• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Matriks SWOT Agroindustri Virgin Coconut Oil

b Minyak Kelapa

5. Impor dari negara Singapore lebih mudah 0,08 2,25 0,

4.3.10 Analisis Matriks SWOT Agroindustri Virgin Coconut Oil

Analisis SWOT (Strengths-Weakness-Opportunities-Threats) merumuskan alternatif- alternatif strategi pemasaran yang bisa digunakan oleh agroindustri VCO Indonesia dalam mengeskpor produknya berdasarkan kondisi agroindustri saat ini yang digambarkan pada matriks I-E. Alternatif strategi pemasaran yang dihasilkan melalui analisis SWOT disusun dengan menggunakan kombinasi antara faktor-faktor strategis internal dan eskternal yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Hasil analisis SWOT agroindustri VCO Indonesia pada umumnya dapat dilihat pada Tabel 31.

Tabel 31. Matriks SWOT Industri Virgin Coconut Oil

Internal

Eksternal

Kekuatan (Strengths)

1. Ketersediaan bahan baku melimpah, yaitu sebanyak 3,85 juta hektar dengan produksi buah kelapa 16,5 miliar butir buah kelapa 2. Promosi penjualan cukup baik,

melalui website, Cocoinfo International, Directory Traders APCC

3. Memiliki banyak manfaat dalam hal kesehatan karena mengandung asam laurat yang

Kelemahan (Weakness)

1. Kualitas produk VCO Indonesia masih rendah, asam laurat yang terkandung sekitar 55% sedangkan Filipina 65% 2. Infrastruktur kurang memadai,

seperti masih kurang berkualitasnya pelabuhan internasional dan pasokan listrik

3. Sinkronisasi kebijakan pemerintah masih kurang 4. Kontinuitas bahan baku masih

memiliki sifat daya bunuh terhadap beberapa senyawa berbahaya dalam tubuh 4. Produk multifungsi yang mana

penggunaannya 70% non pangan (kesehatan dan kosmetik) dan 30% pangan (salad, cake)

tidak stabil, masih banyak petani ekspor kelapa butiran dan jumlah tanaman kelapa yang menghasilkan menurun dari 2.789.416 ha pada tahun 2007 menjadi 2.773.489 pada tahun 2009

5. Aplikasi sebagian besar hanya sebagai ingredients (bahan penolong) dalam pembuatan kosmetik (handbody, lipstick,

dan lainnya) serta sebagai

salad dressing

Peluang (Opportunities)

1. Berkembangnya informasi VCO sebagai produk kesehatan baik di internet maupun dalam beberapa terbitan pustaka

2. Perdagangan global semakin terbuka luas dengan adanya CAFTA dan free export taxes

untuk produk kelapa 3. Permintaan pasar ekspor

semakin meningkat, berdasarkan volume ekspor VCO Filipina meningkat dari tahun 2005 sebesar 475 ton sampai tahun 2009 sebesar 1805 ton

4. Peningkatan jumlah penduduk dunia, yang mana saat ini mencapai 6.918.687.238 penduduk, meningkat dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 6.884.215.263 5. Pengembangan industri hilir

seperti produk body lotion, body oil, hair oil, shampoo, baby oil yang berbahan dasar VCO

Strategi S-O

1. Meningkatkan promosi dengan memperkenalkan produk VCO sebagai produk kesehatan high quality organic and natural process ke negara-negara potensial pada saat pameran produk kelapa di negara tersebut (S1, S2, S3, S4, O1, O2, O3, O4)

2. Menjalin kemitraan dengan negara luar (USA, negara- negara Eropa) yang dibantu oleh pemerintah (S1, S2, S3, S4, O1, O2, O3, O4)

Strategi W-O

1. Meningkatkan kualitas produk dan menyetarakan kualitas produk VCO dengan VCO Filipina sebagai market leader

(W1, W5, O1, O2, O3, O4) 2. Mengembangkan produk

menjadi produk turunannya seperti produk kosmetik, produk spa, minyak gosok, dan lainnya sehingga lebih bernilai tambah (W4, W5, O2, O4, O5)

