• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam Untuk Penyediaan Air Baku Berkelanjutan Di Tingkat Kabupaten (Studi Kasus Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam Untuk Penyediaan Air Baku Berkelanjutan Di Tingkat Kabupaten (Studi Kasus Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara)"

Copied!
221
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

UNTUK PENYEDIAAN AIR BAKU BERKELANJUTAN

DI TINGKAT KABUPATEN

(Studi Kasus Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara)

RIDWAN ADI SURYA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul ”Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam Untuk Penyediaan Air Baku Berkelanjutan di Tingkat Kabupaten (Studi Kasus Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara)” adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2015

(4)
(5)

RINGKASAN

RIDWAN ADI SURYA. KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM UNTUK PENYEDIAAN AIR BAKU BERKELANJUTAN DI TINGKAT KABUPATEN (Studi Kasus Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara). Dibimbing oleh M. YANUAR J. PURWANTO, ASEP SAPEI dan WIDIATMAKA.

Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini terkait dengan eksistensi sumberdaya air adalah penurunan ketersediaan air sementara di lain pihak kebutuhan air terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, hal ini merupakan konsekuensi logis dari pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan aktifitas ekonomi. Penurunan ketersediaan air dan peningkatan kebutuhan air juga terjadi di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. Perubahan penggunaan lahan diduga mengakibatkan terjadinya penurunan debit minimum dan peningkatan debit maksimum di Kabupaten Konawe.

Penelitian ini telah dilaksanakan di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2012 sampai pada bulan Februari 2013, dengan tujuan: (1) Menganalisis potensi ketersediaan air baku di Kabupaten Konawe; (2) Menganalisis tingkat keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku di Kabupaten Konawe; (3) Membangun strategi pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di tingkat kabupaten, dan (4) Menganalisis strategi kelembagaan pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kabupaten Konawe.

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui survey lapang, diskusi, pengisian kuesioner dan wawancara langsung di lokasi penelitian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran pustaka dengan cara mencari referensi dari berbagai sumber seperti; hasil penelitian terdahulu, studi pustaka, peta, laporan dan dokumen yang ada di berbagai instansi terkait sesuai obyek yang diteliti. Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan metode Expert Survey.

Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan 4 (empat) tahapan utama, yaitu : (1) Analisis potensi ketersediaan air baku dengan tools analisis Model Tangki (Tank Model), (2) Analisis status keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaanair baku di tingkat kabupaten dengan metode analisis Multi Dimensional Scalling (MDS), (3) Analisis strategi pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di tingkat kabupaten dengan kombinasi analisis MDS, dan analisis Prospektif, dan (4) Analisis kelembagaan pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di tingkat kabupaten dengan metode analisis Interpretative Structural Modelling (ISM) untuk memperoleh mekanisme kerjasama antar pemangku kepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kabupaten Konawe

(6)

dengan 857,77 mm/tahun atau setara dengan 33.390 m3/tahun. Sehingga potensi air

rata-rata bulanan di Sub DAS Konaweha sebesar 2799,14 m3/bulan. Distribusi potensi air bulanan maksimum berdasarkan skenario bussiness as usual berada pada bulan Juli sebesar 110,08 mm/bulan, sedangkan distribusi potensi air bulana minimum berada pada bulan Novembar sebesar 44,82 mm/bulan.

Berdasarkan hasil penilaian terhadap 44 atribut dari kelima dimensi ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan, dan teknologi pada pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe maka kondisi saat ini nilai indeks keberlanjutannya adalah sebesar 41,40 (terletak antara 25,00 - 49,99) ini berarti status pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe saat ini berada pada status kurang berkelanjutan. Dimensi ekologi mempunyai kinerja cukup berkelanjutan sedangkan empat dimensi lainnya dimensi ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan menunjukkan kinerja yang kurang berkelanjutan. Faktor pengungkit (leverage factor) keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku di Kab. Konawe diperoleh sebanyak 12 atribut berasal dari dimensi ekologi 3 atribut yaitu (1) Pengembangan sumber air baku untuk penyediaan air bersih, (2) Pemanfaatan lahan terhadap kualitas air baku, (3) Tinggi permukaan air tanah. Dimensi ekonomi 2 atribut yaitu: (1) Tingkat keuntungan PDAM, dan (2) Penyerapan tenaga kerja. Dimensi sosial 2 atribut yaitu (1) Motivasi dan kepedulian masyarakat terhadap upaya perbaikan lingkungan, rehabilitasi hutan dan lahan untuk kelestarian sumber air baku, dan (2) Tingkat pendidikan formal masyarakat. Dimensi teknologi 3 atribut yaitu (1) Tingkat pelayanan air bersih PDAM, (2) Teknologi penanganan limbah dan (3) Kondisi drainase di kawasan permukiman, dan dimensi kelembagaan 2 atribut yaitu (1) Rezim pengelolaan air bersih, dan (2). Ketersediaan perangkat hukum adat/local wisdom. Untuk meningkatkan status keberlanjutan jangka panjang, skenario yang perlu dilakukan untuk pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe adalah Skenario III (Optimis), dengan melakukan perbaikan secara menyeluruh terhadap semua atribut yang sensitif, minimal terhadap 8 (delapan) atribut faktor kunci yang dihasilkan dalam analisis prospektif, sehingga semua dimensi yang ada menjadi berkelanjutan. Pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe masih menghadapi kendala diantaranya sebagai berikut: menurunnya fungsi resapan air akibat berkurangnya vegetasi pada daerah tangkapan air, dan kurangnya koordinasi dan keterpaduan pengelolaan sumber daya air antar stakeholder terkait. Program yang menjadi kebutuhan dalam kebijakan pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kabupaten Konawe yaitu: Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan aparat SKPD terkait; Peningkatan kesadaran stake holder terkait; dan Penetapan pedoman pengelolaan DAS. Ketiga sub elemen kebutuhan ini menjadi dasar bagi sub elemen lainnya, dan perlu segera diimplementasikan dilapangan. Terdapat 11 lembaga yang terkait dalam pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe, namun lembaga yang memiliki pengaruh paling besar dalam perumusan kebijakan pemerintah dalam hal pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe yaitu BPDAS Sampara dan Dinas Kehutanan Kab. Konawe.

(7)

SUMMARY

RIDWAN ADI SURYA. NATURAL RESOURCE MANAGEMENT POLICIES FOR SUSTAINABLE RAW WATER SUPPLY IN REGENCY LEVEL (Case Study Konawe Regency Southeast Sulawesi Province). Under supervision of M. YANUAR J. PURWANTO, ASEP SAPEI and WIDIATMAKA.

The Phenomena occurring lately related to the existence of water resources is a decrease in the availability of water while on the other hand the need for water continues to increase from time to time, it is a logical consequence of population growth and increased economic activity. Decreased water availability and increased water demand also occur in Konawe Regency Southeast Sulawesi Province. This is caused by changes in land use due to continuous exploitation of land resulting in a decrease in infiltration capacity and increased surface runoff. As a result, the amount of water lost to the sea will increase as well, which in turn also influence the availability of water in Konawe Regency.

This study was conducted from March 2012 to February, 2013, and located in Konawe Regency Southeast Sulawesi Province, with the main objective to develop policy development of sustainable management of raw water at the district level. To achieve that goal, then there are some specific goals to be achieved, among other things: (1) To determine the potential availability of raw water supply in Konawe Regency; (2) To analize the level of sustainability in the management of natural resource for raw water supply in Konawe Regency; and (3) Building a natural resource management strategy for the sustainable raw water supply at regency level (4) Analyzing institutional strategies of natural resource management for sustainable raw water supply in Konawe Regency.

Types of data collected in this study included primary and secondary data. Primary data was collected through field surveys, discussions, questionnaires and interviews live on-site research to achieve the goals that have been set previously. Secondary data was collected through a literature search by looking for references from various sources such as; the results of previous studies, literature studies, maps, reports and documents in various instances corresponding object studied.. Determination of the respondents were calculated using Expert Survey.

Techniques of data analysis performed using four main stages, namely: (1) Analysis of the potential availability of raw water with analysis tools Tank Model, (2) To analize the level of sustainability in the management of natural resource for raw water supply in regency level with the method of analysis Multi dimensional Scaling (MDS), (3) Analysis of natural resource management strategy for the sustainable raw water supply at regency level with a combination of MDS analysis and Prospective analysis, and (4) Institutional analysis of natural resource management for sustainable raw water supply in the Konawe Regency with the method of analysis Interpretative Structural Modeling (ISM) to obtain the cooperation mechanisms among stakeholders in the sustainable management of raw water in Konawe Regency.

