• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

4. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.26Di dalam

26Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyu Media Malang, 2005, hal 8.)

penelitian hukum normatif, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis, sistematisasi yang berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.27 Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif.

Metode kualitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari suatu penelitian, yang dilakukan dengan cara menjelaskan dengan kalimat sendiri dari data yang ada, baik primer, sekunder maupun tertier, sehingga menghasilkan kualifikasi yang sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, untuk memperoleh jawaban yang benar mengenai permasalahan pembatasan hak asasi manusia melalui larangan pengangkatan notaris mantan narapidana anak yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman penjara 5 tahun atau lebih sebagaimana termuat dalam Pasal 3 huruf (h) UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat dengan metode deduktif, yaitu melakukan penarikan kesimpulan, diawali dari hal-hal yang bersifat umum untuk kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, sebagai jawaban yang benar dalam pembahasan permasalahan yang terdapat pada penelitian ini.

27 .Raimon Hartadi, Methode Penelitian Hukum Dalam Teori Dan Praktek, Bumi Intitama Sejahtera, Jakarta, 2010, hal.16

BAB II

STATUS HUKUM CALON NOTARIS MANTAN NARAPIDANA ANAK DENGAN ADANYA KETENTUAN PASAL 3 HURUF H UUJN NO.30

TAHUN 2004 JO UUJN NO.2 TAHUN 2014

A. Tinjauan Umum Tentang Notaris Sebagai Pejabat Umum

Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.28

Menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No. M.01-HT.03.01 Tahun 2016, tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemindahan, dan Pemberhentian Notaris, dalam Pasal 1 ayat (1), yang dimaksud dengan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Notaris adalah pejabat umum maksudnya adalah seseorang yang diangkat, diberi wewenang dan kewajiban oleh Negara untuk melayani publik dalam hal tertentu.

Notaris merupakan pejabat publik yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, guna memberi perlindungan dan jaminan hukum demi tercapainya kepastian hukum dalam masyarakat.

28G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Surabaya, 2005, hal.31

Pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagian fungsi publik negara, yang khususnya di bidang hukum perdata. Bahwa untuk membuat akta otentik, seseorang harus mempunyai kedudukan sebagai “pejabat umum”. Jadi dalam pengertian-pengertian Notaris diatas ada hal penting yang tersirat, yaitu ketentuan dalam permulaan Pasal tersebut, bahwa Notaris adalah pejabat umum dimana kewenangannya atau kewajibannya yang utama ialah membuat akta-akta otentik, jadi Notaris merupakan pejabat umum sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 1868 KUHPerdata.

Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN no.2 Tahun yang menyebutkan bahwa:

a. Warga negara Indonesia;

b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. Berumur paling sedikit 27 tahun;

d. Sehat jasmani dan rohani;

e. Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;

f. Telah menjalani magang selama 2 tahun atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan; dan

g. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh Undang-Undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.

h. Tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap karena melakukan perbuatan pidana yang diancam hukuman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Pada Pasal 3 huruf h UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 tidak menyebutkan secara spesifik tentang orang yang dijatuhi hukuman pidana di atas 5 (lima) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap apakah orang tersebut sudah dewasa saja atau termasuk juga anak-anak yang dipidana dengan pidana penjara 5 (lima) tahun ke atas. Namun demikian secara penafsiran perundang-undangan maka yang dimaksud dengan Pasal 3 huruf h UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 tersebut adalah semua orang yang dipidana dengan pidana penjara 5 (lima) tahun ke atas tidak dapat dilantik menjadi seorang notaris tanpa membedakan apakah orang tersebut masih anak-anak atau telah dewasa. Dalam hal ini undang-undang hanya menyebutkan semua orang yang telah pernah dipidana dengan hukuman pidana penjara 5 (lima) tahun ke atas tidak dapat dilantik menjadi seorang notaris. Hal ini tentu bertentangan dengan hak asasi manusia, dimana Pasal 3 huruf h UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014 telah membatasi ketentuan tentang kebebasan untuk mencari pekerjaan dan penghidupan yang layak yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai peraturan tertinggi di Negara Indonesia.

Notaris berwenang untuk membuat akta otentik, hanya apabila hal itu dikehendaki atau diminta oleh yang berkepentingan, hal mana berarti bahwa Notaris

tidak berwenang membuat akta otentik secara jabatan (ambtshalve). Wewenang Notaris dinyatakan dengan perkataan-perkataan “mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan”.

Wewenang Notaris meliputi 4 hal, yaitu:

1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu;

2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk kepentingan siapa akta itu dibuat;

3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, di mana akta dibuat.

