• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

5. Analisis Data

Analisis merupakan “suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat dirumuskan suatu hipotesa seperti yang disarankan oleh data”.64

Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data pada hakikatnya adalah kegiatan untuk menganalisa bahan-bahan hukum tertulis dengan menafsirkan isi dari bahan hukum, kemudian mengadakan sistematisasi terhadap

64Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, h. 106.

bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.

Selanjutnya analisis data dilakukan secara “kualitatif, maksudnya bahwa hasil analisis tidak tergantung dari jumlah data berdasarkan angka-angka melainkan data yang dianalisis digambarkan dalam bentuk kalimat-kalimat”. 65

Penarikan kesimpulan menggunakan metode berpikir deduktif, “yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal yang umum untuk selanjutnya menarik kesimpulan kepada hal-hal yang khusus”66 dengan cara menggambarkan secara umum tentang pertanggungjawaban hukum perusahaan asuransi dan perlindungan hukum terhadap ahli waris pemegang polis yang dikaitkan dengan utmost good faith, selanjutnya menarik kesimpulan tentang analisis hukum terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 3015 K/Pdt/2018.

65Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, h. 77.

66Nur Elfira Nirmala Pohan, Analisa Hukum Atas Kedudukan Kreditur Lain dalam Upaya Hukum Kasasi pada Perkara Kepailitan (Studi Terhadap Tiga Putusan Mahkamah Agung), Tesis, Universitas Sumatera Utara, 2016, h. 28.

32

A. Dasar Hukum dan Prinsip-Prinsip Asuransi 1. Dasar Hukum Asuransi

Peransuransian adalah istilah hukum (legalterm) yang dipakai dalam perundang-undangan dan perusahaan perasuransian. Istilah perasuransian berasal dari kata asuransi yang berarti “pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian”. Apabila kata asuransi diberi imbuhan peran. Maka muncullah istilah hukum perasuransian, yang berarti

“segala usaha yang berkenaan dengan asuransi”. Usaha yang berkenaan dengan asuransi ada 2 (dua) jenis, yaitu :67

a. Usaha di bidang kegiatan asuransi disebut usaha asuransi (Insurance business). Perusahaan yang menjalankan usaha asuransi disebut perusahaan asuransi (insurance company).

b. Usaha di bidang kegiatan penunjang usaha asuransi disebut usaha penunjang usaha asuransi (complementary insurance business). Perusahaan yang menjalankan usaha penunjang usaha asuransi disebut Perusahaan Penunjang Asuransi (complementary insurance company).

Menurut Wirjono Prodjodikoro asuransi dalam bahasa Belanda verzekering berarti :

“pertanggungan yang melibatkan dua pihak, satu pihak menanggung pihak lain dari suatu kerugian yang mungkin akan di derita akibat suatu peristiwa dan pihak yang ditanggung diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak yang menanggung, uang tersebut akan tetap menjadi milik pihak yang

67Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, PT Intermasa, Jakarta, 1979, h. 1.

menanggung, apabila kemudian ternyata peristiwa yang dimaksudkan itu tidak terjadi”.68

Sedangkan menurut Santoso Poedjosoebroto istilah “pertanggungan itu lebih tepat digunakan dalam ruang lingkup teoritis, sedangkan istilah asuransi lebih banyak digunakan dalam pemakaian sehari-hari, karena orang yang awam tentang asuransi lebih mengenal asuransi dari pada pertanggungan”.69

Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian, menyatakan bahwa :

“asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang manjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti;

b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana”.70

Menurut Pasal 246 KUHD atau Wetboek van Koophandel memberikan definisi tentang asuransi sebagai berikut:

Asuransi atau pertanggungan adalah :

“suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tertentu”.71

68Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Di Indonesia, CV. Pembimbing, Jakarta, 1972, h. 5.

69Santoso Poedjosoebroto, Beberapa Aspek Tentang Pertanggungan Jiwa Di Indonesia, Bhatara, Jakarta, 1969, h. 63.

70Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.

71A.Hasymi, Dasar-Dasar Asuransi, Balai Aksara, Jakarta, 1981, h.9.

