• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kosmologi Melayu di Aras Kabu

DALAM KONTEKS BUDAYA MELAYU ARAS KABU

4.4 Kosmologi Melayu di Aras Kabu

Kosmologi Melayu di Aras Kabu secara umumnya samda dengan masyarakat Melayu di semua tempat wilayah kebudayaan Melayu. Kosmologi Melayu ini dipengaruhi oleh filsafat dan pandangan dunia Islam yang juga bercampur dengan filsafat dan pandangan hidup orang Melayu sebelum datangnya Islam. Kehadiran peradaban Islam telah membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat di Nusantara ini termasuk ke dalam kehidupan orang-orang Melayu (Naquib, 1990:58). Filsafat Islam ini telah menyatu dan bersenyawa dalam kosmologi Melayu (Taib, 1993:125). Walau demikian, kepercayaan tradisional tentang alam nyata, alam gaib, dan berbagai fenomena kehidupan tetap kuat melekat dalam konsep budaya orang Melayu (Ali, 1985:57).

Salah satu aspek kosmologi Melayu adalah konsep tentang alam. Menurut pemahaman orang Melayu di Aras Kabu, alam semesta bercirikan peraturan yang bersifat alamiah. Semua makhluk dan benda-benda dalam dunia ini, termasuk manusia, berprilaku selaras dengan fungsinya berdasarkan sifat masing-masing. Setiap warga etnik Melayu menunjukkan hal tersebut dalam banyak pribahasa, di antaranya adalah adat air membasahi, adat murai berkicau, adat kambing mengembik, adat api panas, adat muda menanggung rindu, adat tua mengandung ragam, dan sejenisnya. Jika makhluk, benda, atau manusia menyalahi fungsi keberadaannya, hal ini akan mengganggu harmonisasi kehidupan di dunia ini.

Orang-orang Melayu di Aras Kabu menjalani dan mengisi kehidupannya berdasarkan kepada norma adat yang telah digariskan Tuhan secara alamiah, menurut fungsinya masing-masing. Sebasgai contoh, kaum laki-laki kewajibannya adalah mencari nafkah untuk memenuhi keperluan dasar keluarganya. Hal ini dilatarbelakangi oleh norma bahwa seorang lelaki yang telah berumah tangga sesuai dengan fitrahnya

mempunyai fisik yang kuat dan menjadi pemimpin rumah tangga. Bekerja mencari nafkah haruslah memiliki tenbaga kuat, apalagi yang bekerja sebagai nelayan di laut. Kaum laki-laki bertanggungjawab sebagai kepala keluarga dan bukan istrinya. Ini sesuai dengan ajarran Islam, bahw kaum laki-laki adalah sebagai imam dan memimpin keluarga. Wanita adalah sebagai mitra laki-laki, melahirkan anak, dan mengurus rumah tangganya. Maka sejak kecil anak-anak Melayu tugas, kewajiban, dan haknya adalah sesuai dengan jenis kelamin (Chalida, 1996:39).

Dalam konteks nelayan di Aras Kabu, dalam rangka menangkap ikan di laut, walaupun menggunakan boat bermesin sebahagiannya, namun mereka masih tergantung kepada alam seperti pasang dan surutnya air, siklus bulan, dan tanda-tanda alam yang ditentukan Tuhan. Orang Melayu lebih menyukai alat penangkap ikan yang bersifat menunggu ikan seperti jaring, lukah, dan pancing berdasarkan sifat alamiah ikan, dibandingkan dengan mengeksploitasi alam di lautan. Jika anak-anak ikan tertangkap, maka para nelayan ini akan membuang kembali ke laut, karena menurut konsep budaya Melayu, akan tiba saatnya ikan tersebut akan besar untuk siap ditangkap.

Orang Melayu juga percaya bahwa dalam alam semesta ciptaan Tuhan ini, selain alam nyata, ada pula alam gaib. Penghuni alam nyata bisa dilihat, dipegang, dan kasat mata. Sebaliknya, alam gaib dihuni oleh makhluk gaib yang memiliki kekuasaan supernatural (Suwardi, 1991:36). Kekuasaan supernatural tersebut tidak terlihat oleh mata kasar manusia, tetapi dapat menimbulkan kebaikan atau keburukan kepada manusia. Di Aras Kabu kekuasaan supernatural atau makhluk gaib ini dikenal sebagai hantu, jembalang, jin penunggu, mambang, dan sejenisnya. Kepercayaan terhadap berbagai kuasa luar biasa ini merupakan refleksi orang Melayu sebagai manusia sebagai bahagian tidak terpisahkan dari alam semesta.

