• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan alat peraga matematika untuk penjumlahan dan pengurangan berbasis metode Montessori - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengembangan alat peraga matematika untuk penjumlahan dan pengurangan berbasis metode Montessori - USD Repository"

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA UNTUK PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN

BERBASIS METODE MONTESSORI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Andreas Erwin Prasetya NIM: 101134190

POGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA UNTUK PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN

BERBASIS METODE MONTESSORI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Andreas Erwin Prasetya NIM: 101134190

POGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)

ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

SKRIPSI

PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA UNTUK PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN

BERBASIS METODE MONTESSORI

Oleh:

Andreas Erwin Prasetya NIM: 101134190

Disetujui oleh:

Pembimbing I,

G. Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. Tanggal: 23 Mei 2014

Pembimbing II,

(4)

iii

HALAMAN PENGESAHAN

PENGEMBANGAN ALAT PERAGA MATEMATIKA UNTUK PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN

BERBASIS METODE MONTESSORI

Dipersiapkan dan disusun oleh:

Andreas Erwin Prasetya NIM: 101134190

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 6 Juni 2014

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Tanda Tangan

Ketua : G. Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. ………...

Sekretaris : E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D. ………...

Anggota : G. Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. ………...

Anggota : Andri Anugrahana, S.Pd., M.Pd. ………...

Anggota : Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. ………...

Yogyakarta, 6 Juni 2014

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Dekan,

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Pujian syukur yang tak terkira saya panjatkan atas selesainya skripsi ini. Banyak pihak telah berperan besar baik secara langsung maupun tidak, dalam proses pengerjaan. Untuk itu, dengan bahagia skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Allah Bapa, Tuhan Yesus Kristus, Allah Roh Kudus, Bunda Maria atas cinta kasih dan berkat yang luar biasa yang saya rasakan sampai saat ini. 2. Maria Montessori atas pemikirannya terhadap pendidikan anak yang luar

biasa sehingga mampu membuka pemikiran baru khususnya bagi saya. 3. Kedua orang tua saya terkasih, yang dengan tulus selalu memberi cinta,

dukungan kekuatan, bimbingan, dan nasihat.

4. Kedua adik saya, yang selalu mendukung dan mendoakan, semoga sukses juga menyertaimu.

5. Teman dekat yang selalu memberikan semangat hidup moral dan material, Semoga cita-citamu tercapai.

6. Seluruh keluarga besar yang selalu memberikan keceriaan dan bantuan juga doa sehingga menjadi semangat baru bagi saya.

7. Teman-teman satu payungatas kebersamaan, pengalaman, dan keceriaan dalam proses pengerjaan skripsi ini.

8. Teman-teman satu kelas dan satu angkatan PGSD 2010 yang selalu ada, saling mendukung, saling menghibur, dan saling berbagi selama proses belajar di PGSD Sanata Dharma.

(6)

v

HALAMAN MOTTO

“Tetapi bertanyalah kepada binatang, maka engkau akan diberinya pengajaran,

kepada burung di

udara, maka engkau akan diberinya keterangan.”

(Ayub 12:7)

Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan

selamat!”

(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 18 Mei 2014 Peneliti,

(8)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUANPUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Andreas Erwin Prasetya

Nomor Mahasiswa : 101134190

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

Pengembangan Alat Peraga Matematika untuk Penjumlahan dan Pengurangan

Berbasis Metode Montessori

Beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk apa saja, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 18 Mei 2014 Yang menyatakan,

(9)

viii

ABSTRAK

Prasetya, Andreas Erwin. (2014). Pengembangan Alat Peraga Matematika untuk Penjumlahan dan Pengurangan Berbasis Metode Montessori.Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Kata kunci: penelitian dan pengembangan, alat peraga penjumlahan pengurangan, penjumlahan dan pengurangan, dan matematika.

Pendidikan yang baik merupakan proses yang mampu membawa peserta didik mencapai tujuannya sesuai dengan tugas perkembangan. Pada tingkat pendidikan dasar,pencapaian tugas perkembangan tersebut harus dilakukan dengan melibatkan seluruh aspek. Salah satu aspek tersebut adalah peran pendidik. Pendidik dituntut untuk menyajikan materi pembelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Oleh karena itu, perlu ada suatu alat bantu belajar guna menyajikan materi pembelajaran yang bersifat abstrak. Salah satu alat bantu belajar tersebut adalah alat peraga. Metode Montessori adalah salah satu metode belajar yang selalu melibatkan alat peraga dalam pengajarannya. Pada kenyataanya alat peraga Montessori belum banyak dikembangkan di Indonesia, sehingga harga alat peraga cenderung mahal dan sulit dijangkau oleh sekolah-sekolah di Indonesia.

Maka dari itu,penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan alat peraga papan penjumlahan pengurangan untuk penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas I SD Kanisius Pugeran Yogyakartatahun ajaran 2013/2014. Pengembangan alat peraga tersebut mengarah pada ciri, kualitas, dan dampak penggunaan alat peraga. Alat peraga yang dikembangkan tersebut berbasis pada metode Montessori. Pengembangan tersebut terangkum dalam penelitian dan pengembangan atau research and development (R&D). Pengembangan alat peraga terdiri dari lima tahapan yaitu (1) kajian standar kompetensi dan kompetensi dasar, (2) analisis kebutuhan, (3) produksi alat peraga, (4) pembuatan instrumen validasi produk, dan (5) validasi alat peraga papan penjumlahan pengurangan. Melalui kelima tahapan tersebut dihasilkan prototipe alat peraga papan penjumlahan pengurangan.

(10)

ix ABSTRACT

Prasetya , Andreas Erwin. (2014). Developing mathematic material for addition and subtraction based on Montessori Method. Skripsi. Yogyakarta: Elementary Teacher Education Study Program, Universitas Sanata Dharma.

Key words: research and development, addition and subtraction material, addition and subtraction, and mathematic.

Ideal education is processes that can bring children attain their goal according with development task. On Elementary education, accomplishment of that development task must be done with a good collaboration from all proponent aspects. One of the aspects that give impact is teacher play. Teacher must be able to deliver learning material according to the level of children development. Therefore, there must be equipment to help teacher to explain without ignore constructivism learning. One that can help children learned is material. Montessori Method is one of method that always uses material in learning. In fact,

Montessori material didn‟t develop in Indonesia so far. So, this material tends to

be expensive and hard to reach by mostly schools in Indonesia.

This research is „penelitian dan pengembangan‟ or research and

development (R&D). The aim of this research is to develop „papan penjumlahan dan pengurangan‟ material for addition and subtraction on 1st

grade, 2nd semester, in SD Kanisius Pugeran during the academic year of 2013/2014. The developing process of that material consist of five periods, (1) examining the competency standard and the math concept to learn, 2) analyzing the students‟ needs, (3) producing the math Montessori material, (4) Making the instrument for product validating and (5) validating and revising the material. By that periods

will result the prototype of „papan penjumlahan dan pengurangan‟ material.

The result shows that „papan penjumlahan dan pengurangan‟ material (1) have five characteristics are attractive, gradual, auto-correction, auto-education,

and contextual, (2) quality is “very good”, (3) and give affective impact in the

form of children interest and learning concentration. In limited field testing, that

have five participants, „papan penjumlahan dan pengurangan‟ material can increase learning outcomes up to 114.6%. By that fact, „papan penjumlahan dan pengurangan‟ material is ready to be tested in wider scale involving more

(11)

x

PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan dalam nama Allah Bapa Yang Maha Kasih karena berkat rahmat dan anugrah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul:

Pengembangan Alat Peraga Matematika untuk Penjumlahan dan

Pengurangan Berbasis Metode Montessori

Dalam pembuatan skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih dengan penuh kerendahan hati dan doa yang tulus kepada pihak-pihak yang telah turut andil, yaitu :

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. G. Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. selaku Kaprodi PGSD sekaligus

pembimbing I yang telah membimbing secara aktif dan menyeluruh dari awal hingga terselesainya skripsi ini.

3. E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D. selaku Wakaprodi PGSD.

4. Andri Anugrahana, S.Pd., M.Pd. selaku pembimbing II yang selalu memberi pengarahan, kritik, dan saran sehingga memperkaya peneliti.

5. Theresia Mardinah, S.Si. selaku Kepala Sekolah SD Kanisius Pugeran Yogyakarta yang dengan tangan terbuka telah bekerjasama aktif dan memberikan ijin penelitian di sekolah.

6. P. Estiwati. W, S.Pd selaku Guru kelas I SD Kanisius Pugeran Yogyakarta yang telah mengijinkan, membantu, berdiskusi secara aktif selama proses penelitian.

7. Siswa kelas I SD Kanisius Pugeran Yogyakarta yang dengan sangat aktif dan antusias memberikan perhatian dan waktu kepada peneliti.

8. Semua Pakar Bahasa, Matematika, dan Montessori yang terlibat dalam menyukseskan penelitian ini.

9. Kedua orang tua saya, yang telah memberikan dukungan materi maupun moril.

(12)

xi

Tiada gading yang tak retak”, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak supaya skripsi ini terus dapat diperbaiki sehingga bermanfaat bagi kemajuan pendidikan anak. Terima kasih.

