• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

5 ANALISIS POTENSI KETERSEDIAAN AIR DI SUB DAS KONAWEHA DENGAN MODEL TANGK

Pendahuluan

Hujan merupakan salah satu unsur iklim yang berpengaruh pada suatu daerah aliran sungai (DAS). Pengaruh langsung yang dapat diketahui yaitu potensi sumber daya air. Besar kecilnya sumber daya air pada suatu DAS sangat tergantung dari jumlah curah hujan yang ada pada DAS. Perubahan penggunaan lahan yang paling besar pengaruhnya terhadap kelestarian sumber daya air adalah perubahan dari kawasan hutan ke penggunaan lainnya seperti pertanian, perkebunan, perumahan ataupun industri. Apabila kegiatan tersebut tidak dikelola dengan baik, maka akan menyebabkan kelebihan air (banjir) pada saat musim hujan dan kekeringan pada saat musim kemarau. Perubahan penggunaan lahan yang tidak bijaksana dan tidak disertai tindakan konservasi akan menyebabkan hujan yang jatuh sebagian besar akan menjadi aliran permukaan (runoff).

Ketersediaan air erat kaitannya dengan faktor geografis dan iklim daerah aliran sungai, sedangkan kebutuhan air irigasi berhubungan langsung dengan absorpsi air oleh tanaman selama pertumbuhan sampai perkembangan tanaman. Neraca keseimbangan antara ketersediaan air dan kebutuhan air diharapkan dapat dimanfaatkan untuk menganalisis dan merencanakan penyediaan kebutuhan air untuk pertanian, domestik, industri dan keperluan lainnya seefisien mungkin. Oleh karena itu pola pengelolaan lahan yang ada perlu ditinjau dengan memperhatikan aspek konservasi untuk melestarikan sumber daya air.

Model pengelolaan daerah aliran sungai diarahkan untuk mempertahankan kualitas air secara komprehensif pada wilayah daerah aliran sungai. Konservasi air dapat diartikan sebagai usaha untuk meningkatkan jumlah air tanah yang masuk ke dalam tanah dan untuk menciptakan penggunaan air yang efisien. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempat-tempat hilirnya. Oleh karena itu maka konservasi tanah dan konservasi air merupakan dua hal yang berhubungan erat sekali, sehingga boleh dikatakan bahwa berbagai tindakan konservasi tanah merupakan juga tindakan konservasi air (Arsyad, 2000).

Model tangki atau tank model adalah metode yang didasarkan kepada hipotesis bahwa aliran limpasan dan infiltrasi merupakan fungsi dari jumlah air yang ada di dalam tanah (Sugawara, 1961). Model tangki tersebut dapat disusun sedemikian rupa sehingga lebih mewakili sub-sub DAS daerah tersebut, ataupun mewakili perbedaan struktur/jenis tanah pada setiap lapisan. Susunan model tangki tersebut selain dapat menjelaskan kehilangan awal curah hujan, dan ketergantungan terhadap hujan sebelumnya, juga mempresentasikan beberapa komponen pembentuk aliran limpasan, yang memiliki periode dan time lag tersendiri. Ditambahkan oleh Sugawara (1961) bahwa susunan model tangki adalah model yang paling mendekati setiap DAS.

Sebuah tangki dengan saluran pengeluaran di sisi mewakili limpasan, saluran pengeluaran bawah mewakili infiltrasi, dan komponen simpanan dapat mewakili proses limpasan di dalam suatu atau sebagian daerah aliran sungai. Beberapa tangki serupa yang paralel dapat mewakili suatu daerah aliran sungai yang luas (Linsley,

et al., 1986). Olehnya itu, kajian pada bab ini bertujuan untuk: (1) menganalisis potensi ketersediaan air baku di Kab. Konawe, (2) menganalisis debit aliran dengan menggunakan model tangki yang terdiri atas parameter limpasan, kapasitas infiltrasi, dan kandungan air tanah, dan (3) menyusun skenario pengembangan model tangki yang tepat untuk meningkatkan potensi ketersediaan sumberdaya air di Sub DAS Konaweha.

