dapat
peneliti selesaikan dengan baik. Penyusun skripsi ini menjadi salah satu syarat
dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Sekolah Dasar.
Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik tak lepas dari dukungan
berbagai pihak melalui berbagai cara. Atas peran tersebut, perkenankanlah peneliti
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
2. Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., S.S., BST., M.A. selaku Kaprodi PGSD
dan dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan
selama proses penyusunan skripsi ini.
3. E. Catur Rismiyati, S.Pd., M.A., Ed.D. selaku Wakaprodi PGSD.
4. Andri Anugrahana, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pembimbingan II yang telah
membimbing dan mendampingi peneliti dalam penyusunan skripsi ini.
5. Kristina Mularsih, S.Pd. selaku kepala SD Kanisius Jomegatan
Yogyakarta yang telah memberikan ijin serta dukungan selama proses
pelaksanaan penelitian di SD tersebut.
6. Fr. Siti Fatimah, S.Pd. selaku guru Matematika SD Kanisius Jomegatan
yang membantu serta membimbing peneliti selama proses penelitian
berlangsung.
7. Suprapti, S.Pd. selaku guru kelas IV SD Kanisius Jomegatan Yogyakarta
yang mendukung proses penelitian ini.
8. Para dosen selaku ahli yang telah memberikan kontribusi dalam penelitian
ini.
9. Siswa SD Kanisius Jomegatan, khususnya siswa kelas IV, yang telah
bekerja sama dengan baik selama proses penelitian.
10.Kedua orang tuaku, Tugiyanto dan Lusia Winarti yang selalu mendukung
xi 11.Adikku, Paulina Mayang Pinasti yang telah mendukung dan memberikan
semangat kepada peneliti.
12.Sahabat dan teman terkasih, Mbak Ayu, Chicha, Yogik, Dinta, Aji, Tinus,
dan Agus yang selalu mendukung dalam segala kondisi selama
penyusunan skripsi ini.
13.Suster Benedikte sebagai Ibu Asrama yang selalu percaya akan
kemampuan terpendamku.
14.Teman-teman Asrama Syantikara yang memberikan pengalaman hidup
selama peneliti tinggal di Unit 2 dan UBB.
15.Teman-teman skripsi payung R and D Montessori, Wulan, Agatha, Danik,
Andre, Tira, Mido, dan Kristi yang telah berjuang bersama.
16.Teman-teman PPL SD Kanisius Jomegatan, Wulan, Ari, Danang, dan
Mbak Dian yang membantu selama proses penelitian.
17.Rekan seperjalananku, Deta, Mbak Rasti, Bundo, dan Patris yang telah
memberikan pengalaman selama peneliti berkuliah.
18.Teman-teman kelas B, Bhe Better 2010, yang telah memberikan semangat
dan dukungan untuk peneliti.
19. Segenap pihak yang telah membantu, yang tidak dapat peneliti sebutkan
satu per satu.
Peneliti mengharapkan adanya saran, masukan, maupun kritik demi
perbaikan skripsi ini agar lebih baik. Peneliti berharap skripsi yang telah disusun
ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak demi perkembangan dunia
pendidikan. Terima kasih.
Yogyakarta, 21 Mei 2014
Peneliti
xii
BAB II LANDASAN TEORI ... 10
2.1 Kajian Pustaka ... 10
2.1.1 Hakikat Belajar... 10
2.1.2 Pendidikan Montessori ... 11
2.1.2.1 Sejarah Montessori ... 11
2.1.2.2 Prinsip Pendidikan dengan Metode Montessori ... 12
xiii
2.1.4 Alat Peraga Montessori ... 14
2.1.4.1 Hakikat Alat Peraga ... 14
2.1.4.2 Manfaat Alat Peraga ... 16
2.1.4.3 Alat Peraga Matematika Berbasis Montessori ... 16
2.1.4.4 Alat Peraga Blok Pecahan Berbasis Metode Montessori ... 19
2.1.5 Pembelajaran Matematika ... 20
2.1.5.1 Hakikat Matematika ... 20
2.1.5.2 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar... 21
2.2 Penelitian yang Relevan ... 26
2.2.1 Penelitian Pembelajaran Matematika tentang Pecahan ... 26
2.2.2 Penelitian tentang Pendidikan Montessori ... 27
2.3 Kerangka Berpikir ... 30
2.4 Pertanyaan Penelitian ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 32
3.1 Jenis Penelitian ... 32
3.2 Setting Penelitian ... 32
3.2.1 Objek Penelitian ... 32
3.2.2 Subjek Penelitian ... 33
3.2.3 Lokasi Penelitian ... 33
3.2.4 Waktu Penelitian ... 33
3.3 Prosedur Pengembangan ... 33
3.4 Teknik Pengujian Instrumen ... 38
3.4.1 Uji Keterbacaan Instrumen Analisis Kebutuhan ... 38
3.4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas terhadap Instrumen Tes ... 38
3.4.3 Uji Keterbacaan Instrumen Validasi Produk... 40
3.4.4 Uji Validasi Produk ... 40
3.4.5 Uji Coba Lapangan Terbatas ... 40
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 41
3.5.1 Analisis Kebutuhan ... 41
3.5.1.1 Kuesioner ... 41
3.5.1.2 Wawancara ... 41
xiv
3.5.1.4 Triangulasi... 42
3.5.2 Validasi Produk ... 42
3.5.3 Uji Coba Lapangan Terbatas ... 43
3.5.3.1 Tes ... 43
3.6.2 Instrumen Pengumpulan Data ... 44
3.6.2.1 Instrumen Analisis Kebutuhan ... 44
3.6.2.2 Instrumen Validasi Produk oleh Ahli ... 45
3.6.2.3 Instrumen Uji Coba Lapangan Terbatas ... 45
3.7 Teknik Analisis Data ... 46
3.7.1 Kuesioner ... 46
3.7.2 Tes ... 47
3.7.3 Wawancara ... 47
3.7.4 Observasi ... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49
4.1 Kajian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ... 49
4.2 Analisis Kebutuhan ... 49
4.2.1 Uji Keterbacaan Instrumen Analisis Kebutuhan ... 49
4.2.1.1 Ahli Pembelajaran Matematika ... 51
4.2.1.2Ahli Bahasa ... 53
4.2.1.3 Guru ... 54
4.2.1.4 Siswa ... 55
4.2.2 Data Analisis Kebutuhan... 56
4.2.2.1 Data Analisis Kebutuhan oleh Guru ... 56
4.2.2.2 Data Analisis Kebutuhan oleh Siswa ... 58
4.3 Produksi Alat Peraga Blok Pecahan ... 61
xv
4.3.1.1 Alat Peraga Blok Pecahan ... 61
4.3.1.2 Album Pembelajaran ... 61
4.3.2 Pembuatan Alat Peraga ... 62
4.4 Validasi Instrumen ... 64
4.4.1 Validitas dan Reliabilitas Instrumen Tes ... 64
4.4.1.1 Ahli Pembelajaran Matematika ... 64
4.4.1.2 Guru ... 65
4.4.1.3 Siswa ... 66
4.4.2 Uji Keterbacaan Instrumen Validasi Produk... 68
4.4.2.1 Ahli Pembelajaran Matematika ... 68
4.4.2.2 Ahli Bahasa ... 68
4.4.2.3 Guru ... 69
4.4.2.4 Siswa ... 69
4.5 Data Validasi dan Revisi Alat Peraga ... 70
4.5.1 Data Validasi oleh Ahli ... 70
4.5.1.1 Ahli Pembelajaran Montessori ... 70
4.5.1.2 Ahli Pembelajaran Matematika ... 71
4.5.1.3 Guru Matematika Kelas IV ... 72
4.5.2 Revisi Alat Peraga ... 73
4.6 Uji Coba Lapangan Terbatas ... 73
4.6.1 Data dan Analisis Tes... 74
4.6.2 Data dan Analisis Kuesioner ... 77
4.7 Analisis Lanjut Dampak Penggunaan Alat Peraga ... 77
4.7.1 Proses ... 78
4.7.2 Hasil Belajar ... 79
4.8 Kajian Produk Akhir ... 81
xvi
xvii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Penelitian yang Relevan ... 29