Rumusan Pasal 1angka (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 ternyata lebih luas jika dibandingkan dengan rumusan Pasal 246 KUHD karena tidak hanya melingkupi asuransi kerugian, tetapi juga asuransi jiwa. Hal ini diketahui dari kata-kata bagian akhir rumusan, yaitu untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Dengan demikian objek asuransi tidak hanya meliputi harta kekayaan, tetapi juga jiwa/raga manusia.72

Tidak hanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014, asuransi juga diatur dalam 5 (lima) peraturan di Indonesia yaitu:

a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992, bahwa undang-undang ini adalah dasar hukum utama yang mengatur segala kegiatan asuransi di Indonesia. Dasar-dasar dibentuknya undang-undang ini adalah untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, meninjau bahwasanya asuransi adalah salah satu upaya dala menanggulangi resiko tertentu yang dihadapi oleh masyarakat sekaligus asuransi berperan dalam menghimpun dana masyarakat dan negara membuka kesempatan bagi kegiatan usaha perasuransian dan mengatur kegiatan tersebut sesuai dengan prinsip usaha yang sehat;

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1320 dan Pasal 1774, bahwa asuransi mengandung unsur perjanjian kedua belah pihak sehingga dijelaskan dalam Pasal 1320 KUHPerdata untuk sahnya peranjian diperlukan empat syarat yaitu kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan dalam membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu, dan suatu sebab yang tidak terlarang. Manfaat asuransi memberikan jaminan yang bersifat menguntungkan. Karena sifat itulah asuransi harus menyesuaikan dengan ketentuan Pasal 1774 KUHPerdata “suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya yaitu menganai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti”.

c. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Bab 9, Pasal 246, bahwa Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan dirinya kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena

72Muhammad Muslehuddin, Insurance and Islamic Law, Menggugat Asuransi Modern:Mengajukan suatu alternative baru dalam perpektif hukum Islam, Jakarta, 1999, h.3.

suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tertentu. Dalam bab 9 KUHD secara menyeluruh menjelaskan tentang ketentuan jenis pertanggungan yang berlaku, penyebab batalnya proses pertanggungan, dan pertanggungan disusun secara tertulis dalam suatu akta atau polis.

d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 1992 merupakan ketentuan yang mengatur tentang penyelenggaraan usaha perasuransian.

e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 1999 perubahan dari peraturan pemerintah sebelumnya yaitu beberapa pasal dari undang-undang sebelumnya yang telah disesuaikan dengan kondisi perkembangan perekonomian negara, di antaranya tentang meningkatnya persyaratan modal yang harus disetor untuk pendirian perusahaan asuransi baru, adanya laporan yang harus disampaikan kepada menteri jika terjadi setiap perubahan kepemilikan perusahaan asuransi, dan perubahan persyaratan untuk mendapatkan izin usaha perusahaan asuransi. Hadirnya asuransi pada dasarnya memberikan jaminan perlindungan kepada seseorang dari berbagai kejadian buruk yang bisa menimpa di waktu tertentu diluar prediksi dan harapan orang tersebut. Dilihat dari proses kegiatan asuransi pastilah terdapat sebuah perjanjian yang bersifat mengikat, dimana seseorang yang setuju dengan asuransi tersebut harus membayar sejumlah premi tertentu dalam jangka waktu tertentu, dimana premi tersebut merupakan pengganti dari perlindungan yang dijaminkan oleh perusahaan asuransi.73

Kegiatan usaha perasuransian di Indonesia telah mempunyai landasan hukum, baik bagi kepastian hukum berusaha perusahaan perasuransian mupun bagi perlindungan hukum para pemegang polis. Payung hukum yang terutama dalam pengaturan perasuransian di Indonesia pada awalnya diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Tentang usaha Perasuransian akan tetapi pada perkembanganya, ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tersebut tidak lagi cukup untuk menjadi dasar pengaturan dan pengawasan industri perasuransian yang berkembang belakangan ini.74

73Bayu, 5 Dasar Hukum Asuransi di Indonesia, https://dosenekonomi.com/

bisnis/asuransi/dasar-hukum-asuransi, diakses tanggal 09 Juni 2021.

74Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.