Metode Analisis Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam kajian ini adalah data sekunder yang meliputi: (1) data curah hujan dari stasiun pengamatan curah hujan Abuki tahun 2009 dan 2011, (2) data debit harian Bendung Wawotobi tahun 2009 dan 2011, (3) data klimatologi stasiun Wawotobi tahun 2009 dan 2011, (4) peta tata guna lahan Sub DAS Konaweha tahun 2009 dan 2011, (5) peta topografi DAS Konaweha, dan (6) data jenis tanah. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi unit komputer dan beberapa software.

Analisis Data

Model tangki menggambarkan proses-proses limpasan yang terjadi pada DAS yang kemudian dibentuk dalam suatu persamaan matematis. Proses limpasan yang terjadi dimulai dari proses hujan, infiltrasi, serta perkolasi, hingga terbentuk aliran antara yang pada akhirnya terbentuk aliran dasar. Akumulasi dari semua jenis limpasan tersebut merupakan debit sungai pada suatu DAS. Tahap-tahap analisis data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Penutupan Lahan

Kajian ini dilakukan untuk melihat kondisi biofisik dan tutupan lahan pada catchment area bendung Wawotobi dan pengaruhnya terhadap keseimbangan air yang ada. Karakteristik biofisik lahan dianalisis secara deskriptif. Untuk analisis perubahan tutupan lahan yang terjadi pada catchment area bendung Wawotobi digunakan perangkat lunak komputer dan software SIG (sistem informasi geografis). Sistem informasi geografis ArcGIS digunakan untuk membandingkan peta tata guna lahan pada catchment area bendung Wawotobi pada dua tahun yang berbeda yaitu tahun 2009 dan tahun 2011.

b. Analisis Curah Hujan

Data curah hujan dikumpulkan dari stasiun pengamatan hujan Abuki tahun 2009 dan tahun 2011 di wilayah DAS Konaweha. Curah hujan ini dianggap sebagai satu- satunya masukan dalam sistem sehingga tidak ada masukan lain selain curah hujan. Pada penelitian ini curah hujan harian yang tersedia hanya dari satu stasiun pengamat saja, sehingga data curah hujan dianggap sebagai curah hujan wilayah yang menggambarkan keadaan hujan pada DAS.

c. Analisis Evapotranspirasi

Besarnya nilai evapotranspirasi untuk suatu wilayah dipengaruhi oleh iklim setempat seperti temperatur, kecepatan angin, radiasi matahari, dan kelembaban udara. Penentuan nilai evapotranspirasi dilakukan dengan menggunakan metode Penman. Dari persamaan Penman tersebut diperoleh nilai hasil penguapan dari permukaan air terbuka Eo, dengan mempertimbangkan H dan Ea yang meliputi energi (sinaran) dan aerodinamika (angin dan kelembaban). Nilai ETo untuk iklim dan tempat tertentu dihitung dari persamaan berikut (Wilson, 1993):

ETo = W x Rn + (1-W) x f (u) x (es– e) Dimana:

ETo : evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari) W : faktor pembobot terkait suhu

Rn : radiasi bersih dalam penguapan (W/m2/hari) f(u) : fungsi terkait angin

(es-e) : selisih antara tekanan uap jenuh pada suhu rataan dan tekanan uap sebenarnya (mmHg)

Setelah ditentukan nilai ETo, kebutuhan air tanaman, ETc diperoleh dari persamaan berikut:

Etc = Kc x ETo

dimana Kc adalah koefisien tanaman.

d. Analisis Debit Sungai

Debit sungai merupakan hasil keluaran dari sub DAS pada suatu sistem neraca air. Besarnya debit sungai itu sendiri merupakan jumlah antara limpasan dengan bagian curah hujan yang jatuh langsung diterima oleh permukaan sungai dikurangi dengan evaporasi pada permukaan sungai. Data debit yang dianalisis adalah data debit harian outlet sub DAS Konaweha di Bendung Wawotobi.

e. Pembentukan Model Tangki

Model tangki yang dibentuk adalah empat buah tangki berhubungan yang tersusun secara vertikal. Dalam model tangki ini, keluaran dari tangki pertama menggambarkan limpasan permukaan, keluaran dari tangki kedua menggambarkan aliran antara, dan keluaran dari tangki ketiga dan keempat menggambarkan aliran dasar (base flow). Skema tangki untuk masing-masing TGL pada setiap Sub DAS disajikan pada Gambar 25.

