• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Kebutuhan

4.2.1 Pembuatan Instrumen Analisis Kebutuhan

4.2 Analisis Kebutuhan

Anaisis kebutuhan dilakukan sebelum produksi alat peraga. Hal ini berguna untuk mengetahui kebutuhan akan alat peraga pada siswa kelas 1 SDKanisius Pugeran, Yogyakarta. Instrumen yang digunakan sebagai pengumpul data adalah kuesioner dan wawancara.

4.2.1 Pembuatan Instrumen Analisis Kebutuhan

Instrumen analisis kebutuhan yang digunakan adalah kuesioner dan wawancara. Kedua instrumen tersebut diberikan kepada siswa dan guru di SDK Pugeran. Kuesioner disusun berdasarkan dua aspek yang berkaitan langsung dengan desain alat peraga yang akan diproduksi yaitu karakteristik alat peraga Montessori dan karakteristik siswa. Hasil analisis karakteristik alat peraga Montessori didapati empat ciri utama yaitu menarik, bergradasi, auto-correction, dan auto-education (Montessori, 1964: 169-179). Meskipun demikian, peneliti menambahkan satu ciri yaitu kontekstual pada alat peraga. Sementara hasil analisis perkembangan siswa kelas I SD menunjukan bahwa pada usia tersebut siswa belum sepenuhnya mampu untuk berpikir abstrak, mudah tertarik pada hal yang unik, dan daya eksplorasinya tinggi (Suparno, 2001: 69-70).

Konten kuesioner untuk siswa disusun berdasar pada kelima karakteristik alat peraga Montessori dan menghasilkan 10 item kuesioner, sedangkan penggunaan bahasa, tata tulis, dan format penyajian disusun berdasar analisis perkembangan siswa. Kuesioner yang telah disusun, kemudian diuji keterbacaannya pada sepuluh siswa kelas I dan 1 guru kelas II SDK Kumendaman, Yogyakarta. SDK Kumendaman dipilih karena peneliti memandang bahwa sekolah tersebut kurang lebih setara dengan SDK Pugeran. Hal tersebut terlihat dari lokasinya yang saling berdekatan dalam satu Unit Pelayanan Terpadu (UPT), satu yayasan yaitu Yayasan Kanisius yang memiliki kurikulum relatif sama, dan dipimpin oleh kepala sekolah yang sama.

Penentuan kelayakan kuesioner setelah uji keterbacaan dilakukan dengan mengkonversikan skor yang diperoleh ke dalam kategori-kategori yang telah ditentukan. Cara ini dilakukan untuk menentukan kelayakan semua kuesioner yang dipakai dalam penelitian ini. Hasil konversi data kuesioner dapat dilihat pada tabel 4.6 halaman 65. Pada tabel Tabel 4.6terlihat 5 kategori kelayakan instrumen

50 yaitu kategori “sangat baik” berarti keseluruhan instrument sangat layak digunakan dan siap digunakan tanpa revisi, kategori “baik” berarti instrumen layak digunakan dan siap digunakan namun dengan sedikit revisi pada beberapa bagian, kategori “cukup baik” berarti instrumen cukup layak digunakan dengan revisi pada konten dan tata bahasa, kategori “kurang baik” berarti instrumen layak digunakan namun dengan revisi secara keseluruhan, sementara instrumen “tidak baik” berarti instrumen harus diganti.

4.2.1.1Hasil Uji Keterbacaan Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa

Tabel 4.1merupakan tabulasi uji keterbacaan kuesioner analisis kebutuhan. Tabel tersebut menunjukan bahwa item nomor 2 merupakan item dengan rerata skor 3 yang merupakan terendah jika dibandingkan dengan 9 item yang lain. Meskipun demikian, berdasar tabel 4.6 halaman 65 konversi data dari kualntitatif ke kualitatif, rata-rata nilai yang didapat menyatakan bahwa kueisoner analisis

kebutuhan “sangat baik” sehingga kuesioner sangat layak digunakan.

