• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM UNTUK PENYEDIAAN AIR BAKU BERKELANJUTAN DI KAB KONAWE

DAFTAR LAMPIRAN

7 KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM UNTUK PENYEDIAAN AIR BAKU BERKELANJUTAN DI KAB KONAWE

Pendahuluan

Kebijakan pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kabupaten Konawe merupakan skenario kebijakan yang didasarkan pada faktor kunci yang mempunyai pengaruh tinggi dan memiliki ketergantungan terhadap sistem yang dikaji, dalam hal ini sistem pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe. Faktor yang perlu dikelola adalah faktor memiliki pengaruh tinggi terhadap tingkat keberlanjutan sehingga mampu mendorong kinerja sistem pengelolaan untuk mencapai tujuan sistem. Faktor lainnya yang dikelola adalah faktor dengan ketergantungan yang rendah sehingga mampu mencapai kinerja tanpa tergantung terhadap faktor lainnya, sedangkan faktor dengan ketergantungan yang tinggi maka perlu dikelola secara hati-hati karena dapat mempengaruhi ketidakstabilan di dalam sistem.

Skenario kebijakan pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kabupaten Konawe dilakukan dengan menggunakan metode Analisis Prospektif. Analisis Prospektif ini dilakukan dengan menganalisis derajat hubungan kekuatan dan ketergantungan dengan memberikan skor penilaian tingkat pengaruh langsung dan tidak langsung antar elemen (faktor) di dalam sistem DAS yang dikaji. Pemberian nilai tingkat pengaruh antar elemen mulai dari tidak ada pengaruh (0), berpengaruh kecil (1), berpengaruh sedang (2), dan berpengaruh sangat kuat (3). Analisis prospektif merupakan rumusan alternatif kebijakan berupa skenario strategis dalam pengelolaan air baku berkelanjutan di Kabupaten Konawe sehingga dicapai kondisi yang efektif di masa yang akan datang melalui berbagai skenario yang mungkin terjadi. Analisis prospektif ini menghasilkan faktor-faktor dominan (kunci) yang berpengaruh sensitif terhadap kinerja sistem. Skenario kebijakan dilakukan dengan mengintervensi faktor kunci tersebut agar dapat meningkatkan kinerjanya dan kinerja sistem dapat dilihat dari peningkatan nilai indeks keberlanjutan air baku di Kabupaten Konawe. Pada bab ini penelitian bertujuan untuk menyusun skenario kebijakan pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kabupaten Konawe.

Metode Analisis Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kegiatan survey lapangan, wawancara pakar (indepth interview), dan pengisian kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran literatur hasil-hasil penelitian, studi pustaka, laporan dan dokumen dari berbagai instansi yang berhubungan dengan bidang penelitian.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan wawancara dan dan observasi lapangan di wilayah penelitian. Wawancara dilakukan terhadap pejabat

pemerintah daerah dan akademisi yang terkategori pakar melalui diskusi dan wawancara mendalam (indepth interview). Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui kunjungan ke instansi terkait, telaah dokumen dan literatur serta mengunduh dari media elektronik.

Analisis Data

Untuk memperoleh keputusan yang efektif dalam penentuan strategi pengelolaan air baku berkelanjutan di Kabupaten Konawe selanjutnya dianalisis dengan analisis Prospektif. Analisis prospektif merupakan salah satu analisis yang banyak digunakan untuk merumuskan alternatif kebijakan berupa skenario strategis yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam, industri atau pun masalah lainnya untuk mencapai kondisi yang efektif dan efisien pada masa mendatang. Analisis prospektif dapat digunakan sebagai alat untuk mengeksplorasi dan mengantisipasi perubahan melalui skenario. Dapat juga sebagai alat normatif yang merupakan pendekatan berorientasi tindakan yang dimulai dari visi terpilih mengenai masa depan dan menentukan jalur untuk mencapainya. Dengan demikian, analisis prospektif tidak berfokus pada optimasi solusi, tetapi pada penyediaan berbagai macam pilihan dan tujuan bagi para pembuat keputusan dan turut merancang serangkaian alternatif ketimbang memilih alternatif terbaik (Bourgeois, 2004).

