• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Melalui Semiotika Sosial .1 Pelaksanaan Ritual Mantra Melaut

ANALISIS SEMIOTIKA MANTRA MELAUT

5.1 Analisis Melalui Semiotika Sosial .1 Pelaksanaan Ritual Mantra Melaut

Permainan mantra melaut dianalisis mengikuti analisis semiotika sosial atau multimodal Halliday, Kress, dan van Leeuwen (1996), Kress (2000) dan model Royce (2007). Dapat dijelaskan dalam model tersebut terdapat tingkat ekstravisual dan visual ritual mantra melaut. Di sisi lain, tingkat ekstravisual ritual mantra melaut terdiri dari konteks budaya dan konteks situasi mantra melaut. Pada tingkat visual ritual mantra melaut dipdapati makna semantik visual, sistem desain (gramatika) visual, dan simbologi representasi mantra melaut.

5.1.2 Konteks Budaya Mantra Melaut

Secara konteks budaya, struktur ekstravisual imaji mantra melaut terdiri atas tiga (3) struktur generik yaitu: (1) struktur persiapan, (2) struktur pembacaan mantra, dan (3) struktur setelah pembacaan mantra dan siap-siap pergi melaut. Deskripsinya adalah sebagai berikut.

a. Struktur sebelum pembacaan mantra

Adapun struktur imaji sebelum acara pembacaan mantra melaut dimulai, pemimpin upacara dan dua nelayan lain mempersiapkan semua kebutuhan yang diperlukan selama melaut di lautan lepas (Selat Melaka), yaitu: makanan seperti beras, garam, gula, kopi, teh, air tawar, dan lain-lainnya. Ini adalah bahagian dari persiapan untuk memenuhi kebutuhan pokok makan dan minum selama melaut nantinya. bahan-bahan keperluan ini dibeli di kedai di Desa Aras Kabu ada juga yang dibeli di Desa Pantai Labu sebagai tempat tangkahan pergi dan pulang melaut.

b. Struktur ritual mantra melaut

Dalam rangka melaksanakan upacara mantra melaut, yang paling utama adalah pembacaan mantra di atas sampan yang dipimpin oleh pemimpin nelayan, dan diikuti oleh dua nelayan lainnya. Mantra yang diucapkan ini juga berfungsi sebagai doa, agar nanti selamat melaut dan mendapatkan hasil tangkapan seperti yang diharapkan, dan akhirnya dapat memenuhi kebutuhan ekonomi sang nelayang tersebut.

Imaji-imaji di atas menunjukkan bahwa ritual mantra melaut yang terdapat di dalam kebudayaan nelayan suku Melayu di Aras Kabu merupakan kearifan lokal yang dioleh dari konsep adat berseandikan syarak, dan syarakak bersendikan kitabullah. Artinya terjadi harmonisasi secara akulturasi antara kebudayaan Melayu dan agama Islam.

Imaji Visual Struktur generik rutual mantra melaut Duduk di atas sampan

Menghadap ke arah lautan (selat Melaka)

Membaca mantra melaut secara perlahan-lahan dipimpin oleh nelayan pemimpin

Figura 5.1:

Imaji Visual dan Struktur Generik Ritual Mantra Melaut

c. Struktur setelah pembacaan mantra

Setelah dilakukannya pembacaan mantra, maka tahapan berikutnya adalah kegiatan setelah upacara. Menurut pengamatan penulis di lapangan, setelah dilakukan pembacaan mantra, ketiga orang nelayan tersebut istirahat, sambil memandang ke laut lepas. Mereka tampak seperti memiliki kekuatan rohani dan jasmani untuk siap-siap menuju ke lautan lepas.

5.1.3 Konteks Situasi Mantra Melaut

Di dalam konteks situasi mantar melaut, imaji visual mengungkapkan entitas dan aktivitas pelibat. Imaji entitas mengklasifikasikan bagian-bagiannya dan imaji aktivitas mengungkapkan setiap gerak dan aktivitas secara berurutan dan bertautan. Berdasarkan

konteks situasinya, struktur visual mantra melaut ini terdiri atas 3 (tiga) struktur, yang kemudian dapat diuraikan sebagai berikut.

(a) Medan

Medan berhubungan dengan aktivitas yang sedang berlangsung, di mana setiap rangkaian aktivitas dipengaruhi oleh masyarakat, benda, proses, tempat, dan kualitas (Sinar, 2008: 56). Berkaitan dengan data konteks situasi, maka medan pada penelitian ini adalah ritual mantra melaut yang dimiliki oleh masyarakat suku Melayu di Aras Kabu. Ada dua referensi (referents menurut Martin dan Rose, 2003:324) yang bisa diungkapkan sebagai medan imaji visual yaitu (a) doa kepada Tuhan agar diberi perlindungan selama melaut, (b) bentuk menjaga hubungan antara alam yaitu alam manusia dan alam gaib yang menguasai lautan.