(8)

857.77 mm/year, equivalent to 33 390 m3/year. So that the water potential of the

monthly average in the Konaweha Sub Watershed is 2799.14 m3/month. The maximum monthly water potential distribution based on a business as usual scenario was in July amounted to 110.08 mm/month, while the minimum monthly water potential distribution was in November amounted to 44.82 mm/month.

Based on the results of an assessment of the 44 attributes of the five dimensions of the ecological, economic, social, institutional, and technological dimensions of the sustainable management of raw water in the Konawe Regency, the current state of sustainability index value is equal to 41.40 (located between 25.00 to 49.99) this means that the status of the sustainable management of raw water in the Konawe Regency currently stands at less sustainable status. Ecological dimensions of sustainability have enough performance while the other four dimensions of the economic, social, technological and institutional dimensions showed sustained underperformance. Leverage factor sustainability of raw water for sustainable water supply in the Konawe Regency gained as much as 12 attributes derived from the ecological dimensions of three attributes, namely: (1) Development of sources of raw water for water supply, (2) Land use on the quality of raw water, and (3) High level of groundwater. Two the economic dimension attributes, namely: (1) Rates of return taps, and (2) Labor absorption. Two the social dimension attributes, namely: (1) Motivation and public awareness of environmental improvement, forest and land rehabilitation for the preservation of water sources, and (2) The level of formal education community. Three dimensional technology attributes, namely: (1) The level of water service taps, (2) Waste treatment technology and (3) Drainage conditions in the settlements, and two attributes of institutional dimensions, namely: (1) Water management regime, and (2) The availability of indigenous/local wisdom. To improve the status of long-term sustainability, a scenario that needs to be done for the sustainable management of raw water in the Konawe district is Scenario III (Optimistic), to conduct a thorough repair of all sensitive attributes, at least for 8 (eight) attributes a key factor resulting in the prospective analysis, so that all the dimensions are there to be sustainable.

Management of raw water for water supply in Konawe Regency still face problems such as the following: decreased function of water absorption due to reduced vegetation in the catchment area, and the lack of coordination and integration of water resources management among relevant stakeholders. The program is a requirement in the development of water management model for the raw water supply in Konawe Regency namely: Increased knowledge and skills of personnel related local government offices; Increased awareness of relevant stakeholders; and Establishment of guidelines for watershed management. The third sub-element of this requirement is the basis for the other sub-elements, and needs to be implemented in the field. There are 11 institutions involved in the management of raw water for water supply in Konawe Regency, but an institution that has the greatest influence in the formulation of government policy in terms of the management of raw water for water supply in the Konawe Regency are BPDAS Sampara and Forest Agency Konawe Regency.

(9)

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

UNTUK PENYEDIAAN AIR BAKU BERKELANJUTAN

DI TINGKAT KABUPATEN

(Studi Kasus Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara)

RIDWAN ADI SURYA

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Penguji pada Ujian Tertutup

:

Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS (Guru Besar Fakultas Pertanian IPB) Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr

(Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB)

Penguji pada Ujian Terbuka :

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS (Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB) Dr. Ir. Muhammad Rizal, M.Sc

(13)
(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga Disertasi dengan topik ”Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam Untuk Penyediaan Air Baku Berkelanjutan di Tingkat Kabupaten (Studi Kasus Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara)”, di bawah bimbingan dan arahan Komisi Pembimbing telah dapat saya selesaikan dengan baik dan pada waktunya nanti dapat disyahkan. Disertasi ini telah menandai adanya suatu kurun waktu dalam sejarah panjang perjalanan hidup penulis, dalam menyelesaikan studi S3 (Program Doktor) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Kompleksitas permasalahan berkaitan dengan pengelolaan air baku berkelanjutan di tingkat Kabupaten telah menginspirasi keinginan saya untuk melakukan penelitian secara mendalam guna mengetahui kendala dan permasalahan dari pengelolaan air baku berkelanjutan tersebut, sehingga selanjutnya dapat ditemukan arahan kebijakan pengelolaan sumberdaya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di tingkat kabupaten yang lebih baik di masa mendatang berdasarkan pendekatan ilmiah dan komprehensif.

Atas tersusunnya Disertasi ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing; Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS., dan Dr. Ir. Widiatmaka, DAA, masing-masing selaku anggota pembimbing atas bimbingan, dan arahan yang telah diberikan. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS selaku Ketua Program Studi PSL IPB, yang senantiasa memberikan dorongan semangat dan motivasi untuk menyelesaikan Disertasi ini.

Bersama ini, dengan penuh rasa syukur penulis menghaturkan sembah sujud dan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Ir. Siradjuddin Taora dan Ibunda Hasto Kirmani atas segala limpahan kasih sayang serta siraman iman yang diberikan kepada penulis semenjak masih dalam kandungan hingga penyelesaian studi penulis. Terkhusus dengan penuh cinta penulis mengucapkan syukur dan terima kasih yang tak terhingga kepada Istriku tercinta Sri Anggarini Rasyid, S.Si, M.Si, ananda Zahra Althafunnisa dan Zaki Abqary Ridwan yang selalu memberikan dukungan dan doa selama penulis menuntut ilmu, kalian adalah penyemangatku untuk segera menyelesaikan studi di IPB, terima kasih. Demikian pula kepada semua pihak yang telah membantu dan berkontribusi dalam penyusunan Disertasi ini kami ucapkan terima kasih.

Akhir kata, atas semua bantuan yang telah diberikan, penulis hanya dapat berdoa semoga diberi ganjaran yang setimpal oleh Allah SWT dan dinilai sebagai amal shaleh. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna dan dengan segala kerendahan hati menerima masukan, kritikan, dan saran agar tulisan ini dapat disempurnakan sesuai dengan yang diharapkan. Selanjutnya penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi pemerintah serta masyarakat yang berkaitan dengan urusan pengelolaan sumber daya air, dunia ilmu pengetahuan dan pihak lain yang membutuhkan.

(16)
(17)

DAFTAR ISI

Batas Teknis Hidrologi 12

Daerah Aliran Sungai

Sistem DAS

12 15 Hubungan Curah Hujan dengan Limpasan (Runoff)

Metode Bilangan Kurva

Waktu dan Lokasi Penelitian 28

Jenis dan Metode Pengumpulan Data 29

Tahapan Penelitian 30

Metode Pemilihan Responden 31

Analisis Data 31

Analisis Potensi Ketersediaan Air Baku 31

Analisis Status Keberlanjutan 37

Analisis Prospektif dalam Penentuan Strategi Pengelolaan Air Baku Pengembangan Model Kelembagaan

39 41

4 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 45

Kondisi Geografis dan Luas Wilayah 45

Topografi 45

(18)

Hidrogeologi

Kondisi Infrastruktur Air Bersih Kabupaten Konawe Kualitas Air pada DAS Konaweha

56

Klasifikasi tutupan lahan pada catchment area sub DAS Konaweha 78 Analisis Potensi Ketersediaan Air dengan Model Tangki 79 Analisis Model Tangki untuk Mengetahui Debit Total Limpasan,

Total Infiltrasi, dan Kandungan Air Tanah dari Setiap TGL Pembahasan

Proses Hidrologi Hasil Tank Model

Aplikasi Skenario Model Tangki untuk Peningkatan Potensi Ketersediaan Sumberdaya Air di Sub DAS Konaweha Simpulan

Status Keberlanjutan Pengelolaan Air Baku di Kabupaten Konawe Faktor Pengungkit (Leverage Factor)

Analisis Monte Carlo

Uji Ketepatan Analisis MDS (goodness of fit) Simpulan

7 KEBIJAKAN PENGELOLAAN AIR BAKU BERKELANJUTAN DI KABUPATEN KONAWE Skenario Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Air Baku

(19)

8 ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BAKU BERKELANJUTAN DI KABUPATEN KONAWE

Pendahuluan Metode Analisis Hasil dan Pembahasan

Kendala dalam Pengelolaan Air Baku Berkelanjutan di Tingkat Kabupaten

Kebutuhan dalam Pengelolaan Air Baku Berkelanjutan di Tingkat Kabupaten

Stakeholder yang Terlibat dalam Pengelolaan Air Baku Berkelanjutan di Tingkat Kabupaten

