BAB 4. HASIL PENELITIAN
4.2 Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran deskriptif tentang faktor internal (umur, pendidikan, paritas, jarak kelahiran, riwayat penyakit) dan eksternal ibu (akses terhadap pelayanan kesehatan, ANC, dukungan suami).
Tabel 4.3 Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan, Umur, Paritas, Jarak Kelahiran, Riwayat Penyakit, Akses, ANC, dan Dukungan Suami
Variabel
Kasus Kontrol
n % n %
Faktor Internal Umur
Risiko tinggi (< 20 dan > 35 tahun) Risiko rendah (20 – 35 tahun) Jumlah Tidak memiliki riwayat penyakit Jumlah
Berkenaan dengan variabel umur pada faktor internal penyebab BBLR (Tabel 4.3), mayoritas sampel pada kelompok kasus dan kontrol merupakan ibu dengan risiko rendah untuk melahirkan BBLR (umur 20-35 tahun) yaitu 76,7% dan 83,3%.
Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Kota Langsa dan sekitarnya telah memahami bahwa usia yang baik untuk melahirkan adalah antara 20 – 35 tahun, tanpa memandang status ekonomi.
Usia ideal bagi perempuan untuk menikah adalah usia 20 tahun hingga 35 tahun. Secara fisik dan mental, usia tersebut merupakan usia yang paling baik untuk hamil dan melahirkan karena sesuai siklus perkembangan tubuh, dan kematangan alat-alat reproduksi berada dalam kurun waktu tersebut. Usia di bawah 20 tahun maupun usia di atas 35 tahun merupakan usia yang berisiko bagi hamil dan melahirkan. Kehamilan kurang dari 20 tahun memberi risiko kematian ibu dan bayi 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan kehamilan pada ibu berusia 20-35 tahun (Depkes RI, 2001, seperti dikutip dari Yustina, 2007)
Tingkat pendidikan ibu pada penelitian ini kebanyakan berpendidikan rendah dimana pada kelompok kasus sebanyak 70,0% dan pada kelompok kontrol 60,0%.
Adanya konflik pada waktu lalu di Provinsi Aceh menyebabkan anak-anak pada masa itu lebih memilih tidak melanjutkan pendidikan demi keamanan.
Pendidikan, seperti halnya pekerjaan, merupakan ukuran yang sama berharganya dengan status sosial ekonomi. Mereka yang mendapatkan pelatihan, keterampilan, dan pendidikan akan memperoleh pendapatan per tahun yang lebih banyak daripada mereka yang tanpa pelatihan atau keterampilan. Mereka yang
memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi lebi berorientasi pada tindakan preventif, tahu lebih banyak tentang masalah kesehatan, dan memiliki status kesehatan yang lebih baik. Pada perempuan, semakin tinggi tingkat pendidikan, semaking rendah angka kematian bayi dan kematian ibu. (Timmreck, 2005)
Berkenaan dengan paritas, mayoritas ibu memiliki paritas rendah yaitu 65,6%
untuk kelompok kasus dan 70,0% kelompok kontrol. Rendahnya tingkat paritas menunjukkan bahwa program Keluarga Berencana telah berhasil dilaksanakan di Kota Langsa dan sekitarnya. Saat ini, memiliki anak lebih dari tiga dianggap sudah banyak, walaupun tidak ada batasan bagi masyarakat untuk memiliki anak sebanyak-banyaknya. Faktor ekonomi, usia perkawinan yang semakin tinggi serta kemampuan untuk mengurus anak menjadi penyebab rendahnya angka paritas.
Dalam hal jarak kelahiran, pada kasus dan kontrol terbanyak adalah jarak kelahiran rendah yaitu 80,0% untuk kasus dan 84,4% untuk kontrol. Pada kehamilan yang direncanakan ataupun tidak, interval usia kehamilan dapat menentukan kesehatan ibu dan anak. Risiko bayi lahir dengan berat badan rendah, prematur dan ukuran badan yang kecil akan lebih tinggi jika jaraknya sangat dekat yaitu antara 1 – 3 bulan. Jarak yang yang terlalu pendek akan membuat ibu tidak memiliki waktu untuk pemulihan, kerusakan sistem reproduksi atau masalah postpartum lainnya.