Gambar 25. Model tangki yang digunakan dalam penelitian ini

f. Pembuatan Program

Pembuatan program dilakukan dengan menggunakan komputer untuk mengetahui total limpasan. Persamaan-persamaan matematik yang merupakan penggambaran limpasan diubah kedalam bahasa pemrograman komputer. Program yang dibuat digunakan untuk melakukan kalibrasi dan validasi model menggunakan data yang ada. Program ini dibuat pada worksheet menggunakan program Microsoft Office Excell 2007. Persamaan dasar untuk tangki pertama adalah sebagai berikut;

xx1(t) = xx1(t-1) + CH – Etc– z1.xx1(t-1) – [(xx1(t) – h11) a11 + (xx1(t) – h12)a12] ...(1) Persamaan untuk tangki kedua adalah;

xx2(t) = xx2(t – 1) – z2.xx2(t – 1) + z1.xx1 (t – 1) – [(xx2(t) – h2) a2]…….……… (2) Persamaan untuk tangki ketiga adalah;

xx3(t) = xx3(t – 1) – z3.xx3(t – 1) + z2.xx2 (t–1) – [(xx3(t)a3]……….…… (3) dan persamaan untuk tangki keempat adalah;

xx4(t) = xx4(t – 1) – z3.xx3(t – 1) – [(xx4(t) a4] .….…...………... (4) sedangkan debit limpasan dari sungai (Q) dihitung dengan persamaan berikut ini; Q(t) = [(xx1(t) - h11) a11 + (xx1(t) - h12) a12] + [(xx2(t) - h2) a2] + xx3 (t).a3 + xx4(t).a4

……….. (5)

Dimana:

xt : Tinggi kandungan air tanah (AT)

ha : Tinggi air tersimpan (tinggi lubang outlet) Z : Koefisien lubang infiltrasi

a, b : Koefisien lubang outlet

Keterangan:

xx : kandungan air tanah (mm) h: tinggi lubang outlet tangki (mm) a: koefisien lubang outlet tangki

z: koefisien lubang tangki ke arah bawah t: waktu (hari) a4 ETc inf CH up1 h11 h12 h2 z1 z2 a11 a12 a2 xx2 xx1 up2 z3 a3 xx3 up3 xx4 up0

Mulai

Data Masukan: Curah Hujan, Evapotranspirasi,

Luas Tata Guna Lahan

Model Tangki dengan parameter; xx1, xx2, xx3, xx4, a11, a12, a2, a3, a4, h11, h12, h2, z1, z2, z3 Nilai Model Kesalahan Minimum Validasi Model Nilai Aktual tahun ke-1 Kalibrasi Model Nilai Aktual tahun ke-2 Kesalahan Minimum Selesai Ya Tidak Ya Tidak CH : Kedalaman curah hujan Etc : Evapotranspirasi aktual t : waktu (hari)

i : 1, 2,.., 4

Diagram alir dari konsep matematis model untuk mengetahui kinerja parameter root water uptake dapat dilihat pada Gambar 26.

Gambar 26. Diagram alir konsep matematis model

g. Kalibrasi/Verifikasi Model

Kalibrasi model dilakukan dengan membandingkan debit model dengan debit aktual harian. Kalibrasi dilakukan secara berulang-ulang dengan metode trial and error terhadap parameter model sehingga diperoleh nilai debit model yang mendekati debit aktual dengan nilai koefisien determinasi lebih dari 0.8 yang berarti bahwa hasil keluaran model tersebut telah menggambarkan kebenaran lebih dari 80% terhadap debit aktual.

h. Uji Keabsahan/Validasi Model

Validasi model dilakukan dengan melakukan simulasi pendugaan debit dengan menggunakan model yang telah dikalibrasi menggunakan data curah hujan, data debit dan data evapotranspirasi harian dalam proses verifikasi model. Tolok ukur uji keabsahan model didasarkan pada dua hal berikut;

1) Penampilan hubungan antara debit model dengan debit aktual secara grafik sehingga dapat ditentukan nili mutlak maksimum dan minimum dari data yang diperoleh