Pembahasan Simpulan

9 PEMBAHASAN TENTANG IMPLIKASI KEBIJAKAN

Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Alam untuk Penyediaan Air Baku Berkelanjutan di Tingkat Kabupaten

Peran Stakeholder Tingkat Kabupaten dalam Kegiatan Pengelolaan Air Baku Berkelanjutan

10 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

125 125 126 128 128 131 133 135 136 138 138 143

(20)

DAFTAR TABEL

1. Kisaran-kisaran porositas tanah yang mewakili untuk bahan-bahan endapan (Todd, 1990)

11 2. Kapasitas Infiltrasi Beberapa Tipe Tanah dari Pengukuran

Lapangan (Kohnke dan Bertrand, 1959)

14 3. Hubungan laju infiltrasi minimum dengan jenis tanah menurut

SCS

17 4. Penelitian, metode dan hasil penelitian terkait novelty 26 5. Tahapan dan metode analisis pengelolaan sumber daya alam

untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe

30 6. Data Iklim yang dibutuhkan untuk Menghitung

Evapotranspirasi Masing-Masing Metode Empiris (Doorenbos dan Pruitt, 1977)

33

7. Matriks Pengaruh dan Ketergantungan Faktor dalam Sistem Pengelolaan Sumber Daya Alam Untuk Penyediaan Air Baku

Berkelanjutan di Kab. Konawe

40

8. Pedoman Penilaian Pengelolaan Sumber Daya Alam Untuk Penyediaan Air Baku Berkelanjutan di Kab. Konawe

40 9. Luas Daratan Menurut Ketinggian di Atas Permukaan Air Laut

(Kab. Konawe dalam Angka Tahun 2013)

45 10. Kondisi Topografi Kabupaten Konawe (Kab. Konawe dalam

Angka Tahun 2006)

47 11. Rata-rata Curah Hujan dalam kurun waktu 6 tahun di Stasiun

Abuki Kabupaten Konawe (PUSAIR Bandung)

48 12. Jenis tanah pada Kabupaten Konawe (Peta Tanah Tinjau tahun

1967)

53 13. Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2010 57 14. Jumlah Penduduk dan Laju Penduduk di Kab. Konawe

1990,2000, 2010

57 15. Jumlah Produksi dan Pelanggan PDAM Kab. Konawe Tahun

2010

59 16. Analisis Kualitas Air pada DAS Konaweha bulan Juli tahun

2011

Hasil pengujian sampel air sungai Konaweha Hulu (Pelosika) bulan April 2011

Hasil pengujian sampel air sungai Konaweha Tengah (Wawotobi) bulan April 2011

Hasil pengujian sampel air sungai Konaweha Hilir (Pohara) Bulan April 2011

Hasil pengujian sampel kualitas air wilayah sungai Konaweha Bulan April 2011

Parameter Kualitas Air Sumur Bor Masyarakat

(21)

22. Luas masing-masing perubahan tutupan lahan pada catchment area Bendung Wawotobi Sub DAS Konaweha

79 23. Nilai Koefisien model tangki hasil kalibrasi tahun 2009 80 24. Tutupan lahan yang digunakan dalam tahap kalibrasi dan

validasi Model Tangki

82 25. Hubungan laju infiltrasi minimum dengan jenis tanah menurut

SCS (Asdak, 1995)

90 26. Hubungan parameter Tank Model dengan Curve Number dalam

skenario konservasi pemanfaatan lahan

91 27. Kategori Indeks dan Status Keberlanjutan 97 28. Nilai indeks keberlanjutan multidimensi pengelolaan sumber

daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe

107

29. Atribut pengungkit dimensi-dimensi keberlanjutan 108 30. Perbedaan Indeks Keberlanjutan antara Rap-Konawe (MDS)

Dengan Monte Carlo

109 31. Nilai Stress dan Nilai Koefisien Determinasi (R2) hasil

Rap-Konawe

109 32. Matriks pengaruh dan ketergantungan faktor dalam sistem

pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku

113 33. Pedoman penilaian pengelolaan sumber daya alam untuk

penyediaan air baku berkelanjutan di Kabupaten Konawe

113 34. Atribut Pengungkit Dimensi Keberlanjutan 115 35. Keadaan faktor kunci dan kemungkinan perubahan kedepan 118 36. Nilai indeks dan status keberlanjutan hasil pengembangan

kebijakan Skenario I (Pesimis), Skenario II (Moderat), dan Skenario III (Optimis)

120

37. Elemen kendala dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Untuk Penyediaan Air Baku Berkelanjutan di Kab. Konawe

128 38. Elemen kebutuhan dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam

Untuk Penyediaan Air Baku Berkelanjutan di Kab. Konawe

131 39. Elemen stakeholder dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam

Untuk Penyediaan Air Baku Berkelanjutan di Kab. Konawe

133 40. Rekomendasi Jumlah Alokasi Anggaran Untuk Konservasi

Berdasarkan Luasan Lahan Perubahan Kondisi tiap-tiap TGL

142 41. Peran Lembaga dalam Strategi Peningkatan Pengelolaan

Sumber Daya Alam Untuk Penyediaan Air Baku Berkelanjutan di Kab. Konawe

(22)

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pikir penelitian 5

2. Siklus hidrologi 9 3. Beberapa bentuk daerah aliran sungai (Browne, 1999) 12 4. Bagan Ilustrasi Respon DAS Akibat Masukan Berupa Hujan 15 5. Sistem Aliran Sungai (O'Donnel, 1973 dalam Harto 1993) 16 6. Model tangki yang digunakan dalam penelitian 21 7. Bagan Alir Pemodelan Runoff untuk Model Tangki 22

8. Lokasi Penelitian di Kabupaten Konawe 28

9. Bendung Wawotobi Sub DAS Konaweha 34

10. Skema model tangki untuk TGL di Sub DAS Konaweha 34 11. Model tangki yang digunakan dalam penelitian ini 35 12. Tahapan Analisis pada Atribut Kritis Sub DAS Konaweha 39 13. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem 41 14. Tahapan Pada Teknik Permodelan Interpretasi Struktural 42 15. Matriks driver power-dependence dalam analisis ISM 43 16. Diagram alir analisa kelembagaan dengan metode ISM 44

17. Peta Administrasi Kabupaten Konawe 46

18. Diagram Rata-rata Curah Hujan di Kabupaten Konawe dari tahun 2006 - 2012 pada Stasiun Abuki Kab. Konawe (Pusair Bandung)

48

19. Peta Jenis Tanah di Kabupaten Konawe 52

20. Peta Daerah Aliran Sungai Kabupaten Konawe 54 21. Persentase Luas Lahan Menurut Penggunaannya 55 22. Perkembangan Jumlah Penduduk Kab. Konawe Tahun

2000-2010

56

23. Peta Permukiman Kabupaten Konawe 58

24. Peta Jaringan Air Bersih Kab. Konawe 60

25. Model tangki yang digunakan dalam penelitian ini 76

26. Diagram alir konsep matematis model 77

27. Peta land use catchment area Bendung Wawotobi 78 28. Grafik hasil kalibrasi model tangki dengan data tahun 2009 82 29. Grafik hasil validasi model tangki menggunakan data tahun

(23)

30. Grafik sebaran hasil validasi model tangki menggunakan data tahun 2011

83 31. Debit total limpasan di Sub DAS Konaweha Tahun 2011 83 32. Total Infiltrasi total tiap land use di Sub DAS Konaweha Tahun

2011

84 33. Jumlah KAT tiap land use di Sub DAS Konaweha Tahun 2011 84 34. Distribusi Potensi Air Bulanan di Sub DAS Konaweha 86 35. Debit Total Limpasan di Sub DAS Konaweha dengan Skenario 87 36. Debit Total Infiltrasi di Sub DAS Konaweha dengan Skenario 88 37. Jumlah Total Air Tanah di Sub DAS Konaweha dengan

