• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pangsa Pasar Relatif

3.3 Tata Laksana

3.3.3 Pemilihan Produk Prospektif

Pemilihan produk prospektif dilakukan dengan dua tahapan. Tahap pertama, diskusi dengan pakar untuk mendapatkan kriteria-kriteria dalam pemilihan produk prospektif. Tahap kedua adalah menentukan skor masing-masing kriteria dan alternatif berdasarkan kuisioner yang diisi oleh pakar, dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Hasil dari pengolahan data tersebut akan diperoleh urutan prioritas produk prospektif berdasrkan kriteria-kriteria kualitatif.

Penentuan produk prospektif ini dilakukan berdasarkan hasil pendapat 5 orang pakar yang berasal dari Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN), Pusat Penelitian dan Pengembangan

Perkebunan (Puslitbangbun), Asean Pasific Coconut Community (APCC), Dewan Kelapa Indoensia (Dekindo), dan Direktorat Jenderal Perkebunan.

A. Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)

Dalam menggunakan metode perbandingan eksponensial (MPE) ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu: menyusun alternatif-alternatif keputusan yang akan dipilih, menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan yang penting untuk dievaluasi, menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria, melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria, menghitung skor atau nilai total setiap alternatif, dan menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai total masing-masing alternatif (Marimin, 2004).

Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif dalam metode perbandingan eksponensial adalah sebagai berikut:

Total nilai (TNi) dengan:

TNi = Total nilai alternatif ke-i

RKij = Derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i TKKj = Derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj >0; bulat n = Jumlah pilihan keputusan

m = Jumlah kriteria keputusan

Perhitungan rata-rata geometrik yang digunakan untuk menyusun nilai agregasi para pakar adalah sebagai berikut:

dengan:

Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan cara wawancara dengan pakar atau melalui kesepakatan curah pendapat. Sedangkan penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya. Semakin besar nilai alternatif, semakin besar pula skor alternatif tersebut. Total skor masing-masing alternatif keputusan akan relatif berbeda secara nyata karena adanya fungsi ekponensial (Marimin, 2004). Gambar 10 menunjukkan diagram alir proses penentuan produk prospektif.

Gambar 10. Diagram Alir Proses Penentuan Produk Prospektif

3.3.4 Pemilihan Pasar Potensial

Pada tahap ini dilakukan penentuan kriteria-kriteria dan alternatif dalam pemilihan negara tujuan pasar produk agroindustri kelapa. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan pasar potensial ini didiskusikan terlebih dahulu dengan pakar. Sedangkan alternatif yang terpilih ditentukan berdasarkan jumlah impor produk agroindustri kelapanya yang besar dari negara Indonesia. Berdasarkan kriteria tersebut dipilih negara yang merupakan pasar potensial dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP), sehingga dihasilkan urutan prioritas pasar potensial. Penentuan pasar potensial ini dilakukan berdasarkan hasil pendapat 3 orang pakar yang berasal dari Bagian Ekspor Kementrian Perdagangan Jakarta, Asean Pasific Coconut Community (APCC), dan Dewan Kelapa Indonesia (Dekindo). Gambar 11 menunjukkan diagram alir proses pemilihan pasar potensial.

Penyusunan alternatif produk prospektif

Penentuan kriteria keputusan yang penting untuk dievaluasi

Penilaian bobot kriteria dan alternatif

Pengolahan data hasil kuesioner

Selesai Studi pustaka dan kuesioner tahap I

Studi pustaka dan kuesioner tahap I

Penyebaran kuesioner penentuan bobot kriteria dan alternatif

Teknik Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)

Penggabungan penilaian para pakar Perhitungan rata-rata geometrik

Mulai

Gambar 11. Diagram Alir Proses Pemilihan Pasar Potensial

A. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Menurut Saaty (1993), terdapat langkah utama dari Analytical Hierarchy Process (AHP), yaitu:

1. Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan persoalan yang diinginkan.

Hal yang perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah penguasaan masalah secara mendalam, karena yang diperhatikan adalah pemilihan tujuan, kriteria, kreatifitas, dan elemen-elemen yang menyusun suatu hirarki.

2. Membuat struktur dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh.

Penyusunan hirarki berdasarkan pada jenis keputusan yang akan diambil. Setiap set elemen dalam hirarki menduduki suatu tingkat hirarki. Pada tingkat puncak hirarki hanya terdiri dari satu elemen yang disebut fokus, yaitu sasaran keseluruhan yang bersifat luas. Tingkat berikutnya dapat terdiri dari beberapa elemen yang dibagi dalam kelompok yang homogen, yang berjumlah antara lima atau sembilan elemen agar dapat dibandingkan dengan elemen-elemen yang akan diikutsertakan dalam hirarki. Elemen-elemen tersebut dapat berupa faktor-faktor, perilaku-perilaku, aktifitas, tujuan, skenario, alternatif, dan lain-lain.