2) Nilai koefisien determinasi (R2) dihitung dengan persaman berikut ini; R2 = 1 –[ ∑ (yi– xi)2/ ∑ (yi– y)2] ..……… (6) Dimana:

yi = debit aktual ke-i xi = debit model ke-i y = rata-rata debit aktual i = 1,2,3,…,n

Hasil dan Pembahasan

Klasifikasi tutupan lahan pada catchment area Sub DAS Konaweha

Peta tutupan lahan pada catchment area Bendung Wawotobi Sub DAS Konaweha dibuat berdasarkan peta land use Sub DAS Konaweha tahun 2009 dan tahun 2011. Kondisi eksisting luasan, sebaran, bentuk, fungsi dan tutupan lahan pada catchment area Bendung Wawotobi Sub DAS Konaweha disajikan pada Gambar 27.

Diperoleh hasil klasifikasi tutupan lahan (land cover) pada catchment area Bendung Wawotobi Sub DAS Konaweha pada tahun 2009 dan tahun 2011 terbagi atas 6 tipe penggunaan yaitu hutan, pertanian campuran, sawah, permukiman, savana, dan semak. Terbentuknya land use ini disebabkan oleh kondisi topografi catchment area Bendung Wawotobi Sub DAS Konaweha yang bervariasi, mulai datar, bergelombang dan berbukit. Luasan masing-masing tipe tutupan lahan disajikan pada Tabel 22.

Tabel 22 Luas masing-masing perubahan tutupan lahan pada catchment area Bendung Wawotobi Sub DAS Konaweha

No. Tutupan lahan 2009 2011 Perubahan

(ha) Luas (ha) Luas (ha)

1. Hutan 313.921.83 313.845,26 -76,56 2. Pertanian 13.882.97 14,660.51 +777,54 3. Sawah 163,89 163,90 +0,01 4. Pemukiman 10,55 10,55 0 5. Savana 2.435,98 2.435,98 0 6. Semak 8.040,22 7.339,24 -700,98 Total 338.455,44 338.455,44

Keterangan: (+) peningkatan luas area, (-) penurunan luas area

Analisis Potensi Ketersediaan Air dengan Model Tangki Aplikasi Model Tangki

Aplikasi model tangki untuk ketersediaan air di Kab. Konawe dihitung dari ketersediaan air di bendung Wawotobi pada sub sub DAS Konaweha yang berada diatas bendung Wawotobi dengan luas tangkapan air 125.675 hektar. Model tangki dikalibrasi dari data hujan dan penggunaan lahan dianalisis pengaruhnya terhadap potensi sumber daya air. Penggunaan seperti pertanian, perkebunan, perumahan ataupun industri, apabila tidak dikelola dengan baik, maka akan menyebabkan kelebihan air (banjir) pada saat musim hujan dan kekeringan pada saat musim kemarau. Pengelolaan penggunaan lahan yang tidak disertai tindakan konservasi akan menyebabkan hujan yang jatuh sebagian besar akan menjadi aliran permukaan (run off).

Dengan model tangki tersebut dan menggunakan luasan DAS di outlet bendung Wawotobi, maka dapat disusun sedemikian rupa sehingga lebih mewakili sub-sub DAS daerah tersebut, ataupun mewakili perbedaan struktur/jenis tanah pada setiap lapisan. Susunan model tangki tersebut selain dapat menjelaskan kehilangan awal curah hujan, dan ketergantungan terhadap hujan sebelumnya, juga mempresentasikan beberapa komponen pembentuk aliran limpasan, yang memiliki periode dan time lag tersendiri. Ditambahkan oleh Sugawara (1961) bahwa susunan model tangki adalah model yang paling mendekati setiap DAS. Sebuah tangki dengan saluran pengeluaran di sisi mewakili limpasan, saluran pengeluaran bawah mewakili infiltrasi, dan komponen simpanan dapat mewakili proses limpasan di

dalam suatu atau sebagian daerah aliran sungai. Beberapa tangki serupa yang paralel dapat mewakili suatu daerah aliran sungai yang luas (Linsley et al., 1986).

Kalibrasi Model Tangki

Kalibrasi model tangki dilakukan dengan menggunakan data curah hujan harian tahun 2009 dan untuk memperoleh nilai debit model. Penentuan nilai-nilai parameter dilakukan dengan metode trial and error sehingga dihasilkan nilai debit model yang mendekati nilai debit aktual dan memiliki nilai koefisien determinasi (R2) terbesar.