Skenario

89 38. Luasan perubahan kondisi tata guna lahan hasil skenario model

tangki untuk TGL Hutan, Pertanian, Sawah, Pemukiman, Savana, dan Semak

92

39. Diagram layang-layang Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Sumber Daya Alam Untuk Penyediaan Air Baku

Berkelanjutan di Kabupaten Konawe

98

40. Indeks Status Keberlanjutan dan Atribut Pengungkit Dimensi Ekologi

98 41. Indeks Status Keberlanjutan dan Atribut Pengungkit Dimensi

Ekonomi

100 42. Indeks Status Keberlanjutan dan Atribut Pengungkit

Dimensi Sosial

102 43. Indeks Status Keberlanjutan dan Atribut Pengungkit Dimensi

Teknologi

103 44. Indeks Status Keberlanjutan dan Atribut Pengungkit Dimensi

Kelembagaan

105 45. Tingkat Pengaruh dan Ketergantungan Antar Faktor dalam

Sistem

114 46. Hasil analisis tingkat kepentingan faktor-faktor yang

berpengaruh pada sistem yang dikaji

116 47. Diagram Layang-Layang Peningkatan Indeks Per-Dimensi

Keberlanjutan Hasil Skenario Kebijakan

121 48. Distribusi ke empat sektor pada matriks driver

power-dependence

127 49. Hubungan antara Driver Power - Dependence dan Struktur

Hirarki Pada Elemen Kendala

130 50. Hubungan antara Driver Power - Dependence dan Struktur

Hirarki Pada Elemen Kebutuhan

132 51. Hubungan antara Driver Power - Dependence dan Struktur

Hirarki Pada Elemen Stakeholder

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Foto Keadaan Lokasi Penelitian 161

2. Kuesioner Analisis Status Keberlanjutan dengan Multi

Dimensional Scalling (MDS) 163

3. Kuesioner Analisis Kelembagaan dengan Interpretative

Structural Modelling (ISM) 169

4. Kuesioner Analisis Prospektif 176

5. Peta Perubahan Penggunaan Lahan Catchment Area Bendung

Wawotobi Sub DAS Konaweha Tahun 2000 – 2011 180 6. Rencana Program, Kegiatan, Indikator Kinerja, Kelompok

Sasaran, dan Pendanaan Indikatif SKPD Dinas Kehutanan Kabupaten Konawe Tahun 2014 - 2018

181 7. Data Debit Sungai Lahambuti-Abuki Tahun 2009 191 8. Data Debit Sungai Lahambuti-Abuki Tahun 2011 192 9. Data Curah Hujan Pos Abuki Kec. Abuki Kab. Konawe Tahun

2009 193

10. Data Curah Hujan Pos Abuki Kec. Abuki Kab. Konawe Tahun

2011 194

11. Bilangan Kurva Limpasan Permukaan 195

(25)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di alam semesta ini, air menutupi sekitar 70% permukaan bumi, dengan volume sekitar 1.385.984.610 km3 (Angel dan Wolseley, 1992). Air yang terdapat

di permukaan bumi terbagi kedalam berbagai bentuk, misalnya uap air, es, cairan, dan salju. Air tawar terutama terdapat di sungai, danau, air tanah (ground water)

dan gunung es (glacier). Air merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat di alam secara berlimpah. Namun, ketersediaan air yang memenuhi syarat bagi keperluan manusia relatif sedikit karena dibatasi oleh berbagai faktor.

Jika dilihat secara keseluruhan, kandungan air yang ada di muka bumi lebih kurang 97% merupakan air laut yang tidak dapat digunakan oleh manusia secara langsung. Dari 3% air yang tersisa, 2% diantaranya tersimpan sebagai gunung es (glacier) di kutub dan uap air, yang juga tidak dapat dimanfaatkan secara langsung. Air yang benar-benar tersedia bagi keperluan manusia hanya 0,62%, meliputi air yang terdapat di danau, sungai, dan air tanah. Bila ditinjau dari segi kualitas, air yang memadai bagi konsumsi manusia hanya 0,003% dari seluruh air yang ada (Jeffries dan Mills, 1996).

Air merupakan sumberdaya alam yang strategis dan vital bagi kehidupan manusia. Keberadaannya tidak dapat digantikan oleh materi lainnya. Air dibutuhkan untuk menunjang berbagai sistem kehidupan dan pembangunan. Hampir semua kebutuhan hidup manusia membutuhkan air, baik untuk kebutuhan rumah tangga (domestik), maupun untuk keperluan pertanian, peternakan, perikanan, industri dan pengelolaan kota (non domestik). Pasokan air untuk mendukung berjalannya pembangunan dan berbagai kebutuhan manusia perlu dijamin kesinambungannya, terutama yang berkaitan dengan kuantitas dan kualitasnya sesuai dengan yang dibutuhkan. Oleh karena itu, sumberdaya air yang ada perlu dikelola secara berkelanjutan. Sistem pengelolaan sumberdaya air berkelanjutan merupakan sistem pengelolaan sumberdaya air yang didesain dan dikelola serta berkontribusi penuh terhadap tujuan masyarakat (sosial dan ekonomi) saat ini dan masa yang akan datang, dengan tetap mempertahankan kelestarian aspek ekologisnya (Loucks, 2000).

Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini terkait dengan eksistensi sumberdaya air adalah penurunan ketersediaan air sementara di lain pihak kebutuhan air terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan aktifitas ekonomi. Penurunan ketersediaan air dan peningkatan kebutuhan air juga terjadi di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal ini disebabkan antara lain karena perubahan penggunaan lahan akibat eksploitasi lahan secara terus menerus sehingga terjadi penurunan kapasitas infiltrasi dan peningkatan aliran permukaan. Akibatnya jumlah air yang hilang ke laut meningkat, yang pada akhirnya turut mempengaruhi ketersediaan air di Kabupaten Konawe.

(26)

banjir. Pada tahun yang sama dari bulan September sampai November terjadi kekeringan dengan debit minimum rata-rata 10,6 m3/detik yang menyebabkan lebih dari 5.000 hektar sawah di wilayah irigasi Wawotobi tidak mendapatkan pasokan air yang cukup. Pada bulan September tahun 2003 debit minimum sungai Konaweha adalah 27 m3/detik, pada tahun 2006 dan 2008 debit minimum bulan

September menjadi 23 m3/detik dan 20 m3/detik (Sub Dinas PU Pengairan Provinsi Sulawesi Tenggara, 2010). Jika kecenderungan penurunan ini berlanjut, maka diperkirakan akan terjadi defisit air pada musim kemarau di Kabupaten Konawe.

Kebijakan pemerintah pusat tentang pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) pertambangan yang dipusatkan di Provinsi Papua, Papua Barat dan Sulawesi Tenggara juga akan berpotensi memberikan dampak terhadap perubahan penggunaan lahan. Untuk tujuan tersebut maka Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara mengusulkan perubahan status hutan seluas 310.165 hektar menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) melalui revisi Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW) Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2010 (Bappeda Provinsi Sulawesi Tenggara, 2010). Dari luasan tersebut, maka sekitar 10 % berada di DAS Konaweha. Jika usulan tersebut diatas disetujui, dikhawatirkan akan semakin menurunkan ketersediaan air khususnya distribusi ketersediaan air bulanan di Kabupaten Konawe.

Seiring dengan penurunan ketersediaan air, maka kebutuhan air baku di Kabupaten Konawe cenderung mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Peningkatan kebutuhan air ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, peningkatan jumlah industri dan pertambahan luas sawah. Angka pertumbuhan penduduk rata-rata di Kab. Konawe adalah 2 % per tahun, sementara laju pertambahan industri kecil adalah 0,7 % per tahun, industri sedang dan besar adalah lebih dari 7 % per tahun, sedangkan laju pertambahan luas sawah di perkirakan lebih dari 1 % per tahun.

Air memiliki makna penting bagi segala bentuk kehidupan mahluk hidup di permukaan bumi ini. Bagi manusia air diperlukan untuk mendukung kalangsungan hidup sehari-hari seperti untuk aktivitas kegiatan rumah tangga (domestik), dan untuk kegiatan pengairan, industri, pertanian, perikanan, peternakan, serta pengelolaan kota (non domestik). Perkembangan pertumbuhan penduduk yang diikuti dengan pertumbuhan sektor ekonomi serta perkembangan lahan pertanian yang banyak memerlukan suplai air baku yang memadai, hal ini menyebabkan kelangkaan air semakin meningkat dari tahun ke tahun. Untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan yang timbul akibat pemanfaatan sumber-sumber air permukaan dan air tanah, maka diperlukan suatu kajian tentang Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Alam Untuk Penyediaan Air Baku Berkelanjutan di Tingkat Kabupaten (Studi Kasus Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara).