Ancaman (Threats)

1. Ekspor bahan baku (kelapa utuh) mencapai 10,4 juta butir pada tahun 2007

2. Kualitas produk VCO pesaing

Strategi S-T

1. Mengusahakan pengembangan dan pelatihan manajemen industri VCO Indonesia sehingga lebih teratur dan

Strategi W-T

1. Memperbaiki infrastruktur yang ada dan menambah infrastruktur agar

lebih tinggi dengan kandungan asam laurat sebesar 65% 3. Konsumen produk VCO mulai

jenuh karena efek penggunaan VCO sebagai produk

kesehatan atau pengobatan berlangsung dalam jangka waktu yang lama

4. Manajemen industri negara pesaing lebih baik dengan penerapan GMP dan HACCP serta manajemen SDM yang baik sehingga para pekerja memiliki etos kerja yang tinggi 5. Impor dari negara Singapore

lebih mudah dalam hal pemberian L/C dan birokrasi ekspor-impornya lebih sederhana

pekerjanya memiliki etos kerja tinggi (S1, S2, T2, T3, T4) 2. Menciptakan lembaga dari

pemerintah yang mengatur produk VCO industri kecil dan petani untuk diekspor (S1, S3, S4, T1, T2, T3, T4, T5)

(W2, W3, T4, T5)

2. Meningkatkan efisiensi proses dengan melakukan proses pengolahan kelapa terpadu agar dapat membeli kelapa butiran dengan harga lebih mahal dibanding pesaing (W3, W4, T1, T3, T4)

3. Meningkatkan kemudahan birokrasi dalam proses ekspor- impor dengan meningkatkan tingkat keamanan di

pelabuhan, pemberian kemudahan dalam hal perizinan, serta pemberian kepercayaan yang mudah dalam mengeluarkan L/C (W2, W3, T5)

Berdasarkan analisis matriks SWOT, dirumuskan strategi-strategi pemasaran yang dapat diaplikasikan sebagai berikut:

1. Strategi SO

Strategi SO adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang (Rangkuti, 2006). Berdasarkan analisis matriks SWOT pada agroindustri VCO Indonesia, dihasilkan dua alternatif strategi SO yaitu: 1) Meningkatkan promosi dengan memperkenalkan produk VCO sebagai produk kesehatan high quality organic and natural process, 2) Menjalin kemitraan dengan negara luar yang dibantu oleh pemerintah.

Meningkatkan promosi VCO sebagai produk kesehatan high quality organic and natural process secara langsung kepada negara potensial sangat diperlukan guna meningkatkan permintaan dan pembelian negara luar akan produk VCO Indonesia. Promosi tersebut dilakukan dengan dibantu dan didukung oleh pemerintah, baik dari Kementrian Perdagangan maupun dari Kementrian Perindustrian, serta bantuan dari kedutaan Indonesia yang berada di negara pasar potensial. Peningkatan promosi ini dapat dilakukan dengan bantuan pemerintah dengan memberikan bantuan dana untuk agroindustri VCO Indonesia sehingga dapat menghadiri pameran produk di negara potensial produk VCO yang mana kedutaan ataupun organisasi kelapa seperti APCC membantu untuk selalu memberi informasi terbaru mengenai acara pameran produk di negara potensial, sehingga agroindustri VCO Indonesia dapat ikut serta memperkenalkan produknya secara langsung dan berhubungan secara langsung dengan para importir. Sehingga agroindustri VCO Indonesia dapat secara langsung memperkenalkan produknya ke negara-negara potensial ataupun negara-negara baru sebagai pangsa pasar baru seperti Eropa Timur, Arab, China, dan Rusia.

Selain meningkatkan promosi, menjalin kemitraan antara industri VCO Indonesia dengan pengguna atau pengolah kembali produk VCO di negara luar juga sangat diperlukan

guna memperoleh pelanggan tetap bagi industri VCO Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan bantuan dari pemerintah dalam mencarikan mitra di negara luar, terutama negara potensial VCO seperti Amerika dan negara-negara Eropa, yang dibantu oleh kedutaan Indonesia di negara tersebut serta bekerja sama dengan pemerintahan negara tersebut dalam mencarikan mitra kerjasama bagi industri VCO Indonesia. Selain itu pemerintah juga berperan untuk mengawasi hubungan kemitraan tersebut agar tetap terjaga dan bahkan meningkat.