3. Menyusun matriks banding berpasangan.

Dalam matriks ini, pasangan-pasangan elemen dibandingkan berkenaan dengan kriteria di tingkat yang lebih tinggi, dimulai dari puncak hirarki untuk fokus G (Goal), yang merupakan dasar untuk

Penentuan kriteria dan alternatif yang mendukung pemilihan pasar potensial

Penyusunan matriks hierarki AHP

Pengolahan data hasil kuesioner

Selesai Diskusi pakar dan analisis data

sekunder negara-negara pengimpor produk kelapa dari Indonesia

Menggunakan Software Expert Choice 2000

Penilaian alternatif dan kriteria secara

pairwise comparison Penyebaran kuesioner AHP

Mulai

Urutan prioritas pasar potensial

Consistency Ratio

(CR) tidak lebih dari 0,1

Ya

melakukan perbandingan berpasangan antar elemen yang terkait yang ada di bawahnya. Menurut perjanjian, suatu elemn yang ada di sebelah kiri diperiksa perihal dominasi atas yang ada di sebelah kiri suatu elemen di puncak matriks (pembanding pertama dilakukan pada level kedua terhadap fokus G).

4. Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil perbandingan berpasangan antar elemen pada langkah 3.

Setelah matriks perbandingan berpasangan selesai dibuat, maka langkah berikutnya adalah melakukan pembandingan berpasangan antara elemen pada kolom ke-i dengan setiap elemen pada baris ke-j yang berhubungan dengan fokus G. Pembandingan berpasangan antara elemen dilakukan dengan pertanyaan: seberapa kuat elemen baris ke-i didominasi atau dipengaruhi oleh fokus G dibandingkan dengan kolom ke-j. Untuk mengisi matriks banding berpasangan digunakan skala banding yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Skala Banding Berpasangan

Nilai Skala Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempengaruhi sama kuat pada sifat itu

3

Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada lainnya

Pengalaman atau pertimbangan dengan kuat disokong dan dominasinya terlihat dalam praktek

5

Elemen yang satu jelas lebih penting dibandingkan dengan elemen yang lain

Pengalaman atau pertimbangan dengan kuat disokong dan dominasinya terlihat dalam praktek

7 Suatu elemen sangat lebih penting dibanding elemen lainnya

Suatu elemen dengan disokong dan dominasinya terlihat dalam praktek

9

Satu elemen mutlak lebih penting dibanding elemen yang lainnya

Sokongan elemen yang satu atas yang lain terbukti memiliki tingkat penegasan tertinggi

2, 4, 6, 8 Nilai-nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan

Kompromi diperlukan diantara dua pertimbangan

Kebalikan nilai-nilai di

atas

Bila nilai-nilai diatas dianggap membandingkan antara elemen A dan B maka nilai- nilai kebalikan (1/2, 1/3, 1/4,..., 1/9) digunakan untuk membandingkan kepentingan B terhadap A

Sumber: Saaty, 1993

5. Memasukkan nilai-nilai kebalikan beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama dan di bawah diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya.

Angka 1 sampai 9 digunakan bila Fi lebih mendominasi atau mempengaruhi sifat G dibandingkan sifat Fj. Sedangkan bila Fi kurang mendominasi sifat G dibandingkan sifat Fj, maka digunakan angka kebalikannya. Matriks dibawah diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikannya. Contoh, bila elemen F13 memiliki nilai 6, maka nilai elemen F31 adalah 1/6.

Pembandingan dilanjutkan untuk semua elemen pada setiap tingkat keputusan yang terdapat dalam hirarki, berkenaan dengan kriteria elemen diatas. Ada dua macam matriks pembandingan yang dipakai dalam AHP, yaitu:

a. Matriks Pendapat Individu (MPI) pada Gambar 12, merupakan matriks hasil pembandingan yang dilakukan oleh individu dimana elemennya disimbolkan oleh aij, yaitu elemen matriks baris ke-i dan kolom ke-j. Nilai-nilai dalam MPI dapat diubah-ubah oleh individu yang bersangkutan sehingga diperoleh hasil yang memuaskan, namun apabila ada MPI yang tidak memenuhi persyaratan rasio inkonsistensi maka MPI tersebut tidak diikutsertakan dalam analisis. A A1 A2 A3 ... An A1 a11 a12 a13 ... a1n A2 a21 a22 a23 ... a2n A3 a31 a32 a33 ... a3n ... ... ... ... ... ... An an1 an2 an3 ... ann

Gambar 12. Matriks Pendapat Individu (MPI)

b. Matriks Pendapat Gabungan (MPG) pada Gambar 13, merupakan matriks baru yang elemennya (Gij) berasal dari rata-rata geometrik pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 0,1 dan setiap elemen pada baris dan kolom yang sama dari MPG yang satu dengan yang lainnya tidak terjadi konflik.