Perumusan Masalah

(27)

Puriala, Onembute, Pondidaha, Wonggeduku, Amonggedo, Wawotobi, Meluhu, Konawe, Unaaha, Anggaberi, Abuki, Latoma, Tongauna, Asinua, dan Routa. Dari jumlah wilayah administrasi tersebut baru sekitar 2 % yang telah mendapatkan sistem pelayanan air bersih sesuai syarat-syarat air yang telah ditetapkan berdasarkan data jumlah pelanggan PDAM pada tahun 2012. (Data BPS, 2013). Sementara wilayah lainnya memanfaatkan air sungai dan air tanah sebagai sumber air bagi kebutuhan domestik dan non domestiknya.

Berdasarkan data yang tersedia, terdapat 2 (dua) pengaliran air sungai yang dapat dijadikan sebagai sumber air permukaaan (surface water) di Kabupaten Konawe, antara lain adalah Sungai Lahumbuti dan Sungai Konaweha. Kenyataan menunjukkan bahwa pada saat musim hujan berlangsung, volume (m3) air pada

sungai-sungai tersebut berlimpah namun pada musim kemarau jumlahnya menjadi sangat terbatas.

Berdasarkan penggambaran tersebut di atas, maka secara spesifik dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian yang merupakan permasalahan yang yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana potensi ketersediaan air baku di tingkat Kabupaten?

2. Bagaimana status keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di tingkat Kabupaten?

3. Bagaimana strategi pengelolaan sumberdaya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di tingkat Kabupaten?.

4. Bagaimana kondisi kelembagaan pengelolaan sumberdaya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di tingkat Kabupaten?.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan utama untuk menyusun pengembangan kebijakan pengelolaan air baku berkelanjutan di Kabupaten Konawe. Untuk mencapai tujuan utama tersebut, ada beberapa tujuan khusus yang ingin dicapai, antara lain:

1. Menganalisis potensi ketersediaan air baku di Kabupaten Konawe

2. Menganalisis tingkat keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam untuk penyediaan air baku di Kabupaten Konawe

3. Membangun strategi pengelolaan sumberdaya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kabupaten Konawe

4. Menyusun strategi kelembagaan pengelolaan sumberdaya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kabupaten Konawe.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai masukan bagi pemerintah untuk dapat merumuskan

kebijakan-kebijakan bagi kegiatan pembangunan prasarana wilayah di tingkat Kabupaten. 2. Sebagai masukan bagi pemerintah untuk dapat merumuskan strategi

kebijakan pengelolaan air baku berkelanjutan di tingkat Kabupaten.

(28)

Kerangka Pemikiran

Kabupaten Konawe terbagi atas 30 wilayah kecamatan. Dari jumlah wilayah administrasi tersebut baru sekitar 2 % yang telah mendapatkan sistem pelayanan air bersih untuk kegiatan domestik (PDAM). Disadari bahwa di wilayah kabupaten ini terdapat beberapa sumber air permukaan yang berasal dari air sungai dan air tanah. Namun, kenyataannya sumber-sumber air tersebut belum dapat dioptimalkan pemanfaatannya.

Ketersediaan sumberdaya air di Kabupaten Konawe sangat dipengaruhi/ ditentukan oleh banyaknya sumber-sumber air baik berupa sumber air permukaan (sungai) maupun sumber air tanah (sumur). Data BPS (2013) menunjukkan bahwa di Kabupaten Konawe terdapat dua pengaliran air sungai yang dapat dijadikan sebagai sumber air permukaan (surface water) yang dapat memenuhi kebutuhan air baku bagi kegiatan domestik dan non domestik yaitu Sungai Konaweha dan Sungai Lahumbuti.

Pada saat musim hujan, sungai-sungai tersebut memiliki jumlah air yang berlimpah, sementara pada musim kemarau jumlahnya sangatlah terbatas atau mengalami kelangkaan. Krisis ketersediaan air yang telah terjadi di beberapa daerah di Kabupaten Konawe cenderung semakin meningkat dari tahun ke tahun. Disamping itu, kekeringan pada musim kemarau dan banjir pada musim hujan secara rutin menimpa beberapa daerah di Kabupaten Konawe. Masalah tersebut diantaranya disebabkan oleh kesalahan dalam pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) dan juga kerusakan lingkungan akibat pencemaran residu pestisida pada aktifitas pertanian, aktifitas ilegal loging di daerah hulu DAS Konaweha dan penambangan liar yang terus berlangsung di sepanjang sungai Konaweha hingga saat ini.

(29)

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian Kondisi Sub DAS Konaweha

Kabupaten Konawe

Analisis Model Tangki (Tank Model)

Analisis Status Keberlanjutan Pengelolaan Sumberdaya Alam untuk

Penyediaan Air Baku di Tingkat Kabupaten

Strategi Pengelolaan Sumberdaya Alam untuk Penyediaan Air Baku Berkelanjutan di Tingkat Kabupaten Parameter

Konservasi: · Koefisien

Limpasan (Runoff)

· Koefisien

Infiltrasi

Skenario Konservasi: · Bussiness as usual

· Moderat · Optimis

Pengelolaan Sumberdaya Alam untuk Penyediaan Air Baku di Tingkat Kabupaten:

· RPJMD · Renstra SKPD · Program Kerja

Evaluasi:

· Kecukupan anggaran · Kecukupan

konservasi · Program dan

kegiatan

Analisis Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam untuk Penyediaan Air Baku Berkelanjutan di Tingkat Kabupaten

Arahan Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Alam untuk Penyediaan Air Baku Berkelanjutan di Tingkat Kabupaten

Ya

(30)

Kebaruan (Novelty)

(31)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Sumber Daya Air

Manusia dan semua mahluk hidup butuh air. Air merupakan material yang membuat kehidupan terjadi di bumi. Menurut dokter dan ahli kesehatan, manusia wajib minum air putih 8 gelas sehari. Tumbuhan dan binatang juga membutuhkan air, sehingga dapat dikatakan air merupakan salah satu sumber kehidupan. Semua organisme tersusun dari sel-sel yang berisi air sekitar 60% dan aktivitas metaboliknya mengambil tempat dilarutan air (Enger dan Smith, 2000). Dapat disimpulkan bahwa untuk kepentingan manusia dan kepentingan komersial lainnya, ketersediaan air dari segi kualitas maupun kuantitas mutlak diperlukan.

Sumberdaya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah (UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air). Air baku adalah air yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum (PP No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum). Untuk memenuhi air baku yang semakin hari semakin bertambah, maka air baku dapat diperoleh dari sungai, air tanah dan air sumur. Air yang dipakai untuk air baku harus memenuhi persyaratan sesuai dengan kegunaannya.

Air merupakan unsur utama bagi hidup kita di planet ini. Kita mampu bertahan hidup tanpa makan dalam beberapa minggu, namun tanpa air kita akan mati dalam beberapa hari saja. Dalam bidang kehidupan ekonomi modern kita, air juga merupakan hal utama untuk budidaya pertanian, industri, pembangkit tenaga listrik, dan transportasi. Beberapa definisi yang berkenaan dengan pengembangan sumberdaya air (Bouwer, 1978: Freeze dan Cherry, 1979; Kodoatie, 1996), antara lain;

a. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, termasuk di dalamnya air dalam sistem sungai, waduk, danau, air irigasi.

b. Air Tanah adalah sejumlah air dibawah tanah permukaan bumi yang terdapat dikumpulkan dengan sumur-sumur, terowongan atau sistem drainase atau dengan pemompaan. Dapat juga dikatakan aliran yang secara alamiah mengalir ke permukaan tanah melalui pancaran atau rembesan. UU Sumberdaya Air mendefinisikan air tanah sebagai air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.

(32)

interaksi antara manusia dan air melalui penelitian terpadu, termasuk pelestarian nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang kondusif bagi konservasi air dan ekosistemnya. Menurutnya ketersediaan air bersih secara nasional saat ini baru tercapai sekitar 60%. Ini berarti sekitar 90 juta masyarakat Indonesia masih menggunakan air yang tidak layak secara kesehatan untuk kehidupan sehari-hari. Untuk itu, diperlukan perhatian dari semua pihak dalam mempertahankan kualitas lingkungan, mengembalikan fungsi hutan sebagai penyimpan air bersih bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.

Semua orang berharap bahwa seharusnya air diperlakukan sebagai bahan yang sangat bernilai, dimanfaatkan secara bijak, dan dijaga terhadap cemaran. Namun kenyataannya air selalu dihamburkan, dicemari, dan disia-siakan. Hampir separo penduduk dunia, hampir seluruhnya di negara-negara berkembang, menderita berbagai penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan air, atau oleh air yang tercemar. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, 2 miliar orang kini menyandang resiko menderita penyakit murus yang disebabkan oleh air dan makanan. Penyakit ini merupakan penyebab utama kematian lebih dari 5 juta anak-anak setiap tahun.

