• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4. HASIL PENELITIAN

4.4 Analisis Multivariat

4.4.2 Penentuan Variabel yang Paling Berpengaruh

Tabel 4.7 Hasil Analisis Multivariat Conditional Logistic Regression Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal terhadap kejadian BBLR

Variabel β Nilai-p OR 95% CI Final -2*Log-Likelihood: 57,5982, p = 0,0000

Hasil analisis multivariat terhadap 4 variabel yaitu pendidikan, akses, ANC dan riwayat penyakit menunjukkan hanya variabel riwayat penyakit yang secara bermakna berpengaruh terhadap kejadian BBLR. Hal ini dapat dilihat dari nilai p =

0,0212, dengan OR = 11,31 (95% CI 1,44-88,99) dan koefisien β = 2,43. Artinya bayi yang mengalami BBLR berisiko memiliki ibu yang memiliki penyakit infeksi/kronis 11,31 kali dibandingkan dengan bayi yang tidak BBLR. Artinya risiko BBLR pada ibu yang memiliki penyakit infeksi/kronis 11,31 kali dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki penyakit infeksi/kronis.

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Hubungan Faktor Internal dengan Kejadian BBLR 5.1.1 Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian BBLR

Berdasarkan analisis bivariat untuk variabel umur didapatkan hasil p = 0,3268, artinya tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian BBLR dengan nilai OR = 1,65 (95% CI 0,68-3,94), artinya umur belum tentu merupakan faktor risiko terjadinya BBLR.

Hasil penelitian Rizvi dan kawan-kawan (2007) mengatakan bahwa umur ibu tidak memiliki hubungan dengan kejadian BBLR. Beberapa penelitian memiliki hasil berbeda yaitu penelitian kohor prospektif yang dilakukan Hirve dan Ganatra (1994) menyatakan ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian BBLR dengan nilai OR : 1,27 ( 95% CI ; 1,07-1,5).

Menurut Mutiara (2006) ibu hamil berusia > 35 tahun berisiko melahirkan BBLR 1,8 kali lebih besar daripada ibu hamil berusia 20 – 34 tahun. Pengaruh tersebut terlihat mengikuti fenomena huruf U terbalik yang berarti bahwa pada umur muda (<20 tahun) dan tua (> 35 tahun) berat bayi yang dilahirkan cenderung lebih dari pada umur 21 – 35 tahun.

Ibu hamil yang terlalu muda atau terlalu tua biasanya akan banyak mengalami komplikasi dalam kehamilan. Begitu juga dengan kondisi bayi yang dikandungnya. Ukuran umur muda adalah bila ibu mengandung pada usia kurang

dari 20 tahun dan tua apabila di atas 35 tahun. Behnnan (1985) menyatakan bahwa usia yang paling baik bagi seorang ibu hamil agar tidak melahirkan bayi premature adalah antara 20 s/d 30 tahun.

Beberapa alasan berat badan lahir rendah berkolerasi dengan usia ibu adalah dilihat dari persentase tertinggi bayi dengan berat badan lahir rendah terdapat pada kelompok remaja dan wanita berusia lebih dari 40 tahun. Ibu-ibu yang terlalu muda seringkali secara emosional dan fisik belum matang, selain pendidikan pada umumnya rendah, ibu yang masih muda masih tergantung pada orang lain. Kelahiran bayi BBLR lebih tinggi pada ibu-ibu muda berusia kurang dari 20 tahun. Remaja seringkali melahirkan bayi dengan berat lebih rendah. Hal ini terjadi karena mereka belum matur dan mereka belum memiliki sistem transfer plasenta seefisien wanita dewasa.

Pada ibu yang tua meskipun mereka telah berpengalaman, tetapi kondisi badannya serta kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat mempengaruhi janin intra uterin dan dapat menyebabkan kelahiran BBLR. Faktor usia ibu bukanlah faktor utama kelahiran BBLR, tetapi kelahiran BBLR tampak meningkat pada wanita yang berusia di luar usia 20 sampai 35 tahun

Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa umur tidak berhubungan dengan kejadian BBLR. Hal ini karena umur ibu baik pada kasus maupun pada kontrol dalam penelitian ini memiliki range yang hampir sama yaitu sebahagian besar berumur 20 – 35 tahun (76,7% pada kasus dan 83,3% pada kontrol). Kondisi ini juga menunjukkan bahwa program pemerintah tentang usia kehamilan telah

berhasil. Rata-rata usia kehamilan sudah di atas 20 tahun dan di bawah 35 tahun.