2. Sifat Asuransi

Sifat-sifat asuransi yaitu sebagai berikut : a. Aletair

Didalam perjanian asuransi, prestasi perusahaan asuransi bergantung kepada sebuah peristiwa yang belum pasti terjadi, sebaliknya prestasi pemegang polis sudah pasti.75 Walaupun pemegang polis telah melakukan prestasi dengan sempurna, perusahaan asuransi belum tentu melakukan prestasinya dengan nyata.

b. Merupakan Perjanjian Bersyarat

Didalam Perjanjian asuransi, perusahaan asuransi akan melakukan prestasinya apabila syarat-syarat yang tertuang dalam perjanjian asuransi dipenuhi. Pihak pemegang polis dalam satu sisi tidak berjanji untuk memenuhi syarat, tetapi tidak bisa memaksa perusahaan asuransi melakukan, kecuali syarat terpenuhi.76

c. Perjanjian Sepihak

Perjanjian asuransi merupakan perjanjian sepihak, dimana hanya perusahaan asuransi yang memberikan janji kepada pemegang polis untuk memberikan penggantian mengenai kerugian yang dialami pemegang polis, setelah pemegang polis membayar premi dan polis sudah berjalan.77 Jadi hanya satu pihak saja yang berjanji.

d. Perjanjian Pribadi

75Ridwan, Op. Cit, h. 394.

76Ibid.

77Ibid, h. 395.

Dalam perjanjian asuransi, kerugian yang terjadi yaitu kerugian yang dialami oleh orang perorangan, bukan bersifat kolektif atau masyarakat luas.Kerugian yang dialami orang perorangan atau pribadi inilah yang akan diganti oleh perusahaan asuransi.78

e. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian yang melekat pada syarat perusahaan asuransi

Dalam perjanjian asuransi, hampir semua syarat dan isi dalam perjanjian asuransi ditentukan oleh perusahaan asuransi. Perjanjian ini tergolong perjanjian standar atau kontrak standar.79

f. Perjanjian dengan Syarat Iktikad Baik

Perjanjian asuransi adalah perjanjian dengan keadaan bahwa kata sepakat akan tercapai dengan hal masing-masing pihak sama-sama tahu mengenai fakta, dengan penilaian sama penelaahannya untuk mendapatkan fakta yang sama, sehingga terhindar dari cacat kehendak.80

3. Prinsip-prinsip Asuransi

Prinsip asuransi “adalah hal-hal yang mendasari perjanjian kontrak asuransi (polis) antara pihak perusahaan asuransi dengan pemegang polis atau nasabah”. Tujuannya adalah “mengalihkan risiko kepada perusahaan asuransi dengan pembayaran premi yang dilakukan oleh pemegang polis”.81 Berarti asuransi bersifat menguntungkan kedua belah pihak.

78Ibid.

79Ibid, h. 395.

80Ibid.

81Arti Clara Silaban, Pelaksanaan Klaim Asuransi Jiwa Terkait Dengan Syarat Dan Ketentuan Pengajuan Klaim (Studi Pada PT. Asuransi Jiwa Generali Indonesia), Skripsi, Universitas Sumatera Utara, 2019, h. 21.

Tentu, untuk membuat mekanisme tersebut bisa berjalan secara ideal, penyedia pertanggungan serta mereka yang menjadi pemegang polis harus terikat dalam sebuah kontrak, atau disebut juga polis. Polis asuransi mengandung prinsip-prinsip asuransi yaitu sebagai berikut:82

a. Insurable interest yaitu prinsip ini bisa diartikan bahwa “seseorang hanya diperbolehkan mengasuransikan sesuatu, yang memiliki hubungan ekonomi serta diakui secara hukum”. Sebagai contoh, seorang pebisnis hanya boleh mengambil asuransi kebakaran untuk toko miliknya. Atau contoh lain, seseorang hanya boleh mengambil membelikan asuransi jiwa atau asuransi kesehatan untuk anggota keluarganya.

b. Utmost good faith, arti dari prinsip ini ialah “baik pemegang polis maupun perusahaan asuransi harus beritikad baik dalam melakukan perikatan”.