Sumber-sumber air semakin dicemari oleh limbah industri yang tidak diolah atau tercemar karena penggunaannya yang melebihi kapasitasnya untuk dapat diperbaharui. Kalau kita tidak mengadakan perubahan radikal dalam cara kita memanfaatkan air, mungkin saja suatu ketika air tidak lagi dapat digunakan tanpa pengolahan khusus yang biayanya melewati jangkauan sumber daya ekonomi bagi kebanyakan negara.

Di alam semesta ini, secara garis besar total volume air yang ada, air asin dan air tawar adalah 1.385.984.610 km3, terdiri dari atas: Air laut; 1.338.000.000 km3

atau 96,54 %, lainnya (air tawar + asin); 47.984.610 km3 atau 3,46 %, air asin di luar air laut; 12.955.400 km3 atau 0,93 % dan air tawar; 35.029.210 km3 atau 2,53 %. Dari keseluruhan jumlah air yang ada di bumi, sebanyak 94,54 % berada di laut dan 1,73% berada di kutub (kutub Utara dan Selatan), lainnya berupa air tanah (dengan komposisi 0,76 % air tawar dan 0,93 % berupa air asin) serta yang ada dipermukaan bumi dan udara berjumlah 0,04 %.

Air tawar dari es di kutub dan es lainnya serta salju memberikan distribusi yang paling besar yaitu 69,553 %. Bila dilihat dari keseimbangan jumlah air tawar yang ada, maka air tanah memberikan distribusi yang cukup penting karena jumlahnya mencapai 30,061 % dari seluruh air tawar yang ada. Sedangkan jumlah air tanah dangkal, danau, rawa/payau, sungai dan air biologi hanya 0,349 %. Bila dibandingkan jumlah air tawar tersebut terhadap air tanah maka besarnya hanya 0,0116 atau 1,116 % dari air tanah. Jumlah air tawar di sungai 0,0006 % atau kurang lebih 1/5010 dari air tanah. Jumlah air tanah dangkal, danau, rawa/payau, sungai dan air biologi adalah 0,0151 % dan ini hanya kurang lebih 9/1000 dari air tanah (Chow et al., 1988).

Siklus Hidrologi

(33)

Sumber: U.S. Geological Survey

Gambar 2 Siklus Hidrologi

Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung yaitu melalui vegetasi atau media lainnnya akan membentuk siklus aliran air mulai dari tempat yang tinggi (gunung, pegunungan) menuju ke tempat yang rendah baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut.

Dengan adanya penyinaran matahari, maka semua air yang ada dipermukaan bumi akan berubah wujud berupa gas/uap akibat panas matahari dan disebut dengan penguapan atau evaporasi dan transpirasi. Uap ini bergerak di atmosfer (udara) kemudian akibat perbedaan temperatur di atmosfer dari panas menjadi dingin maka air akan terbentuk akibat kondensasi dari uap menjadi cairan (from air to liquid state). Bila temperatur berada di bawah titik beku (freezing point) kristal-kristal es terbentuk. Tetesan air kecil (tiny droplet) tumbuh oleh kondensasi dan berbenturan dengan tetesan air lainnya dan terbawa oleh gerakan udara turbulen sampai pada kondisi yang cukup besar menjadi butir-butir air. Apabila jumlah butir sir sudah cukup banyak dan akibat berat sendiri (pengaruh gravitasi) butir-butir air itu akan turun ke bumi dan proses turunnya butiran air ini disebut dengan hujan atau presipitasi. Bila temperatur udara turun sampai dibawah 0º Celcius, maka butiran air akan berubah menjadi salju (Chow et al., 1988). Hujan jatuh ke bumi baik secara langsung maupun melalui media misalnya melalui tanaman (vegetasi). Di bumi air mengalir dan bergerak dengan berbagai cara. Pada retensi (tempat penyimpanan) air akan menetap untuk beberapa waktu. Retensi dapat berupa retensi alam seperti darah-daerah cekungan, danau tempat-tempat yang rendah dll., maupun retensi buatan seperti tampungan, sumur, embung, waduk dll.

(34)

biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju kesistem jaringan sungai, sistem danau atau waduk. Dalam sistem sungai aliran mengalir mulai dari sistem sungai kecil ke sistem sungai yang besar dan akhirnya menuju mulut sungai atau sering disebut estuary yaitu tempat bertemunya sungai dengan laut.

Air hujan sebagian mengalir meresap kedalam tanah atau yang sering disebut dengan Infiltrasi, dan bergerak terus kebawah. Air hujan yang jatuh ke bumi sebagian menguap (evaporasi dan transpirasi) dan membentuk uap air. Sebagian lagi mengalir masuk kedalam tanah (infiltrasi, perkolasi, kapiler). Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang – ruang antara butir-butir tanah dan di dalam retak – retak dari batuan. Dahulu disebut air lapisan dan yang terakhir disebut air celah (fissure water). Aliran air tanah dapat dibedakan menjadi aliran tanah dangkal, aliran tanah antara dan aliran dasar (base flow). Disebut aliran dasar karena aliran ini merupakan aliran yang mengisi sistem jaringan sungai. Hal ini dapat dilihat pada musim kemarau, ketika hujan tidak turun untuk beberapa waktu, pada suatu sistem sungai tertentu aliran masih tetap dan kontinyu. Sebagian air yang tersimpan sebagai air tanah (ground water) yang akan keluar ke permukaan tanah sebagai limpasan, yakni limpasan permukaan (surface run off), aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah (ground water run off) yang terkumpul di sungai yang akhirnya akan mengalir ke laut kembali terjadi penguapan dan begitu seterusnya mengikuti siklus hidrologi.

Air Permukaan

Definisi dalam Undang-Undang Sumberdaya Air (UU RI No. 7 tahun 2004) menyebutkan bahwa air adalah semua air yang terdapat pada, di atas maupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang berada di darat. Aliran permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, contohnya air di dalam sistem sungai, air di dalam sistem irigasi, air di dalam sistem drainase, air waduk, danau, kolam retensi. Air dimanfaatkan untuk berbagai keperluan misalnya untuk kebutuhan domestik, irigasi ataupun pertanian, pembangkit listrik, pelayaran sungai, industri wisata, dll.

Air Tanah

Air yang berada di wilayah jenuh di bawah permukaan tanah disebut air tanah. Secara global, dari keseluruhan air tawar yang berada di bumi ini lebih dari 97 % terdiri atas air tanah. Tampak bahwa peranan air tanah di bumi adalah penting. Air tanah dapat dijumpai hampir semua tempat di bumi bahkan di gurun pasir yang paling kering sekalipun, demikian juga di bawah tanah yang membeku karena tertutup lapisan salju atau es.

Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah (definisi dalam UU Sumberdaya Air). Secara umum, jenis air tanah dapat dilihat dari daerahnya di dalam tanah. Kisaran-kisaran porositas tanah yang mewakili untuk bahan-bahan endapan disajikan pada Tabel 1.

(35)

Tabel 1 Kisaran-kisaran porositas tanah yang mewakili untuk bahan-bahan endapan (Todd, 1980)

Bahan Porositas (%)

Liat Debu

Pasir campuran medium hingga kasar Pasir yang seragam

Pasir campuran halus hingga medium Kerikil

Asal-muasal air tanah juga dipergunakan sebagai konsep dalam menggolongkan air tanah ke dalam 4 tipe (Todd, 1980 dan Davis, 1966) yaitu: 1. Air meteorik : Air ini berasal dari atmosfir dan mencapai mintakat (zona)

kejenuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. a. Secara langsung oleh infiltrasi pada permukaan tanah

b. Secara tidak langsung oleh rembesan influen (di mana kemiringan muka air tanah menyusup di bawah aras air permukaan kebalikan dari efluen) dari danau, sungai, saluran buatan dan lautan.

c. Secara langsung dengan cara kondensasi uap air (dapat diabaikan)

2. Air Juvenil: Air ini merupakan air baru yang ditambahkan pada mintakat kejenuhan dari kerak bumi yang dalam. Selanjutnya air ini dibagi lagi menurut sumber spesifiknya ke dalam:

a. Air magmatic

b. Air gunung api dan air kosmik (yang dibawa oleh meteor).