4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.

Menurut Pasal 15 ayat (1) UJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No.2 Tahun 2014, notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang.

Menurut Pasal 15 ayat (2) UUJN No.30 Tahun 2004 Jo UUJN No.2 Tahun 2014 menyebutkan bahwa, Notaris berwenang pula:

1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau 7. Membuat akta risalah lelang.

Mengenai kewajiban Notaris diatur dalam Pasal 16 UUJN No.30 Tahun 2004 jo UUJN No.2 Tahun 2014 menyebutkan bahwa Notaris berkewajiban untuk:

1. Bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

2. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris;

3. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta atau kutipan akta berdasarkan Minuta akta;

4. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

5. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali Undang-Undang menentukan lain;

6. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;

7. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;

8. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;

9. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 had pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;

10. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;

11. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

12. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris;

13. Menerima magang calon Notaris.

Mengenai larangan bagi Notaris diatur dalam Pasal 17 UUJN No.30 Tahun 2004 jo UUJN No.2 Tahun 2014, dimana Notaris dilarang:

1. Menjalankan jabatan diluar wilayah jabatannya;

2. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;

3. Merangkap sebagai pegawai negeri;

4. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara;

5. Merangkap jabatan sebagai advokat;

6. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Usaha Swasta;

7. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah diluar wilayah jabatan Notaris,

8. menjadi Notaris Pengganti, atau

9. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.

Notaris dalam menjalankan jabatannya selain mengacu kepada Undang-Undang Jabatan Notaris, juga harus bersikap sesuai dengan etika profesinya. Etika profesi adalah sikap etis yang dituntut untuk dipenuhi oleh profesional dalam mengemban profesinya. Etika profesi diwujudkan secara formal ke dalam suatu kode etik. Para Notaris yang berpraktek di Indonesia bergabung dalam suatu perhimpunan organisasi yaitu Ikatan Notaris Indonesia (INI). Oleh karena itu sebagai dan

merupakan organisasi Notaris Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 UUJN No. 30 Tahun 2004 jo UUJN No.2 Tahun 2014 menyebutkan bahwa Organisasi Notaris adalah organisasi profesi jabatan Notaris yang terbentuk perkumpulan yang berbadan hukum.29

Notaris dengan organisasi profesi jabatannya menjabarkan etika profesi tersebut ke dalam kode etik Notaris. Kode etik Notaris terbaru adalah Kongres Luar Biasa (KLB) organisasi Ikatan Notaris Indonesia (INI) pada tanggal 29-30 Maret 2015 yang diadakan Di Banten, diatur dalam Pasal 1 angka 2.30Menyebutkan bahwa kode etik Notaris adalah seluruh kaedah moral yang ditentukan oleh perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya disebut “perkumpulan” berdasar keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk didalamnya Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus.31

Melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris harus berpegang teguh kepada kode etik jabatan Notaris. Kode etik adalah tuntunan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan untuk suatu profesi tertentu atau merupakan daftar kewajiban

29Jusuf Patrick, Hak-Hak Istimewa Notaris Dalam UU Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004, Mitra Ilmu, Jakarta, 2009, hal.41.

30Himawan Subagio, Analisis Yuridis Terhadap Perlindungan Hukum Notaris dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 dalam Perkara Pidana, Rajawali, Jakarta, 2007, hal 36.

31Syahrul Effendie, Notaris Dan Hukum Pidana, Lentera, Surabaya, 2010, hal.12.

dalam menjalankan suatu profesi yang disusun oleh anggota profesi itu sendiri dan mengikat mereka dalam mempraktekkannya.

Dengan demikian kode etik Notaris adalah tuntunan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan Notaris baik selaku pribadi maupun pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat umum khususnya dalam bidang pembuatan akta.32

Kode etik Notaris meliputi antara lain:

a. Etika Kepribadian Notaris sebagai pejabat umum maupun sebagai profesional 1. Memiliki moral, akhlak dan kepribadian yang baik;

2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan Notaris;

3. Taat hukum berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris, sumpah jabatan dan AD ART Ikatan Notaris Indonesia

4. Memiliki perilaku profesional

5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan dan kenotariatan.33

b. Etika melakukan tugas jabatan

1. Bertindak jujur, mandiri tidak berpihak penuh rasa tanggung jawab;

2. Menggunakan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan jabatannya sehari-hari;

32Soegondo R. Notodisorjo, Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan), Raja Grafindo Persad, Jakarta, 1993, hal 9.