2. Strategi WO

Strategi WO adalah strategi yang meminimalkan kelemahan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada (David, 2009). Terdapat dua alternatif strategi untuk strategi WO, yaitu: 1) Meningkatkan kualitas produk dan menyetarakan kualitas produk VCO dengan VCO Filipina sebagai market leader, 2) Mengembangkan produk sehingga lebih bernilai tambah.

Kualitas VCO Indonesia belum sebanding dengan kualitas VCO negara pesaing utama yang juga sebagai market leader VCO, yaitu Filipina. Filipina mampu menghasilkan VCO dengan kandungan asam laurat sebesar 65%, sedangkan VCO yang dihasilkan Indonesia hanya mengandung asam laurat sebesar 45,1-53,2% sesuai dengan standar mutu SNI VCO yang ada. Hal ini salah satu penyebab negara-negara yang mengimpor VCO, seperti Amerika dan negara-negara Eropa serta Australia lebih suka mengimpor VCO dari negara Filipina tersebut. Sehingga, untuk meningkatkan ekspor VCO Indonesia, diperlukan peningkatan kualitas VCO Indonesia minimal setara dengan VCO yang dihasilkan oleh negara Filipina. Penyetaraan kualitas ini dapat dilakukan melalui kerjasama pemerintah Indonesia dengan pemerintah Filipina untuk studi banding dalam menghasilkan VCO dengan kualitas tinggi tersebut .

Pengembangan produk juga diperlukan guna meningkatkan volume eskpor produk kelapa Indonesia. Dengan mengembangkan produk VCO hingga lebih kepada produk hilir seperti produk-produk kecantikan (kosmetik) yang berbahan dasar VCO seperti body lotion, lipbalm, shampoo, sabun, produk-produk spa, serta produk-produk kesehatan seperti minyak gosok, dan lainnya dapat menyebabkan peningkatan nilai tambah yang mana juga meningkatkan keuntungan, serta penambahan lapangan kerja bagi rakyat Indonesia.

3. Strategi ST

Strategi ST adalah strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang ada (Manktelow dan Carlson, 2011). Terdapat dua alternatif strategi pemasaran yang dirumuskan melalui strategi ST, yaitu: 1) Mengusahakan pengembangan dan pelatihan manajemen industri VCO Indonesia sehingga lebih teratur dan pekerjanya memiliki etos kerja tinggi, 2) Menciptakan lembaga dari pemerintah yang mengatur produk VCO industri kecil dan petani untuk diekspor.

Strategi pelatihan manajemen industri bertujuan untuk menciptakan agroindustri VCO yang memiliki manajemen industri yang baik, teratur, disiplin, sehingga memiliki pekerja yang beretos kerja tinggi, serta manajemen proses dan produksi yang teratur (disiplin), seperti penerapan GMP (Good Manufacturing Practice) sehingga dapat menyaingi pesaing utama, seperti Filipina dan Srilanka. Dengan pelatihan manajemen industri yang diciptakan atau diatur dan diselenggarakan secara rutin oleh industrinya sendiri maupun dengan bantuan fasilitas dari pemerintah, manajemen industri VCO Indonesia dapat lebih

maju dan berkualitas dibanding negara lain dan dapat menghasilkan produk VCO dengan kualitas lebih baik serta mampu dipercaya oleh negara-negara pasar potensial untuk memenuhi kebutuhan VCO mereka.