Itikad baik di sini diartikan sebagai mengungkapkan informasi secara detil dan akurat. Pemegang polis harus transparan tentang obyek yang akan diasuransikan. Sementara penyedia asuransi harus merinci persyaratan pertanggungan.

c. Indemnity yaitu “prinsip ini menegaskan manfaat asuransi bagi pemegang polis. Jadi, asuransi berfungsi mengembalikan posisi keuangan nasabah jika terjadi suatu risiko, ke posisi sebelum terjadi risiko”. Contoh, fungsi asuransi kesehatan ialah mengembalikan posisi keuangan si pemegang polis sebelum sakit.Jadi, jika si pemegang polis keluar uang Rp.

1.000.000.- (satu juta rupiah) karena sakit, maka asuransi kesehatan berfungsi mengembalikan Rp. 1.000.000.- (satu juta rupiah) tersebut.

Dengan begitu, tujuan memperoleh keuntungan dari asuransi adalah anggapan yang keliru.

d. Subrogation yaitu “prinsip ini berarti perusahaan asuransi mengambil posisi pemegang polis dalam menuntut ganti rugi jika terjadi risiko”. Prinsip ini contohnya berlaku pada asuransi umum. Misalkan ada seseorang bernama Agus, pemegang polis asuransi kendaraan, terlibat kecelakaan dengan mobil Budi. Maka, ketika Agus mengajukan klaim penggantian kerugian atas kecelakaan itu ke perusahaan asuransi yang menanggungnya, maka ia tidak lagi memiiki hak untuk menagih ganti rugi dari Budi. Dalam hal ini, perusahaan asuransilah yang bertugas menanggung kerugian Agus, kemudian menagih ganti rugi tersebut ke Budi.

e. Contribution adalah “prinsip yang berlaku untuk satu objek yang diasuransikan ke lebih dari satu perusahaan asuransi”. Praktik ini biasanya terjadi di asuransi umum dan nilai pertanggungan yang diasuransikan sangat besar. Patut ditegaskan bahwa ada perusahaan asuransi yang terlibat, prinsip indemnity yang menyatakan bahwa total ganti rugi tidak boleh lebih

82Allianz, Prinsip-Prinsip Asuransi, https://www.allianz.co.id/explore/pahami-konsep-dan-prinsip-prinsip-asuransi-agar-kamu-bisa-menikmati-manfaatnya.html, diakses tanggal 21 Juli 2021.

dari nilai kerugian. Pembayaran ganti rugi dari tiap penanggung bisa dibagi berdasarkan:83

1) Proporsional (prorate), yang berarti setiap perusahaan asuransi akan bertanggung jawab secara prorata sesuai dengan bagian masing-masing.

2) Non-proporsional (excess), yang berarti masing-masing perusahaan asuransi memiliki kewajiban masing-masing.

f. Proximate Cause yaitu “prinsip ini akan menjadi rujukan perusahaan asuransi dalam menentukan kondisi yang menjadi penyebab utama terjadinya risiko serta syarat pencairan manfaat”. Prinsip ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya perselisihan akibat salah tafsir mengenai risiko. Atas dasar prinsip ini, polis asuransi pada umumnya memuat risiko yang dijamin dan yang dikecualikan secara mendetil.Risiko yang bisa menimpa semua orang membuat asuransi dibutuhkan oleh semua orang.

4. Usaha Perasuransian

Usaha perasuransian telah cukup lama hadir dalam perekonomian Indonesia dan ikut berperan dalam perjalanan sejarah bangsa berdampingan dengan sektor kegiatan ekonomi lainnya.84 Di Indonesia, kehadiran perusahaan asuransi pada awalnya adalah bentukan dari pemerintah Kolonial Belanda.

Usaha perasuransian muncul ketika manusia mencoba menghindarkan diri dari risiko yang tidak diinginkan dimasa yang akan datang. Untuk menghindari risiko tersebut dibutuhkan perusahaan asuransi yang mau dan sanggup menanggung risiko yang akan dihadapi nasabahnya baik perorangan maupun badan usaha. Hal ini disebabkan perusahaan asuransi merupakan perusahaan yang melakukan usaha pertanggungan terhadap risiko yang akan dihadapi nasabahnya.85

83Allianz, Prinsip-Prinsip Asuransi, https://www.allianz.co.id/explore/pahami-konsep-dan-prinsip-prinsip-asuransi-agar-kamu-bisa-menikmati-manfaatnya.html, diakses tanggal 21 Juli 2021.