33Bondan Gunawan, Undang-Undang Sebagai Peraturan Tertulis¸ Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2008, hal. 32

3. Memasang papan nama di depan kantornya menurut ukuran yang berlaku;

4. Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan penandatanganan akta yang dilakukan di kantor kecuali dengan alasan-alasan yang sah;

5. Tidak melakukan promosi melalui media cetak ataupun elektronik;

6. Dilarang bekerja sama dengan biro jasa/orang/badan hukum yang ada sebagai perantara dalam mencari klien.34

c. Etika pelayanan terhadap klien

1. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan negara;

2. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik tanpa membedakan status ekonominya dan atau status sosialnya;

3. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotariatan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium;

4. Dilarang menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah dipersiapkan oleh orang lain;

5. Dilarang mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani;

6. Dilarang berusaha agar seseorang berpindang dari Notaris lain kepadanya;

7. Dilarang melakukan pemaksaan kepada klien menahan berkas yang telah diserahkan dengan maksud agar klien tetap membuat akta kepadanya.35

34Muhammad Affandi Nawawi, Notaris sebagai Pejabat Umum Berdasarkan UUJN Nomor 30 Tahun 2004, Mitra Media, Jakarta, 2006, hal. 23

35Ellise T. Sulastini dan Aditya Wahyu, Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Akta yang Berindikasi Pidana, Refika Aditama, Bandung, 2010, hal 19

d. Etika hubungan sesama rekan Notaris 1. Aktif dalam organisasi Notaris;

2. Saling membantu, saling menghormati sesama rekan Notaris dalam suasana kekeluargaan;

3. Harus saling menjaga kehormatan dan membela kehormatan dan nama baik korps Notaris;

4. Tidak melakukan persaingan yang merugikan sesama Notaris, baik moral maupun material;

5. Tidak menjelekkan ataupun mempermasalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan Notaris lainnya dan ditemui kesalahan-kesalahan yang serius atau membahayakan kliennya, maka Notaris tersebut wajib memberitahukan dengan cara tidak menggurui, untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut;

6. Dilarang membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi;

7. Tidak menarik karyawan Notaris lain secara tidak wajar.36

Kode etik ini wajib diikuti oleh seluruh anggota maupun seseorang yang menjalankan profesi Notaris. Hal ini mengingat bahwa profesi Notaris sebagai

36Sartika Ratnawati, Notaris UUJN dan Kode Etik Profesi, Eresco, Bandung, 2012, hal. 92

pejabat umum yang harus memberikan rasa aman serta keadilan bagi para pengguna jasanya. Untuk memberikan rasa aman bagi para pengguna jasanya, Notaris harus mengikuti kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris maupun Kode Etik Notaris. Notaris harus bertanggung jawab terhadap apa yang ia lakukan terhadap apa yang ia lakukan terhadap klien maupun masyarakat.37

Untuk dapat diangkat menjadi notaris, maka calon notaris wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Hukum dan HAM dengan melampirkan dokumen-dokumen antara lain:

a. foto copy KTP yang disahkan oleh instansi yang mengeluarkan atau oleh notaris.

b. foto copy kartu nikah/akta perkawinan yang disahkan oleh instansi yang mengeluarkan atau oleh notaris bagi yang sudah menikah.

c. foto copy ijasah pendidikan sarjana hukum dan pendidikan spesialis notariat atau foto copy pendidikan sarjana hukum dan pendidikan magister kenotariatan yang disahkan oleh perguruan tinggi yang mengeluarkan.

d. foto copy sertifikat pelatihan teknis calon notaris yang disahkan oleh Direktur Perdata Dirjen AHU.

e. foto copy akta kelahiran/surat kenal lahir yang disahkan oleh instansi yang mengeluarkan atau oleh notaris.

37 Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hlm. 192.

f. foto copy sertifikat kode etik yang diselenggarakan oleh organisasi notaris yang disahkan oleh notaris.

g. foto copy surat keterangan telah magang atau telah nyata-nyata bekerja sebagai karyawan di kantor notaris selama 12 (duabelas) bulan berturut-turut setelah lulus pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f.

h. asli surat keterangan catatan kepolisisan setempat.

i. asli surat keterangan sehat jasmani dari dokter rumah sakit pemerintah atau rumah sakit swasta.

j. asli surat keterangan sehat rohani/jiwa dari psikiater rumah sakit pemerintah atau rumah sakit swasta.

k. asli surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa pemohon tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, pemimpin atau pegawai Badan Usaha Milik Swasta, atau sedang memangku jabatan lain yang oleh peraturan perundang-undangan dilarang untuk dirangkap dengan jabatan notaris.