Nilai-nilai parameter yang ditentukan dengan metode trial and error antara lain kandungan air tanah (xx), tinggi lubang outlet tangki (h), koefisien lubang outlet tangki (a), dan koefisien lubang tangki ke arah bawah (z). Pada tabel 1 dapat diketahui nilai-nilai koefisien parameter hasil kalibrasi menggunakan data tahun 2009, dari hasil kalibrasi tersebut diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 23.81%, hal ini dikarenakan data debit aktual yang kurang baik. Selanjutnya kalibrasi dilakukan mengacu pada data harian selama sebulan pada bulan Maret 2009 yang merupakan data debit yang paling baik yang tersedia dan dilakukan koreksi pada data debit di bulan lainnya. Setelah dilakukan kalibrasi model tangki, maka model ini layak digunakan untuk tahap selanjutnya.

Berdasarkan nilai-nilai koefisien model tangki hasil kalibrasi dapat diketahui bahwa nilai koefisien outlet tangki (a) semakin ke bawah semakin kecil, ini disebabkan karena semakin dalam lapisan tanah maka kemampuan tanah untuk melimpaskan air semakin kecil. Sama halnya dengan nilai koefisien tangki ke arah bawah (z) yang nilainya semakin ke bawah semakin kecil, hal ini disebabkan karena semakin dalam lapisan tanah maka kemampuan tanah untuk meneruskan air ke lapisan yang lebih dalam (perkolasi) semakin kecil. Dari hasil kalibrasi model tangki ini diketahui bahwa kandungan air tanah (xx) yang paling banyak terdapat pada tangki keempat (Tabel 23). Kandungan air di dalam tanah pada tiap-tiap tingkat kedalaman tangki ini sangat dipengaruhi oleh jenis tanaman yang hidup di atasnya, ini dikarenakan tiap-tiap tanaman memiliki kedalaman perakaran yang berbeda sehingga kemampuan mengangkut air dari dalam tanah pun berbeda.

Tabel 23 Nilai koefisien model tangki hasil kalibrasi data tahun 2009 Parameter Nilai Koefisien Hutan Lahan Pertanian Sawah Pemuki- man Savana Semak Belukar Kandungan air tanah tangki 1 xx1 130 120 110 90 100 100 Kandungan air tanah tangki 2 xx2 300 300 300 300 300 300 Kandungan air tanah tangki 3 xx3 540 540 540 540 540 540

Tabel 23 Lanjutan Parameter Nilai Koefisien Hutan Lahan Pertanian Sawah Pemuki- man Savana Semak Belukar Kandungan air tanah tangki 4 xx4 660 660 660 660 660 660 Koefisien outlet tangki 1-1 a11 0.0019 0.015 0.014 0.01 0.016 0.02 Koefisien outlet tangki 1-2 a12 0.0016 0.05 0.04 0.01 0.05 0.09 Koefisien outlet tangki 2 a2 0.0003 0.002 0.003 0.005 0.004 0.004 Koefisien outlet tangki 3 a3 0.00025 0.0006 0.0007 0.0009 0.0008 0.0008 Koefisien outlet tangki 4 a4 0.00003 0.00007 0.00008 0.0001 0.00009 0.00009 Tinggi outlet tangki 1-1 h11 90 80 70 80 70 70 Tinggi outlet tangki 1-2 h12 60 50 50 60 50 50 Tinggi outlet tangki 2 h2 130 110 100 100 110 110 Koefisien tangki 1 ke bawah z1 0.9 0.11 0.08 0.08 0.07 0.11 Koefisien tangki 2 ke bawah z2 0.6 0.016 0.015 0.011 0.013 0.013 Koefisien tangki 3 ke bawah z3 0.23 0.0011 0.0009 0.0007 0.0008 0.0008

Sumber: Hasil analisis (2013)

Analisis peta penggunaan lahan di Sub DAS Konaweha tahun 2009-2011 menunjukkan bahwa penggunaan lahan hutan masih dominan dengan luas 313,921.83 (tahun 2009) dan 313,845.26 (tahun 2011). Perubahan penggunaan lahan periode 2009-2011 disajikan pada Tabel 24.

