• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Variabel Individual

F. Sistem Penggajian

3. Analisis Variabel Individual

Penjelasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi sistem penggajian terhadap kinerja karyawan berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara adalah sebagai berikut :

a. Variabel Laten Bebas (Sistem Penggajian)

Variabel yang diamati untuk mengukur pelatihan ada sembilan yaitu tingkat penggajian (x1), keadilan internal (x2), keadilan eksternal (x3), performance related (x4), penghargaan non-finansial (x5), basis penggajian (x6), tingkat hirarki (x7), sentralisasi-desentralisasi (x8), proses penggajian (x9). Dari kesembilan variabel tersebut, enam varibael yang berpengaruh dalam membentuk sistem penggajian karena memiliki nilai t-value di atas 1.96 (tingkat signifikansi 5%). Didapatkan hasil bahwa keadilan internal (x2) merupakan indikator yang membentuk paling besar dalam sistem penggajian dan proses penggajian (x9) merupakan indikator yang memberikan pengaruh paling kecil dalam membentuk variabel penggajian.

Performance related diartikan bahwa manajemen di dalam suatu organisasi harus memutuskan dalam hal besarnya gaji berdasarkan kelakuan dan cara karyawan tersebut agar pantas diberikan nilai yang sesuai. Penghargaan non-financial termasuk ke dalam upah tidak langsung yang diberikan kepada karyawan berdasarkan kebijakan perusahaan terhadap semua karyawan dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, seperti tunjangan hari raya, uang pensiun, pakaian dinas, kafetaria, mushala, olah raga, darmawisata dan lain-lain. Tingkat hirarki dalam sebuah organisasi dapat diartikan bahwa manajemen dalam organisasi dapat memilih untuk menggunakan pendekatan hirarki yang diberikan kepada karyawan berdasarkan posisi di dalam hirarki dengan simbol statusnya atau pendekatan sederajat yang berdasarkan tim dan lebih sedikit simbol statusnya. Hasil estimasi untuk variabel sistem penggajian ini dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Hasil Estimasi Variabel Sistem Penggajian

Variabel ! (Loading Factor) t-value SMC Sistem Penggajian Tingkat Penggajian (x1) 1.000 5.800 0.499 Keadilan Internal (x2) 1.255 9.490 0.785 Keadilan Eksternal (x3) 1.075 7.655 0.577 Basis Penggajian (x6) 0.683 4.070 0.233 Sentralisasi-Desentralisasi (x8) 0.393 2.371 0.077 Proses Penggajian (x9) 0.268 1.418 0.036

Berikut ini merupakan uraian secara rinci mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi sistem penggajian :

(1) Tingkat Penggajian

Tingkat penggajian ditetapkan oleh suatu organisasi berdasarkan jabatan, keterampilan, kompetensi maupun kontribusi karyawan terhadap organisasi. Alat administrasi yang digunakan dalam penetapan tingkat gaji adalah market pay surveys. Dalam tingkat gaji fokus yang diarahkan pada terjadinya keseimbangan eksternal.

Sistem penggajian memiliki nilai sebesar 1.000 dari tingkat penggajian, dengan SMC sebesar 0.499 atau dapat dikatakan 49.9% bagian dari variabel ini menjelaskan variabel sistem penggajian karyawan. Dalam perhitungan ini tingkat penggajian (x1) dijadikan sebagai patokan dengan cara memberikan nilai 1.000 untuk faktor muatan terhadap variabel penggajian. Patokan ini adalah suatu yang dijadikan sebagai pembanding, misalkan indikator muatan x2 sebesar 1.255, hal ini menunjukkan bahwa x2 berkontribusi terhadap sistem penggajian sebesar 25.5% lebih tinggi dibandingkan dengan x1.

(2) Keadilan Internal

Keadilan internal merupakan suatu tingkat dari sebuah nilai keadilan yang diputuskan oleh suatu organisasi. Misalkan seorang karyawan melakukan suatu pekerjaan dengan diberi upah tertentu

akan sama dengan karyawan lainnya yang melakukan pekerjaan serupa di daerah lain atau di organisasi lain.