Tahapan Analisis Data

Menurut Hartrisari (2002), tahapan dalam melakukan analisis prospektif adalah sebagai berikut :

1. Menentukan faktor kunci untuk masa depan dari sistem yang dikaji, pada tahap ini dilakukan identifikasi seluruh faktor kunci dengan menggunakan kriteria faktor variabel, kemudian dilakukan analisis untuk melihat pengaruh faktor terhadap kinerja sistem dan ketergantungan antar faktor sebagai elemen-elemen dalam sistem. Untuk melihat pengaruh langsung antar faktor dalam sistem yang dilakukan pada tahap pertama analisis prospektif digunakan matriks, sebagaimana dideskripsikan pada Tabel 32.

2. Menentukan tujuan strategis dan kepentingan pelaku utama.

3. Mendefinisikan dan mendeskripsikan evolusi kemungkinan masa depan, pada tahapan ini dilakukan identifikasi bagaimana elemen kunci dapat berubah dengan menentukan keadaan (state) pada setiap faktor, memeriksa perubahan mana yang dapat terjadi bersamaan dan menggambarkan skenario dengan memasangkan perubahan yang akan terjadi dengan cara mendiskusikan skenario dan implikasinya terhadap sistem.

Tabel 32 Matriks pengaruh dan ketergantungan faktor dalam sistem

pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan Dari Terhadap A B C D E F G H I J Total Pengaruh A B C D E F G H I J Sumber : Bourgeois (2004)

Keterangan : A – J = faktor penting dalam sistem

Tabel 33 Pedoman penilaian pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kabupaten Konawe

Skor Keterangan

0 Tidak ada pengaruh 1 Berpengaruh kecil

2 Berpengaruh sedang

3 Berpengaruh sangat kuat Pedoman pengisian :

1. Faktor yang tidak ada pengaruhnya terhadap faktor lain, jika tidak ada pengaruh beri nilai 0.

2. Jika ada pengaruh, selanjutnya dilihat apakah pengaruhnya sangat kuat, jika ya beri nilai 3.

3. Jika ada pengaruh baru dilihat apakah pengaruhnya kecil = 1, atau berpengaruh sedang = 2.

Untuk menentukan faktor kunci digunakan software analisis Prospektif yang akan memperlihatkan tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor di dalam sistem secara detail tampilan hasil disajikan pada Gambar 45.

Gambar 45 Tingkat Pengaruh dan Ketergantungan Antar Faktor dalam Sistem Lebih lanjut, Bourgeois (2004) menyatakan bahwa terdapat 2 tipe sebaran variabel variabel dalam grafik pengaruh dan ketergantungan yaitu :

1. Tipe sebaran yang cenderung mengumpul pada diagonal kuadran IV ke kuadran II. Tipe ini rnenunjukkan bahwa sistem yang dibangun tidak stabil karena sebagian besar variabel-variabel yang dihasilkan termasuk variabel marginal atau laverage variable. Hal ini menyulitkan dalam membangun skenario strategis untuk masa mendatang.

2. Tipe sebaran variabel yang mengumpul di kuadran I ke kuadran III sebagai indikasi bahwa sistem yang dibangun stabil karena memperlihatkan hubungan yang kuat dimana variabel penggerak mengatur variabel output dengan kuat. Selain itu, dengan tipe ini maka skenario strategis bisa dibangun lebih mudah dan efisien.

Hasil dan Pembahasan

Identifikasi Faktor Dominan

Identifikasi faktor dominan dalam sistem pengelolaan air baku berkelanjutan di Kabupaten Konawe dilakukan terhadap faktor pengungkit (leverage factor) dari setiap dimensi keberlanjutan yang diperoleh dari hasil analisis leverage dengan menggunakan Rap-Konawe yang disajikan pada Bab 6. Faktor pengungkit (leverage) dari kelima dimensi keberlanjutan pengelolaan air baku berkelanjutan di Kabupaten Konawe sebanyak 12 faktor, seperti disajikan pada Tabel 34 yaitu :

Faktor Penentu INPUT Faktor Penghubung STAKE Peng ar uh Ketergantungan Faktor Terikat OUTPUT Faktor Bebas UNUSED I II III IV