Tidak terkecuali untuk masyarakat dengan ekonomi rendah (pemilik kartu jamkesmas).

5.1.2 Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan Kejadian BBLR

Berdasarkan perhitungan analisis bivariat untuk variabel pendidikan didapatkan hasil p = 0,1237, artinya tidak ada hubungan antara pendidikan dengan BBLR dimana OR = 2,00 (95% CI 0,85-5,05), artinya pendidikan belum tentu merupakan faktor risiko terjadinya BBLR.

Hasil penelitian Badshah dkk (2008) tentang faktor risiko BBLR di rumah sakit umum Peshawar ternyata berbeda dimana pada penelitian tersebut menyebutkan pendidikan ibu mempengaruhi kejadian BBLR dengan OR = 2,1 (95% CI ; 1,21 - 3,64).

Kramer M.S. dan kawan-kawan (2001) mengatakan bahwa pendidikan sangat berpengaruh terhadap kejadian BBLR. Seorang ibu atau seorang ayah yang memiliki pendidikan tinggi tentunya akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan bila dibandingkan dengan ibu atau ayah yang memiliki pendidikan rendah.

Khatun S. dan Rahman M. (2008) melakukan penelitian tentang faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi terjadinya BBLR di Bangladesh dengan pendekatan multivariat menggunakan studi kasus kontrol. Hasil penelitian mereka didapatkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi BBLR diantaranya adalah pendidikan ibu OR = 21,8 (95% CI 0,09- 0,86).

Hasil penelitian Setyowati terhadap hasil SDKI tahun 1994 dengan metode kasus kontrol menyebutkan pendidikan ibu berpengaruh terhadap kejadian BBLR dimana ibu dengan pendidikan SD ke bawah/tidak sekolah berisiko melahirkan bayi BBLR 1,18 kali dibandingkan ibu dengan pendidikan SD ke atas.

Rizvi dkk (2007) menyebutkan bahwa ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian BBLR dimana OR = 1,63 (95% CI 1,10-2,40).

Pendidikan sesungguhnya memiliki peranan penting terhadap kejadian BBLR.

Menurut Megawangi (1999) seperti dikutip Yustina (2007), mengatakan bahwa banyak studi membuktikan kaitan positif antara pendidikan perempuan dan tingkat produktivitasnya, rasa percaya diri, rendahnya angka kematian bayi, perbaikan status gizi balita dan lain-lain. Pada penelitian ini pendidikan tidak berhubungan dengan kejadian BBLR. Faktor penyebabnya kemungkinan karena status pendidikan ibu yang melahirkan dengan BBLR memiliki proporsi yang hampir sama dengan ibu yang melahirkan tidak BBLR yaitu 71,10 % dan 60 %.

Dari jumlah tersebut sebagian besar adalah ibu dengan ekonomi rendah.

5.1.6 Hubungan Paritas dengan Kejadian BBLR

Berdasarkan perhitungan analisis bivariat untuk variabel paritas didapatkan hasil p = 0,3268, artinya tidak ada hubungan antara paritas dengan kejadian BBLR dengan OR = 0,73, (95% CI 0,30-1,71), paritas bukan merupakan faktor risiko terjadinya BBLR tetapi merupakan faktor pencegah. Hasil ini sesuai dengan penelitian Turhayati (2004) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara paritas dengan kejadian BBLR.

Penelitian Canosa (1998) menunjukkan hasil yang berbeda dengan mengatakan bahwa kehamilan pertama dan keempat atau lebih dari empat merupakan kelompok risiko tinggi untuk melahirkan bayi dengan BBLR.