3. Air diremajakan (rejuvenatited): air yang untuk sementara waktu telah dikeluarkan dari daur hidrologi oleh pelapukan, maupun oleh sebab-sebab yang lain, kembali lagi ke daur dengan proses-proses metamorphosis, pemadaman atau proses-roses yang serupa (Davis, 1996).

4. Air konat: Air yang terjebak pada beberapa batuan sedimen atau gunung pada asalnya mulanya. Air tersebut biasanya sangat termineralisasi dan mempunyai salinitas yang lebih tinggi dari pada laut.

Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-ruang (pori-pori) butir-butir tanah dan di dalam retakan-retakan batuan. Pori berukuran kapiler dan membawa air yang disebut air pori. Aliran melalui pori adalah laminar. Kapasitas penyimpanan/cadangan air dari suatu lahan ditunjukkan dengan porositas yang merupakan nisbah dari volume rongga (Vv) dengan volume

batuan (V).

(36)

Batas Teknis Hidrologi

Ada tiga wilayah/daerah teknis atau hidrologi pengelolaan sumberdaya air yaitu; cekungan air tanah (CAT), daerah aliran sungai (DAS) dan wilayah sungai. Masing-masing menurut Undang-Undang Sumberdaya Air No. 7 Tahun 2004 didefinisikan sebagai berikut :

1. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses penimbunan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.

2. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alamiah, yang batas daerah merupakan pemisah topografi dan batas laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

3. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.

Daerah Aliran Sungai

Daerah aliran sungai yang biasa disingkat dengan DAS dalam beberapa literatur menggunakan istilah yang berbeda dan arti yang sama, diantaranya menggunakan istilah: watershed, river basin, catchment atau drainage basin. Istilah

watershed biasanya duhubungkan dengan batas aliran, sedang istilah river basin, catchment atau drainage basin dikaitkan dengan daerah aliran. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Asdak, 2007).

Chow et al. (1988), mengemukakan bahwa DAS dapat dipandang sebagai suatu sistem hidrologi dimana curah hujan merupakan input dari aliran sungai serta evapotranspirasi adalah output sistem. Selanjutnya dikatakan bahwa DAS merupakan tempat terjadinya proses-proses yang berangkaian dan menjadi bagian dari siklus hidrologi.

Dalam perkiraan volume air, selain panjang, dibutuhkan pula informasi rata-rata lebar dan kedalaman untuk setiap sungai dan jumlah dari perkiraan air untuk semua sungai (Chang, 2006). Pada umumnya DAS kira-kira berbentuk seperti buah pir seperti pada Gambar 3a tetapi ketika keluaran DAS berubah-ubah sama sekali dari bentuk ini, maka DAS perlu dibagi menjadi beberapa sub-area, seperti pada Gambar 3b.

(37)

Menurut Seyhan (1990), faktor utama di dalam DAS yang sangat mempengaruhi ketersediaan sumberdaya air adalah:

1. Vegetasi, merupakan pelindung bagi permukaan bumi terhadap hempasan air hujan, hembusan angin dan teriknya sinar matahari. Fungsi utama dari vegetasi adalah melindungi tanah. Perlindungan ini berlangsung dengan cara: (a) melindungi tanah terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh, (b) melindungi tanah dari daya merusak aliran air di atas permukaan tanah, dan (c) memperbaiki kapasitas infiltrasi dan struktur tanah serta daya absorpsi atau daya simpan air.

2. Tanah, berfungsi sebagai media tumbuhnya vegetasi dan pengatur tata air. Peranan tanah dalam mengatur tata air tergantung pada tingkat kemampuan tanah untuk meresapkan air yang dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi dan permeabilitas tanah.

Chow et al (1988), mengemukakan bahwa DAS dapat dipandang sebagai suatu sistem hidrologi dimana curah hujan merupakan input dari aliran sungai serta evapotranspirasi adalah output sistem. Selanjutnya dikatakan bahwa DAS merupakan tempat terjadinya proses-proses yang berangkaian dan menjadi bagian dari siklus hidrologi. Proses tersebut dapat ditinjau mulai dari terjadinya hujan (presipitasi), yang merupakan produk langsung dari awan yang berbentuk air maupun salju. Hujan yang jatuh sebagian tertahan di tajuk tanaman dan atap bangunan, kemudian jatuh ke tanah (intersepsi), sebagian lainnya jatuh ke tanah. Saat air jatuh ke tanah, maka terjadi proses infiltrasi yaitu perjalanan air melalui permukaan tanah dan menembus masuk ke dalamnya.

Proses infiltrasi akan berlanjut terus sepanjang terjadinya proses perkolasi yaitu aliran air gravitasi ke dalam tanah. Sebagian air yang masuk ke dalam terinfiltrasi yang ada di permukaan tanah. Sedangkan air yang masuk ke dalam tanah akan kembali ke saluran-saluran sebagai subsurface-flow, dan sebagian akan menjadi air tanah. Air tanah ini akan mengalir di dalam sebagai groundwater-flow. Berbeda dengan aliran permukaan (surface-runoff), yang terjadi sesaat setelah infiltrasi mencapai konstan, aliran air dalam tanah berlangsung secara lambat dan akan muncul ke permukaan tanah pada tanah-tanah yang rendah sebagai

groundwater-outflow. Air akan meninggalkan DAS melalui penguapan atau evaporasi, aliran sungai, dan sebagian besar air yang terserap tanaman akan diuapkan melalui transpirasi. Pada proses transpirasi, air hujan yang jatuh di permukaan tanah akan dikembalikan ke atmosfer melalui penguapan.

Daerah aliran sungai merupakan suatu sistem dinamis dengan karakteristik yang spesifik dan ditentukan oleh ruang, luas, bentuk, ketercapaian dan lintasannya. Karakter tersebut sangat terkait dengan masyarakat yang bermukim di sekitar sungai. Olehnya itu, tataguna daerah aliran sungai harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kerugian dan degradasi akibat persaingan kepentingan.

Tanah

(38)

menampung air hujan atau meresapkan air tergantung pada sifat permeabilitas tanah. Pada tanah-tanah yang gembur mempunyai sifat permeabilitas tinggi, sehingga air hujan yang jatuh akan banyak yang terserap ke dalam tanah, sehingga aliran permukaan menjadi kecil. Permeabilitas tanah sangat dipengaruhi oleh sifat fisik tanah yaitu tekstur dan struktur tanah.

Pengaruh tekstur dan struktur tanah terhadap kemampuan infiltrasi terutarna ditentukan oleh keadaan pori tanah yaitu jumlah, ukuran dan kemantapan pori. Makin banyak pori-pori, makin besar pula kapasitas infiltrasi. Pada tanah-tanah yang banyak mengandung pasir mempunyai pori-pori lebih banyak dibandingkan dengan tanah yang banyak mengandung liat. Dengan demikian kapasitas infiltrasi pada tanah-tanah berpasir akan lebih besar dan lebih cepat tingkat infiltrasinya dibandingkan dengan tanah yang bertekstur halus. Hubungan antara besarnya kapasitas infiltrasi dengan tingkat kehalusan tekstur tanah dari beberapa macam tanah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kapasitas Infiltrasi Beberapa Tipe Tanah dari Pengukuran Lapangan (Kohnke dan Bertrand, 1959)

Tekstur Tanah Kapasitas Infiltrasi (mm/jam) Pasir berlempung (loamy sand)

Lempung (loam)

Lempung berdebu (silt loam) Lempung berliat (clay loam) Liat (clay)

25 - 50 12,5 - 25 7,5 - 12,5 0,5 – 7,5

< 0,5

Vegetasi

Peranan vegetasi dalam hal pengelolaan DAS sangat menentukan. Shen (1963

dalam Asdak, 1995) mengemukakan bahwa vegetasi mempengaruhi limpasan permukaan melalui : (1) intersepsi hujan, (2) mengurangi kecepatan limpasan permukaan dan kekuatan perusak air, (3) pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologis yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap porositas tanah, dan (4) transpirasi yang mengakibatkan keringnya tanah, sehingga meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah.

Penggunaan Lahan dan Perilaku DAS

Penggunaan lahan memiliki keterkaitan dengan perilaku dan terutama sumberdaya air DAS dalam beberapa aspek sebagai berikut :

· Penggunaan lahan berdampak besar terhadap kelembaban tanah. Lahan yang ditutup oleh pepohonan menyebabkan berkurangnya radiasi dan tiupan angin di permukaan tanah, sehingga tanah menjadi lebih lembab dibandingkan dengan lahan terbuka.