Tabel 34 Atribut Pengungkit Dimensi Keberlanjutan No. Dimensi

Keberlanjutan

Atribut

(Faktor Pengungkit) Nilai RMS 1. Dimensi

Ekologi

1. Pengembangan sumber air baku untuk penyediaan air bersih

2. Alih fungsi lahan terhadap kualitas air baku

3. Tinggi permukaan air tanah

3,04 2,58 2,28 2. Dimensi

Ekonomi

4. Tingkat keuntungan PDAM 5. Penyerapan tenaga kerja

3,55 3,54 3. Dimensi

Sosial

6. Motivasi & kepedulian masyarakat terhadap upaya perbaikan lingkungan, rehabilitasi hutan dan lahan untuk kelestarian sumber air baku

7. Tingkat pendidikan formal masyarakat

4,94

3,73 4. Dimensi

Teknologi

8. Tingkat pelayanan air bersih PDAM 9. Teknologi penanganan limbah

10. Teknologi resapan air di kawasan permukiman 3,86 3,50 3,40 5. Dimensi Kelembagaan

11. Rezim pengelolaan air bersih

12. Ketersediaan perangkat hukum adat/local wisdom

2,23 1,43 Faktor pengungkit yang diperoleh dari analisis leverage tersebut akan dilakukan penilaian tingkat pengaruh antar faktor baik secara langsung maupun tidak langsung. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan Analisis Prospektif. Setiap faktor memiliki pengaruh yang lemah sampai dengan sangat kuat terhadap faktor lainnya. Dengan menilai tingkat pengaruh ini maka karakter faktor memiliki tingkat pengaruh maupun tingkat ketergantungan terhadap faktor lainnya di dalam sistem DAS. Analisis Prospektif terhadap sistem pengelolaan air baku berkelanjutan menghasilkan pengelompokan setiap faktor kedalam 4 (empat) kuadran yaitu kuadran I = INPUT atau faktor penentu (driving variables), kuadran II = STAKE atau faktor penghubung (leverage variables), kuadran III = OUTPUT atau faktor terikat (output variables), dan kuadran IV = UNUSED atau faktor bebas (marginal variables).

Hasil analisis prospektif terhadap sistem pengelolaan pengelolaan air baku berkelanjutan disajikan pada Gambar 45. Faktor yang masuk kedalam kuadran I (Input) atau variabel penentu merupakan faktor kunci yang memiliki karakteristik memiliki pengaruh yang kuat dan memiliki ketergantungan terhadap sistem yang rendah. Dalam pengelolaan air baku berkelanjutan maka diharapkan banyak faktor yang berada di kuadran I (Input) atau variabel penentu sehingga pengelolaan faktor lebih mudah, sedangkan faktor yang berada di kuadran III (Output) atau variabel terkait maka dibutuhkan pengelolaan yang lebih hati-hati karena faktor ini memiliki pengaruh yang rendah namun memiliki ketergantungan yang besar terhadap sistem.

Gambar 46 Hasil analisis tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada sistem yang dikaji

Berdasarkan Gambar 46 dapat dilihat bahwa faktor dengan karakter yang memiliki pengaruh tinggi dan ketergantungan rendah sebanyak tiga faktor yaitu: (1) Pengembangan sumber air baku, (2) Teknologi resapan air di kawasan permukiman, (3) Alih fungsi lahan terhadap kualitas air baku. Kemudian faktor- faktor kunci/penentu yang mempunyai pengaruh tidak terlalu kuat dan memiliki ketergantungan yang tinggi seperti: (4) Tingkat keuntungan PDAM, (5) Motivasi & kepedulian masyarakat terhadap upaya perbaikan lingkungan, rehabilitasi hutan dan lahan untuk kelestarian sumber air baku, (6) Teknologi penanganan limbah, (7) Tinggi permukaan air tanah, dan (8) Ketersediaan perangkat hukum adat/local wisdom.

Kedelapan faktor tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap kinerja sistem pengelolaan air baku di Kab. Konawe. Perubahan terhadap kinerja faktor kunci maka secara sensitif berpengaruh terhadap kinerja sistem. Peningkatan kinerja sistem dapat didorong melalui intervensi atau peningkatan kinerja pada setiap faktor kunci sehingga secara bersama-sama mampu meningkatkan kinerja sistem. Pengembangan pengelolaan air baku untuk penyediaan air bersih berkelanjutan di Kab. Konawe dilakukan melalui intervensi terhadap faktor-faktor kunci sehingga diharapkan mampu meningkatkan kinerja sistem yang dapat dilihat melalui peningkatan nilai indeks keberlanjutannya.