Penulis,

(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

PRAKATA ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN ... xvi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR DIAGARAM ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Spesifikasi Produk ... 7

1.6 Definisi Operasional ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

1.1 Kajian Pustaka ... 10

1.1.1 Belajar dan Perkembangan Anak ... 10

1.1.2 Metode Montessori ... 12

2.1.3 Pembelajaran dalam Kelas Montessori ... 14

2.1.4 Media Pembelajaran ... 16

(14)

xiii

2.1.5.1 Pengertian Alat Peraga ... 17

2.1.5.2 Pengertian Alat Peraga Montessori ... 17

2.1.5.3 Ciri-ciri Alat Peraga Montessori ... 18

2.1.6 Matematika dalam Metode Montessori ... 20

2.1.7 Materi Penjumlahan dan Pengurangan Dua Angka ... 21

2.1.8 Penelitian yang Relevan ... 22

2.1.8.1 Penelitian mengenai Metode Montessori ... 22

2.1.8.2 Penelitian Mengenai Kompetensi Penjumlahan dan Pengurangan ... 23

2.2 Kerangka Berpikir ... 25

2.3 Pertanyaan-pertanyaan Penelitian ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Jenis Penelitian ... 27

3.2 Setting Penelitian ... 28

3.2.1 Subjek Penelitian ... 28

3.2.2 Objek Penelitian ... 28

3.2.3 Lokasi Penelitian ... 28

3.2.4 Waktu Penelitian ... 28

3.3 Prosedur Pengembangan ... 29

3.4 Uji Validasi Produk ... 34

3.4.1 Uji Validasi Produk oleh Pakar ... 34

3.4.2 Uji Validasi Produk melalui Uji Coba Lapangan Terbatas ... 35

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 35

3.5.1 Kuesioner ... 36

3.5.2 Dokumentasi ... 36

3.5.3 Wawancara dan Observasi ... 36

3.6 Instrumen Penelitian ... 36

3.6.1 Jenis Data ... 36

3.6.2 Instrumen Pengumpul Data ... 37

3.6.2.1 Kuesioner ... 37

2.6.2.2 Tes Uraian ... 39

2.6.2.3 Wawancara ... 40

(15)

xiv

3.6.3 Uji Validitas Instrumen Penelitian ... 42

3.6.4 Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 43

3.7 Teknik Analisis Data ... 43

3.7.1 Data Kuantitatif dan Kualitatif pada Hasil Kuesioner ... 44

3.7.2 Data Kuantitatif pada Hasil Tes ... 45

3.7.3 Data Kualitatif pada Hasil Wawancara dan Observasi ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48

4.1 Kajian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ... 48

4.2 Analisis Kebutuhan ... 49

4.2.1 Pembuatan Instrumen Analisis Kebutuhan ... 49

4.2.1.1 Hasil Uji Keterbacaan Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa ... 50

4.2.1.2 Hasil Uji Keterbacaan Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru ... 51

4.2.2 Hasil Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa ... 53

4.2.3 Hasil Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru ... 54

4.2.4 Hasil Wawancara Analisis Kebutuhan ... 55

4.3 Produksi Alat Peraga Papan Penjumlahan dan Pengurangan ... 57

4.4 Pembuatan Instrumen Validasi Produk ... 61

4.4.1 Uji Validitas Instrumen Tes ... 62

4.4.2 Instrumen Kuesioner Validasi Produk ... 64

4.4.2.1 Uji Keterbacaan Kuesioner Validasi Produk untuk Pakar dan Guru ... 66

4.4.2.2 Uji Keterbacaan Kuesioner Validasi Produk untuk Siswa ... 67

4.4.3 Instrumen Wawancara dan Observasi ... 68

4.5 Validasi Alat Peraga Papan Penjumlahan dan Pengurangan ... 69

4.5.1 Analisis Produk Berdasar Validasi oleh Pakar dan Guru ... 71

4.5.2 Revisi Produk Berdasar Validasi Alat Peraga ... 72

4.6 Uji Coba Lapangan Terbatas... 73

4.6.1 Hasil Uji Coba Lapangan Terbatas ... 75

4.6.1.1 Hasil Pretest dan Posttest ... 75

4.6.1.2 Hasil Kuesioner Alat Peraga Papan Penjumlahan Pengurangan ... 78

4.6.2 Analisis Produk Berdasar Uji Coba Lapangan Terbatas ... 79

4.6.3 Revisi Produk Berdasar Uji Coba Lapangan Terbatas ... 79

(16)

xv

4.7.1 Hasil Wawancara Uji Coba Lapangan Terbatas... 80

4.7.2 Hasil Observasi Uji Coba Lapangan Terbatas ... 82

4.7.3 Hasil Triangulasi Data ... 86

4.8 Kajian Produk Akhir ... 87

4.9 Konsekuensi lebih Lanjut ... 88

BAB V PENUTUP ... 90

5.2 Kesimpulan ... 90

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 91

5.3 Saran ... 91

DAFTAR REFRENSI ... 92

(17)

xvi

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Tahap Perkembangan Manusia ... 11

Bagan 2.2 Literature Map ... 24

Bagan 3.1 Model pengembangan Borg dan Gall ………...29

Bagan 3.2 Langkah Penelitian dan Pengembangan ... 30

Bagan 3.3 Pengembangan yang sudah Dimodifikasi ... 32

Bagan 3.4 Teknik Triangulasi Berdasar Sumber Data ... 46

(18)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk Guru dan Siswa ... 38

Tabel 3.2 Kisi-kisi Kuesioner Validasi Produk untuk Pakar, Guru dan Siswa .... 38

Tabel 3.3 Kisi-kisi Tes Uraian ... 40

Tabel 3.4 Konversi Data Kuantitatif ke Kualitatif ... 45

Tabel 3.5 Pensekoran Instrumen Tes ... 45

Tabel 4.1 Tabulasi Uji Keterbacaan KuesionerAnalisis Kebutuhan untuk Siswa 50 Tabel 4.2 Tabulasi Uji Keterbacaan KuesionerAnalisis Kebutuhan Guru ... 51

Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Isi dan Konstrak Instrumen Tes ... 62

Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Validitas Empirik Instrumen Tes ... 63

Tabel 4.5 Kisi-Kisi Instrumen Tes yang Sudah Direvisi ... 64

Tabel 4.6 Konversi Data Kuantitatif ke Kualitatif ... 65

Tabel 4.7 Rekapitulasi Hasil Uji Keterbacaan KuesionerValidasi Produk untuk Pakar dan Guru ... 67

Tabel 4.8 Tabulasi Hasil Uji Keterbacaan KuesionerValidasi Produk oleh Siswa68 Tabel 4.9 Rekapitulasi Hasil Kuesioner Validasi Alat Peragaoleh Pakar dan Guru ... 70

Tabel 4.10 Revisi Alat Peraga Berdasar Validasi Produk oleh Pakar dan Guru ... 73

Tabel 4.11 Hasil Pretest dan Posttest ... 76

Tabel 4.12 Rekapitulasi Hasil KuesionerValidasi Alat Peraga oleh Siswa ... 78

Tabel 4.13 Revisi Alat Peaga Berdasar Uji Coba Lapangan Terbatas ... 80

Tabel 4.14 Perumusan Indikator afektif ... 86

Tabel 4.15 Rekapitulasi Hasil Validasi Alat Peraga ... 87

(19)

xviii

DAFTAR DIAGARAM

(20)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Persentase Jawaban Siswa ... 44

Gambar 3.2 Nilai Siswa pada Instrumen Tes ... 45

Gambar 3.3 Rerata Keseluruhan Siswa ... 46

Gambar 3.4 Persentase Kenaikan Pretest ke Postest ... 46

Gambar 4.1 Desain Awal Papan Penjumlahan dan Pengurangan………58

Gambar 4.2 Desain Alat Peraga Penjumlahan dan Pengurangan setelah Konsultasi dengan Pakar ... 59

Gambar 4.3 Papan Utama ... 60

Gambar 4.4 Kubus Satuan Puluhan dan Tempatnya ... 60

Gambar 4.5 Kartu Soal ... 60

(21)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Validasi Instrumen Analisis Kebutuhan ... 96

Lampiran 1.1 Kisi-Kisi Kuesioner Analisis Kebutuhan ... 96

Lampiran 1.2 Kisi-Kisi Wawancara Analisis Kebutuhan Guru ... 96

Lampiran 1.3 Kisi-Kisi Wawancara Analisis Kebutuhan Siswa ... 96

Lampiran 1.4 Rekapitulasi Jawaban Uji Keterbacaan Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru ... 97

Lampiran 1.5 Rekapitulasi Jawaban Uji Keterbacaan Analisis Kebutuhan Siswa 99 Lampiran 1.6 Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru Sebelum Uji Keterbacaan ... 101

Lampiran 1.7 Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru Setelah Uji Keterbacaan .... 103