Syarat-syarat MPG yang bebas dari konflik adalah:

1) Pendapat masing-masing individu pada baris dan kolom yang sama memiliki selisih kurang dari empat satuan antara nilai dari pendapat individu yang tertinggi dengan yang terendah. 2) Tidak semua angka kebalikan (respirokal) pada baris dan kolom yang sama.

G A1 G2 G3 ... Gn G1 g11 g12 g13 ... g1n G2 g21 g22 g23 ... g2n G3 g31 g32 g33 ... g3n ... ... ... ... ... ... Gn gn1 gn2 gn3 ... gnn

Gambar 13. Matriks Pendapat Gabungan (MPG)

Rumus matematika yang digunakan untuk memperoleh rata-rata geometrik adalah:

Keterangan:

Gij = Elemen MPG baris ke-i kolom ke-j

(aij) k = Elemen baris ke-i kolom ke-j dari MPI ke-k

k = Indeks MPI dari individu ke-k yang memenuhi syarat m = Jumlah MPI yang memenuhi persyaratan

= Perkalian elemen ke-k sampai ke-m

Menggunakan komposisi secara hirarki untuk membobotkan vektor-vektor prioritas itu dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah berikutnya, dan seterusnya. Pengolahan kedua matriks di atas terdiri dari dua tahap, yaitu:

a. Pengolahan horizontal bertujuan untuk melihat prioritas suatu elemn terhadap tingkat yang persisi berada satu tingkat di atas elemen tersebut, yang terdiri dari tiga bagian, yaitu penentuan vektor prioritas (Rasio Vektor Eigen), uji konsistensi, dan revisi MPI dan MPG yang memiliki rasio inkonsistensi tinggi.

Tahapan perhitungan yang dilakukan pada pengolahan horizontal ini adalah: - Perkalian baris (Z) atau Vektor Eigen (VE) dengan rumus:

(i, j = 1, ..., n)

- Perhitungan Vektor Prioritas (VP) atau Rasio Vektor Eigen adalah:

Vpi = VP = (Vpi), untuk i = 1, 2, 3, ..., n

- Perhitungan nilai Eigen maks (λ maks), dengan rumus: VA = (aij) x Vp dengan VA = (Vai)

VB = VA dengan VB = (Vbi) Vpi

untuk i = 1, 2, 3, ..., n

- Perhitungan Indeks Inkonsistensi (CI) dengan rumus: CI = λ maks - n

n - 1

- Perhitungan Rasio Inkonsistensi (CR) adalah: CR = CI

RI

RI = indeks acak (random indeks) yang dikeluarkan oleh Ridge Laboratory (Saaty, 1993) dari matriks berorde 1 s/d 15 yang menggunakan sampel berukuran 100 (Tabel 5).

Tabel 5. Nilai Indeks Acak

Orde (n) Indeks Acak (RI) Orde (n) Indeks Acak (RI)

1 0,00 8 1,41 2 0,00 9 1,45 3 0,58 10 1,49 4 0,90 11 1,51 5 1,12 12 1,48 6 1,24 13 1,56 7 1,32 14 1,57

Rasio inkonsistensi (CR) yang lebih kecil atau sama dengan 10 persen merupakan nilai yang mempunyai tingkat konsistensi yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini

dikarenakan CR merupakan tolak ukur bagi konsistensi atau tidaknya suatu hasil perbandingan berpasangan dalam suatu matriks pendapat.

b. Pengolahan vertikal, yaitu menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama atau fokus. Apabila CVij didefinisikan sebagai nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada tingkat ke-i terhadap sasaran utama, maka:

CVij = Σ CHij (t,i-1) x VWt (i-1) untuk: i = 1,2,3,...,n

j = 1,2,3,...,n t = 1,2,3,...,n Keterangan:

Chij (t, i-1) = Nilai prioritas pengaruh elemen ke-i terhadap elemen ke-t pada tingkat diatasnya (i-1), yang diperoleh dari hasil pengolahan

horizontal

VWt(i-1) = Nilai prioritas pengaruh elemen ke-t terhadap elemen ke-(i-1) terhadap sasaran utama, yang diperoleh dari hasil perhitungan horizontal

p = Jumlah tingkat hirarki keputusan

r = Jumlah elemen yang ada pada tingkat ke-i s = Jumlah elemen yang ada pada tingkat ke-(i-1) 8. Mengevaluasi konsistensi untuk seluruh hirarki.

Langkah ini dilakukan dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas-prioritas kriteria yang bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi acak, yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Dengan cara yang sama, setiap indeks konsistensi acak juga dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Jika rasio inkonsistensi mempunyai nilai lebih besar dari sepuluh persen, maka mutu informasi harus diperbaiki, antara lain dengan memperbaiki cara menggunakan pertanyaan ketika membuat perbandingan berpasangan atau melakukan pengisian ulang kuisioner. Pengolahan dilakukan dengan program expert choice 2000.