Tabel 4.1 Tabulasi Uji Keterbacaan KuesionerAnalisis Kebutuhan untuk Siswa

No Respon-

den

Skor tiap Pertanyaan

Rerata Kualifi- kasi

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Siswa 1 4 2 3 4 3 3 4 3 3 4 3.3 Baik 2 Siswa 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 Sangat baik 3 Siswa 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3.9 Sangat baik

Jumlah 12 9 11 12 11 11 12 11 11 12 3,73 Sangat baik

Pertanyaan nomor yang lain sudah mendapatkan rerata skor yang tinggi, namun perlu ada beberapa revisi susunan kalimat dan format kuesioner secara keseluruhan. Hal tersebut didasarkan pada saat pengujian keterbacaan kuesioner dilakukan, kebanyakan siswa tidak mampu memahami pernyataan dalam kuesioner jika tidak diberi penjelasan oleh peneliti. Susunan kalimat yang diperbaiki antara lain pada item nomor 1, 5, 6, 8, dan 9. Pertanyaan pada item nomor 1 dan 9 sebelum uji keterbacaan pertanyaan tidak sesuai dengan pilihan jawaban, sehingga peneliti mengganti kata tanya agar lebih relevan dengan pilihan jawaban yang disediakan. Sementara pada item nomor 5 kalimat pertanyaan yang diajukan kurang mengarah pada pilihan jawaban yang disediakan sehingga pada saat uji keterbacaan banyak yang bertanya pada peneliti mengenai maksud dari pertanyaan nomor 5. Selain itu, pilihan jawaban juga masih subjektif karena belum mencantumkan bagaimana yang dimaksud ringan, sedang, dan berat.

51 Berdasar hal tersebut peneliti memperbaiki susuan kalimat dan pilihan jawabannya.

Pada item nomor 6 dan 8 kalimat pertanyaan yang digunakan kurang efisien dan menimbulkan makna ganda sehingga pada item nomor 6 kalimat pertanyaan lebih disingkat dan pada item nomor 8 kalimat pertanyaan lebih diperjelas dengan keterangan tambahan. Sementara pada item nomor 10 pilihan jawaban lebih dipersempit untuk memudahkan anak dalam memilih jawaban. Berkaitan dengan format kuesioner, peneliti hanya mengubah jenis huruf dan desain tampilan kueisoner. Kuesioner sebelum dan sesudah uji keterbacaan dapat dilihat pada lampiran 1.8 dan 1.9 halaman 105 dan 107.

4.2.1.2Hasil Uji Keterbacaan Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru

Sementara Kuesioner analisis kebutuhan untuk guru melalui uji keterbacaan dengan pakar dan uji keterbacaan dengan guru. Terdapat lima pakar yang dipilih peneliti. Pakar 1 merupakan dosen metematika di Universitas Sanata Dharma dan pernah menjadi guru SMA untuk matapelajaran metematika. Pakar 2 merupakan dosen Bahasa Indonesia di Universitas Sanata Dharma yang telah berpengalaman. Pakar 3 merupakan dosen Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah berpengalam dalam bidang editorial berbagai karya sastra. Pakar 4 merupakan dosen Bahasa Indonesia di Universitas Sanata Dharma yang telah memiliki pengalaman lebih dari 5 tahun. Sementara pakar 5 merupakan dosen matematika di Universitas Sanata Dharma. Uji keterbacaan kueisoner analisis kebutuhan guru juga dilakukan oleh guru kelas II SDK Kumendaman, Yogyakarta. Beliau merupakan guru yang telah berkarya lebih dari 4 tahun di Yayasan Kanisius. Berikut ini merupakan tabulasi hasil uji keterbacaan kuesioner analisis kebutuhan guru.

