• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keywords : Marketing strategy, coconut agro-industry product, SWOT, BCG methods

1.1 Latar Belakang

Luas wilayah tanaman kelapa di Indonesia merupakan luas areal kelapa terbesar di dunia. Berdasarkan Coconut Statistical Yearbook 2009 Asean Pasific Coconut Community (APCC), total luas perkebunan kelapa Indonesia pada tahun 2009 mencapai 3,85 juta ha atau mencapai 31,6% dari total luas areal kelapa di dunia sekitar 12,17 juta ha dan sebagian besarnya (98%) merupakan perkebunan rakyat. Persebaran kelapa tersebut hampir merata di seluruh Indonesia, dengan sebaran terbanyak berada di Sumatera yang mencapai 32,4%, Jawa 21,8%, Sulawesi 20%, Maluku dan Papua 9,2%, Nusa Tenggara 7,5%, Kalimantan 7,3%, dan Bali sebesar 1,8%. Bila dilihat dari luas lahan kelapa menurut propinsi, kebun kelapa terluas berada di propinsi Riau sebesar 542.249 ha (14,1%), disusul Jawa Tengah 281.470 ha (7,3%), dan Sulawesi Utara 270.770 ha (7%) pada posisi ketiga, sedangkan wilayah dengan produksi kelapa terbanyak berada di propinsi Riau sebesar 546.773 ton (16,57%), disusul Sulawesi Utara 293.002 ton (8,9%), dan Sulawesi Tengah 276.633 ton (8,4%) pada posisi ketiga. Selain itu, Indonesia juga merupakan produsen kelapa terbesar di dunia dengan produksi sekitar 16,498 miliar butir kelapa (25,4% produksi kelapa dunia) atau setara 3,3 juta ton kopra pada tahun 2009.

Kelapa merupakan komoditi sosial dan merupakan bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia yang disebabkan oleh seluruh bagian kelapa, mulai dari akar, batang, buah, bunga, dan daun dapat dimanfaatkan. Bunga kelapa menghasilkan nira kelapa yang dapat menghasilkan gula merah (gula kelapa); Daging buah kelapa dapat menghasilkan kopra, minyak kelapa, santan, dan kelapa parut kering (desiccated coconut); Sabut kelapa dapat menghasilkan coir fiber, keset, sapu, matras, dan bahan pembuat spring bed; Tempurung kelapa dapat dimanfaatkan menjadi arang tempurung, karbon aktif, dan kerajinan tangan; Air kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan cuka, nata de coco, kecap, dan minuman berenergi; Batang kelapa dapat dimanfaatkan untuk bahan bangunan kerangka atau atap; Daun kelapa dapat menghasilkan lidi untuk sapu serta barang anyaman sebagai dekorasi; Akar kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna dan obat-obatan. Hal tersebut yang menyebabkan kelapa dijuluki sebagai pohon kehidupan yang sangat kaya akan manfaat baik untuk pangan, sumber energi, bahan baku berbagai industri kesehatan dan kecantikan, maupun untuk keperluan rumah tangga dan barang kerajinan.

Usaha perkelapaan merupakan salah satu pilar perekonomian masyarakat Indonesia khususnya di daerah pedesaan. Kegiatan pada sektor ini telah memberi andil yang cukup besar dalam penyediaan lapangan kerja dan penyediaan bahan baku industri dalam negeri, perolehan pendapatan daerah, serta yang tidak kalah pentingnya adalah perolehan devisa. Bahkan Manggabarani (2009) menyatakan produk kelapa sebagai sumber devisa negara melalui ekspor dan menyerap tenaga kerja sekitar 6,9 juta KK. Selain itu, komoditi kelapa ini memberikan pendapatan pada petani sebesar 4,73 juta/tahun/ha. Kontribusi usaha perkelapaan terhadap perekonomian rakyat dan pembangunan regional sangat berarti. Bagi daerah produsen utama kelapa, sub sektor perkelapaan merupakan sumber utama penerimaan dan pendapatan keluarga petani. Selain itu, usahatani kelapa dan pengolahannya, hampir seluruhnya diusahakan oleh petani kecil, dimana terdapat surplus tenaga kerja. Dalam kondisi seperti ini, usaha perkelapaan merupakan lapangan kerja utama. Oleh karena itu, memajukan usaha perkelapaan mempunyai makna yang sangat strategis, tidak hanya dalam konteks ekonomi tetapi juga dalam konteks sosial.

Meskipun Indonesia merupakan negara penghasil kelapa terbesar di dunia, kondisi ini tidak menjadikan negara ini sebagai penghasil produk agroindustri kelapa terbesar di dunia. Manggabarani (2009) menyatakan selama ini komoditas kelapa hanya dimanfaatkan produk primernya saja,

sedangkan pengembangan dan pemanfaatan produk hilir dan hasil samping belum banyak dilakukan. Selain itu, produksi produk agroindustri kelapa Indonesia hanya menduduki posisi kedua setelah Filipina dan dari segi ragam produksi serta devisa yang dihasilkan, posisi Indonesia juga masih berada di bawah India dan Srilanka. Jenis produk agroindustri kelapa yang telah mampu dieskpor oleh Indonesia hanya sekitar 8 jenis produk kelapa, sementara Filipina telah mampu mengekspor sekitar 14 jenis produk agroindustri kelapa. Padahal menurut Jamaran (2009), potensi bisnis dari kelapa cukup besar, mengingat Indonesia merupakan negara dengan luas dan produksi kelapa terbesar di dunia. Potensi produksi dari buahnya yaitu minyak kelapa 1.450.265 ton/tahun, ampas kelapa 1.186.460 ton/tahun, air kelapa 4.645.267.500 liter/tahun (asumsi perbutir 300 ml), sabut kelapa 7.100.000 ton/tahun, dan tempurung 2.580.704 ton/tahun. Selain itu, dengan adanya konsep nilai tambah (added value) dapat memberikan dampak positif dalam peningkatan nilai kelapa. Selain menjadikan produk tersebut bernilai jual lebih mahal, konsep nilai tambah juga memberikan keuntungan lebih bagi agroindustri kelapa di Indonesia dan para petani kelapa.