Hirve dan Ganatra (1994) menyatakan bahwa ibu yang melahirkan untuk pertama kali berisiko melahirkan bayi premature 1,32 kali dibandingkan dengan ibu yang melahirkan anak ke 2 dan ke 3 OR = 1,32 (95% CI 1,10-1,59)

Hasil penelitian Zaenab dan Juharno (2006) menunjukkan bahwa paritas berpengaruh terhadap kejadian BBLR dan merupakan faktor risiko penyebab kejadian BBLR pada bayi. Hasil pengujian statistik dengan chi-square diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 2,44 sehingga dapat dikatakan bahwa paritas merupakan faktor risiko terhadap kejadian BBLR dimana ibu dengan paritas > 3 anak berisiko 2,4 kali terhadap melahirkan bayi dengan BBLR.

Paritas ibu anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin sehingga melahirkan bayi dengan berat lahir rendah dan perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah.

Pada penelitian ini paritas tidak berhubungan dengan BBLR kemungkinan karena sebahagian besar responden baik yang melahirkan dengan BBLR maupun yang melahirkan tidak dengan BBLR memiliki anak < 2 dan merupakan anak pertama. Ada juga ibu yang melahirkan > 2 anak tetapi jumlah sedikit yaitu 34,4 % untuk kasus dan 30,0% untuk kontrol.

5.1.7 Hubungan Jarak Kelahiran dengan Kejadian BBLR

Berdasarkan perhitungan analisis bivariat untuk variabel jarak kelahiran didapatkan hasil p = 0,6171, artinya tidak ada hubungan antara jarak kelahiran dengan BBLR dengan OR = 1,25 (95% CI 0,61-2,58), artinya jarak kelahiran belum tentu merupakan faktor risiko terjadinya BBLR. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Turhayati (2004) yang menyatakan bahwa jarak kelahiran tidak memiliki hubungan dengan kejadian BBLR.

Penelitian lain menunjukkan hasil berbeda yaitu Hirve dan Ganatra (1994) menyebutkan bahwa ibu dengan jarak kehamilan kurang dari 6 bulan berisiko melahirkan bayi dengan BBLR 1,48 kali bila dibandingkan dengan ibu yang memiliki jarak kehamilan lebih dari 6 bulan (RR : 1,48 ( 95% CI 1,20-1,90).

Saraswati (2006), menyatakan bahwa jarak kelahiran < 2 tahun memiliki risiko melahirkan BBLR 3,17 kali lebih besar daripada jarak kelahiran > 2 tahun.

Hasil sebuah studi yang dilakukan oleh Pusat Perinatologi dan Perkembangan Manusia Amerika Selatan pada tahun 2002 menyatakan bahwa memperpanjang jarak kelahiran dapat meningkatkan kesehatan para ibu. Temuan-temuan yang dihasilkan antara lain dibandingkan dengan para wanita yang melahirkan dengan jarak kelahiran antara 9-14 bulan setelah kelahiran anak sebelumnya, maka para wanita yang Ridwan (2006) mengatakan bahwa jarak kehamilan memiliki hubungan yang kuat terhadap kejadian BBLR, dimana ibu dengan jarak kehamilan < 2 tahun memiliki faktor risiko 1,91 kali melahirkan bayi BBLR dibandingkan ibu dengan jarak kehamilan > 2 tahun.

melahirkan dengan jarak interval antara 27-32 bulan : 1,3 kali lebih mungkin terhindar dari anemia, 1,7 kali lebih mungkin terhindar dari perdarahan selama trimester ketiga dan 2,5 kali lebih mungkin terhindar dari kematian saat melahirkan.

Walaupun masih minim pengetahuan akan mekanisme biologis dan perilaku yang membuat jarak kelahiran pendek lebih berisiko bagi para bayi dan ibunya, tetapi para peneliti mengemukakan ada factor-faktor lain seperti maternal depletion syndrome, kelahiran premature, penyusutan air susu dan persaingan antar saudara, juga mempunyai risiko. Contohnya, berbagai studi menunjukkan bahwa jarak kelahiran yang lebih pendek tidak memungkinkan waktu yang cukup bagi para ibu untuk mengembalikan tingkat cadangan nutrisi yang diperlukan bagi perkembangan dan nutrisi yang diperlukan bagi perkembangan dan nutrisi janin. Perkembangan janin yang terhambat dan kelahiran premature dapat menyebabkan kurangnya berat tubuh dan lebih besarnya risko kematian. (UNFPA, 2003)

Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun juga dapat menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan jarak yang sangat berdekatan (di bawah dua tahun) akan mengalami peningkatan resiko terhadap terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk karena alasan plasenta previa, anemia dan ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.