84A. Junaidi Gani, Hukum Asuransi Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, h. 9.

85Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Revisi 2014, Cetakan XIV, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, h. 260.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian menyatakan bahwa:

“Usaha perasuransian adalah segala usaha menyangkut jasa pertangungan atau pengelolaan risiko, pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk asuransi syariah, konsultasi dan keperataraan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau reasuransi syariah, atau penilaian kerugian asuransi atau asuransi syariah”.

Perusahaan asuransi sebagai perusahaan jasa, menjual jasa kepada pelanggan pada satu sisi, sedangkan pada sisi lain, perusahaan asuransi adalah

“sebagai investor dari tabungan masyarakat kepada investasi yang produktif, sebagaimana perusahaan pada umumnya perusahaan asuransi membutuhkan dua perusahaan mengenai usahanya”. Seperti pendapat P.F. Drucker yang menyatakan bahwa “pada hakikatnya perusahaan itu mempunyai dua fungsi pokok saja yaitu pemasaran dan pembaharuan”.86

Pada dasarnya perusahaan asuransi dalam kegiatannya, secara terbuka mengadakan penawaran atau menawarkan suatu perlindungan atau proteksi serta harapan pada masa yang akan datang kepada individu atau kelompok-kelompok dalam masyarakat atau institusi-institusi lain, atas kemungkinan menderita kerugian lebih lanjut karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak tertentu atau belum pasti. Usaha perasuransian dikelompokkan dengan lingkup kegiatannya sebagai berikut :87

a. Perusahaan asuransi umum hanya dapat menyelenggarakan:

1) Usaha Asuransi Umum, termasuk lini usaha asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri; dan

2) Usaha Reasuransi untuk risiko Perusahaan Asuransi umum lain.

86Sri Redjeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika Jakarta, 2001, h. 8.

87Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.

b. Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat menyelenggarakan Usaha Asuransi Jiwa termasuk lini usaha anuitas, lini usaha asuransi kesehatan, dan lini usaha asuransi kecelakaan diri.

c. Perusahaan reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha Reasuransi. Berdasarkan ketentuan ini, setiap perusahaan asuransi hanya dapat menjalankan jenis usaha yang telah ditetapkan sehingga tidak dimungkinkan adanya suatu perusahaan asuransi yang sekaligus menjalankan usaha asuransi kerugian dan asuransi jiwa, ataupun dalam perkembangannya saat ini tidak dimungkinkan adanya satu perusahaan asuransi yang menjalankan usaha asuransi umum dan usaha asuransi yang berbentuk syariah.88

Bentuk badan hukum yang dapat menjadi penyelenggara usaha perasuransian adalah sebagai berikut :89

a. Perseroan Terbatas.

b. Koperasi.

c. Usaha Bersama yang telah ada pada saat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014 diundangkan.

Perusahaan asuransi hanya dapat dimiliki oleh warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. Dimungkinkan bersama-sama dengan warga negara asing atau badan hukum asing akan tetapi harus merupakan perusahaan perasuransian yang memiliki usaha sejenis atau perusahaan induk yang salah satu anak perusahaannya bergerak di bidang usaha perasuransian yang sejenis.90

88Dede Aquari Irawan Surbakti, Analisis Yuridis Fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sebagai Pelindung Nasabah Perusahaan Asuransi, Tesis, Medan : Universitas Sumatera Utara, 2018, h.65.

89Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2014.

90Dede Aquari Irawan Surbakti,Op.Cit., h. 66.