Bagan 3.1 Langkah R and D dari Sugiyono ... 34
Bagan 3.2 Tahap Pengembangan Alat Peraga Blok Pecahan ... 36
Bagan 3.3 Triangulasi Data ... 42
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Butir Soal ... 39
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Kuesioner Validasi Produk ... 45
Tabel 3.3 Kategori Skor ... 46
Tabel 4.1 Kategori Skor ... 49
Tabel 4.2 Konversi Kategori Skor ... 51
Tabel 4.3 Skor Keterbacaan Analisis Kebutuhan oleh Ahli Matematika ... 51
Tabel 4.4 Komentar Keterbacaan Analisis Kebutuhan oleh Ahli Matematika ... 52
Tabel 4.5 Skor Keterbacaan Analisis Kebutuhan oleh Ahli Bahasa ... 53
Tabel 4.6 Komentar Keterbacaan Analisis Kebutuhan oleh Ahli Bahasa ... 53
Tabel 4.7 Skor Keterbacaan Analisis Kebutuhan oleh Guru ... 55
Tabel 4.8 Skor Keterbacaan Analisis Kebutuhan oleh Siswa ... 55
Tabel 4.9 Rekapitulasi Skor Keterbacaan Analisis Kebutuhan ... 56
Tabel 4.10 Rekapitulasi Analisis Kebutuhan Guru ... 56
Tabel 4.11 Rekapitulasi Analisis Kebutuhan Siswa ... 59
Tabel 4.12 Kartu Soal ... 63
Tabel 4.13 Skor Penilaian Instrumen Tes oleh Ahli Pembelajaran Matematika ... 64
Tabel 4.14 Komentar Terhadap Instrumen Tes oleh Ahli Pembelajaran Matematika ... 65
Tabel 4.15 Skor Penilaian Instrumen Tes oleh Guru ... 65
Tabel 4.16 Hasil Uji Validitas Empiris Tes ... 66
Tabel 4.17 Indikator Tes ... 67
Tabel 4.18 Skor Keterbacaan Validasi Produk oleh Ahli Matematika ... 68
Tabel 4.19 Skor Keterbacaan Validasi Produk oleh Ahli Bahasa ... 68
Tabel 4.20 Skor Keterbacaan Validasi Produk oleh Guru ... 69
Tabel 4.21 Skor Keterbacaan Validasi Produk oleh Siswa ... 70
Tabel 4.22 Rekapitulasi Validasi Produk oleh Ahli ... 72
Tabel 4.23 Rekapitulasi Nilai Siswa ... 74
xx
DAFTAR RUMUS
Rumus 3.1 Nilai tes ... 47
Rumus 3.2 Rerata nilai ... 47
xxi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Blok Pecahan ... 622
Gambar 4.2 Kotak Penyimpanan dan Tutup Kotak ... 633
xxii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Nilai masing-masing siswa ... 75
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1: INSTRUMEN ANALISIS KEBUTUHAN ... 91
1.1 Kisi-kisi Instrumen Analisis kebutuhan ... 91
1.2 Garis Besar Masalah untuk Wawancara ... 91
1.3 Rekapitulasi Keterbacaan Instrumen Analisis Kebutuhan oleh Validator ... 91
1.4 Rekapitulasi Analisis Kebutuhan oleh Guru ... 93
1.5 Rekapitulasi Analisis Kebutuhan oleh Siswa ... 95
LAMPIRAN 2: DESAIN PRODUK ... 97
2.1 Blok Pecahan ... 97
2.2 Kotak Penyimpanan ... 97
2.3 Tutup ... 98
2.4 Kotak Kartu Soal ... 98
2.5 Kartu Soal ... 99
LAMPIRAN 3 : INSTRUMEN VALIDASI ... 100
3.1 Rekapitulasi Uji Validitas Instrumen Tes ... 100
3.2 Hasil Uji Validitas Tes ... 101
3.3 Reliabilitas Instrumen Tes... 102
3.4 Rekapitulasi Keterbacaan Instrumen Validasi Produk ... 103
LAMPIRAN 4 : VALIDASI PRODUK OLEH AHLI ... 105
4.1 Rekapitulasi Kuesioner Validasi Produk oleh Validator ... 105
LAMPIRAN 5:UJI COBA LAPANGAN TERBATAS ... 106
5.1 Soal tes ... 106
5.2 Kunci Jawaban ... 109
5.3 Rekapitulasi Nilai Pretest ... 110
5.4 Rekapitulasi NilaiPosttest ... 110
5.5 Garis Besar Masalah untuk Wawancara ... 111
LAMPIRAN 6: SURAT PERMOHONAN IJIN PENELITIAN KE SD ... 112 LAMPIRAN 7: SURAT KETERANGAN TELAH
MELAKSANAKANPENELITIAN DARI SD ... 113 LAMPIRAN 8: DOKUMENTASI UJI COBA LAPANGAN
xxiv
1
BAB I PENDAHULUAN
Uraian dalam bab ini berisi (1) latar belakang, (2) rumusan masalah,
(3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) spesifikasi produk yang
dikembangkan, dan (6) definisi operasional.
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pendidikan nasional di Indonesia, dalam Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab II pasal
3, bertujuan mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Perwujudan dari tujuan pendidikan nasional ini dilaksanakan
melalui kegiatan belajar mengajar yang terjadi di institusi pendidikan dasar atau
Sekolah Dasar. Di tempat inilah anak mulai dibekali dengan beragam kegiatan
pengembangan kemampuan baca, tulis, hitung, mental, sosial, dan spiritual
(Susanto, 2013: 72). Tidak jauh berbeda dengan Susanto, Montessori
mendefinisikan sekolah sebagai lingkungan yang disiapkan bagi anak-anak agar
mereka dapat berkembang secara bebas, sesuai dengan kecepatan mereka, dan
tidak ada hambatan dalam menyalurkan kemampuan mereka secara spontan
(Gutek, 2013: 76). Oleh sebab itu, keberadaan Sekolah Dasar sangat menunjang
anak dalam mengembangkan beragam kemampuannya melalui kegiatan belajar
mengajar.
Kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di sekolah dilakukan
dengan beragam cara. Misalnya saja dengan menjelaskan langsung materi kepada
siswa lewat tutur kata guru. Cara lain yang bisa digunakan yaitu dengan memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengalami secara langsung sebelum
menyimpulkan suatu konsep yang baru saja dipelajari. Kecenderungan yang
terjadi dalam penyampaian suatu materi adalah banyaknya tutur kata tanpa isi dan
2 verbal (Nasution, 1982: 98). Padahal, bisa saja siswa diajak belajar dengan
mengalami langsung dan tanpa banyak kata-kata yang disampaikan guru.
Siswa belajar dengan mengalami langsung apa yang dipelajari melalui
suatu perantara atau media sebagai alat bantu belajarnya. Alat bantu yang
digunakan ini bisa benda-benda konkret yang tersedia di lingkungan siswa,
contohnya batu, biji-bijian, atau lidi. Salah satu mata pelajaran yang dapat
disampaikan dengan bantuan benda-benda konkret adalah Matematika.
Penggunaan benda-benda konkret sebagai alat bantu belajar dapat diterapkan
dalam mata pelajaran Matematika yang umumnya berisi konsep yang abstrak.
Mata pelajaran Matematika di Sekolah Dasar (SD) mempelajari bilangan,
geometri dan pengukuran, serta pengolahan data (BSNP, 2006: 106). Tujuan
pembelajaran matematika salah satunya memampukan siswa untuk berpikir
dengan nalar yang kritis, kreatif, dan aktif (Susanto, 2013: 183). Selanjutnya,
pembelajaran yang dirancang guru bukanlah sebuah transfer pengetahuan, namun
berupa kegiatan yang menjadikan siswa sebagai subjek dalam belajar (Susanto,
2013: 188). Kondisi ini dapat ditindaklanjuti dengan penggunaan alat peraga
sebagai media penanaman konsep kepada siswa. Selain mampu mengaktifkan
siswa, penggunaan alat peraga ini juga membantu siswa mengonstruksi
pengetahuannya tentang suatu materi dalam pembelajaran matematika.