Penciptaan lembaga dari pemerintah yang mengatur produk VCO industri kecil dan petani untuk dieskpor bertujuan untuk menjadi pengelola industri kecil serta petani yang memproduksi VCO, sehingga mereka dapat menyalurkan produk VCO yang mereka produksi kepada lembaga tersebut untuk kemudian dijual dan dipasarkan serta dibantu promosinya ke negara-negara potensial VCO. Selain itu, lembaga ini juga dapat membantu mengelola dan memberi pelatihan proses produksi VCO para petani dan industri kecil agar dapat menghasilkan VCO dengan kualitas yang diharapkan pasar potensial serta memberi harga jual yang sesuai dengan kualitas VCO yang dihasilkan sehingga para importir tidak merasa dirugikan.

4. Strategi WT

Strategi WT adalah strategi yang bersifat defensif dengan cara meminimalkan kelemahan yang dimiliki dan menghindari ancaman yang ada (David, 2009). Terdapat tiga alternatif strategi WT yang dapat diterapkan, yaitu: 1) Memperbaiki infrastruktur yang ada dan menambah infrastruktur agar memperlancar proses ekspor, 2) Meningkatkan efisiensi proses agar dapat membeli kelapa butiran dengan harga lebih mahal dibanding pesaing, 3) Meningkatkan kemudahan birokrasi dalam proses ekspor-impor.

Memperbaiki dan menambah infrastruktur sangat dibutuhkan guna menunjang kelancaran proses dan distribusi ekspor produk VCO. Contohnya untuk infrastruktur seperti pelabuhan internasional yang mana masih banyak wilayah yang belum memiliki pelabuhan internasional. Namun memang tidak mudah untuk menciptakan infrastruktur ini, selain karena persyaratan penciptaan pelabuhan internasional yang tidak mudah untuk dilakukan, banyaknya jumlah pelabuhan internasional yang dapat disinggahi kapal asing dapat menyebabkan ekspor-impor bebas yang tidak dapat terawasi oleh pemerintah. Oleh karena itu bantuan dari pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur yang ada sa ngat diperlukan agar sistem di pelabuhan internasional tersebut berjalan lebih lancar dan baik, seperti memperbaiki agar tidak terjadi kemacetan di sekitar pelabuhan, pengusahaan air bersih, pengusahaan alat bongkar muatan agar tidak lama pengoperasiannya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, agroindustri juga perlu mendukung agar bisa saling menjaga infrastruktur yang ada.

Efisiensi proses juga diperlukan agar industri dapat memperoleh keuntungan yang lebih dan tidak terdapat bahan baku yang terbuang sia-sia. Efisiensi proses dilakukan dengan pengusahaan proses pengolahan kelapa terpadu dengan unit pengolahan yang dapat menghasilkan beraneka ragam produk dan memanfaatkan seluruh bagian dari kelapa yang dibeli industri di petani sehingga dapat memperoleh keuntungan lebih. Hal ini juga bertujuan untuk meningkatkan harga kelapa petani, sehingga industri dapat membeli kelapa dengan harga yang tinggi, sehingga petani juga tidak mengekspor kelapa (butir) ke negara lain karena industri di negeri sendiri mampu membeli dengan harga mahal yang diinginkan petani. Hal ini dapat saling menguntungkan kedua belah pihak dan meningkatkan ekspor kelapa Indonesia. Ini merupakan salah satu strategi menguasai bahan baku dari dalam negeri sendiri.

Peningkatan kemudahan birokrasi dalam proses ekspor-impor bertujuan agar para pembeli dari negara potensial tidak merasa kesulitan dalam melakukan proses impor dari

negara Indonesia. Kemudahan birokrasi tidak hanya dalam hal perizinan, namun juga dalam hal keamanan yang biasanya terdapat permintaan tarif tertentu dari pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga memperlambat proses pengiriman barang ke negara pasar potensial. Hal ini dapat diterapkan dengan kebijakan dari pemerintah untuk tidak mempersulit masalah perizinan, meningkatkan keamanan di sekitar pelabuhan internasional, serta menempatkan aparat pemerintahan yang bertanggung jawab untuk ditugaskan di sekitar pelabuhan internasional, baik itu dari pihak bea cukai, maupun dari pihak Dinas Perhubungan. Tentu saja hal ini dapat meningkatkan ekspor produk kelapa Indonesia.