Ketika memutuskan untuk hamil kembali, seorang ibu harus menyiapkan stamina fisik secara keseluruhan. Hanya seorang ibu yang mengetahui apakah tubuhnya cukup baik dan kuat untuk merawat dua anak pada saat yang sama. Jika jarak keduanya terlalu dekat akan membuat ibu merasa seperti memiliki anak kembar,
tetapi jika ada jarak misalnya 3 tahun, akan memberikan kesempatan bagi ibu untuk bernafas sejenak
Berkaitan dengan penyakit infeksi/kronis, pada kelompok kasus terbanyak tidak memiliki penyakit infeksi/kronis yaitu 78,9% dan pada kelompok kontrol terbanyak tidak memiliki riwayat penyakit infeksi/kronis yaitu 97,8%. Ibu yang menderita penyakit infeksi/kronis, biasanya akan berpengaruh pada bayi yang dikandungnya. Bila si ibu sakit TB paru misalnya, maka bayi yang dikandungnya akan mengalami gangguan terutama pada tumbuh kembangnya. Oleh sebab itu, pada ibu hamil dengan riwayat penyakit infeksi/kronis harus ditangani lebih maksimal untuk menghindari terjadinya gangguan pada pertumbuhan bayi
Akses ke tempat pelayanan kesehatan untuk kelompok kasus 61,1%
menyatakan sulit, sedangkan untuk kelompok kontrol sebahagian besar menyatakan mudah yaitu sebanyak 84,4%. Tempat pelayanan yang tidak strategis atau sulit dicapai menyebabkan berkurangnya akses ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan, demikian juga dengan jenis dan kualitas pelayanan yang kurang memadai menyebabkan rendahnya akses ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan berkualitas.
(Yustina, 2007).
Kunjungan ANC kelompok kasus terbanyak tidak sesuai dengan standar sebanyak 63,3%, pada kelompok kontrol 87,8% sesuai dengan standar. Pelayanan ANC merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan profesional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, bidan, dan perawat) kepada ibu hamil selama masa kehamilannya sesuai pedoman pelayanan antenatal yang ada
dengan titik berat pada kegiatan promotif dan preventif. Hasil pelayanan ANC dapat dilihat dari cakupan pelayanan K1 dan K4.
Cakupan K1 atau juga disebut akses pelayanan ibu hamil merupakan gambaran besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama kali ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan ANC. Sedangkan K4 adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan ibu hamil sesuai dengan standar serta paling sedikit empat kali kunjungan, dengan distribusi sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester dua dan dua kali pada trimester ketiga.
(Depkes RI, 2004).
Ibu hamil yang melakukan ANC sesuai standar akan mudah dipantau perkembangan kesehatannya, baik kesehatan si ibu maupun kesehatan bayi. Dengan melakukan ANC, ibu yang terindikasi memiliki bayi BBLR dapat langsung terdeteksi sehingga bisa dilakukan upaya penanganan secara dini untuk mencegah kejadian tersebut.
Suami sebagai kepala keluarga memiliki peran penting dalam mendukungan kesehatan ibu dan bayi yang dikandung. Pada penelitian ini ditemukan 60,0% suami pada kelompok kasus tidak mendukung isteri dalam menghadapi persalinan, begitu juga dalam kelompok kontrol sebahagian besar sebanyak 65,5% suami tidak memberikan dukungan kepada isteri sewaktu melahirkan.
Masih adanya budaya patriarki di kalangan masyarakat, menyebabkan laki-laki merasa kurang perlu mengurusi masalah kehamilan dan persalinan isteri. Sebagai
kepala keluarga, laki-laki cukup menyediakan biaya untuk berobat dan melahirkan, tanpa memperhatikan perkembangan ibu dan bayi.