Lampiran 1.8 Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa Sebelum Uji Keterbacaan 105 Lampiran 1.9 Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa Setelah Uji Keterbacaan ... 107

Lampiran 2 Hasil Analisis Kebutuhan ... 109

Lampiran 2.1 Rekapitulasi Hasil Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru ... 109

Lampiran 2.2 Rekapitulasi Hasil Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa ... 111

Lampiran 3 Validasi Instrumen Pretest dan Posttest ... 113

Lampiran 3.1 Kisi-Kisi Pretest dan Posttest Sebelum Validasi ... 113

Lampiran 3.2 Kisi-Kisi Pretest dan Posttest Setelah Validasi ... 114

Lampiran 3.3 Tabulasi Hasil Uji Validitas Empiris Pretest dan Posttest ... 115

Lampiran 3.4 Hasil Perhitungan IMB SPSS 20 for windows untuk Validitas Instrumen ... 116

Lampiran 3.5 Hasil Perhitungan IMB SPSS 20 for windows untuk Reliabilitas Instrumen ... 120

Lampiran 3.6 Instrumen Pretest dan Posttest Sebelum Validasi ... 121

Lampiran 3.7 Insterumen Pretest dan Posttest Setelah Validasi ... 124

Lampiran 4 Hasil Pretest dan Postest ... 126

Lampiran 4.1 Tabulasi Hasil Pretest Siswa ... 126

Lampiran 4.2 Tabulasi Hasil Posttest Siswa ... 126

Lampiran 5 Validasi Kuesioner Validasi Produk ... 127

(22)

xxi Lampiran 5.2 Rekapitulasi Jawaban Uji Keterbacaan Kuesioner Validasi Produk

oleh Pakar dan Guru ... 128 Lampiran 5.3 Rekapitulasi Jawaban Uji Keterbacaan Kuesioner Validasi Produk

oleh Siswa ... 129 Lampiran 5.4 Kuesioner Validasi Produk untuk Pakar dan Guru Sebelum Validasi

... 130 Lampiran 5.5 Kuesioner Validasi Produk untuk Pakar dan Guru Setelah Validasi

... 133 Lampiran 5.6 Kuesioner Validasi Produk untuk Siswa Sebelum Validasi ... 136 Lampiran 5.7 Kuesioner Validasi Produk untuk Pakar Setelah Validasi ... 138

Lampiran 6 Hasil Kuesioner Validasi Produk ... 140 Lampiran 6.1 Rekapitulasi Jawaban Kuesioner Validasi Produk oleh Pakar dan

Guru ... 140 Lampiran 6.2 Tabulasi Hasil Kuesioner Validasi Produk oleh Pakar dan Guru . 141 Lampiran 6.3 Rekapitulasi Jawaban Kuesioner Validasi Produk oleh Siswa ... 141 Lampiran 6.4 Tabulasi Hasil Kuesioner Validasi Produk oleh Siswa ... 142

Lampiran 7 Wawancara dan Observasi Uji Lapangan Terbatas ... 143 Lampiran 7.1 Kisi-Kisi Instrumen Wawancara dan Obsrvasi untuk Guru dan

Siswa ... 143 Lampiran 7.2 Transkrip Wawancara Guru... 143 Lampiran 7.3 Transkip Wawancara siswa ... 145 Lampiran 7.4 Data Hasil Observasi ... 146

(23)

1

BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian ini akan dibahas (1) latar belakang masalah, (2) batasan masalah, (3) rumusan masalah, (4) tujuan penelitian, (5) manfaat penelitian, (6) sepesifikasi produk, dan (7) definisi operasional.

1.1 Latar Belakang Masalah

Sekitar tahun 1926 hingga 1933, perkembangan dunia pendidikan mendapatkan momentum yang cukup signifikan dengan hadirnya metode yang mampu mengakomodasi sekian banyak teori belajar yaitu metode Montessori (Magini, 2013: 79-88). Seperti teori perkembangan anak dari Jean Piaget, teori belajar penemuan dari Jerome Bruner, teori belajar bermakna dari David Ausubel, teori belajar konstruktivistik dari Vygotsky, teori permainan matematika oleh Zoltan P. Dienes, dan berbagai teori mengenai belajar aktif dapat ditemukan saat kita memasuki kelas dengan metode Montessori. Pada awal perkembangannya, banyak keraguan dalam implementasi metode belajar yang berbasis individual ini (Lillard, 2005: 21-23). Meskipun demikian, Montessori mampu menjawab keraguan dengan menunjukkan keberhasilan meningkatkan hasil belajarpeserta didik secara signifikan di Casa Dei Bambini atau Rumah Anak yang merupkan laboratorium penelitian Maria Montessori (Lillard, 2005: 17;Magini, 2013: 32).

(24)

2 berbasis metode Montessori dan pada survey tahun 1981 di Amerika telah terdapat lebih dari 443 sekoah publik yang menggunakan metode Montessori dan 120 sekolah Montessori (Montessori.org.au, diakses 13 Mei 2014).

Di Indonesia, telah banyak berdiri sekolah berbasis Montessori di beberapa kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Makassar, Bandung, Bogor dan masih banyak di kota-kota lainya. Sekolah tersebut menjadi sekolah alternatif bagi para orang tua yang ingin anaknya memperoleh pelayanan pendidikan yang berbeda dengan sekolah-sekolah pada umumnya. Meskipun demikian, manfaat sekolah-sekolah Montessori tersebut belum bisa dirasakan oleh kalangan masyarakat dengan tingkat ekonomi bawah. Melalui observasi yang dilakukan disalah satu sekolah Montessori pada bulan Januari 2013, rata-rata anak yang bersekolah di sekolah Montessori berasal dari kalangan mampu secara ekonomi. Hal tersebut terlihat dari mahalnya biaya pendidikan yang dipatok oleh pihak pengelola. Biaya pendidikan prasekolah atau usia 3-6 tahun dapat mencapai 25 juta rupiah per tahun belum tambahan biaya operasional yang lain. Biaya tersebut semakin besar pada kelas 6-9 tahun dan 9-12 tahun.

(25)

3 kesulitan dalam hal pendanaan. Selain masalah pendanaan, minimnya pengetahuan guru akan metode Montessori menjadi masalah dalam implementasi.

Pengadaan alat peraga Montessori di Sekolah Dasar nampaknya masih belum menjadi harapan karena ketersediaan alat peraga di Sekolah Dasar sendiri masih perlu mendapat perhatian. Melalui observasi yang dilakukan peneliti pada saat program pengakraban lingkungan SD (Probaling) 1 dan 2 serta kegiatan program pengalaman lapangan (PPL) dibeberapa Sekolah Dasar di Yogyakarta, ditemukan bahwa ketersediaan alat peraga pembelajaran masih sangat rendah. Hal tersebut terbukti dengan jarang ditemukannya alat peraga maupun media pembelajaran di lingkungan kelas ataupun lingkungan sekolah. Kebanyakan sekolah hanya memiliki KIT Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), struktur anatomi tubuh manusia, peta, globe, peralatan olahraga, gambar pahlawan, dan berbagai alat peraga IPA lainnya. Di beberapa sekolah, alat peraga tersebut masih tersusun rapi, nampak seperti baru, bahkan ada beberapa alat peraga yang masih terbungkus rapi dan nampak belum pernah digunakan. Selain itu, peneliti belum menemukan alat peraga yang sudah diuji secara empiris tingkat keefektifannya. Dengan demikian, alat peraga yang ada dikebanyakan sekolah tersebut belum dapat dipertanggungjawabkan secara metodologi apakah relevan dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan anak atau tidak. Berdasar observasi dari peneliti juga, belum banyak ditemukan alat peraga matematika di sekolah-sekolah yang menjadi tempat observasi.

(26)

4 Minimnya ketersediaan alat peraga dan rendahnya penggunaan alat peraga dalam pembelajaran berbanding lurus dengan hasil belajar yang dicapai peserta didik terutama pada matapelajaran Matematika. Hasil penelitian yang dipublikasikan oleh Programme for International Student Assesment (PISA) menunjukan bahwa Indonesia menduduki peringkat bawah yaitu 57dari 65 negara pada pembelajaran Matematika. Dalam penelitian tersebut, terbukti hanya 0,1% siswa Indonesia mampu mengerjakan soal dengan tingkat penalaran dan sekitar 43,5% atau hampir setengah siswa tidak mampu menyelesaikan soal-soal dasar dari PISA (OECD, 2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh PISA membuktikan masih sedikit siswa indonesia yang mampu mengasosiasikan konsep-konsep abstrak pada soal Matematika dengan kemampuan bernalar. Rendahnya prestasi siswa Indonesia pada bidang matematika juga diungkapkan oleh Trends in International Mathematic and Science Study (TIMMS) pada tahun 2007. TIMMS mengungkapkan bahwa Indonesia menduduki posisi 36 dari 49 negara pada penelitian yang berskala internasional (The World Bank, 2011: 65). Meskipun dalam berbagai penelitian tersebut fokus penelitian tidak berkaitan langsung dengan alat peraga, namun hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa kualitas hasil belajar matematika di Indonesia masih rendah dan perlu ada usaha untuk meningkatkannya.