Tabel 24 Tutupan lahan yang digunakan dalam tahap kalibrasi dan validasi Model Tangki

Penggunaan Lahan Tahun 2009 (ha) Tahun 2011 (ha)

Hutan 313,921.83 313,845.26 Permukiman 10.55 10.55 Pertanian Campuran 13,882.97 14,643.27 Savana 2,435.98 2,435.98 Sawah 163.89 163.90 Semak Belukar 8,040.22 7,339.24

Gambar 28 Grafik hasil kalibrasi model tangki menggunakan data tahun 2009

Validasi Model Tangki

Proses validasi model tangki pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data curah hujan harian dan debit aktual harian tahun 2011. Dalam proses validasi model ini digunakan nilai koefisien model tangki yang telah diperoleh dari hasil kalibrasi dengan data tahun 2009. Proses validasi model tangki ini dilakukan tanpa memperhitungkan parameter root water uptake yang dilakukan oleh tanaman. Dari hasil validasi model tangki menggunakan data tahun 2011 ini diperoleh nilai uji validasi Absolute Means Error (AME) sebesar 68%. Nilai Absolute Means Error hasil validasi model tangki menggunakan data tahun 2011 lebih besar dibandingkan hasil kalibrasi model tangki menggunakan data tahun 2009, hal ini dikarenakan perbedaan tingkat keakuratan data debit aktual harian yang digunakan, dimana data debit aktual harian tahun 2011 lebih akurat dibanding data debit aktual harian tahun 2009.

Gambar 29 Grafik hasil validasi model tangki menggunakan data tahun 2011

Analisis Model Tangki untuk Mengetahui Total Limpasan, Total Infiltrasi, dan Kandungan Air Tanah dari Setiap Tata Guna Lahan

Tahap selanjutnya adalah melakukan analisis model tangki untuk mengetahui total limpasan, total infiltrasi, dan kandungan air tanah dari tiap tata guna lahan. Distribusi potensi air bulanan, debit total limpasan, infiltrasi, dan kandungan air tanah hasil analisis tank model di Sub DAS Konaweha disajikan pada Gambar 31- 33. Besaran nilai debit total limpasan, infiltrasi, dan kandungan air tanah ini digunakan untuk mengetahui bagaimana keadaan air di wilayah Sub DAS Konaweha.

Gambar 31 Total limpasan di Sub DAS Konaweha Tahun 2011

Dari grafik total limpasan dan kondisi infiltrasi total diketahui bahwa tata guna lahan hutan memiliki peran yang paling besar dalam meningkatkan debit aliran sungai. Selain itu tata guna lahan hutan dapat meningkatkan kemampuan infiltrasi air untuk menyerap ke dalam tanah menjadi kandungan air tanah yang cukup besar untuk dimanfaatkan pada musim kemarau.

Gambar 30 Grafik sebaran hasil validasi model tangki menggunakan data tahun 2011

Gambar 32 Total Infiltrasi total tiap land use di Sub DAS Konaweha Tahun 2011

Gambar 33 Jumlah KAT tiap land use di Sub DAS Konaweha Tahun 2011

Pembahasan

Proses Hidrologi Hasil Tank Model

Hasil nilai total limpasan, infiltrasi, dan kandungan air tanah oleh perakaran tanaman merupakan hasil analisis tank model. Besarnya setiap proses tersebut dipengaruhi oleh sifat tanah dan tutupan lahan serta konservasi. Kemampuan tanah dalam meresapkan air tercermin dari jenis vegetasi yang di permukaan tanah. Fungsi vegetasi secara efektif dapat mencerminkan kemampuan tanah dalam mengabsorbsi air hujan, mempertahankan atau meningkatkan laju infiltrasi, dan menunjukkan kemampuan dalam menahan air atau kapasitas retensi air (KRA) (Schwab, 1992).