l. asli surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa pemohon bersedia ditempatkan diseluruh wilayah RI.

m. asli surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa pemohon bersedia menjadi pemegang protokol notaris lain, baik karena pindah, pensiun, meninggal dunia, menjabat sebagai pejabat negara, mengundurkan diri, atau diberhentikan sementara.

n. pas photo terbaru berwarna ukuran 3 x 4 sebanyak 4 (empat) lembar.

o. asli riwayat hidup yang dibuat oleh Depkum Ham RI.

p. alamat surat-menyurat, nomor telepon/telepon selular/facsimili pemohon dan email (jika ada).

q. prangko pos yang nilainya sesuai dengan biaya prangko pos pengiriman.38 Setelah seluruh lampiran tersebut dilengkapi maka permohonan pemohon dibuat dalam 1 (satu) rangkap, diajukan/diserahkan secara langsung atau dikirim melalui pos (disarankan sebaiknya diserahkan langsung), kepada Menteri Hukum dan Ham RI cq. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Depkum Ham RI (Dirjen AHU Depkum Ham RI), alamat Jalan Rasuna Said - Kuningan - Jakarta.

Dalam surat permohonan hendaknya diajukan hanya 1 (satu) tempat kedudukan di Kabupaten atau kota sebagaimana tentunya daerah yang diinginkan pemohon. Diajukan hanya 1 (satu) kali, tidak dapat dicabut dan pemohon tidak dapat mengajukan permohonan baru. Permohonan tersebut hanya dapat dialihkan ke tempat kedudukan yang lain hanya apabila permohonan pertama telah lewat jangka waktu 180 (seratus delapanpuluh) hari.

Permohonan akan dicatat dalam buku register Dirjen AHU sesuai dengan tanggal dan nomor kendali penerimaan, dan jika sudah teregister dan seluruh persyaratan terpenuhi, maka permohonan akan diproses sesuai dengan formasi yang ada. Apabila formasi tersedia maka dalam jangka waktu paling lambat 90 (sembilanpuluh) hari sejak tanggal register akan dikeluarkan Surat Keputusan (SK)

38 Muhammad Amin, Etika Profesi Notaris Sebagai Pejabat Publik, Bina Cipta, Jakarta, 2009, hal. 73

Pengangkatan Notaris. Pengambilan SK hanya dapat dilakukan oleh Pemohon sendiri dengan terlebih dahulu memperlihatkan bukti pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP sebesar Rp.500.000,-) sesuai ketentuan yang berlaku.39

Selanjutnya, sebelum menjalankan jabatannya, notaris terlebih dahulu harus mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya dihadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Dalam perkembangannya saat ini pelaksanaan sumpah/janji didelegasikan kepada Kepala Kanwil Depkum HAM daerah masing-masing. Pelaksanaan sumpah/janji tersebut harus dilakukan dalam jangka waktu 60 (enampuluh) hari sejak tanggal SK dikeluarkan. selajutnya, 30 (tigapuluh) hari setelah sumpah/janji dilaksanakan, notaris harus sudah melaksanakan jabatannya.

Yang perlu diperhatikan adalah bahwa apabila waktu 60 (enampuluh) hari sejak tgl SK, notaris tidak dapat melaksanakan sumpah/janji, maka dapat diberikan perpanjangan waktu selama 30 hari, dan apabila masa perpanjangan itu juga terlewatkan, maka demi hukum SK Pengangkatan Notaris gugur (batal demi hukum).

Pemohon yang SK-nya batal demi hukum tidak dapat lagi mengajukan permohonan pengangkatan notaris, kecuali ada alasan kuat dan dapat diterima oleh Menteri dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM.40

Sementara itu, dalam kaitannya dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) di atas, maka notaries dapat diberhentikan sementara dari jabatannya karena:

39Soegondo R. NotodisorJo, Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan), Raja Grafindo Persad, Jakarta, 1993, hal 9.

40Himawan Subagio, Analisis Yuridis Terhadap Perlindungan Hukum Notaris dalam UUJN No. 30 Tahun 2004 dalam Perkara Pidana, Rajawali, Jakarta, 2007, hal 36.

a) Dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang;

b) Berada di bawah pengampuan;

c) Melakukan perbuatan tercela; dan

d) Melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan.

Sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 7 dan Pasal 8 di atas, maka Notaris dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat apabila:

a. Dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

b. Berada di bawah pengampuan secara terus menerus lebih dari tiga tahun;

b. Berada di bawah pengampuan secara terus menerus lebih dari tiga tahun;