Keadaan yang Mungkin Terjadi pada Faktor Kunci di Masa Depan

Kondisi faktor-faktor kedepan memiliki sifat ketidakpastian yaitu adanya peluang perubahan yaitu menjadi tetap, memburuk atau menjadi lebih baik. Analisis morfologis dilakukan untuk menganalisis kecenderungan perubahan dari setiap faktor dominan dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah, keadaan lokal, maupun akibat perubahan faktor dari wilayah luar maupun level yang lebih tinggi. Ketepatan dalam analisis ini mendukung terhadap ketepatan dalam skenario kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe. Beberapa variabel dominan dalam pengelolaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe mempunyai kemungkinan perubahan ke depan ataupun dilakukan perubahan melalui intervensi dalam rangka meningkatkan nilai indeks keberlanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku di Kab. Konawe. Perubahan faktor dominan ke depan disajikan pada Tabel 35.

Memperhatikan kemungkinan perubahan ke depan terhadap faktor kunci (dominan) dalam pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe maka kebijakan pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe merupakan hasil interaksi antara faktor: (1) Pengembangan sumber air baku, (2) Teknologi resapan air di kawasan permukiman, (3) Alih fungsi lahan terhadap kualitas air baku, (4) Tingkat keuntungan PDAM, (5) Motivasi dan kepedulian masyarakat terhadap upaya perbaikan lingkungan, rehabilitasi hutan dan lahan untuk kelestarian sumber air baku, (6) Teknologi penanganan limbah, (7) Tinggi permukaan air tanah, dan (8) Ketersediaan perangkat hukum adat/local wisdom.

Kebijakan pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe dilakukan berdasarkan skenario yang disusun yaitu Skenario I (pesimis), Skenario II (moderat), dan Skenario III (optimis). Skenario I merupakan skenario pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe dilakukan seperti kondisi eksisting tanpa ada intervensi perbaikan pada atributnya. Skenario II merupakan skenario pengelolaan

yang dilakukan dengan melakukan perbaikan kinerja pada atribut sensitif (1) Pengembangan sumber air baku, (2) Teknologi resapan air di kawasan

permukiman, (3) Alih fungsi lahan terhadap kualitas air baku, (4) Tingkat keuntungan PDAM, (5) Motivasi dan kepedulian masyarakat terhadap upaya perbaikan lingkungan, rehabilitasi hutan dan lahan untuk kelestarian sumber air baku, (6) Teknologi penanganan limbah, (7) Tinggi permukaan air tanah, dan (8) Ketersediaan perangkat hukum adat/local wisdom. Skenario III merupakan skenario pengelolaan air baku berkelanjutan dengan melakukan perbaikan sama dengan skenario II tetapi dengan menaikkan dua tingkat lebih baik pada kinerja : (2) Teknologi resapan air di kawasan permukiman dari cukup memadai menjadi sangat memadai, (3) Alih fungsi lahan terhadap kualitas air baku dari tinggi dan kualitas air menurun menjadi sangat tinggi dan kualitas air menurun, dan (4) Tingkat keuntungan PDAM dari sedang menjadi sangat tinggi.

Tabel 35 Keadaan faktor kunci dan kemungkinan perubahan kedepan dalam pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan

No. Faktor dominan (key factor)

Kemungkinan terjadi perubahan ke depan

A B C 1 2 3 4 5 1. Pengembangan sumber air baku (1) Masih dalam tahap perencanaan dan belum dilaksanakan. (2) Ada dan sudah dilaksanakan. (2) Ada dan sudah dilaksanakan. Kurang baik Meningkat,

baik

Meningkat, baik 2. Alih fungsi lahan

terhadap kualitas air baku

(2) Tinggi dan kualitas air menurun. (3) Sangat tinggi dan kualitas air menurun. (3) Sangat tinggi dan kualitas air menurun.