Berdasarkan pengolahan data, variabel keadilan internal (x2) memiliki nilai kontribusi yang terbesar yaitu sebesar 1.255 yang berarti kontribusi keadilan internal lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat penggajian sebesar 25.5% dengan SMC sebesar 0.785 atau 78.5%. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya penilaian yang diberikan oleh responden berarti bahwa keadilan internal merupakan bagian yang penting dalam membentuk sistem penggajian.

(3) Keadilan Eksternal

Keadilan eksternal berfokus pada serikat buruh sebagai faktor penentu dari tingkat penggajian. Hal ini tergantung pada tingkat mana sebuah organisasi memiliki identitas hukum secara menyeluruh atau mempertahankan diferensiasi pasar produk.

Berdasarkan hasil oleh data, variabel keadilan eksternal (x3) memiliki nilai kontribusi sebesar 1.075 yang berarti kontribusi keadilan eksternal lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat penggajian sebesar 7.5% dengan nilai SMC sebesar 0.577 atau 57.7% yang menunjukkan bahwa faktor keadilan eksternal ini cukup mempengaruhi adanya sistem penggajian di perusahaan.

(4) Basis Penggajian

Basis penggajian dapat ditentukan berdasarkan pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan atau berdasarkan kompetensi atau kemampuan yang dimiliki oleh karyawan tersebut. Basis penggajian berdasarkan kompetensi atau kemampuan biasanya lebih cocok diterapkan oleh organisasi yang fleksibel dengan tenaga kerja tetap yang berorientasi jangka panjang.

Variabel basis penggajian (x6) memiliki nilai kontribusi sebesar 0.683. Ini berarti basis penggajian memiliki kontribusi lebih rendah dibandingkan dengan tingkat penggajian sebesar 31.7% dengan SMC sebesar 0.233 atau 23.3%. Keterangan ini

menunjukkan bahwa sistem penggajian cukup dipengaruhi oleh basis penggajian yang menjadi dasar ditentukannya besarnya gaji yang diperoleh karyawan apakah berdasarkan kompetensi masing-masing karyawan ataukah berdasarkan pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan.

(5) Sentralisasi-Desentralisasi

Sebuah organisasi yang memiliki strategi sentralisasi biasanya memiliki aturan di dalam departemen sumber daya manusia yang menetapkan standar gaji dan aturan penggajian. Hal ini dapat menjadi pemicu timbulnya keadilan internal dan nilai yang sama besarnya. Fleksibilitas dalam penggajian diijinkan untuk alasan tertentu di dalam organisasi yang memiliki strategi desentralisasi.

Hasil pengolah data menunjukkan bahwa sentralisasi-desentralisasi (x8) memiliki nilai kontribusi sebesar 0.393, yang berarti kontribusinya 60.7% lebih rendah dibandingkan dengan tingkat penggajian berpengaruh terhadap sistem penggajian dengan nilai SMC sebesar 0.077 atau 7.7%. Nilai kontribusi ini merupakan nilai yang rendah kedua dalam memberikan kontribusi terhadap variabel sistem penggajian.

(6) Proses Penggajian

Proses penggajian yang dimaksud adalah dalam hal pengkomunikasian mengenai gaji dan pelibatan dalam pengambilan keputusan penggajian. Untuk komunikasi ini maksudnya adalah kebijakan yang terbuka atau tertutup dalam penggajian. Di beberapa organisasi, keterbukaan penggajian merupakan sebuah pelanggaran yang ditutupi. Pengambilan keputusan ini berkaitan dengan desain sistem dan administrasi. Melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan ini dapat meningkatkan rasa penerimaan mereka untuk setiap perubahan yang terjadi karena mereka memiliki hak legitimasi yang diberikan untuk hasil akhir keputusan tersebut.

Berdasarkan pengolahan data, proses penggajian (x9) memiliki nilai kontribusi terendah, yaitu sebesar 0.268 yang berarti kontribusinya 73.2% lebih rendah dibandingkan dengan tingkat penggajian. Proses penggajian memberikan kontribusi terhadap sistem penggajian paling rendah daripada variabel sentralisasi-desentralisasi (x8) terlihat dari nilai SMC-nya, yaitu sebesar 0.036 atau 3.6%. Keterangan ini menunjukkan bahwa responden selama ini kurang dilibatkan dalam hal pengambilan keputusan penggajian.

b. Variabel Laten Terikat (Pemberdayaan)

Variabel yang diamati sebagai pembentuk pemberdayaan ada empat, yaitu kebermaknaan (y1.1), kemampuan (y1.2), kemandirian (y1.3) dan keberpengaruhan (y1.4). Dari total empat variabel pembentuk, tiga variabel yang dinyatakan berpengaruh terhadap pemberdayaan.