5.1.8 Hubungan Riwayat Penyakit Infeksi/Kronis dengan Kejadian BBLR Pada penelitian ini jarak kelahiran tidak berhubungan dengan kejadian BBLR karena sebahagian besar responden memiliki jarak kelahiran < 2 tahun baik ibu dengan bayi BBLR maupun ibu dengan bayi tidak BBLR. Jarak kelahiran < 2 tahun karen sebagian besar responden merupakan ibu dengan primi gravida.

Berdasarkan perhitungan analisis bivariat untuk variabel riwayat penyakit infeksi/kronis didapatkan hasil p = 0,0002, artinya ada hubungan antara riwayat penyakit infeksi/kronis dengan kejadian BBLR dengan OR = 18,00 (95% CI 2,84-749,96), artinya riwayat penyakit infeksi/kronis merupakan faktor risiko terjadinya BBLR. Risiko BBLR pada bayi 18 kali lebih tinggi pada ibu dengan riwayat penyakit infeksi/kronis bila dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki riwayat penyakit infeksi/kronis

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dari 19 kasus yang mengalami penyakit infeksi/kronis, 5 diantaranya menderita hipertensi, 7 ibu menderita TBC,3 ibu menderita gangguan saluran kemih, 2 ibu menderita gangguan pencernaan dan 2 ibu menderita diabetes pada kehamilan. Untuk kontrol ada 2 orang yang mengalami penyakit infeksi/kronis dimana kedua-duanya menderita diabetes pada kehamilan.

Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR adalah penyakit infeksi seperti malaria, sifilis, rubella (WHO, 2007). Ibu yang menderita penyakit infeksi sangat rentan untuk melahirkan bayi dengan BBLR. Begitu juga ibu yang mengalami komplikasi dalam kehamilan seperti eklamsia.

Kramer M.S. (1987) mengatakan bahwa proses biologi yang berdampak pada janin dalam rahim berhubungan dengan kondisi fisiologi ibu hamil termasuk diantaranya adalah penyakit infeksi yang diderita oleh ibu hamil.

Hasil penelitian Taha dan kawan-kawan di Sudan (1993) menyatakan ada pengaruh antara penyakit malaria terhadap kejadian BBLR. Ibu dengan riwayat malaria akan melahirkan bayi dengan BBLR 1,56 kali dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki riwayat malaria (95% CI ; 1,2-2,1).

5.2 Hubungan Faktor Eksternal dengan Kejadian BBLR

5.2.1 Hubungan Akses Pelayanan Kesehatan dengan Kejadian BBLR

Berdasarkan perhitungan analisis bivariat untuk variabel akses didapatkan hasil p = 0,0001, artinya ada hubungan antara akses dengan kejadian BBLR dengan OR = 11,25 (95% CI 4,10-43,07)), artinya akses merupakan faktor risiko terjadinya BBLR. Risiko BBLR pada ibu dengan akses sulit 11,25 kali bila dibandingkan dengan ibu yang memiliki akses mudah menuju fasilitas kesehatan.

Akses terhadap informasi berkaitan dengan penggunaan pelayanan kesehatan yang tersedia. Adapun akses terhadap pelayanan kesehatan antara lain meliputi keterjangkauan lokasi tempat pelayanan, jenis dan kualitas pelayanan yang tersedia, serta keterjangkauan terhadap informasi (Yustina, 2007).