Kurang baik Buruk Buruk

3. Teknologi resapan air di kawasan permukiman (1) Cukup memadai (2) Memadai (3) Sangat memadai Cukup memadai Meningkat,

Memadai Meningkat, Memadai 4. Tingkat keuntungan PDAM (1) Sedang (2) Tinggi (3) Sangat tinggi Sedang Meningkat, Tinggi Meningkat, Tinggi 5. Motivasi & kepedulian

masyarakat terhadap upaya perbaika n lingkungan, rehabilitasi hutan dan lahan untuk kelestarian sumber air baku (0) Rendah Rendah (1) Sedang Meningkat, Sedang (2) Tinggi Meningkat, Sedang 6. Teknologi penanganan limbah (0) Tidak terdapat IPAL (1) Terdapat IPAL tapi tidak berfungsi dengan baik (2) Terdapat IPAL dan berfungsi dengan baik Buruk Meningkat, Sedang Meningkat, Baik

Tabel 35 Lanjutan

7. Tinggi permukaan air tanah (0) Tidak berfluktuasi secara ekstrim (0) Tidak berfluktuasi secara ekstrim (0) Tidak berfluktuasi secara ekstrim Baik Tetap, Baik Tetap, Baik 8. Ketersediaan perangkat

hukum adat/local wisdom (0) Tidak ada (1) Cukup tersedia (2) Sangat lengkap Kurang Meningkat, Sedang Meningkat, Tinggi Keterangan:

A = Kondisi eksisting, Skenario I (Pesimis); B = Skenario II (Moderat); C = Skenario III (Optimis)

(0)s/d (3) = Nilai skoring atribut faktor kunci (dominan)

Skenario Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Penyediaan Air Baku Berkelanjutan di Kabupaten Konawe

Skenario yang dibangun untuk pengembangan kebijakan pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe dilakukan dengan menggunakan tiga skenario Skenario I (pesimis), Skenario II (moderat), dan Skenario III (optimis). Skenario pengembangan kebijakan dilakukan dengan melakukan intervensi (perbaikan) kinerja terhadap faktor kunci. Perbaikan kinerja faktor dengan alat analisis ini dilakukan dengan meningkatkan nilai skor terhadap faktor penting tersebut. Selanjutnya pada faktor-faktor pengungkit (leverage) pada masing-masing dimensi keberlanjutan dibuat kondisi yang mungkin terjadi di masa depan. Skenario kemudian disimulasikan melalui analisis MDS untuk menilai kembali peningkatan indeks keberlanjutannya. Nilai indeks keberlanjutan adalah jumlah nilai indeks keberlanjutan per-dimensi hasil skenario dikalikan dengan nilai bobot masing-masing dimensi. Nilai bobot per-dimensi pada dari nilai indeks keberlanjutan pengelolaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe adalah dimensi ekologi 20%, dimensi ekonomi 20%, dimensi sosial 20%, dimensi teknologi 20%, dan dimensi kelembagaan 20%. Nilai dan status keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe hasil pengembangan kebijakan dengan Skenario I, Skenario II dan Skenario III disajikan pada Tabel 36.

Tabel 36 Nilai indeks dan status keberlanjutan hasil pengembangan kebijakan Skenario I (Pesimis), Skenario II (Moderat), dan Skenario III (Optimis)

No. Dimensi Skenario I (Pesimis) Skenario II (Moderat) Skenario III (Optimis) Nilai Indeks Nilai Tertimbang Nilai Indeks Nilai Tertimbang Nilai Indeks Nilai Tertimbang 1 Ekologi 52.36 10.47 68.04 13.61 68.04 13.61 2 Ekonomi 36.93 7.39 40.46 8.09 45.51 9.10 3 Sosial 34.16 6.83 40.16 8.03 44.46 8.89 4 Teknologi 35.39 7.08 43.29 8.66 55.58 11.12 5 Kelembagaan 48.17 9.63 47.04 9.41 49.17 9.83 Nilai Indeks 41.40 47.80 52.55 Keberlanjutan Status Kurang Berkelanjutan Kurang Berkelanjutan Cukup Berkelanjutan

Skenario I (pesimis) merupakan skenario kebijakan berdasarkan kondisi eksisting tanpa melakukan intervensi terhadap faktor dominan dengan nilai indeks keberlanjutan 41,40 atau dikategorikan kurang berkelanjutan. Dimensi ekologi memiliki nilai tertimbang tertinggi yaitu 10,47 sedangkan dimensi sosial memiliki nilai tertimbang terendah yaitu 6,83.