Pemanfaatan benda-benda konkret seperti batu, biji-bijian, lidi, sebagai
alat bantu dalam belajar mampu mendorong siswa menggali pengetahuannya.
Montessori (dalam Nasution, 1982: 116) menyatakan bahwa melalui alat bantu
tersebut, siswa mempelajari beragam mata pelajaran untuk membaca, menulis,
berhitung, dan bahasa. Hal ini senada dengan teori perkembangan kognitif yang
dikemukakan Piaget bahwa siswa Sekolah Dasar secara intelektual sedang dalam
masa perkembangan operasional konkret (Sumantri & Syaodih, 2009: 2.12). Pada
tahap ini, siswa mampu berpikir logis dan membangun konsep pengetahuan
dengan cara memanfaatkan alat bantu belajar yang berupa benda-benda konkret.
Oleh sebab itu, maksud dan tujuan penggunaan benda-benda sebagai peragaan
dalam pembelajaran untuk memberikan variasi pada aktivitas belajar dan memberi
banyak realitas agar berwujud dan terarah dalam rangka mencapai tujuan
3 Permasalahan pendidikan Indonesia tercermin dalam hasil salah satu
evaluasi internasional yang dilakukan oleh Programme for Internasional Student
Assessment (PISA) tahun 2012 dalam bidang matematika, sains, dan membaca.
Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara partisipan tes tersebut, dengan
rata-rata skor matematika 375, sains 382, dan membaca 396 (Kompas, 5
Desember 2013). Padahal, skor rata-rata kemampuan matematika, sains, dan
membaca yang dikemukakan oleh pelaksana evaluasi PISA, Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD), sebesar 514, 501, dan 516.
Rata-rata skor tersebut masih berada jauh di atas rata-rata skor capaian siswa
Indonesia dalam tes ini.
Capaian hasil belajar siswa ini tidak lepas dari kualitas guru dalam
membentuk prestasi siswa. Hal ini didasarkan pada penelitian Tennessee Value
Added Assement System (TVAAS) yang dilakukan oleh Sanders dan Rivers
(1999) untuk mengetahui dampak kualitas guru pada kinerja siswa (The World
Bank, 2011: 17). Penelitian TVAAS ini menunjukkan bahwa guru yang
kemampuannya rendah menghasilkan siswa dengan prestasi yang rendah,
sedangkan guru dengan kemampuan tinggi menghasilkan siswa berprestasi tinggi.
Langkah yang dilakukan pemerintah sebagai reformasi di bidang pendidikan
adalah dengan mengadakan program sertifikasi guru untuk meningkatkan kualitas
pendidikan dan profesionalisme guru. Sayangnya, program sertifikasi guru belum
bisa menjamin kualitas pendidikan yang baik karena standar yang ditetapkan
pemerintah masih rendah dan meluluskan hampir semua peserta sertifikasi (The
World Bank, 2011: 8). Hal ini menyebabkan masih rendahnya prestasi siswa di
Indonesia di tingkat internasional, tercermin dalam hasil evaluasi internasional
dari PISA.
Fakta dari penelitian PISA dan TVAAS tersebut mengungkapkan
bahwa prestasi siswa hendaknya diperbaiki. Hal ini dapat dilakukan dengan
memperbaiki proses belajarnya, yaitu dengan merancang pembelajaran yang
membuat siswa mengalami sendiri suatu kegiatan yang membangun
pengetahuannya. Misalnya saja dengan mengadakan alat peraga sebagai alat bantu
belajar. Tentu saja hal ini berkaitan dengan ada tidaknya alat peraga pendidikan di
4 swasta maupun negeri di kawasan Yogyakarta, alat peraga untuk pembelajaran
diperoleh melalui beberapa sumber dan cara. Alat peraga yang dimiliki sekolah
dapat diperoleh dari pemerintah pusat atau pengadaan secara mandiri oleh sekolah
dengan Dana Alokasi Khusus (DAK). Alat peraga untuk pembelajaran dapat pula
dibuat langsung oleh gurusesuai dengan tujuan pembelajarannya. Meskipun
demikian, alat peraga yang ada di sekolah belum diketahui sudah teruji secara
ilmiah ataukah belum. Padahal, keberadaan alat peraga perlu diuji secara teliti
melalui uji coba ilmiah, seperti saran yang dikemukakan Scriven (dalam Gall,
Gall, & Borg, 2007: 591).
Keberadaan alat peraga menjadi bagian lingkungan belajar siswa. Salah
satu tokoh pendidikan yang cukup peduli terhadap pentingnya lingkungan belajar
bagi siswa adalah Maria Montessori (1872-1952). Pemikiran Montessori (dalam
Hamalik, 2007: 171), menyatakan bahwa seorang anak pada akhirnya mampu
untuk mandiri, misalnya berdiri sendiri, apabila dibiarkan untuk melakukannya.
Oleh sebab itu, sebaiknya anak diberi kesempatan untuk aktif sendiri (auto
activity) dalam aktivitasnya sehari-hari. Menurut Lillard (2005), terdapat delapan
prinsip dalam pendidikan Montessori, yaitu keleluasaan dalam bergerak,
kebebasan dalam memilih material apa yang akan digunakan, adanya ketertarikan/
minat, pentingnya minat intrinsik dengan menghapuskan motivasi eksternal
berupa hadiah atau hukuman, belajar bersama dengan teman sebaya, belajar sesuai
konteks, pentingnya gaya interaksi guru terhadap anak, serta pentingnya
keteraturan lingkungan dan pikiran. Berdasarkan hal tersebut, Montessori
menekankan pentingnya lingkungan belajar bagi siswa. Alat peraga menjadi
bagian yang penting dalam lingkungan belajar mereka. Alat peraga yang ada di
lingkungan Montessori memiliki ciri menarik, bergradasi, auto-correction, dan
auto-education (Montessori, 2002: 172-174). Unsur kontekstual sebagai ciri yang
kelima. Kontekstual berarti sesuai dengan konteks atau pola hubungan di dalam
lingkungan langsung seseorang (Johnson, 2010: 34). Lingkungan langsung yang
dimaksudkan dalam penelitian ini adalah lingkungan siswa dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh sebab itu, alat peraga yang dikembangkan terbuat dari
bahan-bahan yang ada di lingkungan sekitar siswa. Ciri-ciri tersebut memperlihatkan
5 inderanya dalam belajar karena alat peraga tersebut menarik dan bergradasi. Hal
paling penting di sini bahwa dengan menggunakan alat peraga, siswa mampu
membangun pengetahuannya sendiri karena siswa dapat menemukan sendiri
kesalahan-kesalahnnya dalam menggunakan alat tersebut. Hasil yang akan dicapai
adalah siswa akan lebih paham tentang suatu materi dari penemuannya sendiri
secara mandiri.
Peneliti melihat kenyataan di lapangan bahwa masih terbatasnya uji
coba ilmiah terhadap alat peraga pendidikan, khususnya alat peraga matematika.
Alat peraga tersebut belum diketahui secara pasti apakah telah teruji secara ilmiah
ataukah belum. Latar belakang inilah yang mendorong peneliti melakukan
penelitian dan pengembangan (research and development/R&D) alat peraga
pembelajaran matematika. Penelitian ini sebatas menghasilkan prototipe atau
bentuk dasar/asli dari produk alat peraga matematika yang telah diujikan secara
ilmiah kepada ahli terkait di bidangnya, yaitu ahli matematika, ahli pembelajaran,
dan ahli Montessori.