Dimensi kemandirian di dalam variabel pemberdayaan ini merupakan perasaan memiliki pilihan dalam menginisiasi dan mengatur kegiatan atau perasaan memiliki kontrol terhadap pekerjaan. Ini merefleksikan otonomi dalam memulai atau melanjutkan perilaku dan proses kerja.

Komponen-komponen atau dimensi yang terdapat di dalam pemberdayaan ini jika digabungkan membentuk totalitas konstruk pemberdayaan secara psikologis. Hasil estimasi untuk variabel pemberdayaan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Hasil Estimasi Variabel Pemberdayaan

Variabel ! (Loading Factor) t-value SMC Pemberdayaan

Kebermaknaan (y1.1) 1.000 0.224 Kemampuan (y1.2) 2.012 4.953 0.905 Keberpengaruhan (y1.4) 0.788 2.059 0.139

Berikut ini merupakan uraian secara rinci mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemberdayaan :

(1) Kebermaknaan

Kebermaknaan ini didefinisikan sebagai nilai dari tujuan atau sasaran dilihat dalam kaitannya dengan cita-cita dan standar individu itu sendiri. Makna juga menunjukkan kecocokan antara kebutuhan pekerjaan dengan nilai, kepercayaan dan perilaku seseorang.

Variabel kebermaknaan (y1.1) memberikan pengaruh atau SMC sebesar 0.224 atau 22.4%. Nilai 22.4% bagian dari variabel ini menjelaskan variabel pemberdayaan. Dalam perhitungan ini makna (y1.1) dijadikan sebagai patokan dengan cara memberikan nilai 1.000 untuk faktor muatan terhadap variabel pemberdayaan yang dijadikan sebagai pembanding untuk variabel indikator lainnya. Ketika seorang karyawan sudah memutuskan untuk bergabung di suatu perusahaan, maka sudah seharusnya karyawan tersebut menyadari apakah bagian pekerjaan yang ia kerjakan memang sudah sesuai dengan apa yang dicita-citakan dan memenuhi standar individunya. Sehingga karyawan merasa cocok untuk melakukan pekerjaan tersebut.

(2) Kemampuan

Kompetensi adalah keyakinan seseorang bahwa ia memiliki keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik.

Berdasarkan hasil pengolahan data, variabel kemampuan (y1.2) memiliki nilai kontribusi terbesar, yaitu sebesar 2.012, yang berarti kemampuan berkontribusi terhadap pemberdayaan sebesar 101.2% lebih tinggi dibandingkan dengan kebermaknaan (y1.1). Kemampuan ini memiliki nilai SMC sebesar 0.905 atau 90.5% yang berarti memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap variabel pemberdayaan. Karyawan di perusahaan ini sebenarnya memiliki kompetensi yang bagus dalam melaksanakan

pekerjaannya, hanya saja mereka belum menyadarinya. Pentingnya keyakinan terhadap diri sendiri dalam melaksanakan pekerjaaan adalah suatu keharusan. Dengan adanya keyakinan yang positif mengenai potensi dirinya, maka pekerjaan yang akan dilakukan pun dapat diselesaikan dengan baik.

(3) Keberpengaruhan

Dampak adalah keyakinan seseorang bahwa ia memiliki pengaruh penting terhadap hasil atau keluaran dalam pekerjaan, baik yang bersifat strategis, admnistratif ataupun operasional.

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa keberpengaruhan (y1.4) memiliki nilai kontribusi yang paling kecil, yaitu 0.788. Ini berarti dampak memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan sebesar 21.2% lebih rendah dibandingkan dengan makna. Nilai SMC variabel ini adalah sebesar 0.139 atau 13.9% variabel ini memiliki pengaruh terhadap variabel pemberdayaan. Keyakinan para karyawan akan pentingnya mereka, khususnya untuk Sales Promotion Girl (SPG), di perusahaan dan sebagai ujung tombak dari tercapainya target perusahaan belum terlihat nyata.

c. Variabel Laten Terikat (Kepuasan Kerja)

Kepuasan kerja memiliki pengertian sebagai keadaan emosional karyawan di mana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan (Martoyo, 1998).