Tabel 4.2 Tabulasi Uji Keterbacaan KuesionerAnalisis Kebutuhan Guru

No Pakar Skor tiap Pertanyaan Rerata Kualifi-

kasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 1 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 3.7 Sangat baik 2 2 3 4 4 3 3 4 3 3 4 3 3.4 Sangat baik 3 3 4 4 2 4 2 3 4 4 4 4 3.5 Sangat baik 4 4 2 3 4 2 3 3 3 4 2 2 2.8 Baik 5 5 3 4 3 4 3 4 4 4 3 4 3.6 Sangat baik 6 Guru 3 3 4 3 3 4 4 4 4 3 3.5 Sangat baik

52 Rerata skor yang didapatkan pada saat uji keterbacaan adalah 3,4. Berdasar tabel 4.6 halaman 65, kuesioner tersebut masuk dalam kategori “baik”

sehingga kuesioner layak digunakan dengan perbaikan. Padaitem yang mendapatkan nilai rerata di bawah 3 yaitu item nomor 5 yang membahas mengenai ciri gradasi pada alat peraga peneliti melakukan perbaikan. Selain item nomor 5, semua item telah mendapat rerata skor di atas 3. Berdasar pada komentar-komentar yang ditulis dalam kuesioner, peneliti tetap melakukan perbaikan pada kuesioner. Pakar 1 memberikan masukan pada item nomor 3 dan 7. Menurut pakar 1, kalimat pada item nomor 3 perlu diperjelas sehingga peneliti mengubah kata tanya kemudian pada item nomor 7, pakar 1 menyarankan perlu adanya penjelasan yang menerangkan maksud dari frasa “kesalahannya sendiri”

sehingga peneliti menambahkan keterangan agar mampu dipahami.

Berbeda dengan pakar 1, pakar 2 menyoroti item nomor 1, 4, 5, 7, 8, dan 10. Pakar 2 memberikan saran pada item nomor 1 untuk diberikan kriteria sedang, sering, kadang-kadang dengan frekuensi yang jelas. Saran tersebut diterima oleh peneliti, namun tidak dipergunakan untuk merevisi soal, melainkan untuk dijelaskan pada responden saat pengisian kuesioner. Sama halnya dengan item nomor 2, item nomor 4 dan 5 juga disarankan oleh pakar 2 agar pilihan jawaban tidak mengandung subjektifitas sehingga perlu ada penjelasan dari keriteria-kriteria yang pasti. Pada item nomor 4 peneliti menganggap pengertian warna cerah dan gelap telah dipahami oleh guru sehingga item ini tidak perlu diperbaiki. Sementara item nomor 5 diperbaiki oleh peneliti dengan menambah keterangan rentang berat yang dimaksudkan. Pada item nomor 7 dan 8 pakar 2 berpendapat bahwa kalimat pertanyaan yang digunakan masih terlalu abstrak. Berdasar saran tersebut, peneliti menambahkan keterangan penjelas agar lebih mudah dipahami dan memberikan penjelasan pada responden mengenai maksud pertanyaan saat menjawab item nomor 7 dan 8. Sementara item nomor 10 menurut pakar 2, memiliki pilihan jawaban yang hampir sama sehingga akan membingungkan responden. Oleh karena itu, peneliti mengubah pilihan jawaban menjadi lebih kontras agar tidak membingungkan responden dalam memilih jawaban.

Pakar 3 memberikan saran pada item nomor 3,5, dan 6. Saran yang diberikan pada item nomor 3 sama dengan yang diberikan oleh pakar 1. Sama

53 halnya dengan item nomor 5 saran yang diberikan juga sama dengan pakar 2. Sementara pada item nomor 6 pakar 3 memberikan saran untuk memperbaiki kalimat sehingga peneliti memperbaiki kalimat pada item tersebut. Pakar 4 menyoroti item nomor 1, 2, 4, 6, 7, 9, dan 10. Kalimat pada item nomor 1, 2, 6,7, dan 9 banyak yang kurang tepat sehingga peneliti memperbaiki struktur kalimat yang ada pada masing-masing nomor tersebut. Sementara item nomor 4 mendapat saran yang sama dengan pakar 2 dan 3. Begitu juga item nomor 10 mendapat saran yang sama dengan pakar 2. Pakar 5 memberikan saran pada item nomor 1, 3, 5, dan 9. Keseluruhan saran yang diberikan berkaitan dengan penggunaan kalimat tanya dan tata bahasa, sehingga peneliti memperbaiki struktur kalimat sesuai dengan saran dari pakar 5. Instrumen analisis kebutuhan guru sebelum dan sesudah validasi dapat dilihat pada lampiran 1.6 dan 1.7 halaman 101 dan 103.