Penelitian ini dilaksanakan di SD Kanisius Jomegatan, Ngestiharjo,
Kasihan, Bantul, Yogyakarta sebagai sampel uji coba lapangan terbatas dari alat
peraga yang dikembangkan. Uji coba lapangan terbatas dilaksanakan di kelas IV,
semester genap tahun ajaran 2013/2014 pada mata pelajaran Matematika. Materi
pembelajaran matematika dibatasi pada Standar Kompetensi “6. Menggunakan
pecahan dalam pemecahan masalah”, khususnya pada Kompetensi Dasar “6.3 Menjumlahkan pecahan” dan “6.4 Mengurangkan pecahan”. Alat peraga
matematika berbasis metode Montessori yang dikembangkan dalam penelitian ini
adalah blok pecahan dengan ciri menarik, bergradasi, auto-correction, dan
auto-education, serta ciri tambahan yang dikembangkan yaitu kontekstual.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana ciri-ciri alat peraga matematika berbasis metode Montessori
berupa blok pecahan yang dikembangkan untuk materi penjumlahan dan
6 1.2.2 Bagaimana kualitas alat peraga matematika berbasis metode Montessori
berupa blok pecahan yang dikembangkan untuk materi penjumlahan dan
pengurangan pecahan di kelas IV tahun ajaran 2013/2014?
1.2.3 Bagaimana dampak penggunaan alat peraga matematika berbasis metode
Montessori berupa blok pecahan terhadap proses dan hasil belajar siswa
pada uji coba lapangan terbatas?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mengembangkan alat peraga matematika sesuai dengan ciri-ciri alat
peraga berbasis metode Montessori berupa blok pecahan untuk materi
penjumlahan dan pengurangan pecahan di kelas IV tahun ajaran
2013/2014.
1.3.2 Mengembangkan alat peraga matematika berbasis metode Montessori
berupa blok pecahan yang berkualitas untuk materi penjumlahan dan
pengurangan pecahan di kelas IV tahun ajaran 2013/2014.
1.3.3 Mengetahui dampak penggunaan alat peraga matematika berbasis metode
Montessori berupa blok pecahan terhadap proses dan hasil belajar siswa
pada uji coba lapangan terbatas.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi sekolah
Sebagai tambahan khasanah pengetahuan mengenai bagaimana
mengem-bangkan alat peraga untuk pembelajaran matematika berbasis metode
Montessori.
1.4.2 Bagi guru
Guru memperoleh pengalaman atas keterlibatannya dalam
mengem-bangkan dan menguji alat peraga pembelajaran matematika berbasis
metode Montessori. Guru juga dapat mengembangkan sendiri berbagai
alat peraga pembelajaran yang lain berdasarkan prinsip pembelajaran
7 1.4.3 Bagi siswa
Siswa kelas IV dapat mempelajari materi pecahan dengan alat peraga yang
telah melalui serangkaian uji coba ilmiah. Siswa juga dapat merasakan
suasana belajar yang aktif, kreatif, dan menyenangkan
1.4.4 Bagi peneliti
Penelitian ini mampu memberikan pengalaman langsung kepada peneliti
tentang tahap pengembangan alat peraga matematika dengan ciri alat
peraga berbasis metode Montessori untuk siswa Sekolah Dasar.
Selanjutnya, peneliti juga memperoleh wawasan dan bekal dalam
mengembangkan berbagai alat peraga pembelajaran lain berbasis metode
Montessori.
1.5 Spesifikasi Produk
Alat peraga yang akan peneliti kembangkan mengadopsi dari alat peraga
Montessori berupa cut-out labeled fraction circles yang terdiri atas sepuluh
macam bagian pecahan, yaitu pecahan satu hingga pecahan sepersepuluh (
).
Alat yang dikembangkan dari alat peraga Montessori selanjutnya disebut dengan
blok pecahan. Kelengkapan alat peraga blok pecahan meliputi blok pecahan,
kotak penyimpanan beserta tutup, kartu soal, kotak kartu soal, dan album
pembelajaran.
Blok pecahan dibuat dengan bentuk lingkaran berdiameter 15 cm dengan
bahan dasar bambu. Blok pecahan dibuat dalam beragam jenis, yaitu satu
lingkaran utuh, kemudian potongan blok pecahan yang dibuat mewakili pecahan
hingga . Pembuatan lingkaran pecahan ini dilakukan
dalam empat tahap, yaitu penggambaran pola pada bambu, pemotongan,
pengecatan, dan penulisan label pecahan. Lingkaran pecahan ini diletakkan dalam
satu kotak bersekat untuk mengklasifikasikan setiap nilai pecahannya.
Kotak penyimpanan alat peraga terbuat dari bahan kayu mindi atau
dalam bahasa Latin disebut Melia azedarach Linn. Kotak penyimpanan dibuat
dengan panjang, lebar, dan tingginya masing-masing berukuran 46,5 cm x 45 cm
x 10 cm. Bagian dalam kotak penyimpanan dibuat bersekat-sekat untuk
8 Kotak kartu dibuat dari bahan yang sama, yaitu kayu mindi (Melia
azedarach Linn). Kotak kartu soal berukuran 10 cm x 12 cm x 5 cm. Kotak kartu
ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan kartu soal. Kartu soal sendiri
merupakan seperangkat kartu yang berjumlah 65 kartu, berisi soal-soal latihan
penjumlahan dan pengurangan pencahan. Sebagai kontrol dari latihan soal, kartu
soal dilengkapi kunci jawaban yang tertulis di bagian belakang dari muka kartu
soal. Kartu soal berukuran 8 cm x 6 cm dan dicetak menggunakan kertas jenis
ivory. Agar lebih memahami penjumlahan dan pengurangan pecahan, siswa diberi
lembar kerja yang berisi sekumpulan soal latihan penjumlahan dan pengurangan
pecahan.
Album pembelajaran merupakan buku panduan penggunaan alat peraga
blok pecahan. Dalam buku ini berisi materi pembelajaran, tema pembelajaran,
nama alat peraga, tujuan pembelajaran, dan presentasi cara penggunaan alat
peraga. Album pembelajaran berguna sebagai panduan dalam melakukan aktivitas
pembelajaran menggunakan alat peraga matematika blok pecahan berbasis
Montessori.
1.6 Definisi Operasional
1.6.1 Alat peraga adalah alat bantu yang digunakan dalam proses pembelajaran
agar siswa lebih mudah memahami materi tentang penjumlahan dan
pengurangan pecahan.
1.6.2 Metode Montessori adalah metode yang dikembangkan dengan
memperhatikan lingkungan belajar anak agar sesuai dengan kondisi
sesungguhnya dan memiliki delapan prinsip umum dalam
pembelajarannya.
1.6.3 Alat peraga berbasis metode Montessori adalah alat peraga yang
penggunaannya berdasarkan metode Montessori dan dibuat dengan
memperhatikan cirinya yang menarik, auto-education, auto-correction,
bergradasi, dan ciri tambahan kontekstual.
1.6.4 Kontekstual adalah keadaan yang sesuai dengan lingkungan sekitar anak,
yang dimanfaatkan potensi lokalnya sebagai sarana pembelajaran dan
9 1.6.5 Matematika adalah ilmu yang mempelajari bilangan operasi pemecahan
masalah dengan langkah yang sistematis dan logis.
1.6.6 Pecahan adalah bagian atau porsi berukuran setara/ sama dari keseluruhan
atau unit.
1.6.7 Blok pecahan adalah seperangkat alat peraga yang terdiri atas
potongan-potongan bambu berbentuk lingkaran utuh hingga yang terbagi menjadi 20
bagian dengan label hingga
.
1.6.8 Dampak adalah suatu pengaruh dari penggunaan alat peraga yang
mendatangkan akibat positif maupun negatif.
1.6.9 Hasil belajar adalah perubahan kemampuan siswa dalam melakukan
penjumlahan dan pengurangan pecahan setelah belajar dengan alat peraga
blok pecahan.
1.6.10 Album pembelajaran adalah buku panduan penggunaan alat peraga
Montessori yang terdiri atas materi pembelajaran, tema pembelajaran,
nama alat peraga, tujuan pembelajaran, dan presentasi cara penggunaan
alat peraga.