Skenario II (moderat) dilakukan melalui perbaikan beberapa faktor kunci pada dimensi ekologi sehingga dapat meningkatkan nilai indeks dimensinya dari yang semula pada kondisi eksisting nilai indeksnya 52,36 meningkat menjadi 68,04. Peningkatan nilai indeks dimensi ekologi ini menunjukkan bahwa dimensi ekologi tetap berada pada status cukup berkelanjutan. Skenario II telah mampu meningkatkan nilai indeks dimensi ekologi menjadi 68,04 (cukup berkelanjutan). Pada dimensi ekonomi dilakukan perbaikan beberapa faktor kunci sehingga dapat meningkatkan nilai indeks dimensinya dari yang semula pada kondisi eksisting nilai indeksnya 36,93 meningkat menjadi 40,46. Peningkatan nilai indeks dimensi ekonomi ini menunjukkan bahwa dimensi ekonomi tetap berada pada status kurang berkelanjutan. Skenario II telah mampu meningkatkan nilai indeks dimensi ekonomi menjadi 40,46 (kurang berkelanjutan). Pada dimensi sosial dilakukan perbaikan beberapa faktor kunci sehingga dapat meningkatkan nilai indeks dimensinya dari yang semula pada kondisi eksisting nilai indeksnya 34,16 meningkat menjadi 40,16. Peningkatan nilai indeks dimensi sosial ini menunjukkan bahwa dimensi sosial tetap berada pada status kurang berkelanjutan. Skenario II telah mampu meningkatkan nilai indeks dimensi sosial menjadi 40,16 (kurang berkelanjutan). Pada dimensi teknologi dilakukan perbaikan beberapa faktor kunci sehingga dapat meningkatkan nilai indeks dimensinya dari yang semula pada kondisi eksisting nilai indeksnya 35,39 meningkat menjadi 43,29. Peningkatan nilai indeks dimensi teknologi ini menunjukkan bahwa dimensi teknologi tetap berada pada status kurang berkelanjutan. Skenario II telah mampu meningkatkan nilai indeks dimensi teknologi menjadi 43,29 (kurang berkelanjutan). Namun untuk dimensi kelembagaan dilakukan perbaikan beberapa faktor kunci dari yang semula

pada kondisi eksisting nilai indeksnya 48,17 menurun menjadi 47,04. Penurunan nilai indeks dimensi kelembagaan ini menunjukkan bahwa dimensi kelembagaan tetap berada pada status kurang berkelanjutan. Secara keseluruhan dengan Skenario II (moderat) nilai indeks keberlanjutan dapat ditingkatkan dari 41,40 menjadi 47,80 namun masih berada pada status kurang berkelanjutan. Nilai indeks keberlanjutan tersebut sumbangan terbesar diperoleh dari dimensi ekologi dan kelembagaan dan sumbangan terkecil diperoleh dari dimensi sosial dan dimensi ekonomi.

Skenario III (optimis) mampu meningkatkan nilai indeks keberlanjutan menjadi 52,55 berarti berada pada status cukup berkelanjutan. Skenario III (optimis) ini telah mampu meningkatkan nilai indeks keberlanjutan dimensi teknologi dari 43,29 menjadi 55,58 (cukup berkelanjutan), yang sebelumnya dengan skenario II (moderat) hanya mampu meningkatkan nilai indeks dari 35,39 menjadi 43,29. Adapun nilai indeks dimensi ekonomi tetap rendah yaitu 45,51, nilai indeks dimensi sosial tetap rendah yaitu 44,46, nilai indeks kelembagaan tetap rendah yaitu 49,17, sehingga statusnya tetap berada pada kurang berkelanjutan. Sedangkan dimensi ekologi nilai indeksnya tetap 68,04, hal ini dikarenakan pada dimensi tersebut tidak dilakukan intervensi. Secara keseluruhan dengan skenario III (optimis) maka nilai indeks keberlanjutan pengelolaan air baku berkelanjutan di Kabupaten Konawe meningkat menjadi 52,55 (nilai indeks 50,01 - 75,00 menunjukkan status cukup berkelanjutan), jadi nilai indeks keberlanjutan pengelolaan air baku berkelanjutan di Kabupaten Konawe pada skenario III (optimis) berada pada status cukup berkelanjutan. Peningkatan nilai indeks per- dimensi keberlanjutan dari ketiga skenario disajikan pada Gambar 47.