Di Indonesia, Puskesmas merupakan sentra pelayanan kesehatan di tingkat pertama. Puskesmas menjadi tempat rujukan pertama bagi para ibu yang mengalami komplikasi kehamilannya. Namun demikian, meski rumah sakit dan puskesmas

banyak didirikan, dalam kenyataannya banyak yang tidak dapat memberikan pelayanan yang efektif dalam penanganan gangguan kehamilan dengan alasan kurang atau tidak adanya suplai dan fasilitas serta sarana, kurang atau tidak adanya tenaga terlatih, manajemen yang buruk, dan lain-lain. Disisi lain, jika pelayanan yang adekuat tersedia, sering tidak terjangkau oleh mayoritas populasi yang membutuhkan, karena adanya hambatan jarak, biaya dan budaya (Depkes RI, WHO dan FKM UI, 1998).

Roudbari, Yaghmaei, Soheili (2007) mengatakan bahwa wanita dengan tingkat sosial ekonomi rendah dan tinggal di daerah pengungsian yang jauh dari fasilitas kesehatan memadai lebih rentan melahirkan bayi dengan BBLR.

5.2.4 Hubungan Antenatal Care dengan Kejadian BBLR

Berdasarkan perhitungan analisis bivariat untuk variabel ANC didapatkan asil p = 0,0001, artinya ada hubungan antara ANC dengan kejadian BBLR, dengan OR = 12,50 (95% CI 4,59-47,66)), artinya ANC merupakan faktor risiko terjadinya BBLR.

Risiko BBLR 12,50 kali lebih tinggi pada ibu dengan ANC tidak sesuai standar dibandingkan dengan ibu yang melakukan ANC sesuai standar.

Perawatan ibu selama kehamilan sangat menentukan kesehatan ibu dan bayi yang dikandungnya. Selama kehamilan berbagai program yang termasuk dalam paket pelayanan ANC adalah 5T (Timbang Berat badan, Ukur tinggi fundus, Tablet Fe, Imunisasi TT,) dengan paket tersebut diharapkan ibu secara rutin mengontrol kehamilannya minimal 4 kali selama kehamilan dengan sebaran, 1 kali pada

trimester 1, 1 kali pada trimester ke dua dan 2 kali pada trimester ke tiga (Depkes RI, 2006).

Menurut WHO (2004), jumlah kunjungan yang dianjurkan bagi seorang ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya adalah > 4 kali kunjungan pada masa kehamilan tanpa memperhatikan jumlah kunjungan pada tiap semester.

Hasil penelitian Ridwan A. (2005) menunjukkan bahwa bila ibu tidak teratur melaksanakan ANC, maka 42,1% bayinya lahir BBLR. Sedangkan bila ibu rutin melaksanakan ANC maka, bayi lahir normal ditemukan sebesar 80,7%.

Setelah dilaksanakan uji odds ratio didapatkan OR= 3,041 (95% CI ; 1,310-7,060).

Berarti ibu dengan ANC tidak teratur berisiko melahirkan BBLR sebesar 3 kali lebih besar dibanding bila ibu rutin melaksanakan ANC.

Khatun S. dan Rahman M. (2008) menyebutkan bahwa antenatal care memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap kejadian BBLR pada bayi dengan nilai OR = 29,4. Ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC kurang dari 4 kali kemungkinan akan melahirkan bayi dengan BBLR 29,4 kali dibandingkan dengan ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC 4 kali atau lebih pada masa kehamilan.

5.2.5 Hubungan Dukungan Suami dengan Kejadian BBLR

Berdasarkan perhitungan analisis bivariat untuk variabel dukungan suami didapatkan hasil p = 0,3487, artinya tidak ada hubungan antara dukungan suami dengan kejadian BBLR dengan OR = 0,78 (95% CI 0,39-1,51), artinya dukungan suami bukan merupakan faktor penyebab tetapi merupakan faktor pencegah.

Sebenarnya suami memiliki kontribusi dalam kesehatan istri selama masa kehamilan dan persalinan. Ketika isteri hamil, suami dapat mendukung istri agar mendapatkan pelayanan antenatal yang baik. Suami bisa menganjurkan ataupun memilih tempat pelayanan kesehatan untuk istrinya.