1.6.11 Siswa SD adalah siswa kelas IV SD Kanisius Jomegatan tahun ajaran
2013/2014 sejumlah enam (6) siswa, yang terdiri atas tiga (3) siswa putra
10
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab II ini akan membahas (1) kajian pustaka, (2) penelitian yang relevan,
(3) kerangka berpikir, dan (4) pertanyaan penelitian.
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Hakikat Belajar
Dunia pendidikan erat kaitannya dengan kegiatan belajar. Istilah belajar
didefinisikan secara beragam oleh para ahli. Slavin (dalam Trianto, 2010: 16)
mendefinisikan belajar adalah perubahan dalam diri seorang individu karena
adanya pengalaman, bukan karena pertumbuhan atau perkembangan fisik
semenjak lahir. Lebih lanjut, Slavin menegaskan perubahan yang terjadi meliputi
perubahan tingkah laku berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan
kebiasaan, sedangkan pengalaman adalah interaksi individu dengan lingkungan
sebagai sumber belajar. Senada dengan Slavin, Hamalik (2009) mendefinisikan
belajar sebagai suatu perubahan perbuatan melalui aktivitas, praktik, dan
pengalaman. Belajar juga didefinisikan sebagai aktivitas yang dilakukan secara
sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh konsep, pemahaman, atau
pengetahuan baru yang memungkinkan perubahan perilaku yang relatif tetap
dalam berpikir, merasa, dan bertindak (Susanto, 2013: 4). Berdasarkan definisi
dari para ahli tersebut, belajar dapat diartikan sebagai suatu aktivitas sadar
untukmemperoleh pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang
relatif tetap karena adanya pengalaman. Pengalaman belajar bisa terjadi karena
adanya interaksi individu dengan lingkungan sebagai sumber belajarnya.
Belajar dipandang sebagai sesuatu yang aktif untuk memperoleh
pengalaman, mencari informasi, mengatur dan mengorganisasikan apa yang telah
diketahui untuk mencapai pelajaran baru (Djiwandono, 2006: 151). Pengalaman
dalam belajar dapat terjadi karena adanya proses interaksi individu dengan
lingkungan yang menjadi sumber belajarnya (Trianto, 2010: 17). Proses yang
terjadi melibatkan siswa untuk berpikir dan merasakan, sehingga orang lain belum
11 mencerminkan bahwa siswa sedang mengalami proses belajar dapat diamati lewat
kegiatan atau manifestasi (Winataputra, dkk, 2006: 2.4). Aktivitas nyata yang
mencerminkan siswa mengalami proses belajar antara lain siswa bertanya, siswa
menjawab pertanyaan, siswa melakukan pengamatan, dan membuat laporan
maupun rangkuman.
Belajar tidak hanya terkait dengan prosesnya, akan tetapi juga berkaitan
pada hasil. Hasil belajar yang diperoleh siswa ditunjukkan dalam sejumlah aspek,
yaitu pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional,
hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti, dan sikap (Hamalik, 2011: 30).
Senada dengan Hamalik, Susanto (2013) mengelompokkan hasil belajar meliputi
pemahaman konsep (aspek kognitif), keterampilan proses (aspek psikomotor), dan
sikap siswa (aspek afektif). Perubahan akan terlihat pada satu atau beberapa dari
aspek tersebut bila siswa telah belajar. Siswa akan memperoleh suatu kemampuan
yang baru sesudah mengalami kegiatan belajar. Hal ini berarti siswa mampu
mencapai tujuan-tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil belajar
ini perlu diukur untuk mencerminkan sejauh mana ketercapaian tujuan pengajaran
yang telah ditetapkan.
Belajar menjadi suatu proses yang melibatkan siswa secara aktif
menggunakan media maupun metode untuk mencapai hasil berupa penambahan
pengetahuan siswa yang dapat diungkap melalui evaluasi (Susanto, 2013: 5).
Penelitian ini mengarahkan kegiatan belajar yang menuntun peran aktif siswa,
yaitu dengan menggunakan alat peraga. Siswa akan memperoleh pengalaman
belajar pada saat proses belajar berlangsung. Melalui aktivitas yang dirancang
dalam proses belajar, siswa menunjukkan perilaku yang sesuai sebagai hasil dari
kegiatan berpikir dan merasanya.
2.1.2 Pendidikan Montessori 2.1.2.1 Sejarah Montessori
Pendidikan Montessori dikembangkan oleh Maria Montessori. Maria
Montessori lahir di Chiaravalle, Ancona, Italia Utara pada 31 Agustus 1872
(Magini, 2013: 7). Montessori lahir dari keluarga yang berada dan orang tua yang
berpendidikan. Ayahnya, Alessandro Montessori, adalah seorang pria yang
12 dalam masyarakat pada masa itu. Renilde Stoppani, ibu Maria Montessori, adalah
sosok yang mendorong Montessori untuk mengejar cita-cita dan karirnya.
Montessori menempuh pendidikan dasar hingga SMA dengan jurusan
teknik di Roma. Montessori melanjutkan pendidikannya di bidang sains (Mooney,
2000: 21), kemudian dia masuk ke sekolah medis sebagai satu-satunya siswa
perempuan di kelasnya. Montessori mampu menyelesaikan studinya dan lulus
menjadi seorang dokter dengan nilai yang sempurna. Pekerjaan pertamanya
adalah menjadi dokter muda di sebuah rumah sakit anak dan membuka klinik
pribadi. Selain itu, Montessori juga bekerja sebagai asisten sosial di klinik
psikiatri yang menangani orang-orang dengan gangguan jiwa dan cacat mental. Di
sinilah Montessori mulai tertarik untuk mengamati anak-anak dan segala
kebutuhannya, terutama anak-anak tunagrahita. Oleh sebab itu, Montessori
mempelajari penelitian yang dilakukan oleh Jean-Marc Gaspard Itard dan Edouard
Seguin. Fokus dari penelitian yang dipelajari Montessori ini adalah metode untuk
mendidik anak-anak keterbelakangan mental dengan menggunakan stimulasi
indera anak di usia muda (Crain, 2007: 98).
Montessori mulai menjalankan peran sebagai pendidik bagi anak-anak
yang tinggal di perumahan kumuh San Lorenzo, di pinggiran kota Roma (Crain,
2007: 99). Lalu ia mendirikan sebuah sekolah bagi anak-anak miskin yang
dinamai Casa dei Bambini (Children’s House). Lingkungan sekolah diciptakan
selayaknya lingkungan rumah anak. Ukuran perabotnya juga disesuaikan dengan
ukuran anak-anak. Selain itu juga terdapat alat-alat peraga didaktis yang bisa
digunakan oleh anak-anak. Keberhasilannya dalam mendidik anak-anak
menggunakan alat peraga didaktis dan observasi mendalam pada anak-anak untuk
mengembangkan ide-ide kependidikannya, membawa Montessori menjadi tokoh
wanita paling terkenal kala itu. Dia juga menjadi nominasi Nobel Perdamaian
sebanyak tiga kali. Montessori meninggal pada tahun 1952 di Holland, Belanda
(Mooney, 2000: 22-23).
2.1.2.2 Prinsip Pendidikan dengan Metode Montessori
Pendidikan dengan metode Montessori menekankan bahwa proses belajar
anak diselenggarakan paling baik di lingkungan yang tertata dan terstruktur
13 secara bebas, dalam kecepatan mereka sendiri, tidak terhambat dalam pengeluaran
spontan kemampuan-kemampuan mereka disebut dengan sekolah (Gutek, 2013:
76). Di tempat inilah anak diberi kebebasan untuk mencapai kemandirian
fungsional, yaitu bebas dari campur tangan orang dewasa dalam melakukan
aktivitasnya. Aktivitas anak di lingkungan Montessori dipandu oleh seorang
direktris yang bertugas memandu proses pembelajaran tanpa melakukan campur
tangan lebih jauh. Peran direktris juga melakukan pencatatan tentang profil anak
dan kesiapan bahan belajar agar anak dapat memilih bahan yang sesuai dengan
ketertarikannya sendiri. Hal ini menjelaskan bahwa fokus pendidikan Montessori
adalah anak sebagai individu, yang melakukan kegiatan dan tugasnya secara
mandiri.