Gambar 47 Diagram layang-layang peningkatan indeks per-dimensi keberlanjutan hasil skenario kebijakan pengelolaan sumber daya alam untuk

Alternatif Skenario Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Penyediaan Air Baku Berkelanjutan di Kab. Konawe

Kebijakan yang dapat dikembangkan agar pengelolaan sumber daya alam untuk penyediaan air baku di Kabupaten Konawe menjadi lebih berkelanjutan didasarkan pada interaksi antara faktor-faktor: (1) Pengembangan sumber air baku; (2) Teknologi resapan air di kawasan permukiman; (3) Alih fungsi lahan terhadap kualitas air baku; (4) Tingkat keuntungan PDAM; (5) Motivasi & kepedulian masyarakat terhadap upaya perbaikan lingkungan, rehabilitasi hutan dan lahan untuk kelestarian sumber air baku; (6) Teknologi penanganan limbah; (7) Tinggi permukaan air tanah, dan; (8) Ketersediaan perangkat hukum adat/local wisdom. Pengembangan kebijakan dilakukan secara integratif dengan meningkatkan kinerja faktor kunci yang bersifat sensitif tersebut sehingga mampu meningkatkan nilai indeks keberlanjutan pengelolaan air baku di Kabupaten Konawe.

Skenario yang paling memungkinkan ditempuh untuk meningkatkan keberlanjutan pengelolaan air baku di Kabupaten Konawe saat ini adalah dengan Skenario III (optimis) karena beberapa faktor kunci tersebut ditingkatkan kinerjanya menjadi dua tingkat lebih baik. Dengan menggunakan Skenario III (optimis) maka nilai indeks keberlanjutan dapat ditingkatkan dari 41,40 (kurang berkelanjutan) menjadi 52,55 (cukup berkelanjutan) walaupun nilai indeks dimensi ekonomi, dimensi sosial dan dimensi kelembagaan masih rendah (kurang berkelanjutan).

Nilai indeks hasil Skenario III (optimis) sebesar 52,55 masih berdekatan dengan 50,00 (kurang berkelanjutan) sehingga dengan Skenario III masih diperlukan kewaspadaan dalam pengelolaan faktor-faktor kunci karena nilai tersebut hanya sedikit lebih besar dari nilai indeks batas 50,00 atau cenderung kepada kurang berkelanjutan. Dimensi sosial memerlukan penanganan yang lebih intensif pada pengelolaan air baku di Kabupaten Konawe. Peningkatan pemberian motivasi dan kepedulian masyarakat terhadap upaya perbaikan lingkungan, rehabilitasi hutan dan lahan untuk kelestarian sumber air baku menjadi hal penting yang harus segera dilakukan oleh seluruh stakeholder terkait di Kabupaten Konawe.

Peningkatan kinerja dengan Skenario III (optimis) dilakukan dengan peningkatan kinerja faktor kunci untuk meningkatkan: (1) Pengembangan sumber air baku; (2) Teknologi resapan air di kawasan permukiman; (3) Alih fungsi lahan terhadap kualitas air baku; (4) Tingkat keuntungan PDAM; (5) Motivasi & kepedulian masyarakat terhadap upaya perbaikan lingkungan, rehabilitasi hutan dan lahan untuk kelestarian sumber air baku; (6) Teknologi penanganan limbah; (7) Tinggi permukaan air tanah, dan; (8) Ketersediaan perangkat hukum adat/local wisdom. Dengan peningkatan kinerja faktor kunci setingkat lebih tinggi ini maka status nilai indeks keberlanjutan pengelolaan air baku di Kabupaten Konawe dapat mengalami peningkatan menjadi 52,55 (cukup berkelanjutan).

Skenario III ini mengandung pengertian bahwa keadaan masa depan yang mungkin terjadi mendapat dukungan penuh dan maksimal dari semua faktor kunci,