(39)

· Tutupan kanopi yang rapat dapat mengurangi debit banjir dengan periode ulang lebih pendek, meningkatkan aliran dasar (base flow) serta meningkatkan pengisian aliran permukaan tanah akan tetapi tutupan kanopi ini tidak mengurangi penurunan debit banjir dengan periode ulang lebih panjang.

Sistem DAS

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, daerah aliran sungai (catchment, basin, watershed) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan.

Sistem adalah gugus/kumpulan dari elemen/komponen yang saling terkait dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau gugus tujuan (Hartrisari, 2007). Pendekatan sistem mempunyai tujuan spesifik yaitu membangun hubungan masukan dan keluaran yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk rekonstruksi kejadian masa lalu atau untuk prakiraan kejadiaan yang akan datang, dengan masalah pokok yang diperhatikan adalah operasi sistem yang digunakan (Sudjarwadi, 1995). Gambar 4 menyajikan ilustrasi respon DAS akibat masukan berupa hujan. Dalam gambar tersebut sistem DAS digunakan sebagai model untuk memahami konsep transformasi masukan (hujan) menjadi keluaran (debit).

Gambar 4 Bagan Ilustrasi Respon DAS Akibat Masukan Berupa Hujan (Jayadi, 2000)

Memahami masalah pendekatan sistem DAS, tidak dapat terlepas dari pendekatan fisik seperti sistem masukan, sistem struktur/geometri, hukum-hukum fisika, dan kondisi awal serta kondisi batas. Pendekatan secara fisik pada suatu DAS sangat sulit dilaksanakan karena mempunyai beberapa persoalan yang kompleks (rumit), sehingga untuk menyelesaikan persoalan tersebut dilakukan pendekatan sistem DAS (Sudjarwadi, 1995).

Hubungan Curah Hujan dengan Limpasan (Runoff)

(40)

flow). Harto (1993) menggambarkan proses pengaliran air pada suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) seperti pada Gambar 5.

Sebagian air hujan yang jatuh akan ditangkap oleh tajuk tanaman berupa intersepsi. Air yang jatuh di permukaan tanah sebagian akan menjadi aliran permukaan dan sebagian lainnya meresap ke dalam tanah melalui proses infiltrasi. Dari proses infiltrasi, sebagian akan menjadi aliran bawah permukaan dan sebagian lagi akan masuk terus ke lapisan tanah yang lebih dalam melalui proses perkolasi. Dari aliran bawah permukaan, sebagian akan mengalir langsung (prompt subsurface flow) dan sebagian lagi akan mengalir tertunda (delayed subsurface flow).

Gambar 5 Sistem Aliran Sungai (Harto, 1993)

Aliran permukaan bersama-sama dengan aliran bawah permukaan yang mengalir langsung serta hujan yang jatuh langsung di atas permukaan sungai (channel precipitation) membentuk limpasan langsung (direct runoff). Sementara itu air yang masuk melalui proses perkolasi akan menjadi aliran air bumi (groundwater flow). Aliran air bumi bersama-sama dengan aliran bawah permukaan tertunda yang tidak masuk ke saluran bergabung. menjadi aliran dasar (base flow). Akhirnya aliran dasar dan limpasan langsung bersatu menuju sungai.

Metode Bilangan Kurva

Dinas Konservasi Tanah Amerika atau US Soil Conservation Service (SCS) mengembangkan suatu metode yang berusaha mengkaitkan karakteristik DAS seperti tanah, vegetasi, dan tata guna lahan dengan bilangan kurva limpasan permukaan (Run Off Curve Number) yang menunjukkan potensi air larian untuk curah hujan tertentu. Metode SCS dikembangkan dari hasil pengamatan curah hujan selama bertahun-tahun dan melibatkan banyak daerah pertanian di Amerika Serikat. Perlu dikemukakan bahwa metode ini berlaku terutama untuk DAS yang lebih kecil

Evapotranspirasi

Total Runoff

Infiltrasi

Perkolasi Simpanan Permukaan

Simpanan Air Tanah Simpanan Kadar

(41)

dari 13 km2 dengan rata-rata kemiringan lahan kurang dari 30 persen (Asdak, 1995).

Pengelompokan yang berdasarkan atas karakteristik tanah dibagi dalam empat kelompok tanah yang ditandai dengan huruf A, B, C dan D. Karakteristik-karakteristik tanah yang berhubungan dengan keempat kelompok tersebut adalah sebagai berikut (Asdak, 1995):

Kelompok A : Potensi limpasan paling kecil, termasuk tanah pasir dengan unsur debu dan liat.

Kelompok B : Potensi limpasan kecil, termasuk tanah berpasir dangkal, lempung berpasir.

Kelompok C : Potensi limpasan sedang, lempung berliat, lempung berpasir dangkal, tanah berkadar bahan organik rendah, dan tanah-tanah

berkadar liat tinggi.

Kelompok D : Potensi limpasan tinggi, kebanyakan tanah liat, tanah-tanah yang Mengambang secara nyata jika basah, liat berat, plastis, dan tanah- tanah bergaram tertentu.

Kelompok hidrologi tanah (Soil Hydrology Group) menunjukkkan potensi infiltrasi tanah setelah mengalami keadaan basah pada kurun waktu tertentu (Tabel 3). Tabel 3 Hubungan laju infiltrasi minimum dengan jenis tanah menurut SCS

Kelompok Hidrologi Tanah

Laju Infiltrasi (mm/jam)

A 8-12

B 4-8

C 1-4

D 0-1

Sumber: Asdak (1995)

Tabel bilangan kurva limpasan permukaan berdasarkan deskripsi penggunaan lahan (land use) dan kelompok hidrologi tanah (Soil Hydrologic Soil) dapat dilihat di Lampiran 19. Nilai CN pada Lampiran 19 hanya berlaku untuk keadaan kelembaban awal II, yaitu nilai rata-rata untuk banjir tahunan (Asdak, 1995).

Kondisi kelembaban awal (Antecedent Moisture Condition) didefinisikan sebagai kondisi kelembaban tanah berdasarkan kejadian hujan. Metode SCS mengekspresikan parameter ini sebagai indeks berdasarkan pada kejadian musiman untuk hujan lima hari, (McQueen, 1982) yaitu:

1. AMC I merepresentasikan tanah kering dengan curah hujan musim istirahat (5 hari) < 10 mm dan curah hujan musim berkembang (5 hari) < 28 mm. 2. AMC II merepresentasikan tanah kering dengan curah hujan musim istirahat

10-22 mm dan curah hujan musim berkembang 28-42 mm.

3. AMC III merepresentasikan tanah kering dengan curah hujan musim istirahat > 22 mm dan curah hujan musim berkembang > 42 mm.

Gambar

Gambar 2  Siklus Hidrologi
Gambar 6   Model tangki yang digunakan dalam penelitian
Gambar 7  Bagan Alir Pemodelan Runoff untuk Model Tangki
Tabel 4. Lanjutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

8) Aspek kekonsistenan. Dalam aspek kekonsistenan yang meliputi 2 indikator menunjukkan bahwa tidak memerlukan revisi karena hasil dari penilaian validator menunjukkan

Pengembangan perangkat menggunakan model pengembangan 4D (Define, Design, Develop, dan Disseminate) dan diujicobakan pada mahasiswa semester II program studi

a) Ruang baca berfungsi sebagai tempat kegiatan peserta didik dan pendidik memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan pustaka.. b) Luas ruang baca disesuaikan

Hasil survey lintasan pemboran dengan metode Minimum Curvature paling mendekati lintasan aktual sumur G-12 dengan deviasi TVD, Vertical Section tiga dimensi 0,01 ft dan

tersedianya luasan RTH Publik sebesar 20% dari luas wilayah ... Usulan Kegiatan dan Pembiayaan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan ... Readiness Criteria Sektor Penataan

yang telah melaksanakan pembelajaran passing bawah dengan menggunakan metode bermain dan sudah melakukan tes hasil belajar passing bawah bola voli.. 63 Peneliti tindakan

Karena adanya keterbatasan waktu, dana, tenaga, teori-teori, dan supaya penelitian dapat dilakukan secara lebih mendalam maka tidak semua masalah yang diidentifikasikan

Inverse Discrete Cosine Transform (IDCT) merupakan komponen yang digunakan untuk memulihkan isyarat hasil dari proses DCT, secara teori DCT melakukan proses