Foster dan Anderson (2006) mengatakan bahwa keputusan medis dalam dunia tradisional biasanya merupakan keputusan-keputusan kelompok, dan melibatkan hal-hal seperti status, pangkat, usia, jenis kelamin dan peranan-peranan tradisional. Untuk keputusan-keputusan yang besar dalam keluarga seperti penentuan penolong persalinan dibuat oleh sang suami.

Kramer dan kawan-kawan (2001) mengatakan bahwa faktor tekanan dari lingkungan sekitar mempengaruhi perkembangan janin pada ibu hamil seperti faktor interpersonal dimana ibu hamil hidup tanpa pendamping.

Pada penelitian ini suami tidak memiliki hubungan dengan kejadian BBLR.

Kondisi ini kemungkinan disebabkan karena proporsi suami yang tidak mendukung terhadap ibu tidak jauh berbeda antara ibu yang melahirkan dengan BBLR maupun ibu yang melahirkan tidak dengan BBLR yaitu 60 % dan 65,6 % .

5.3 Analisis Faktor Internal dan Eksternal terhadap Kejadian BBLR

Hasil analisis multivariat terhadap 4 variabel yang menjadi kandidat yaitu pendidikan, akses, ANC dan riwayat penyakit menunjukkan hanya variabel riwayat penyakit yang secara bermakna berpengaruh terhadap kejadian BBLR. Hal ini dapat dilihat dari nilai p = 0,0212 dengan OR = 11,31 (95% CI 1,44-88,99). Artinya bayi

yang mengalami BBLR berisiko memiliki ibu yang memiliki penyakit infeksi/kronis 11,31 kali dibandingkan dengan bayi yang tidak BBLR.

Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR adalah penyakit infeksi seperti malaria, sifilis, rubella (WHO, 2007). Ibu yang menderita penyakit infeksi sangat rentan untuk melahirkan bayi dengan BBLR. Begitu juga ibu yang mengalami komplikasi dalam kehamilan seperti eklamsia.

Kramer M.S. (1987) mengatakan bahwa proses biologi yang berdampak pada janin dalam rahim berhubungan dengan kondisi fisiologi ibu hamil termasuk diantaranya adalah penyakit infeksi yang diderita oleh ibu hamil.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

9. Berdasarkan hasil analisis bivariat terhadap faktor internal ditemukan ada hubungan antara faktor riwayat penyakit infeksi/kronis dengan kejadian BBLR di RSUD Langsa. OR = 18, (95% CI 2,84-749,96)

10. Berdasarkan hasil analisis bivariat terhadap faktor eksternal ibu ditemukan adanya hubungan antara ANC dan akses pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan kejadian BBLR di RSUD Langsa. OR = 12,50, (95% CI 4,59-47,66)

11. Berdasarkan hasil analisis multivariat menggunakan uji conditional logistic regression faktor yang berpengaruh terhadap kejadian BBLR adalah riwayat penyakit infeks/kronis dengan nilai β = 2,43

12. Hasil analisis multivariat menunjukkan nilai odd ratio (OR) riwayat penyakit infeksi/kronis terhadap BBLR sebesar 11,31 (95% CI 1,44-88,99). Artinya bayi yang mengalami BBLR berisiko memiliki ibu yang memiliki penyakit infeksi/kronis lebih tinggi11,31 kali dibandingkan dengan bayi yang tidak BBLR.

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini, dapat disampaikan beberapa saran yang dapat diterapkan dan digunakan untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak.

1. Usaha untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak sebaiknya terus ditingkatkan untuk mengurangi angka BBLR.

2. Sebaiknya dilakukan skrining pada ibu hamil sewaktu melakukan kunjungan ANC untuk menjaring ibu hamil yang memiliki riwayat penyakit infeksi/kronis.

3. Khusus bagi ibu yang memiliki riwayat penyakit infeksi/kronis, dilakukan pemantauan lebih intensif untuk mencegah terjadinya BBLR pada bayi yang dikandung.

DAFTAR PUSTAKA

Ancok D., Validitas dan Rialibilitas Instrumen Penelitian dalam Metode Penelitian Survai, Masri Singarimbun dan Sofian Efendi (editor), Jakarta : LP3ES, 1998 Arikunto, Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta, 2002.