(27)

5 tahapan operasional konkret (Piaget dalam Ormrod, 2008: 51-52). Maka, materi yang ada pada pembelajaran matematika harus dimulai dari konsep yang konkret dengan perantara alat peraga menuju pada konsep yang abstrak.

Melihat latar belakang tersebut, peneliti terdorong untuk mengembangkan alat peraga matematika dengan harga yang relatif terjangkau oleh kebanyakan sekolah di Indonesia. Selain itu alat peraga Montessori yang dikembangkan dapat mendorong anak belajar secara mandiri, mendorong rasa ingin tahu yang tinggi, mendorong keinginan untuk bereksplorasi dalam mendapatkan pengetahuan-pengetahuan yang baru, dapat menemukan sendiri kesalahan-kesalahan yang dilakukan, dan mudah didapat karena memanfaatkan bahan-bahan dari lingkungan sekitar. Pemanfaatan benda-benda disekitar tersebut dapat menekan biaya produksi. Alat peraga yang terjangkau, akan menghilangkan anggapan bahwa Metode Montessori hanya untuk kalangan masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke atas.

Alat peraga yang dikembangkan oleh peneliti merupakan alat peraga berbasis Montessori yang mengadopsi konsep alat peraga yang ditawarkan oleh Maria Montessori. Konsep alat peraga tersebut mengandung ciri-ciri auto-correction, auto-education, menarik, bergradasi, dan kontekstual. Pengembangan alat peraga berbasis Montessori ini terangkum dalam penelitian pengembangan dengan lima siswa kelas I SD Kanisius Pugeran Yogyakarta sebagai sampel penelitian. Produk yang dihasilkan merupakan prototipe karena produk hanya diuji hingga lingkup lapangan terbatas. Prototipe merupakan produk yang telah melalui serangkaian prosedur pengembangan dengan uji coba dalam lingkup yang terbatas. Alat peraga yang diproduksi digunakan untuk kompetensi penjumlahan dan pengurangan dua angka.

1.2 Rumusan Masalah

(28)

6 1.2.2 Bagaimana kualitas alat peraga papan penjumlahan pengurangan yang dikembangkan untuk kompetensi penjumlahan dan pengurangan dua angka di kelas I?

1.2.3 Bagaimana dampak penggunaan alat peraga papan penjumlahan pengurangan yang dikembangkan untuk kompetensi penjumlahan dan pengurangan dua angka pada siswa kelas I?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengembangkan alat peraga papan penjumlahan dan pengurangan yang memiliki ciri auto-correction, auto-education, menarik, bergradasi, dan kontekstual pada kompetensi penjumlahan dan pengurangan dua angka di kelas I.

1.3.2 Mengetahui kualitas alat peraga papan penjumlahan dan pengurangan pada kompetensi penjumlahan dan pengurangan dua angka di kelas I.

1.3.3 Mengetahui dampak afektif dari penggunaan alat peraga papan penjumlahan dan pengurangan yang dikembangkan untuk kompetensi penjumlahan dan pengurangan dua angka pada siswa kelas I.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Sekolah

Sekolah mampu mengetahui langkah-langkah dalam membuat dan mengembangkan alat peraga yang terjamin kualitasnya. Hasil penelitian nantinya juga dapat digunakan sebagai titik tolak pengembangan mutu sekolah.

1.4.2 Bagi Guru

(29)

7 1.4.3 Bagi Siswa

Siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir dari konkret menuju abstrak saat melakukan penjumlahan dan pengurangan dua angka. Selain itu, siswa juga terbantu untuk memahami konsep penjumlahan dan pengurangan dua angka.

1.4.4 Bagi Peneliti

Peneliti mendapatkan pengalaman berharga dalam memperdalam kajian pada pendidikan anak.

1.4.5 Bagi Calon Guru

Bagi calon guru penelitian ini berguna sebagai inspirasi dalam membuat tugas akhir dengan mengembangkan penelitian ini hingga pada pengujian tingkat keefektifan alat peraga.

1.5 Spesifikasi Produk

Produk yang dihasilkan dalam penelitian dan pengembangan ini adalah alat peraga papan penjumlahan pengurangan beserta albumnya. Alat peraga ini merupakan pengembangan dari dot boadyang merupakan alat peraga dalam metode Montessori. Alat peraga papan penjumlahan pengurangan merupakan alat peraga yang berfungsi untuk membantu anak memahami konsep penjumlahan dan pengurangan satu hingga empat angka. Alat peraga ini terdiri dari papan utama, kubus satuan, puluhan, ratusan, dan ribuan, tempat kubus yang berbentuk balok tanpa tutup, kartu soal dan tempatnya, tanda operasi, spidol, dan penghapus.

(30)

8 Kemudian, kubus satuan, puluhan, ratusan, dan ribuan terdiri dari empat warna yang masing-masing warna mewakili nilai satuan, puluhan, ratusan, dan ribuan. Kubus tersebut berukuran 1 cm x1 cm x 1 cm. Kartu soal terdiri dari soal penjumlahan satu angka dengan dua angka dan dua angka dengan dua angka yang berukuran 9 x 9 cm. Menurut tingkat kesulitannya kartu soal dibagi menjadi dua yaitu kartu soal warna-warni dan kartu soal satu warna. Kartu soal warna-warni merupakan kartu soal dengan pembeda antara nilai satuan dan puluhan, sementara kartu satu warna tidak memiliki pembeda antara nilai satuan dan puluhan.Tanda operasi berbentuk kartu dengan gambar tanda penjumlahan dan pengurangan. Album alat peraga merupakan petunjuk bagi guru cara mempresentasikan penggunaan alat peraga papan penjumlahan dan pengurangan pada peserta didik. Seluruh bahan yang digunakan untuk membuat alat tersebut sebagaian besar merupakan kayu mindi dan kertas yang digunakan berjenis ivory.

1.6 Definisi Operasional

1.6.1 Belajar adalah pengkostruksian pengetahuan yang dilakukan oleh si pembelajar.

1.6.2 Montessori adalah seorang dokter wanita pertama dari Italia yang tertarik pada pendidikan anak sehingga ia menciptakan metode montessori yang berakar pada kebebasan belajar.

1.6.3 Metode Montessori adalah metode belajar anak yang berbasis individu dengan prinsip dasar kebebasan dan kemandirian dengan lingkungan belajar sebagai pengontrol tingkat pencapaian anak.

1.6.4 Alat peraga berbasis Montessori adalah alat bantu belajar yang diciptakan oleh Montessori dan dimodifikasi serta dikembangkan oleh peneliti untuk disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik di Indonesia.

1.6.5 Album adalah petunjuk penggunaan alat peraga yang memuat kompetensi, tujuan, nama alat, syarat penggunaan alat, dan cara penggunaan alat.

(31)

9 1.6.7 Siswa SD adalah 5 siswa kelas I SD Kanisius Pugeran Yogyakarta tahun

ajaran 2013/2014.

1.6.8 Potensi lokal adalah segala benda-benda yang berada di lingkungan sekitar yang mudah didapatkan dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan alat peraga Montessori.

1.6.9 Penjumlahan adalah operasi hitung dengan menambahkan angka satu dengan yang lainnya dengan tanda operasi (+).

(32)

10

BAB II LANDASAN TEORI

Pada bagian ini akan dijelaskan (1) kajian pustaka, (2) kerangka berpikir, dan (3) pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian.

1.1 Kajian Pustaka

1.1.1 Belajar dan Perkembangan Anak

Proses perkembangan anak dan belajar merupakan dua hal yang mempunyai kaitan erat dan saling mempengaruhi. Belajar mengarah pada proses pembentukan pengetahuan olehpembelajar itu sendiri. Proses pembentukan pengetahuan tersebut terjadi karena terdapat interaksi dari pembelajar dengan objek yang dipelajari (Siregar, 2011: 39-40). Sedangkan perkembangan diartikan sebagai proses perubahan fungsi fisik dan psikis. Perubahan fisik merujuk pada perubahan biologis dan psikis merujuk pada karakteristik psikologis individu, seperti perkembangan kognitif, emosi, sosial dan moral (Yusuf, 2011: 1). Kedua pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa perkembangan merupakan satu proses yang jelas adanya dan pasti akan dilalui oleh setiap manusia sedangkan belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan secara mandiri. Perkembangan yang baik haruslah diiringi dengan proses belajar yang matang, terencana dan terorganisir. Dapat dikatakan pula, belajar merupakan faktor penting sebagai penunjang proses perkembangan.

(33)

11 diperlukan untuk menunjang proses belajar yang maksimal. Dalam dunia pendidikan saat ini, konteks nyata dapat merujuk pada lingkungan, pengalaman, peragaan, dan alat peraga pembelajaran.