B. Prosedur dan Tata Cara Klaim Asuransi Jiwa Kredit Dalam Hal Debitur Meninggal Dunia.

1. Asuransi kredit

Masalah asuransi kredit lebih spesifik diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 124/PMK.010/2008 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship, yang dimaksud dengan Asuransi Kredit adalah “lini usaha asuransi umum yang memberikan jaminan pemenuhan kewajiban finansial penerima kredit apabila penerima kredit tidak mampu memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian kredit”.91

Asuransi kredit berfungsi untuk melindungi kemungkinan kerugian akibat kegagalan nasabah mengembalikan kredit, asuransi kredit menutup pemberian kredit. Apabila di kemudian hari kredit tersebut benar-benar tidak dapat dilunasi oleh nasabah, pemberi kredit menerima pengganti dari pihak perusahaan asuransi.92

Asuransi kredit merupakan “lini usaha asuransi umum yang memberikan jaminan pemenuhan kewajiban finansial penerima kredit apabila penerima kredit tidak mampu memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian kredit”.93

Dalam asuransi kredit, yang menjadi pihak tertanggung adalah “pemberi kredit (bank, lembaga keuangan)”. Yang ditanggung oleh pihak penanggung (asuransi) adalah “risiko kredit”, risiko kredit “adalah tidak diperolehnya kembali

91Raditya Pratama, Tinjauan Yuridis Terhadap Asuransi Kredit Menurut Hukum Positif Indonesia, Jurnal Ilmiah, Mataram : Universitas Mataram, 2017, h. 7.

92Farid Setya Nugraha, Prosedur Penanganan Klaim Asuransi Kredit Pada PT Asuransi Bangun Askrida, Jurnal, Yogyakarta, 2018, h. 9.

93 Abidah El-Khalieqy, Akibat Hukum Bagi Nasabah Asuransi Selaku Debitur Trhadap Penolakan Klaim Asuransi Jiwa, Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan, Universitas Sriwijaya, Palembang, 2021, h. 122.

kredit yang telah diberikan pihak tertanggung (pemberi kredit) kepada nasabahnya”.94

2. Tujuan Asuransi Kredit

Tujuan asuransi kredit yaitu “melindungi pihak pemberi kredit dari kemungkinan tidak kembalinya kredit yang telah diberikan kepada nasabahnya”.

Selain itu bertujuan juga untuk “membantu kegiatan, pengarahan, dan keamanan perkreditan, baik perkreditan perbankan maupun perkreditan lainnya diluar perbankan”. Dari adanya asuransi kredit ini, dapat mendorong bank lebih giat membantu para calon nasabahnya dalam menyediakan modal usaha untuk membangun usahanya.95

Asuransi kredit membantu mengarahkan dan mengamankan perkreditan, contohnya dengan menambahkan syarat bahwa ganti rugi hanya akan diberikan kepada pihak pemegang polis jika kerugian bukan diakibatkan oleh perilaku tidak pantas nasabah bank. Dengan adanya penambahan persyaratan yang demikian, maka bank akan lebih berhati-hati dalam memberikan kredit kepada debitur.96

Sedangkan menurut Abdulkadir Muhammad tujuan asuransi adalah sebagai berikut:

a. Pengalihan risiko perusahaan asuransi selalu siap menerima tawaran dari pihak pemegang polis untuk mengambil alih risiko dengan imbalan pembayaran premi. pemegang polis mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya.

b. Pembayaran ganti rugi jika pada suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada pemegang polis yang bersangkutan akan dibayar ganti kerugian seimbang dengan jumlah asuransinya. Berbeda dengan asuransi kerugian, pada asuransi jiwa apabila dalam jangka waktu asuransi terjadi

94Farid Setya Nugraha, Op.Cit.,, 2018, h. 9.

95Ibid, h. 13.

96Ibid.

peristiwa kematian atau kecelakaan yang menimpa diri pemegang polis, maka perusahaan asuransi akan membayar jumlah asuransi yang telah disepakati bersama seperti yang tercantum dalam polis.

c. Pembayaran santunan asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian bebas (sukarela) antara perusahaan asuransi dan pemegang polis. Artinya perusahaan asuransi terikat dengan pemegang polis karena perintah undang-undang bukan karena perjanjian. Asuransi sosial ini disebut asuransi sosial (social insurance).97

3. Prosedur dan Tata Cara Klaim Asuransi Jiwa Kredit dalam Hal Debitur

3. Prosedur dan Tata Cara Klaim Asuransi Jiwa Kredit dalam Hal Debitur