Pada grafik kandungan air tanah diketahui bahwa tata guna lahan hutan paling besar menyumbang debit kandungan air tanah di Sub DAS Konaweha, ini disebabkan karena terdapat hubungan erat antara komponen tanah, air dan vegetasi. Tanah merupakan media untuk pertumbuhan vegetasi. Jenis tanah yang berbeda akan memiliki perbedaan karakteristik dalam hal sifat fisik, biologi, maupun kimiawi tanah. Sifat-sifat tanah dapat menentukan jenis nutrisi atau zat makanan dalam tanah, banyak air yang dapat disimpan dalam tanah, dan sistem perakaran yang mencerminkan sirkulasi pergerakan air di dalam tanah. Kemampuan tanah dalam meresapkan air tercermin dari jenis vegetasi yang berada di permukaan

tanah. Fungsi vegetasi secara efektif dapat mencerminkan kemampuan tanah dalam mengabsorbsi air hujan, mempertahankan atau meningkatkan laju infiltrasi, dan menunjukkan kemampuan dalam menahan air atau kapasitas retensi air (KRA) (Schwab et al, 1993).

Lahan hutan pada lokasi penelitian didominasi oleh jenis tanah Podsolik dan disusul oleh jenis tanah Mediteran. Tanah Podsolik merupakan tanah dengan horison penimbunan liat (horison argilik), dan kejenuhan basa kurang dari 50%, dan tidak mempunyai horison albik. Sedangkan tanah Mediteran mirip seperti tanah Podsolik mempunyai horison argilik tetapi memiliki kejenuhan basa lebih dari 50%. Soil Conservation Service (SCS) Amerika Serikat telah mengembangkan indeks yang disebut Runoff Curve Number (CN) atau bilangan kurva aliran permukaan (BK). Bilangan ini menyatakan pengaruh bersama tanah, keadaan hidrologi, dan kandungan air sebelumnya (U.S. Soil Conservation Service, 1997). Berdasarkan sistem klasifikasi tanah yang dikembangkan oleh SCS, jenis tanah pada lokasi penelitian dikategorikan kedalam kelompok hidrologi tipe C, yaitu lempung berliat,lempung berpasir dangkal, tanah berkadar bahan organik rendah, dan tanah- tanah berkadar liat tinggi.

Dari grafik diatas terlihat bahwa data debit total limpasan pada lahan hutan sebesar 977,41 mm/tahun dan infiltrasi total pada penggunaan lahan hutan sebesar 1.685,9 mm/tahun. Salah satu komponen dalam siklus hidrologi adalah limpasan hujan. Komponen limpasan hujan dapat berupa runoff (aliran permukaan) ataupun aliran yang lebih besar seperti aliran air di sungai. Limpasan akibat hujan ini dapat terjadi dengan cepat dan dapat pula setelah beberapa jam setelah terjadinya hujan. Lama waktu kejadian hujan puncak dan aliran puncak sangat dipengaruhi oleh kondisi wilayah tempat jatuhnya hujan. Makin besar perbedaan waktu kejadian hujan puncak dan debit puncak, makin baik kondisi wilayah tersbut dalam menyimpan air di dalam tanah. Wilayah penelitian dengan kondisi tropis dimana hujan terjadi terpusat pada enam bulan periode hujan menyebabkan kita harus bisa melakukan rekayasa konservasi air dengan cara menyimpan air hujan sebanyak mungkin di dalam tanah selama musim hujan dan memanfaatkannya setelah datangnya periode musim kemarau. Disamping itu, penyimpanan air hujan yang baik akan mampu meredam kejadian aliran puncank yang tinggi yang dapat menyebabkan banjir.

Proses infiltrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain; tekstur dan struktur tanah, persediaan air awal (kelembaban tanah), kegiatan biologi dan unsur organik, jenis dan kedalaman serasah, dan tumbuhan bawah atau tajuk penutup tanah lainnya (Asdak, 1995). Lahan hutan pada lokasi penelitian secara umum termasuk dalam klasifikasi infiltrasi cepat, hal ini lebih disebabkan karena pada penggunaan lahan hutan terdapat faktor-faktor pendukung infiltrasi antara lain yaitu: strukturnya gumpal agak membulat, halus, lemah sampai gembur. Tekstur tanah dominan liat sampai lempung berdebu, pori tanah menunjukkan pori makro cukup dan pori meso cukup. Drainase tanah atau kecepatan meresapnya air dari tanah/keadaan yang menunjukkan lama dan seringnya jenuh air adalah baik/sedang dan kedalaman air tanahnya termasuk dalam yaitu 300 cm.