Variabel yang diamati sebagai pembentuk kepuasan kerja hanya terdapat satu variabel saja yang mewakili keseluruhannya. Kepuasan kerja dipengaruhi sebesar 1.000 oleh kepuasan kerja menyeluruh (overall). Nilai SMC variabel ini adalah sebesar 1.018 atau 101.8% bagian variabel ini menjelaskan variabel kepuasan kerja.

Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis dan selanjutnya akan dapat berakibat frustasi, semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosi tidak stabil dan sebagainya.

Kepuasan kerja timbul sebagai respon efektif atau emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, diantaranya adalah kesesuaian pekerjaan, kebijakan organisasi termasuk kesempatan untuk berkembang, lingkungan kerja dan perilaku atasan.

Para ahli teori psikologi dan perilaku organisasi berpendapat bahwa kepuasan kerja menyeluruh (overall) ditentukan oleh beberapa kombinasi dari beragam aspek pekerjaan seperti upah, rekan kerja dan penyelia. Berdasarkan penjelasan tersebut, jika dicermati sesungguhnya semua merujuk pada satu pemahaman bahwa kepuasan kerja mengandung dua dimensi pokok yaitu kepuasan imbalan intrinsik dan kepuasan imbalan ekstrinsik. Pada penelitian digunakan pendekatan global job satisfaction (kepuasan kerja menyeluruh) karena lebih ditujukan untuk memahami perasaan menyeluruh karyawan atas pekerjaannya daripada kepuasan atas aspek-aspek kerjanya.

d. Variabel Laten Terikat (Komitmen Organisasi)

Variabel yang diamati sebagai pembentuk komitmen organisasi ada tiga, yaitu komitmen afektif (y3.1), komitmen normatif (y3.2) dan komitmen kontinuan (y3.3). Dari tiga variabel pembentuk, dua variabel yang dinyatakan berpengaruh dalam membentuk komitmen organisasi karena memiliki nilai t-value di atas 1.96 (tingkat signifikansi 5%). Dari dua variabel tersebut, komitmen normatif memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan komitmen afektif.

Komitmen kontinuan yang dinyatakan tidak signifikan dapat dijelaskan bahwa komitmen kontinuan berarti komponen berdasarkan persepsi karyawan tentang kerugian yang akan dihadapainya jika ia meninggalkan organisasi. Komitmen ini dilandasi atas pertimbangan

bahwa seseorang sudah terlalu besar menginvestasikan sumber daya, kapasitas pribadi (pengetahuan dan keterampilan) pada organisasi, sehingga sangat beresiko atau mahal jika dia harus keluar dari organisasi. Faktor utama dari komitmen organisasi ini adalah investasi sumber daya individual dalam organisasi dan keterbatasan alternatif jika harus keluar organisasi, dasarnya pertimbangan untung dan rugi sehingga disebut juga sebagai komitmen kalkulatif. Semakin besar investasi seseorang dalam organisasi, semakin kuat orang tersebut mempertahankan perilaku dan semakin kecil kecenderungan untuk keluar dari organisasi. Hasil estimasi untuk variabel komitmen organisasi dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Hasil Estimasi Variabel Komitmen Organisasi

Variabel ! (Loading Factor) t-value SMC Komitmen Organisasi

Komitmen Afektif 1.000 0.034

Komitmen Normatif 10.301 9.047 3.595

Berikut ini merupakan uraian secara rinci mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi :

(1) Komitmen Afektif

Komitmen afektif ini berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan pegawai di dalam suatu organisasi. Karyawan dengan komitmen afektif tinggi masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi.

Menurut Allen dan Meyer (1990) konstruk identifikasi sebagai sumber komitmen organisasi dilandasi fakta bahwa tempat kerja merupakan sumber dari sebagian besar status dan identitas kebanyakan orang. Semakin kuat kedekatan identitas seseorang dengan identitas sosialnya (orang dalam organisasi), maka semakin sulit identitas orang tersebut untuk berubah, dengan kata lain semakin sulit orang tersebut untuk keluar dari organisasi. Lebih

lanjut semakin kuat identifikasi seseorang dengan organisasi, maka semakin kuat motivasi orang tersebut dalam menjalankan tugas-tugas pekerjaannya.