Konsep tersebut sangat erat kaitanya dengan perkembangan anak. Montessori sendiri memandang perkembangan anak sebagai pedoman yang harus dikuasai penuh oleh seorang pendidik. Karakteristik anak pada usia tertentu dapat menjadi landasan kuat bagi pembimbingan belajar. Ketepatan dalam pemberian pendekatan, metode, materi, dan teknik pengajaran juga bergantung pada pemahaman seorang guru mengenai perkembangan peserta didik. Montessori mengklasifikasikan berbagai fase perkembangan yang dilalui oleh seseorang menjadi 4 tahapan. Fase pertama (0-6 tahun), fase kedua (6-12 tahun), fase ketiga (12-18 tahun), fase keempat (18-24 tahun (Holt, 2013: xi - xii).

Bagan 2.1 Tahap Perkembangan Manusia

Fase pertama yang terjadi pada usia 0 hingga 6 tahun merupakan usia emas atau perode sensitif bagi anak untuk berkembang secara cepat dan maksimal. Sehingga pada fase ini merupakan waktu yang tepat dalam membangun landasan yang kuat bagi fase-fase selanjutnya (Magini, 2010). Pada periode ini anak dilatih untuk melakukan gerakan, pengembangan keteraturan, rasa cinta pada teman dan lingkungan, ungkapan hormat pada orang lain, pengenalan bilangan dan huruf. Fase kedua yang terjadi pada usia 6 hingga 12 tahun memungkinkan anak untuk bermain logika dan pembenaran, pembentukan imaginasi, perkembangan moral dan mental, pengenalan budaya, dan perkembangan kekuatan fisik. Dalam rentang usia ini, anak mampu mengasosiasikan konsep nyata ke dalam konsep yang lebih abstrak. Meskipun demikian, anak masih memerlukan benda konkret dalam membangun konsep abstrak tersebut. Fase ketiga terjadi pada usia 12 hingga18 tahun memungkinkan remaja bertansformasi

(34)

12 kearah kematangan fisik, pencarian identitas seksual, pemodelan ideal yang diikuti, perasaan bebas, dan pencarian nilai-nilai spiritual. Pada fase terakhir yaitu rentang usia antara 18 dan 24 tahun, seseorang telah mengejar idealisme tertentu, memiliki minat pada kegiatan berkomunitas, meniti karir, kondisi fisik yang kuat,dan siap berumah tangga (Magini, 2010).

1.1.2 Metode Montessori

Berawal dari casa dei bambini atau rumah anak-anak yang didirikan oleh Montessori dan Eduardo Talamo pada 6 Januari 1907, Montessori yang juga seorang dokter mulai mempelajari berbagai tingkah laku anak. Melalui observasi langsung, ia melihat kecenderungan dan kebiasaan anak yang pada akhirnya menjadi dasar bagi metode Montessori. Rumah anak-anak yang hanya didesain sebagai penitipan dijadikan sebagai tempat untuk bereksperimen. Di sana, ia meletakan berbagai jenis mainan dan beberapa alat didaktis dari Itard dan Seguin yang telah dimodifikasi (Magini, 2013: 43-46). Montessori memang terinspirasi Edward Séguin (1812-1881) dan Jean Marc Gaspard Itard (1775-1838) yang telah berhasil mendidik anak-anak cacat mental. Berdasar pada alat peraga yang digunakan Itard dan Seguin, Montessori telah mengembangkan dan mengujicobakan pada anak-anak normal di distrik kumuh di daerah Roma sebelum ia mendirikan casa dei bambini (Montessori, 2002: 32). Pada percobaan tersebut diperoleh hasil yang sangat menggembirakan bahwa anak-anak tunagrahita dapat belajar dengan baik. Casa dei bambini sendiri dikelola oleh beberapa direktris yang sepanjang hari menemani anak-anak yang dititipkan. Karena kesibukan sebagai seorang pengajar, dokter, maupun pembantu dalam penelitian, Montessori hanya mampu mengunjungi casa dei bambini sekali dalam seminggu. Setiap berkunjung, Montessori selalu melakukan observasi terhadap berbagai aktivitas yang dilakukan anak. Dari berbagai observasi tersebut, Montessori menemukan beberapa hal dasar dan esensial bagi metodenya. Ia menemukan bahwa konsentrasi, kebebasan, kemandirian, rasa hormat dan dihargai, adalah hal dasar yang harus diciptakan di sekitar lingkungan belajar anak (Magini, 2013: 49-54).

(35)

13 lebih relevan dengan kebutuhan anak, dan membuka kelas eksperimental lainnya. Beberapa bulan berjalan, hasil eksperimen Montessori mulai menujukkan hasil. Anak-anak terlihat lebih mandiri, teratur, ramah, dan aktif sehingga orang tua mereka bangga karena kebiasaan tersebut tidak hanya berlangsung di rumah anak-anak namun juga di rumah. Keberhasilan rumah anak-anak-anak-anak tersebut menarik berbagai pihak untuk datang melihat aktivitas belajar sehingga mampu menjunjung popularitas casa dei bambini (Magini, 2013: 56).

Melalui kegiatan belajar, Montessori menggunakan konsentrasi sebagai indikasi bahwa anak telah benar-benar belajar. Ketika anak mampu menaruh seluruh perhatiannya pada apa yang ia pelajari berbagai konsep akan dengan mudah diolah oleh struktur kognitif (Magini, 2013: 49-50). Berbagai hal yang ada di sekitar anak seakan tidak ada karena anak hanya menaruh perhatian pada satu objek yang ada dihadapannya. Selain konsentrasi, kebebasan adalah hak mutlak yang harus dimiliki anak. Kebebasan memberikan kepercayaan pada anak untuk melakukan segala sesuatu, sehingga rasa enggan dan takut salah dapat dihindarkan. Melalui kebebasan pula, anak disiapkan untuk dapat menerima konsep baru kapanpun tanpa terkait situasi dan kondisi. Untuk mencapai kebebasan, Montessori menggunakan prinsip aktivitas yang spontan dalam pembelajaran (McDermott, 1965: 10-11). Aktivitas ini tidak hanya membantu anak untuk mempersiapkan keaktivitas berikutnya, namun juga memperdalam konsentrasi dan menyempurnakan kepribadiannya, membentuk ketetapan pilihan (constancy) dan kesabaran (patience) (Lillard, 2003: 45).

Tentu saja sebebas-bebasnya anak dalam belajar tetaplah ada pengontrolnya. Pengontrol belajar anak dalam pembelajaran Montessori adalah lingkungan (Hainstock, 1997: 80-82). Kelas Montessori benar-benar diatur untuk mempelajari semua hal, baik itu matematika, bahasa, seni, dan sebagainya. Lingkungan edukatif tersebut juga didukung dengan alat peraga yang dapat mengendalikan cara belajar anak.

(36)

14 anak mampu mengontrol diri dan memahami apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika berada pada situasi kelas Montessori. Pendidik harus memberikan kebebasan pada anak untuk membentuk kemandirian dengan tidak memberikan intervensi yang terlalu dalam pada aktivitas belajarnya (Montessori, 2002: 95-101).

2.1.3 Pembelajaran dalam Kelas Montessori

“Kini, kami memberikan sebuah misi dalam kehidupan: yaitu untuk memahami masa kecil dan tujuannya, dan untuk berbagi pemahaman ini dengan orang tua sehingga mereka dapat membantu anak mereka melewati dengan baik masa kecilnya dan mencapai tujuan dari masa kanak - kanak. …” (Lillard, 2003: 23)

Pernyataan tersebut dilontarkan oleh Paula Lilliard dan Lynn Jessen guru Montessori tingkat dasar yang tersertifikasi dari Association Montessori Internationale (AMI) untuk mengajar anak berumur tiga sampai enam tahun (Lillard, 2003: 23). Ungkapan di atas menggambarkan tujuan pembelajaran Montessori dilakukan. Memahami anak dan membantunya mencapai tujuan sejak masa kanak-kanak merupakan titik tuju yang seharusnya telah dicapai oleh anak yang bersekolah di sekolah Montessori. Awalnya, anak melihat yang di kerjakan oleh orang tuanya, kemudian anak mencoba meniru apa yang ia lihat. Berkenaan dengan hal tersebut, orangtua harus memahami karakter dan kebutuhan anak. Montessori melihat hal ini sebagai sebuah titik tuju bahwa zona berlatih untuk anak haruslah maksimal dan tidak terbatasi (independent movement) (Lillard, 2003: 45).

(37)

15 belajar, (6) mempelajari apa yang ada akan memberikan sesuatu yang lebih dalam dan bermakna dibandingkan mempelajari sesuatu yang abstrak, (7) bentuk umum dari interaksi remaja sangat berhubungan dengan hasil pendidikan dini, dan (8) ketenteraman lingkungan sangat dibutuhkan oleh anak-anak (Lillard, 2005: 29-33).

Penerapan prinsip tersebut didukung alat peraga yang standar untuk membantu membentuk pola pemikiran anak yang konkret. Hal ini terjadi dengan membebaskan anak memilih alat peraga dan anak menimbulkan pembelajaran sepontan tanpa rencana. Pengalaman dari pembelajaran yang spontan dan menyenangkan akan mempermudah pemberian pembelajaran baru tanpa terlalu memperhatikan standar pengalaman sehingga anak mendapat suatu tantangan baru. Ketika anak mulai memiliki konsep berpikir tentang suatu hal yang konkret, anak dapat berkembang untuk menginterpretasikan suatu hal yang abstrak (Hainstock, 1997: 13-15).