Menurut Lillard (2005), terdapat delapan prinsip dalam pendidikan
Montessori, yaitu (1) keleluasaan dalam bergerak, (2) kebebasan dalam memilih
material apa yang akan digunakan, (3) adanya ketertarikan/minat, (4) pentingnya
minat intrinsik dengan menghapuskan motivasi eksternal berupa hadiah atau
hukuman, (5) belajar bersama dengan teman sebaya, (6) belajar sesuai konteks,
(7) pentingnya gaya interaksi guru terhadap anak, dan (8) pentingnya keteraturan
lingkungan dan pikiran. Hal ini menegaskan bahwa aktivitas belajar bagi anak
merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan dan menumbuhkan minat belajar,
yang bisa digambarkan sebagai kegiatan learning by playing (belajar sambil
bermain) (Holt, 2008: xi). Kegiatan belajar yang berbasis prinsip tersebut mampu
mengaktifkan siswa dalam pembelajaran dan mengakomodasi perkembangan
siswa secara mental, spiritual, serta fisik anak secara pribadi.
2.1.3 Perkembangan Anak
Setiap manusia mengalami perkembangan. Perkembangannya dimulai
sejak di dalam kandungan dan berlanjut setelah janin itu lahir hingga menjadi
manusia dewasa. Selama masa perkembangannya, anak-anak mengalami
perkembangan kognitif secara bertahap.
Montessori membagi perkembangan anak menjadi beberapa tahap
berdasarkan rentang usianya. Holt (2008) dan Lillard (2005) menyatakan bahwa
Montessori membagi masa perkembangan anak menjadi tiga kelompok rentang
14 1. Usia 0-6 tahun
Pada usia ini, anak mengalami periode perkembangan yang berkaitan dengan
periode sensitif (periode peka), periode perkembangan inteligensi, periode
pembelajaran tentang keteraturan, periode pembelajaran bahasa (menulis dan
membaca) pada usia tiga hingga lima tahun, periode pembelajaran untuk
berjalan, bersikap dan bertindak untuk kepentingan sendiri (egosentrik),
memiliki energi untuk berfokus pada pengembangan diri. Periode ini juga
disebut dengan periode absorbent mind.
2. Usia 6-12
Tahap usia anak ini bercirikan memiliki ketertarikan dalam bersosialisasi
dengan teman sebaya, memiliki energi ekstra secara fisik, kondisi fisik lebih
sehat, periode belajar yang mendalam (intellectual period). Periode belajar
mendalam terlihat dari adanya ledakan kemampuan menulis dan membaca di
usia enam tahun.
3. Usia 12-18
Pada tahap ini, anak memiliki kemampuan berpikir abstrak dan berimajinasi,
kemampuan bersikap hormat dalam kelompok, kemampuan bekerja sama
dengan rekan dalam menyelesaikan suatu proyek.
Perkembangan anak usia Sekolah Dasar yang umumnya berusia 7-12
tahun berada pada periode belajar yang mendalam (intellectual periode). Rentang
usia ini mencakup siswa kelas IV Sekolah Dasar berada pada tahap dan periode
tersebut. Siswa kelas IV SD sudah mampu belajar secara mendalam dengan
mengombinasikan kemampuan fisik maupun sosialnya. Oleh sebab itu, penelitian
tentang pengembangan alat peraga ini relevan dilakukan untuk siswa kelas IV
karena penggunaan alat peraga mampu membantu siswa belajar lebih mendalam
untuk menarik suatu kesimpulan dari benda konkret.
2.1.4 Alat Peraga Montessori 2.1.4.1 Hakikat Alat Peraga
Alat peraga identik dengan media pendidikan sebagai alat bantu belajar
mengajar di dalam maupun di luar kelas (Hamalik, 1994: 11).Secara umum,
15
Technology (AECT) mendefinisikan media sebagai segala bentuk dan saluran
yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi (Arsyad, 2010: 3).
Pesan atau informasi yang disampaikan menggunakan media merupakan isi ajaran
dan didikan dalam kurikulum atau tujuan pembelajaran.
Sebagai bagian dari media, kata “raga” dalam alat peraga memiliki arti suatu benda yang dapat diraba, dilihat, didengar, dan diamati melalui panca
indera(Hamalik, 1994: 11). Alat peraga merupakan alat bantu dalam pengajaran
untuk memeragakan sesuatu supaya apa yang diajarkan mudah dimengerti anak
didik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 24). Anitah (2009) menyatakan
bahwa alat peraga adalah suatu alat yang berfungsi sebagai alat bantu dalam
pembelajaran. Alat peraga yang digunakan dalam pembelajaran dimaksudkan
untuk mengoptimalkan keseluruhan fungsi panca indera siswa
(Widiyatmoko&Pamelasari, 2012: 52). Hal ini bertujuan agar siswa dapat
berperan secara aktif dalam pembelajaran dengan cara melihat, mendengar,
meraba, dan menggunakan pikiran yang logis dan realistis.
Montessori juga beranggapan bahwa siswa membutuhkan seperangkat
peralatan pendidikan (didactic apparatus) yang berguna untuk perkembangannya
(Hainstock, 1997: 80). Alat peraga menurut Montessori merupakan kesatuan
bahan-bahan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan anak secara individu dan
mendukung pengembangan kemampuannya (Hainstock, 1997: 80). Secara khusus,
alat peraga yang dibuat oleh Montessori ditujukan untuk membantu siswa
mencapai pengetahuanyang abstrak dan cara berpikir yang kreatif dengan
memvisualisasikan simbol-simbol nyata (Lillard, 1996: 80-81). Oleh sebab itu,
alat peraga selalu tersedia di kelas-kelas Montessori sebagai lingkungan yang
terstruktur dan mendukung perkembangan siswa dalam aktivitas sehari-hari.
Berdasarkan pendapat tokoh-tokoh di atas, peneliti menarik kesimpulan
secara umum dari hakikat alat peraga. Alat peraga merupakan alat bantu untuk
memeragakan suatu materi dalam pembelajaran dengan mengaktifkan panca
indera siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai, dalam hal ini pengetahuan
16
2.1.4.2 Manfaat Alat Peraga
Siswa memperoleh pengalaman belajarnya dengan menggunakan bahan
pengganti yang berupa alat peraga. Montessori menegaskan, bahwa semua
material atau peralatan tersebut berguna untuk mendorong perkembangan anak
secara intelektual dan melatih keterampilan anak (Hainstock, 1997: 82). Melalui
alat peraga atau material, siswa dapat melihat secara langsung, memeragakan atau
menggunakannya, dan terbentuklah konsep yang abstrak dan pemikiran yang
kreatif (Lillard, 1996: 80). Manfaat lain yang dapat diperoleh dari alat peraga
yang dibuat oleh Montessori antara lain memberikankontrol pada pergerakan
siswa, mengembangkan kemandirian, kehendak, dan mengembangkan
kebahasaannya (Lillard, 1996: 85). Selain itu, manfaat umum alat peraga yang
dapat diperoleh sebagai alat bantu dalam mengajar sebagai berikut
(Kustandi&Sutjipto, 2011: 26).
1. Penyajian materi semakin jelas.
2. Meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak.
3. Mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu.
4. Memberi kesamaan pengalaman pada siswa.
Berdasarkan uraian tersebut, penggunaan alat peraga memang sangat
diperlukan dalam pembelajaran. Keberadaannya membantu dalam proses
pembelajaran, sehingga bermanfaat dalam pembentukan pengetahuan siswa.
Uraian tersebut menegaskan bahwa pengembangan alat peraga dalam penelitian
ini memang diperlukan dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa melalui
benda-benda konkret.