Referensi menggambarkan imaji benda, proses, tempat, dan kualitas ritual mantra melaut yang dikaitkan dengan sistem religi dalam mengawali sebuah ritual dalam tradisi Melayu di Aras Kabu. Mantra melaut yang diucapkan para nelayan ini dimulai dengan mengusir setan A’uzubillahhiminasyaitonnirrojim dan menyebut nama Allah SWT “Bismillahhirrohmanirrahim. Kemudian membaca Surat Al-Fatihah sebagai ummul

Qur’an, dan kemudian berkomunikasi dengan makhluk-makhluk gaib agar diijinkan melaut dan saling menjaga keseimbangan alam.

(b) Pelibat

Sinar (2008:57) menyebutkan bahwa pelibat mengkarakterisasikan fungsi konteks situasi dan berhubungan dengan siapa yang berperan, status dan peranan mereka, seluruh jenis ucapan yang mereka lakukan dalam dialog, dan ikatan hubungan sosial di mana

mereka terlibat. Pelibat ritual mantra melaut di dalam kebudayaan masyarakat Melayu di Aras Kabu ini terdiri dari:

1. Pemimpin nelayan dan sekaligus memimpin pembacaan mantra 2. Nelayan 1

3. Nelauan 2

(bisa ditambah dengan nelayan-nelayan lain sesuai dengan kehendak bersama, mau berapa nelayan dalam satu sampan yang akan melaut)

(c) Sarana

Kemudian bahagian penting dalam konteks situasi selanjutnya adalah sarana. Sarana menurut Sinar (2008:61) berkaitan erat dengan kegiatan menyalurkan komunikasi yang dilakukan dengan bentuk informasi. Berkaitan dengan data visual, sarana pada ritual mantra melaut nelayan Aras Kabu ini terdiri dari dua bagian, yaitu lisan dan visual. Sarana lisan yang terdapat pada ritual mantra melaut berupa mantra, sedangkan sarana visualnya berupa seluruh aspek visual yang terdapat pada ritual mantra melaut tersebut. Contoh : jarring tancap, ambai, jarring apolo, langgei laying, sondong, lukah (bubu), tangkul kepiting, pancing rawai, pukat jerut, dan lain-lainnya.

5.1.4 Semantik dan Gramatika Visual

Semantik dan gramatika visual mengandungi sistem makna dan sistem desain visual dari pelibat ritual mantra melaut ini.

(a) Pemimpin nelayan

Pemimpin nelayan adalah orang yang bertundak sebagai pemimpin nelayan baik sebelum melaut, ketika melaut, dan selepas melaut. Pemimpin nelayan ini adalah orang yang juga memimpin ritual mantra melaut. Pemimpin ini biasanya mengucapkan mantra-mantra melaut yang diamini oleh beberapa orang nelayan

lainnya. Pemimpin nelayan ini dipandang sebagai orang yang mampu membawa keselamatan ritual dan jalannya penangkapan ikan di laut dengan meminta ridha Allah SWT. Pemimpin nelayan ini menerima mantra ritual dalam tradisi lisan yang diwariskan juga secara kelisanan.

(b) Nelayan 1

Nelayan ini adalah anggota dari pemimpin nelayan yang tugasnya adalah bekerja bersama nelayan-nelayan lain dalam satu sampan. Ia dalam konteks ritual mantra melaut adalah mengikuti upacara tersebut dan selalu mengikuti mantra yang diucapkan oleh pemimpin nelayan. Nelayan ini nantinya di laut akan menangkap ikan secara bersama-sama dengan pemimpin nelayan dan para nelayan lain.

(c) Nelayan 2

Sama dengan nelayan 1 maka nelayan 2 ini tugasnya adalah untuk bekerja bersama-sama nelayan lain dan pemimpin nelayan dalam mencari ikan di laut. Ia juga mengikuti upacara mantra melaut yang dipimpin oleh pemimpin nelayan. Dalam konteks ritual ini nelayan 2 mengikuti mantra yang diucapkan pemimpin nelayan dan mengamini mantra tersebut yang juga berfungsi sebagau doa. Nelayan ini nantinya akan menangkap ikan di laut dengan menggunakan peralatan penangkapan ikan yang telah disediakan sebelum melaut.

5.2 Analisis Melalui Semiotika Riffaterre