Penerapan prisip-prinsip tersebut juga didukung dengan ruangan kelas yang memadai. Kelas Montessori merupakan satu ruangan luas dengan tata ruang terbuka dan rak-rak rendah memungkinkan anak dapat mengambil apa yang mereka inginkan dan mengembalikan ke tempat semula. Dalam rak tersebut, diletakan alat peraga semenarik mungkin dan dapat digunakan anak secara berulang kali. Peletakan alat peraga digolongkan sesuai dengan tujuannya, misalnya matematika, bahasa, seni, dan sebagainya. Melalui alat peraga tersebut, anak memperoleh konsep yang diinginkan. Meja dan kursi yang disediakan pun beragam ukuran, biasanya cukup untuk 1-4 anak. Anak tidak diwajibkan untuk menggunakan kursi ataupun meja tertentu, melainkan bebas memilih dan bekerja pada kursi ataupun meja yang diinginkan. Mereka dapat berpindah tempat di seluruh kelas ataupun bekerja di lantai dengan karpet kecil.

(38)

16 direktris atau pendidik yang menyiapkan kelas. Pendidik pada kelas Montessori bukanlah pusat dalam belajar melainkan sebagai fasilitator yang mendatangi anak satu persatu untuk membimbing dengan sedikit intervensi. Pendidik juga berperan sebagai observer yang selalu memperhatikan kemajuan belajar anak. Peran observer ini menuntut pendidik agar bersifat pasif dalam mendampingi kegiatan belajar anak (Hainstock, 1997: 85-87).

2.1.4 Media Pembelajaran

Media berasal dari bahasa Latin yaitu medius yang berarti tengah, perantara atau pengantar. Association of Education and Communication Technelogy (AECT) mengatakan bahwa media merupakan segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi (Asyad, 2010:3). Sementara itu, Munadi (2010: 6) memberi batasan bagi semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide gagasan, atau pendapat. Ide, gagasan, atau pendapat tersebut dapat tersampaikan dengan lebih efektif. Dari beberapa pengertian di atas, dapat diuraikan bahwa media pembelajaran adalah segala perangkat atau alat bantu untuk mempermudah pentransferan ilmu yang sedang dipelajari.

(39)

17

2.1.5 Alat Peraga

2.1.5.1Pengertian Alat Peraga

Alat peraga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam penyelenggaraan pendidikan tertutama pendidikan tingkat dasar. Smaldino, dkk (2011: 14-15) mengatakan bahwa alat peraga adalah sarana yang digunakan pendidik untuk menyampaikan suatu konsep pembelajaran sehingga alat peraga yang digunakan hendaknya mewakili konsep yang ingin disampaikan oleh pendidik. Sejalan dengan hal tersebut, Anitah (2010: 4) mengatakan bahwa alat peraga merupakan sarana yang dapat membawakan pesan dari pemberi kepada penerima. Dari kedua pernyataan di atas terdapat hal pokok yang termuat dalam alat peraga yaitu konsep yang ingin disampaikan.

Sementara itu jika merujuk pada fungsi, Munadi (2010:37-38) mengatakan bahwa fungsi utama dari alat peraga merupakan sumber belajar yang akan menuntun anak mencapai konsep pembelajaran hingga sampai pada tujuan pembelajaran dengan batasan-batasan tertentu. Beberapa penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa alat peraga merupakan salah satu sumber belajar yang dapat menyampaikan suatu konsep tertentu guna mencapai tujuan belajar. Uraian di atas juga menempatkan alat peraga sebagai bagian dari media pembelajaran. Media pembelajaran merupakan istilah yang memiliki pengertian yang lebih luas daripada alat peraga.

2.1.5.2Pengertian Alat Peraga Montessori

(40)

18 mengakomodir seluruh kebutuhan anak sesuai dengan usia dan tingkat perkembangannya (Montessori, 2002: 168).

Alat peraga Montessori pada bidang matematika dirancang untuk mengembangkan kemampuan matematis (Hainstock, 1997: 137), sehingga alat peraga tersebut bukan semata-mata dirancang untuk mencapai kompetensi matematika. Kemampuan matematis yang terdapat pada alat peraga Montessori meliputi abstraksi, pemahaman perintah, dan pengkonstruksian konsep-konsep yang diperoleh dari penggunaan alat peraga.

2.1.5.3Ciri-ciri Alat Peraga Montessori

Montessori menggunakan metode eksperimental dalam menguji alat peraga buatannya di casa dei bambini. Respon anak pada alat peraga yang baru dibuat menentukan apakah alat peraga tersebut akan dipertahankan atau harus diganti. Jika anak menunjukan respon positif pada alat tersebut, alat peraga akan terus digunakan namun jika sebaliknya, alat peraga tersebut akan diperbaiki ataupun diganti. Anak-anak yang tadinya sangat “liar” dan sulit dikontrol ternyata mampu menaruh perhatian yang serius pada alat peraga yang dirancang oleh Montessori. Tidak hanya itu, anak-anak tersebut juga menunjukkan peningkatan dalam komunikasi dengan orang lain (Magini, 2013: 32-33). Selama dua tahun, Montessori terus mengujicobakan alat peraganya. Dengan melihat reaksi anak, Montessori melakukan berbagai modifikasi dan perbaikan sehinggadiperoleh alat peraga yang dipergunakan hingga sekarang. Alat peraga yang dihasilkan memiliki warna-warna cerah, mudah dimanipulasi, dan berbahan dasar kayu yang ringan namun memiliki daya tahanyang baik. Ciri-ciri umum alat peraga Montessori adalah (1) menarik, (2) bergradasi, (3) auto-correction, dan (4) auto-education (Montessori, 2002: 169-179). Selain keempat ciri tersebut peneliti menambahkan satu ciri terakit yaitu kontekstual.

(41)

19 terutama digunakan Montessori untuk menciptakan alat peraga sensorial yang mengarah pada pengaktifan dan pemekaan seluruh indera manusia (Montessori, 2002:174).

Kemudian ciri alat peraga yang kedua adalah bergradasi. Penggunaan alat peraga Montessori sebagian besar menggunakan indera yang ada pada tubuh manusia. Pada setiap alat peraga, terdapat suatu tingkatan yang terus-menerus dapat merangsang indera untuk menjadi semakin peka. Misalnya, pada kartu warna yang memperkenalkan gradasi warna dari gelap ke terang. Untuk memperkenalkan gradasi bentuk juga dapat digunakan menara pink (pink tower) yang memiliki 10 kubus yang jika disusun akan semakin mengkerucut karena setiap kubus memiliki selisih sisi sepanjang 1 cm (Montessori, 2002:173). Ciri gradasi ini akan membentuk pola pikir yang berkelanjutan, karena pada akhirnya anak akan mengetahui bahwa konsep ilmu yang sederhana merupakan landasan bagi konsep ilmu yang lebih kompleks. Selain memiliki gradasi untuk melatih indra manusia, alat peraga Montessori juga memiliki gradasi umur. Sehingga satu alat dapat dipergunakan oleh berbagai jenjang umur yang berbeda. Misalnya, tongkat asta merah biru yang pada awalnya hanya digunakan untuk membilang, pada tataran yang lebih tinggi dapat digunakan untuk melatih penjumlahan dan pengurangan di bawah 10 (Montessori, 2013: 381).

(42)

20 karena tongkat tersebut tidak ada di tempatnya. Anak tersebut akan mengingatkan temannya untuk mengembalikan alat peraga seusai menggunakannya. Dalam kasus tersebut yang berperan sebagai pengendali kesalahan adalah teman sejawat. Pembelajaran dengan metode Montessori menuntut anak mandiri dalam belajar, intervensi dari direktris sangatlah minim bahkan tidak ada. Kemandirian tersebut menuntut self regulation yang baik pada diri anak. Kemampuan alat peraga yang dapat mengatur dan mengkondisikan anak ini disebut auto-education atau kemampuan membelajarkan anak secara mandiri. Menurut Montessori, hal utama yang harus memberikan pengetahuan pada anak adalah lingkungan, teman, dan alat peraga (Montessori, 2002: 106). Dengan begitu, anak akan berkembang secara alamiah tanpa campur tangan orang dewasa (Montessori, 2013: 236). Peran pendidik hanyalah sebagai fasilitator dan juga observer fisik dan psikis. Selain itu, tata ruang, perabotan, cat, hingga kamar mandi didesain sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak. Tujuannya adalah untuk mempermudah dan mendukung proses belajar yang dilakukan dalam satu ruangan besar.