Dari hasil pengolahan data, komitmen organisasi memiliki nilai sebesar 1.000 dari komitmen afektif (y3.1) dengan nilai SMC sebesar 0.034 atau 3.4% bagian variabel ini menjelaskan variabel komitmen organisasi. Dalam perhitungan ini, komitmen afektif (y3.1) dijadikan sebagai patokan dengan cara memberikan nilai 1.000 untuk faktor muatan terhadap komitmen organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan masih memiliki keinginan secara emosional dari diri sendiri, walaupun kecil, untuk tetap berada di dalam perusahaan.

(2) Komitmen Normatif

Komitmen normatif merupakan perasaan-perasaan karyawan tentang kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi. Karyawan dengan komponen normatif yang tinggi tetap menjadi anggota organisasi karena mereka merasa harus melakukannya. Alasan karyawan tetap bertahan di dalam perusahaan adalah karena adanya dorongan keyakinan seseorang untuk bertanggung jawab secara moral bahwa selayaknya harus loyal atau setia kepada organisasi.

Faktor utama dari komitmen normatif ini adalah reciprocity atau perasaan balas budi. Reciprocity ini merupakan norma universal, dalam setiap interaksi timbal balik antar manusia. Seseorang selayaknya membantu orang lain yang pernah membantu dan tidak selayaknya mecelakakan orang lain yang pernah membantu.

Pada konteks hubungan individu dengan organisasi dapat dijelaskan bahwa selayaknya karyawan memberikan kontribusi kepada organisasi karena dia telah memperoleh manfaat yang mungkin tidak dapat diperolehnya jika dia tidak bergabung dengan organisasi tersebut.

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa komitmen normatif (y3.2) memberikan nilai kontribusi paling besar, yaitu sebesar 10.301 yang berarti 930.1% jauh lebih tinggi kontribusinya daripada komitmen afektif. Nilai SMC variabel ini adalah sebesar 3.595 atau 359.5%. Karyawan merasa sadar memiliki tanggung jawab yang besar dan kewajiban terhadap perusahaan sehingga segala pekerjaan yang mereka lakukan karena mereka mengetahui deskripsi pekerjaan dan target pekerjaan yang harus mereka capai.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini berusaha untuk menganalisis pengaruh sistem penggajian terhadap pemberdayaan, kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Selain itu juga menganalisis pengaruh pemberdayaan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi.

Hasil pengamatan dan pengolahan data menunjukkan bahwa :

1. Sistem penggajian tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pemberdayaan.

2. Sistem penggajian memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja.

3. Sistem penggajian memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasi.

4. Pemberdayaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja.

5. Pemberdayaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasi.

Dari sembilan variabel atau dimensi yang membentuk sistem penggajian, terdapat enam variabel yang berpengaruh terhadap sistem penggajian. Urutannya dari yang memiliki nilai pengaruh terkecil hingga terbesar adalah proses penggajian (3.6%), sentralisasi-desentralisasi (7.7%), basis penggajian (23.3%), tingkat penggajian (49.9%), keadilan eksternal (57.7%) dan keadilan internal (78.5%).

B. Saran

1. Sistem penggajian digunakan untuk dapat meningkatkan kinerja karyawan. Dimensi sistem penggajian yang dapat diprioritaskan untuk kinerja karyawan adalah dimensi keadilan internal yang memiliki nilai tertinggi diantara dimensi sistem penggajian yang lainnya.

2. Dari segi metodologi perlu dilakukan penelitian longitudinal, yaitu melakukan penelitian lagi setelah berselang beberapa waktu di tempat yang sama agar dapat didapatkan hubungan sebab akibat yang lebih baik. 3. Untuk ukuran penilaian kinerja dapat menggunakan ukuran yang lebih

objektif seperti penilaian dari manajer di perusahaan mengenai kinerja karyawan, produktivitas individual, abesensi, bukan hanya penilaian dari kuesioner yang diisi sendiri oleh masing-masing karyawan.