2.1.4.3 Alat Peraga Matematika Berbasis Montessori
Alat peraga atau material yang ada di Montessori ini disesuaikan dengan
lingkungan primer yang ditemui anak sehari-hari agar anak siap untuk
menghadapi lingkungan yang sesungguhnya saat dewasa nanti. Alat peraga
Montessori ini dirancang secara menarik, bergradasi, mengandung pengendali
kesalahan, dan memungkinkan anak untuk belajar secara mandiri (Montessori,
2002: 172-176). Alat peraga yang digunakan dalam penelitian ini juga
mempertimbangkan sisi kontekstual. Hal ini berdasarkan hakikat alat peraga yang
17 1. Menarik
Pembelajaran bagi anak diarahkan untuk pengembangan panca indera. Alat
peraga ini dibuat semenarik mungkin mulai dari warna, kontur permukaan
yang lembut, dan beratnya, sehingga menarik minat anak untuk menyentuh,
meraba, dan memegangnya. Jika anak sudah tertarik, ia akan menggunakannya
secara berulang dengan beragam modifikasi dari suatu alat peraga (Montessori,
2002: 172-174).Salah satu alat yang menarik bagi siswa contohnya pink tower,
dengan warna merah muda (pink) cukup menarik perhatian siswa untuk
memainkannya secara berulang.
2. Bergradasi
Gradasi alat peraga dalam Montessori terkait dengan warna, bentuk, dan usia
anak. Alat peraga yang bergradasi ini memungkinkan digunakan dengan
melibatkan panca indera anak dan bisa digunakan untuk anak-anak dari
beragam usia dalam hal pembentukan konsep belajar anak. Salah satu alat yang
mengandung gradasi adalah pink tower, yang terdiri atas 10 kubus dengan
mengetahui letak kesalahan yang dibuatnya saat menggunakan alat peraga
tertentu tanpa diberi tahu oleh orang lain. Misalnya pada saat menggunakan
inkastri silinder sebagai alat yang digunakan untuk mengenalkan ukuran
panjang-pendek, lebar-sempit, gemuk-kurus, dan dangkal-dalam. Setiap
perangkat silinder tersebut memiliki anak silinder yang sudah berpasangan
dengan lubangnya. Anak akan berusaha memasukkan anak silinder tersebut
secara benar pada pasangan lubangnya. Anak akan terus mencoba hingga ia
puas dan mampu memasukkan anak silinder secara benar pada lubang
18 4. Auto-education
Alat peraga yang diciptakan dan digunakan hendaknya bisa mengembangkan
kemampuan anak, di mana dalam belajar menggunakan alat tersebut seminimal
mungkin tidak ada campur tangan orang dewasa. Bagi anak-anak, usahanya
belajar menggunakan alat peraga secara berulang ini sebagai cara mendidik
dirinya sendiri karena memperoleh pengalaman dari aktivitas dengan panca
inderanya ini. Di samping itu, pembelajaran yang diperoleh anak bukanlah dari
apa yang sudah dilakukan guru, melainkan dari apa yang sudah dilakukan anak
itu sendiri (Montessori, 2002: 172-173). Contoh alat dengan ciri ini adalah
sandpaper letter untuk mengajari anak belajar menulis.
5. Kontekstual
Dalam prinsip pendidikan Montessori, belajar hendaknya juga disesuaikan
dengan konteks (Lillard, 2005: 32). Montessori merancang peralatan di kelas
dengan mengimitasinya seperti yang tersedia di lingkungan sekitar anak. Hal
ini bertujuan agar siswa mengalami dengan sendirinya realita dalam
lingkungannya, bukan karena orang lain(Hainstock, 1997: 83). Oleh sebab itu,
ciri alat peraga yang selanjutnya adalah kontekstual. Kontekstual berarti
berhubungan dengan konteks (KBBI, 1991: 522), sedangkan konteks
merupakan pola hubungan di dalam lingkungan langsung seseorang (Johnson,
2010: 34). Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari (Trianto,
2010: 107). Kontekstual dalam pembelajaran memungkinkan terbentuknya
pengalaman sosial, budaya, fisika, dan psikologi. Melalui penggunaan alat
peraga, siswa mengalami pembelajaran yang kontekstual karena alat peraga
memberikan pengalaman yang relevan dan berarti kepada siswa dalam
upayanya memperoleh pengetahuan. Alat peraga dengan tambahan ciri
kontekstual dalam penelitian ini bermaksud menggunakan bahan-bahan atau
potensi lokal yang tersedia di lingkungan sekitar siswa. Hal ini bertujuan
memunculkan makna/hubungan antara isi pembelajaran dan konteks yang ada
19 alat peraga tersebut karena sesuaifakta yang dieksplorasi sesuai dengan konteks
dan saling berhubungan (Lillard, 1996: 81). Sajian pengetahuan yang
melibatkan konteks nyata kehidupan dapat membantu siswa menemukan arti
dalam proses belajar. Selama kegiatan belajar, siswa akan berupaya berperan
aktif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu, alat peraga yang
dikembangkan dalam penelitian ini menggunakan bahan-bahan yang sering
dijumpai siswa, yaitu bambu dan kayu. Peneliti memilih bahan bambu dan
kayu karena potensi lokal ini dekat dan dikenal oleh siswa di lingkungan
sehari-harinya. Pemaduan potensi lokal dengan pembelajaran siswa akan
memunculkan pengertian baru bagi siswa bahwa sarana belajar bisa berasal
dari mana saja untuk memecahkan suatu permasalahan belajar. Pemanfaatan
potensi lokal ini juga diharapkan mendorong ketertarikan dan motivasi siswa
dalam belajar dan bekerja menggunakan alat peraga yang dikembangkan sesuai
dengan materinya, yaitu penjumlahan dan pengurangan pecahan.
2.1.4.4 Alat Peraga Blok Pecahan Berbasis Metode Montessori
Alat peraga matematika yang dirancang Montessori bertujuan untuk
mengembangkan pemikiran matematis anak. Alat peraga ini menggambarkan
jumlah dan simbol, sistem desimal, serta menggambarkan empat operasi
matematika dalam bentuk nyata (Lillard, 1997: 137). Hal ini membantu
pencapaian salah tujuan pembelajaran matematika di SD, yaitu memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep
atau algoritme.
Alat peraga yang akan peneliti kembangkan mengadopsi alat peraga
Montessori berupa cut-out labeled fraction circles yang terdiri atas sepuluh
macam bagian pecahan, yaitu pecahan satu hingga pecahan sepersepuluh (
).
Alat peraga yang dikembangkan disebut blok pecahan dengan bentuk potongan
pecahan dikembangkan dari pecahan satu hingga seperdua puluh (
).
Masing-masing dari empat ciri alat peraga berbasis metode Montessori terkandung dalam
alat peraga yang dikembangkan. Ciri menarik dari blok pecahan terlihat dari
warna dan bentuknya. Alat peraga blok pecahan diberi warna merah terang
(merah cabai) yang menarik perhatian siswa. Alat ini berbentuk bulat untuk
20 Ciri bergradasi blok pecahan mengandung arti bahwa blok pecahan ini dapat
digunakan untuk kompetensi dasar berbeda. Penelitian ini membatasi penggunaan
blok pecahan untuk penjumlahan dan pengurangan pecahan, akan tetapi lebih
lanjut blok pecahan dapat digunakan untuk pengenalan bilangan pecahan maupun
untuk operasi matematis lain, yaitu perkalian dan pembagian pecahan. Ciri
auto-correction dari blok pecahan ditunjukkan pada bentuk potongan blok yang
berbeda-beda untuk setiap nilai pecahannya. Siswa akan mengetahui kesalahannya
saat dia keliru mengambil blok dengan bentuk yang berbeda bila dia
menginginkan nilai pecahan yang sama. Blok pecahan dilengkapi dengan kartu
soal yang berisi soal latihan dan kunci jawaban. Dengan kartu tersebut, siswa
dapat mengetahui kesalahannya dan memperbaiki dengan latihan selanjutnya.