Ciri yang terakhir ini bukanlah sesuatu yang wajib ada dan dimiliki oleh alat peraga berbasis Montessori, namun hanya upaya untuk melihat sisi lain dari metode Montessori yang jika dikembalikan pada sejarahnya metode Montessori didedikasikan untuk anak-anak berkekurangan dan tinggal dipemukiman kumuh. Pada waktu mengajar di pemukiman kumuh Montessori memanfaatkan benda-benda disekitarnya sesuai dengan konteks sebagai alat bantu belajar. Konteks merupakan kata yang merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan (World Dictionary dalam Johnson, 2007: 82). Sehingga konteks dapat merujuk pada lingkungan tempat tinggal, keluarga, teman, sekolah, pekerjaan, dsb (Johnson, 2007: 83). Ciri alat peraga yang kontekstual dalam penelitian ini merujuk pada pemanfaatan benda-benda atau barang-barang yang merupakan potensi lokal di mana sekolah tersebut berasal sebagai bahan dasar dalam pembuatan alat peraga.

2.1.6 Matematika dalam Metode Montessori

(43)

21 memperkenalkan angka bukan sebagai suatu unit untuk dijumlahkan, melainkan sebagai kesatuan. Montessori tidak mengajarkan 3 + 1 = 1 + 1 + 1 + 1 = 4, namun dalam metode Montessori dikenalkan bahwa 3 + 1 ekuivalen dengan 3 batang di tambah 1 batang sama dengan 4 batang (Lillard, 2005: 123). Pada tingkat yang lebih tinggi digunakan papan titik untuk memperkenalkan nilai tempat dan penjumlahan statis maupun dinamis. Dengan demikian, Montessori selalu memperkenalkan konsep konkret terlebih dahulu baru kemudian perlahan-lahan mengarahkan pada kosep yang lebih abstrak.

Montessori memandang matematika sebagai hal yang dekat dengan kehidupan anak. Ia selalu memperkenalkan matematika bukan sebagai matematika namun lebih pada bagian dari kegiatan sehari-hari yang melibatkan aktifitas fisik (Montessori, 2002: 326-327). Terdapat 3 tahapan pengenalan pada konsep matematika melalui metode Montessori yaitu (1) pengajar memperlihatkan kepada anak cara melakukan sesuatu dengan anak menirukan ucapan direktris, (2) menanyakan kepada anak secara berulang tentang apa yang telah diucapkan, (3) membimbing anak untuk dapat menyebutkan sendiri apa yang telah diajarkan pada tahap sebelumnya (Lillard, 2005: 45)

2.1.7 Materi Penjumlahan dan Pengurangan Dua Angka

Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, tujuan dari matematika adalah membangun kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Cakupan materi matematika SD adalah Bilangan, geometri, pengukuran, dan pengolahan data. Penelitian ini berkaitan langsung dengan materi penjumlahan dan pengurangan dua angka kelas I semester genap yang termasuk dalam materi bilangan. Materi

(44)

22 kemungkinan bahwa peneliti akan menerapkan gradasi umur dalam penelitian dengan menambah materi dalam lingkup yang lebih luas yaitu penjumlahan dan pengurangan yang melibatkan tiga angka yang diajarkan dikelas 3 semester gasal.

Untuk melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan dua atau tiga angka, anak harus terlebih dahulu memahami nilai tempat satuan, puluhan, dan ratusan. Penguasaan konsep tersebut akan membantu anak dalam melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan. Jenis bilangan yang digunakan dalam materi ini adalah bilangan kardinal yang banyak digunakan untuk menghitung benda, menghitung waktu, dan umur (Rahajo, 2004: 1)

2.1.8 Penelitian yang Relevan

2.1.8.1Penelitian mengenai Metode Montessori

Chrisnall dan Maher (2006) dalam penelitian mereka yang bertujuan mengetahui seberapa besar penerapan matematika sejak usia dini mempengaruhi prestasi anak. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa siswa yang bersekolah di Montessori memiliki prestasi yang signifikan daripada anak-anak di sekolah biasa mengenai berbagai keterampilan matematika termasuk penjumlahan dan pengurangan bilangan. Pada sistem pembelajaran Montessori pendidik memberikan kesempatan seluas-luasnya pada anak untuk mengembangkan cara belajar mereka sejak usia dini. Nilai tambah yang juga tampak pada penelitian ini adalah bahwa Montessori juga berdampak pada status ekonomi yang rendah dengan meningkatnya taraf hidup mereka karena semua lulusan Montessori mendapatkan pekerjaan yang layak.

(45)

23 mendukung kemandirian siswa dan (2) siswa Montessori memiliki motivasi intrinsik yang tinggi dalam mengerjakan tugasnya.

Penelitian selanjutnya adalah penelititan yang dilakukan oleh Dohrmann (2003) yang dalam penelitianya mengusung hipotesis bahwa pendidikan Montessori membawa dampak yang panjang pada kehidupan anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa pada umur 3 hingga 11 tahun yang bersekolah di Montessori menunjukkan nilai matematika yang sangat tinggi ketika mereka menjalani tes di sekolah menengah atas. Dari ketiga penelitian di atas, metode Montessori mempunyai pengaruh positif yang baik bagi penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut ditunjukkan dengan tingginya prestasi belajar dan minat yang dimiliki siswa sekolah Montessori. Meskipun demikian, semua penelitian tersebut berbicara mengenai hasil belajar, motivasi dan minat anak. Peneliti belum menemukan penelitian yang mengkaji maupun mengembangkan alat peraga Montessori secara mendalam.

2.1.8.2Penelitian Mengenai Kompetensi Penjumlahan dan Pengurangan

Terkait dengan penelitian yang membahas mengenai modifikasi alat peraga Montessori dengan tujuan tertentu, peneliti hanya menemukan 1 penelitian yang membahas mengenai matematika Montessori pada ketrampilan penjumlahan dan pengurangan. Penelitian tersebut tersebut dilakukan oleh Wijayanti (2013) dengan menggunakan metode R&D dengan tujuan mengembangkan alat peraga kancing penjumlahan dan pengurangan Montessori untuk siswa kelas 1 semester genap. Penelitian ini menghasilkan dua temuan (1) alat peraga yang dikembangkan memiliki lima ciri yaitu menarik, bergradasi, auto-correction, auto-education, dan kontekstual (2) alat yang diciptakan memiliki kualitas yang

“sangat baik” berdasarkan skor rerata validasi produk dari pakar

pembelajaran matematika, pakar alat peraga, guru kelas I, dan siswa kelas I SD Krekah Yogyakarta, serta peningkatan skor dari pretest sebesar 73,44%.

(46)

24 Peningkatan kemampuan siswa ditandai dengan nilai persentase ketuntasan siswa mencapai KKM pada kondisi awal 60,61% pada siklus I masih dibawah ketuntasan KKM 63,63% dan pada siklus akhir meningkat menjadi 90,90%.

Astuti (2010) dengan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah media manik-manik dapat meningkatkan kemampuan berhitung dan keaktifan siswa kelas 1 dalam melakukan penjumlahan dan pengurangan memperolah hasil bahwa media manik-manik emas berhasil meningkatkan kemampuan berhitung dan keaktifan siswa dengan skor rata-rata kelas sebesar 85,00 pada siklus satu dan meningkat menjadi 93,61 pada siklus dua.

Dari beberapa penelitian yang telah disebutkan, penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan alat peraga matematika Montessiori dengan prosedur dan pengujian yang dapat dipertanggungjawabkan masih sangatlah minim. Padahal, esensi alat peraga matematika dalam mengembangkan orientasi berpikir siswa merupakan hal yang sangat penting. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan alat peraga secara metodologis dengan memperhatikan ciri alat peraga yang dikemukakan oleh Monterssori sebelumnya. Berikut merupakan literature map dari penelitian ini.

Bagan 2.2 Literature Map

Metode Montessori Penjumlahan dan Pengurangan

Wijayanti (2013) Alat peraga Montessori – keterampilan penjumlahan dan

pengurangan

Latten (2010)

Demonstrasi dengan kertas berwarna

– penjumlahan dan pengurangan

Astuti (2013)

Manik-manik emas – kemampuan berhitung dan keaktifan Chrisnall, N & Maher, M (2006)

Konsep matematika - kemampuan berhitung

Dhorman, K (2003)

Pendidikan Montessori - kinerja yang unggul pada matematika

(47)

25

2.2 Kerangka Berpikir

Sebagian besar materi dari berbagai bidang ilmu yang diajarkan di sekolah Indonesia merupakan konsep abstrak. Seperti pada pembelajaran matematika hampir keseluruhan esensi materi merupakan konsep abstrak yang harus melalui serangkaian tahapan hingga mampu dipahami oleh anak usia 6-11 tahun yang berada pada tahapan operasional konkret (Piaget dalam Ormrod, 2008: 51-52). Sehingga pada kebanyakan kasus, pendidik hanya memberikan konsep abstrak tersebut begitu saja tanpa memperhatikan aspek perkembangan anak. Maka, diperlukan strategi, metode dan gagasan dalam penyelenggaraan pembelajaran yang tepat sasaran sesuai dengan aspek perkembangan anak. Disini, peneliti mencoba membantu menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan pembelajaran khususnya perihal pentransferan materi dan pengadaan alat peraga. Peneliti memilih metode Montessori sebagai alternatif solusi disamping metode Problem Base Learning, Realistic Mathematic Education, dan beberapa metode lain yang juga tergolong inovatif.