Menurut Coconut Statistical Yearbook APCC (2009), total luas lahan kelapa yang dimiliki Indonesia hanya mampu menghasilkan ekspor se-nilai US$ 578,972 juta. Sedangkan Filipina yang hanya memiliki luas lahan total sekitar 3,402 juta ha dengan produksi 15,67 miliar butir kelapa, tetapi mampu mendulang devisa ekspor hingga US$ 884,022 juta. Hal ini menandakan nilai ekspor kelapa Indonesia dan produk agroindustrinya hanya sekitar 65,5 % dari total ekspor kelapa Filipina dan produk agroindustrinya pada tahun 2009. Padahal estimasi kebutuhan domestik (konsumsi) kelapa di Indonesia hanya sekitar 9,965 miliar butir kelapa atau sekitar 60,4% dari total produksi kelapa Indonesia, yang mana berarti masih tersisa 59,6% kelapa yang dapat dimanfaatkan untuk diolah dan diekspor sebagai penambah devisa negara serta sebagai peningkatan harga jual produk kelapa Indonesia tersebut. Masih rendahnya jumlah ekspor produk agroindustri kelapa Indonesia dapat dilihat dari data jumlah ekspor produk agroindustri kelapa Indonesia dibanding Filipina pada tahun 2009 pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Data Ekspor Produk Agroindustri Kelapa Tahun 2009

Produk Agroindustri Indonesia (ton)

Filipina (ton)

Minyak Kelapa 570.311 826.237

Dessicated Coconut 46.699 116.421 Arang Tempurung dan Karbon

Aktif 199.045 34.747

Sumber: APCC, 2009

Selain data di atas yang menunjukkan masih rendahnya nilai ekspor produk agroindustri kelapa, Coconut Statistical Year Book APCC (2009) juga menunjukkan jumlah ekspor produk agroindustri kelapa Indonesia yang tidak stabil bahkan cenderung menurun, seperti minyak kelapa pada tahun 2006 mengalami penurunan jumlah ekspor sebanyak 226.186 ton yang mana sebelumnya 745.742 ton pada tahun 2005, kemudian naik kembali menjadi 739.923 pada tahun 2007 dan turun kembali sampai menjadi 570.311 ton pada tahun 2009. Ekspor dessicated coconut mengalami kenaikan dari tahun 2005 sampai tahun 2007, yaitu dari 49.984 ton sampai dengan 59.884 ton, namun kemudian mengalami penurunan secara terus menerus dari tahun 2007 sampai 2009 menjadi 46.699 ton. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Selain itu, Wibowo dan Rini (2010) menyatakan, berdasarkan data Kementrian Perindustrian, pada tahun 2010 nilai ekspor produk kelapa dan olahan Indonesia hanya sebesar US$ 427,16 juta. Sementara itu, Filipina memiliki nilai ekspor dua kali lipat Indonesia

yakni US$ 841,038 juta. Hal ini menunjukkan Indonesia sampai saat ini masih tetap kalah bersaing dengan Filipina dalam hal ekspor produk agroindustri kelapa.

Tabel 2. Data Ekspor Produk Agroindustri Kelapa Indonesia Tahun 2005-2009

Tahun Minyak Kelapa (MT) Desiccated Coconut (MT)

2005 745.742 49.984 2006 519.556 59.496 2007 739.923 59.884 2008 649.255 57.689 2009 570.311 46.699 Sumber: APCC, 2009

Ekspor produk agroindustri kelapa yang volumenya tidak stabil dan dengan jumlah yang juga tidak lebih besar dibanding negara saingannya yang memiliki luas areal produksi lebih kecil menyebabkan diperlukannya strategi pemasaran yang tepat untuk dapat bersaing dan memajukan kembali ekspor produk agroindustri kelapa Indonesia. Oleh karena itu, dalam upaya membangun usaha perkelapaan Indonesia kedepan, untuk dapat memposisikan usaha perkelapaan dan produk hasil olahan kelapa Indonesia mampu mendominasi pasar luar negeri serta memiliki daya saing yang tinggi diperlukan strategi pemasaran yang efektif yang dapat diterapkan oleh semua pihak yang terkait dalam pembangunan perkelapaan. Strategi pemasaran yang efektif tersebut akan menjadikan agroindustri kelapa Indonesia menjadi lebih maju, ekspor produk agroindustri kelapa Indonesia meningkat, devisa menjadi bertambah, serta Indonesia menjadi negara yang tidak hanya terkenal sebagai negara dengan luas areal kelapa terbesar di dunia namun juga sebagai negara dengan ekspor produk agroindustri kelapa terbesar di dunia. Dengan formulasi strategi pemasaran produk agroindustri kelapa yang potensial untuk pasar ekspor ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar bagi pihak-pihak terkait untuk menentukan strategi pemasaran agroindustri kelapa secara terpadu dan terintegrasi guna memajukan usaha perkelapaan Indonesia.