Alat peraga ini juga mengandung ciri auto-education karena dapat digunakan
secara mandiri oleh siswa tanpa campur tangan orang lain. Siswa dapat dengan
mudah melakukan latihan dengan alat peraga dan kelengkapannya tanpa harus ada
kehadiran dan peran langsung dari guru. Ciri yang kelima sebagai ciri tambahan
yaitu kontekstual terkandung dalam blok pecahan ini karena bahan dasar
pembuatan alat ini menggunakan potensi lokal yang ada di lingkungan sekitar
siswa, yaitu bambu dan kayu mindi (Melia azedarach Linn).
2.1.5 Pembelajaran Matematika 2.1.5.1 Hakikat Matematika
Matematika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) adalah ilmu
tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang
digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Depdiknas (2001)
menyatakan bahwa matematika disebut wiskunde dalam bahasa Belanda yang
memiliki arti sebagai ilmu pasti dengan penalaran yang jelas (Susanto, 2013:
184). Aspek pembelajaran Matematika di tingkat pendidikan dasar dibatasi ruang
lingkupnya, meliputi bilangan, geometri dan pengukuran, serta pengolahan data
(BSNP, 2006: 106).
Pembelajaran matematika di sekolah Montessori diawali dengan
kemampuan berhitung yang sudah dimiliki anak usia tiga tahun (Gutek, 2013:
363). Mereka mudah belajar berhitung dengan menggunakan benda-benda.
21 matematika sebagai alat bantu/penolong bagi anak untuk memahami konsep
pemikiran aritmatika (Hainstock, 1997: 97). Pemikiran matematis dalam
pembelajaran Montessori menekankan pengembangan pemikiran pada
pemahaman urutan, rangkaian, dan abstraksi (Lillard, 1997: 137).
2.1.5.2 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar mengarahkan siswa untuk
berpikir secara logis, kritis, analitis, sistematis, dan kreatif (BSNP, 2006: 106).
Salah satu tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar adalah memahami
konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan
konsep atau algoritme (Susanto, 2013: 190). Pemahaman konsep terkait dengan
pembentukan, penemuan, dan pengembangan pengetahuan siswa dalam
pembelajaran matematika.
Jean Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan atau pemahaman akan
dimiliki oleh siswa bila ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa
sendiri (Susanto, 2013: 191). Hal ini ditegaskan oleh Montessori bahwa siswa
mampu membentuk konsep abstrak mereka sendiri sesudah menggunakan
berbagai material dan melakukan pengulangan dalam kegiatannya itu (Lillard,
1997: 137). Pembelajaran matematika untuk usia Sekolah Dasar bertujuan
mengembangkan kemampuan pemahaman siswa dalam konsep abstrak melalui
penggunaan benda-benda/material (Payne&Ridout, 2008: 10). Oleh sebab itu,
pembelajaran di kelas Montessori diawali dengan benda-benda seperti tongkat
angka dan kertas angka berpasir agar kecakapan dan pemahamannya berkembang
secara berangsur-angsur.
1. Pengertian Pecahan
Kata pecahan berasal dari bahasa Latin frangere yang berarti memecah
dan selanjutnya diartikan sebagai bagian dari keseluruhan yang berukuran sama
dan dituliskan dalam bentuk bilangan (Copeland, 1967: 167). Bilangan pecahan
adalah bilangan yang dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara dua bilangan
cacah dan , dengan ≠ 0 (Sa‟dijah, 1998: 146-148). Penulisan dua bilangan
cacah pada bilangan pecahan dipisahkan oleh garis lurus menjadi dan dibaca
per . Dalam hal ini disebut dengan pembilang atau numerator atau jumlah
22 pecahannya (Homfray&Child, 1996: 48). Bilangan pecahan ini disebut dengan
pecahan biasa karena menyatakan makna dari setiap bagian dari yang utuh
(Sukajati, 2008: 6). Sebagai contoh, sebuah apel akan dimakan oleh tiga orang,
maka apel tersebut dipotong menjadi tiga bagian yang sama besarnya. Oleh sebab
itu, setiap orang akan menerima bagian untuk dimakan. Pecahan biasa
mewakili masing-masing potongan apel. Dalam bilangan tersebut, “3” menunjukkan banyaknya bagian-bagian yang sama dari suatu keseluruhan atau
utuh (denominator), sedangkan “1” menunjukkan bagian yang menjadi perhatian
atau bagian yang terambil (numerator).
Pecahan memiliki beberapa jenis, yaitu pecahan biasa, pecahan yang
ekuivalen, pecahan paling sederhana, dan pecahan campuran (Payne&Ridout,
2008: 134). Pecahan biasa adalah pecahan yang pembilang dan penyebutnya
ditulis dengan angka dan dipisahkan tanda garis horisontal. Dalam pecahan biasa,
dikenal istilah proper fraction dan improper fraction. Disebut sebagai proper
fraction atau pecahan yang sebenarnya bila pembilang lebih kecil nilainya
daripada penyebutnya, sedangkan bila pembilang lebih besar daripada
penyebutnya disebut improper fraction atau pecahan tak sebenarnya. Pecahan
yang ekuivalen adalah pecahan yang bernilai sama (pecahan senilai). Pecahan
paling sederhana adalah pecahan yang pembilang dan penyebutnya tidak
mempunyai faktor persekutuan. Pecahan campuran adalah pecahan yang ditulis
dalam bentuk angka bulat dan pecahan.
Penelitian yang dilakukan mengambil materi penjumlahan dan
pengurangan pecahan. Jenis pecahan yang akan banyak digunakan adalah jenis
pecahan biasa dan campuran. Hal ini disesuaikan dengan materi kelas IV SD yang
telah mempelajari pecahan biasa dan campuran.
2. Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan
Operasi matematis yang dapat dilakukan pada bilangan pecahan meliputi
operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Tahap awal
pembelajaran pecahan yaitu dengan memperkenalkan bentuk pecahan dengan
memeragakan konsep pecahan menggunakan bentuk-bentuk bangun datar yang
diarsir atau blok berbentuk lingkaran dari kertas (Sukajati, 2008: 7). Dalam
23 dengan bingkai di bagian luarnya yang bahan dasarnya dari logam atau plastik
yang disebut inset (lempengan) (Payne&Ridout, 2008: 124). Masing-masing
lingkaran dibagi menjadi dua bagian hingga sepuluh bagian dan setiap bagian
lingkaran yang terbagi ini memiliki pegangan untuk mengambilnya dari bingkai.
Setelah pengenalan pecahan, siswa berlanjut mempelajari operasi matematis
pecahan. Penelitian ini difokuskan pada pembelajaran pecahan di kelas IV
Sekolah Dasar dengan kompetensi dasar menjumlahkan pecahan dan
mengurangkan pecahan.
a. Penjumlahan Pecahan
Proses penjumlahan pecahan dituliskan , dengan syarat
dan adalah bilangan bulat dan ≠ 0 (Sa‟dijah, 1998: 153). Montessori mengajarkan penjumlahan pecahan dengan langkah yang sistematis. Siswa
melakukan penjumlahan dengan mengambil lempengan pecahan pertama, lalu
ditambahkan dengan lempengan yang kedua. Selanjutnya, dihitung jumlah
lempengannya.
Berikut ini adalah contoh materi di kelas IV dalam operasi penjumlahan
dan pengurangan pecahan (Sunardi, Hapsari, & Sardjana, 2013: 169-173).
1.) Penjumlahan antarpecahan biasa dengan penyebut sama
2.) Penjumlahan antarpecahan campuran dengan penyebut sama
( ) (
)
Penjumlahan pecahan yang berpenyebut beda dilakukan dengan
menyamakan terlebih dahulu penyebutnya. Cara untuk menyamakan penyebutnya
adalah dengan mencari Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) dari penyebut
pecahan-pecahan tersebut (Sunardi, dkk, 2013: 173). Montessori membelajarkan