Badshah S., Mason L., Mckelvie K., Payne R., Lisboa P., Risk Factors for Low Birth weight in the Public Hospitals at Peshawar, NWFP-Pakistan, Biomed Central, 2008, 8 : (197)

Behnnan RE. Preventing low birth weight: A pediatric perspective. J Pediatr. 107:

842-54, 1985

Canosa CA. Intrauterine growth retardation in India and Bangladesh 1983. In:

Intrauterine growth retardation. Jacqes S (ed). Nestle Nutrition Workshop Series, pp 183-204, 1989

Departemen Kesehatan RI, WHO dan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI), Modul Safe Motherhood, 1998

_____________________. Profil Kesehatan Indonesia 2003, Jakarta : Depkes RI, 2005

_____________________. Profil Kesehatan Indonesia 2004, Jakarta : Depkes RI, 2006

_____________________. Profil Kesehatan Indonesia 2007, Jakarta : Depkes RI, 2008

Deswal, Singh, Kumar, A Study of Risk Factors for Low Birth Weight, Indian Journal Community Medicine, 1999 Jul – Sep, 24 (3) : 127-131

Dinkes Provinsi NAD, Profil Kesehatan Provinsi NAD 2007, Banda Aceh : Dinkes Provinsi NAD, 2008

Dougherty CRS, Jones AD. The Determinants of Birth Weight. Am J Obstet Gynecol, 1982, 144: 190-200.

FAO 2003, Measurement and Assessment of Food Deprivation and Undernutrition - FIVIMS Proceedings, International Scientific Symposium held in FAO, Rome

26-28 June 2002. FAO 2003. http://www.fao.org/docrep/005/y4250e/y4250eov.

pdf diakses tanggal 20 Januari 2010

Hermiyanti, S. Kesehatan Neonatal di Indonesia, Jakarta: Lokakarya Nasional Kesehatan Neonatal, 2005

Hirve SS, Ganatra RR, Determinants of low birth weight: a community based prospective cohort study, Indian Pediatri 1994, 31 (10) : 1221-1225

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam : Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta : 2004

Indonesia MDGs, Menurunkan Angka Kematian Anak, dari www.Indonesia MDG_BI_Goal.com, 2006, diakses tanggal 6 Mei 2008

Khatun S. and Rahman M.,Socio-economic determinants of low birth weight in Bangladesh: A multivariate approach, Bangladesh Med Res Counc Bull, 2008 (34): 81-86

Kramer MS. : Determinants of low birth weight: Methodological assessment and meta-analysis. Bulletin of the World Health Organization, 1987, (65):663-737 Kramer MS dkk. : Socio – Economic Disparities in preterm birth : casual pathways

and mechanisms. Blackwell Science Ltd. Pediatric and Perinatal Epidemiology.

(suppl. 2). 2001 : 104 – 123

Lemeshow, S, Hosmer, D.W Jr. dan Klar, J. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1997

Lubis N., Pola Distribusi Penderita di Bagian Perinatologi Anak, RSU Langsa, Januari--Desember 1998, diambil dari http://www.tempo.co.id/medika/arsip /022001/lap-1.htm, diakses tanggal 4 Maret 2009

Madanai, K.A. dkk.: Low birth weight in the Taif Region, Eastern Mediterranean Health Journal, 1995, 1 (1) : 47-54

Malik S., Radha G., Udhani R., Waingankar P, Maternal Bisocial Factors Affecting Low Birth Weight, Indian J Pediatr, 1997, (64) : 373 – 377

Mochtar, R, Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi, Jilid 1 Edisi 2, Jakarta, ECG, 1998

Mutiara, E., Pengaruh Aktivitas Fisik Selama Kehamilan Terhadap Berat Lahir:

Suatu Kohort Prospektif di Indramayu, Jawa Barat, Disertasi Program Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana, FKM UI, 2006

Notoatmodjo, S., Metodologi Penelitian Kesehatan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta,

Notoatmodjo, S., Metodologi Penelitian Kesehatan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta,

Dokumen terkait