Konsep tentang menyatunya manusia sebagai bahagian dari alam ini dijelaskan dengan terperinci oleh Haji Amiruddin sebagai berikut.

Alam di dalam kepercayaan orang Melayu terdiri dari berbagai macam jenis, seperti alam kandungan, alam ruh, alam nyata yaitu dunia kita ini. Selain itu ada pula alam gaib, alam barzakh atau alam kubur, dan alam akhirat yang terdiri dari sorga dan neraka. Sorga dan neraka ini pun ada tingkatan-tingkatannya. Dunia yang kita tempati ini pun sebenarnya terdiri dari berbagai macam jenis lagi, seperti bumi, bulan, planet, satelit, gugusan bintang dan galaksi, dan lain-lainnya. Dunia ini juga dihuni makhluk gaib sep0erti mambang, jembalang, jin (muslim dan kafir), hantu, dan lain-lainnya. Mereka dapat melihat manusia, sebaliknya manusia secara umum tidak dapat melihat mereka kecuali yang dapat mengasah indera keenamnya. Manusia adalah bahagian dari alam, seperti yang dikemukakan oleh oyang-oyang orang Melayu. Alam adalah ciptaan Allah. Alam ini terdiri dari alam besar, alam kecil, dan alam diri. Alam besar dikecilkan, alam yang telah dikecilkan, dihabisi, alam yang telah dihabisi dimasukkan ke dalam diri. Itulah jati dari orang Melayu. Artinya diri manusia Melayu adalah bahagian dari alam yang luas, sama-sama makhkluk ciptaan Tuhan (wawancara dengan Haji Amiruddin, tanggal 13 Desember 2012).

Kosmologi orang Melayu khususnya di Aras Kabu memiliki kaitan dedngan kepercayaan secara tradisional yaitu alam semesta ini terdiri dari alam nyata dan alam gaib. Alam itu terdiri dari wujud seperti tanah, gunung, air, awan, api, air, gas, danau, tanjung, teluk, manusia, hewan, tumbuhan, jasad renik, dan lain-lainnya. Oleh karena itu, seorang Melayu harus mendudukkan dirinya secara seimbang dalam sistem kosmologi ini.

Bagi orang Melayu, mereka percaya bahwa jika terjadi perubahan di alam nyata atau (alam fana) ini, maka itu adalah manifestasi dari perubahan secara keseluruhannya termasuk di alam gaib. Fenomena alam itu bisa berupa awan berarak, ribut petir, guruh, air pasang, gelombang besar, cuaca ekstrim, dan lain-lainnya. Di sisi lain, orang Melayu menggunakan alam nyata untuk memenuhi ekonomi atau kebutuhan hidupnya, seperti komunitas nelayan di Aras Kabu yang menangkap berbagai jenis ikan d laut Selat Melaka. Mereka menjaga keseimbangan alam ini dengan cara mengambil secukupnya

saja, tidak mengeksplitasi secara serampangan habitat laut. Bagi nelayan Melayu kesalahan memanfaatkan sumber daya alam seperti menangkap ikan secara semena-mena oleh pukat harimau, dapat menimbulkan bencana kepada keidupan manusia. Demikian pula jika manusia mengeksploitasi kehidupan di darat dengan cara menebang hutan dan memanfaatkannya untuk nemenuhi keserakahan, maka tunggu saja alam itu akan marah kepada manusia.

Selain itu, sebagaimana diketahui bahwa orang Melayu adalah orang yang beragama Islam, maka Islam memberikan dasar-dasar filsafat dalam memandang alam, yang terdiri darti alam dunia dan akhirat (Suwardi, 1991:37). Alam dunia ini tempat manusia hidup dan alam akhirat yang abadi adalah tempat manusia setelah meninggal dunia. Oleh karena itu, masyarakat Melayu selalu melakukan kenduri (jamu sukut) arwah tujuh hari setelah seseorang meninggal dunia, sambil berdoa dan membacakan ayat suci Al-Quran khususnya Surah Yasin.