(48)

26 juga akan dilihat bagaimana dampak afektif pada siswa pada saat penggunaan alat peraga.

2.3 Pertanyaan-pertanyaan Penelitian

2.3.1 Bagaimana ciri-ciri alat peraga papan penjumlahan pengurangan yang sesuai dengan kebutuhan siswa, guru dan sekolah ?

2.3.2 Bagaimana jika ciri kontekstual ditambahkan pada alat peraga papan penjumlahan pengurangan ?

2.3.3 Bagaimana kualitas alat peraga papan penjumlahan pengurangan pada kompetensi penjumlahan dan pengurangan dua angka ?

2.3.4 Bagaimana alat peraga papan penjumlahan pengurangan memberikan dampak pada hasil belajar anak ?

(49)

27

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bagian ini akan dibahas (1) jenis penelitian, (2) setting penelitian, (3) prosedur pengembangan, (4) uji validasi produk, (5) instrumen penelitian, (6) teknik pengumpulan data, (7) teknik analisis data, dan (8) waktu penelitian.

3.1 Jenis Penelitian

Sugiyono (2011: 297-298) mengatakan bahwa penelitian yang hendak menciptakan suatu produk baru kemudian diuji tingkat efektivitasnya tergolong dalam Research and Development (R&D). Berbeda denganpengertian tersebut, D. Gall, P. Gall, &Borg (2007: 589) mengatakan bahwaResearch and Development adalah model pengembangan berbasis industri dengan menggunakan penelitian yang telah didesain untuk membuat produk baru dengan kefektivitasan, kualitas, dan standar tertentu. Pada penelitian ini, R and D lebih dipilih daripada kuantitatif maupun kualitatif. Kuantitatif lebih pada pengujian teori tertentu dan kualitatif yang lebih condong pada penciptaan teori atau melihat permasalahan dari berbagai persepektif (Creswell, 2012 & Sugiyono, 2011)

(50)

28 diproduksi secara masal dalam jumlah banyak (Sugiyono, 2011: 297-298). Meskipun demikian, tahapan pada penelitian ini hanya sampai pada pengujian produk secara terbatas. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu dan biaya.

3.2 Setting Penelitian 3.2.1 Subjek Penelitian

Subjek penenelitian dalam penelitian R and D merupakan seseorang yang turut mengembangkan pada objek penelitian. Terdapat empat subjek dalam penelitian penelitian ini adalah pakar pembelajaran Montessori, pakar pembelajaran matematika, 5 siswa kelas I SDK Pugeran, satu orang guru kelas I SDK Pugeran, dan peneliti.

3.2.2 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalahpapan penjumlahan pengurangan untuk kompetensi penjumlahan dan pengurangan dua angka kelas I. Seperti yang telah tertera dalam spesifikasi produk, papan penjumlahan dan pengurangan awalnya merupakan sebuah papan yang didesain hanya khusus untuk penjumlahan empat angka. Pada penelitian ini, peneliti mengembangkan kemampuan papan penjumlahan pengurangan sehingga dapat dipergunakan untuk melakukan penjumlahan dan penguranan empat angka. Meskipun demikian, papan penjumlahan pengurangan dapat juga digunakan untuk melakuakan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

3.2.3 Lokasi Penelitian

Uji lapangan terbatas pada penelitian berlangsung di SD Kanisius Pugeran Yogyakarta. Lokasi SD ini cukup strategis dan mudah dijangkau. SDK Pugeran memiliki jumlah siswa 202 anak beserta guru dan karyawan 18 orang. Desain bangunan SD ini berbentuk U dengan satu deret bangunan atau lima kelas berupa bangunan bertingkat. Pada tengah bangunan terdapat lapangan upacara.

3.2.4 Waktu Penelitian

(51)

29

3.3 Prosedur Pengembangan

Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi dari dua model. Model pertama yaitu dari Borg dan Gall (1983:775-787) yang terdiri dari sebelas tahapan. Model kedua yaitu dari Sugiyono (2011: 289) yang terdiri dari sepuluh langkah. Langkah pengembangan pada model Borg dan Gall (1983: 775-787) adalah (1) pengumpulan informasi dan penelitian terkait, (2) perencanaan, (3) pembuatan produk, (4) pengujian lapangan terbatas, (5) revisi inti produk, (6) pengujian lapangan inti, (7) revisiproduk secara operasional, (8) pengujian lapangan secara operasional, (9) revisi akhir produk, (10) produk akhir, (11) disemidasi dan implementasi.

Bagan 3.1Model pengembangan Borg dan Gall (1983: 775)

Model ini diawali dengan pengumpulan informasi berupa pecarian literasi terkait, observasi di sekolah, dan mencari penelitian terdahulu yang relevan. Kemudian dilanjutkan dengan perencanaan yang mencakup identifikasi skill yang diharapkan dan penentuan tujuan. Tujuan yang telah disusun kemudian dikonversikan pada sebuah produk yang dirancang sedemikian rupa. Produk tersebut juga disertai dengan instruksi penggunaan maupun alat evaluasi. Setelah produk selesai diproduksi, pengujian lapangan yang pertama siap untuk dilakukan. Menutut Borg dan Gall (1983: 775), pengujian lapangan pertama tersebut dilakukan pada 1 sampai tiga sekolah menggunakan enam sampai duabelas siswa tiap sekolahnya. Pada pengujian lapangan pertama tersebut, pengumpulan data dapat menggunakan wawancara, observasi dan kuesioner. Data yang terkumpul kemudian dianalisis untuk menemukan apa saja yang harus

(52)

30 diperbaiki dari produk tersebut. Perbaikan produk didasarkan pada hasil yang didapat pada pengujian lapangan pertama.

Setelah revisi produk selesai, langkah selanjutnya adalah pengujian lapangan inti. Pengujian lapangan inti ini dilakukan pada lima hingga duabelas sekolah dengan 30 siswa tiap sekolahnya. Pada pengujian ini akan didapatkan data hasil pretest dan posttest. Hasil tersebut kemudian dikaji untuk melihat relevansinya dengan tujuan pembelajaran dan dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari sekolah lain. Analisis data yang diperoleh dari pengujian lapangan, digunakan untuk merevisi produk secara operasional agar siap digunakan secara luas. Pengujian produk yang terakhir adalah uji coba lapangan secara operasionl. Uji coba lapangan ini dilakukan dengan jumlah responden 10 hingga 30 sekolah dengan total siswa mencapai 400 anak. Pada pengujian ini data dikumpulkan dengan wawancara, observasi, dan kuesioner yang kemudian akan dianalisis dan digunakan untuk revisi produk yang terakhir kalinya. Hasil revisi produk akhir merupakan produk yang siap digunakan secara luas. Meskipun demikian, produk tersebut masih perlu dideseminasikan sebelumakhirnya akan dipakai atau dijual pada seluruh sekolah sebagai produk yang valid (Borg & Gall, 1983: 775-786).

Langkah prosedural mengenai penlitian dan pengembangan juga dikemukakan oleh sugiyono (2011: 297). Langkah tersebut diantaranya (1) mencari potensi masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, (6) uji coba lapangan, (7) revisi produk, (8) uji coba pemakaian, (9) revisi produk, dan (10) produksi masal.

Bagan 3.2 Langkah Penelitian dan Pengembangan (Sugiyono, 2011: 298)

Gambar

Tabel 3.1 Kisi-kisi Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk Guru dan Siswa
Tabel 3.3 Kisi-kisi Tes Uraian
Gambar 3.1 Persentase Jawaban Siswa
Tabel 3.5 Pensekoran Instrumen Tes
+7

Referensi

Dokumen terkait

Produk alat peraga papan perkalian Matematika Montessori kemudian divalidasi terlebih dahulu kepada para ahli. Validasi produk dilakukan dengan maksud untuk memberikan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi alat peraga pembagian berbasis metode Montessori pada pembelajaran matematika materi pembagian di kelas II SD

PENGEMBANGAN ALAT PERAGA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD MATERI PERPANGKATAN DAN AKAR BERBASIS METODE MONTESSORI Skripsi.. Yogyakarta: Program Dtudi Pendidikan Guru

Penelitian ini dibatasi pada pengembangan alat peraga Montessori untuk kemampuan penjumlahan dan pengurangan pada mata pelajaran Matematika dengan Standar Kompetensi

Batasan masalah penelitian ini adalah penelitian ini meneliti adanya perbedaan prestasi atas penggunaan alat peraga matematika berbasis Montessori siswa sekolah

auto-education , dan kontekstual; (2) alat peraga papan pembagian bilangan dua angka memiliki kualitas “sangat baik” dengan skor rerata validasi produk oleh pakar

1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan, tujuan yang hendak dicapai adalah: 1.3.1 Mengembangkan alat peraga Matematika berbasis metode Montessori berupa

Guru kelas IV juga menyatakan bahwa jika terdapat alat peraga untuk materi penjumlahan dan pengurangan bilangan desimal, maka alat peraga tersebut dapat menjadi