• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN DAMPAK SISTEM PENGGAJIAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN DAMPAK SISTEM PENGGAJIAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN DAMPAK SISTEM PENGGAJIAN

TERHADAP KINERJA KARYAWAN

(Studi Kasus di PT. Mitrasatrya Perkasautama, Jakarta Utara)

Oleh :

ISTIANA SYAUMI F34103122

2008

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAJIAN DAMPAK SISTEM PENGGAJIAN

TERHADAP KINERJA KARYAWAN

(Studi Kasus di PT. Mitrasatrya Perkasautama, Jakarta Utara)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ISTIANA SYAUMI F34103122

Dilahirkan pada tanggal 13 Juni 1985 Di Serang

Tanggal Lulus : 12 Desember 2007 Menyetujui,

Bogor, Januari 2008

Dr. Ir. Aji Hermawan, MM. Dosen Pembimbing

(3)

Istiana Syaumi. F34103122. Kajian Dampak Sistem Penggajian Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus di PT. Mitrasatrya Perkasautama, Jakarta Utara). Di bawah bimbingan Aji Hermawan. 2007.

RINGKASAN

Sistem penggajian adalah pengaturan dalam organisasi mengenai apa dan bagaimana harus dibayar atas pekerjaan yang mereka lakukan. Sistem penggajian mengatur imbalan berdasarkan seberapa baik karyawan sebagai individu, tim atau organisasi bekerja dan juga mengatur imbalan berdasarkan kontribusi, tingkat kemampuan (kompetensi) atau ketrampilan yang telah mereka capai. Pemberian upah yang adil dan layak dapat memberikan suatu dorongan agar karyawan sebagai pekerja mampu mencapai prestasi kerja yang lebih tinggi dibanding jika tidak memperoleh upah yang tidak adil dan layak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh sistem penggajian yang diterapkan di perusahaan terhadap pemberdayaan karyawan, kepuasan kerja dan komitmen organisasi; serta mengkaji pengaruh pemberdayaan karyawan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Penelitian ini dilakukan kepada karyawan di divisi pemasaran di PT. Mitrasatrya Perkasautama.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah survei kuesioner dan wawancara dengan manajer dan karyawan di divisi pemasaran. Kuesioner disebarkan kepada 46 karyawan yang terdapat di beberapa kota pada tingkat Supervisor (SPV), Merchandiser (MD) dan Sales Promotion Girl (SPG). Kuesioner yang digunakan terdiri dari 60 pertanyaan yang bersifat tertutup. Teknik analisis yang digunakan adalah SEM (Structural Equation Modeling), dengan bantuan perangkat lunak LISREL (Linear Structural Relationship) 8.72, untuk mengetahui bentuk dan besar pengaruh antara variabel laten bebas, yaitu sistem penggajian, dengan variabel laten tidak bebas (terikat), yaitu pemberdayaan, kepuasan kerja dan komitmen organisasi.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sistem penggajian mempengaruhi kinerja karyawan secara langsung terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi tanpa melalui adanya variabel pemberdayaan. Pemberdayaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap komitmen organisasi, tetapi tidak signifikan untuk kepuasan kerja.

Implikasi hasil penelitian ini menyatakan bahwa sistem penggajian dapat dijadikan sebagai alat untuk meningkatkan kinerja karyawan. Dimensi-dimensi yang mempengaruhi sistem penggajian ini diurutkan dari yang terpenting adalah keadilan internal, keadilan eksternal, tingkat penggajian, basis penggajian, strategi sentralisasi-desentralisasi dan proses penggajian.

(4)

Istiana Syaumi. F34103122. The Effect of Salary System on Employee Performance (A Case Study of PT. Mitrasatrya Perkasautama, Jakarta Utara). Supervised by Aji Hermawan. 2007.

SUMMARY

A salary system is a very important aspect in an organization. A good salary system can influence employees to perform better in organization.

The objectives of the research are to analyze the effects of salary system on empowerment, job satisfaction and organization commitment; and the effects of empowerment on job satisfaction and organization commitment. The respondents of the research were marketing employees at PT. Mitrasatrya Perkasautama.

The data collection techniques used were questionnaire survey and interview with the managers and the employees of the marketing division. The questionnaire were distributed to 46 employees in several regions at the level of Supervisor (SPV), Merchandiser (MD) and Sales Promotion Girl (SPG). The questionnaire consists of 60 closed questions. The analysis technique used is SEM (Structural Equation Modeling), implemented using the LISREL (Linear Structural Relationship) 8.72 software.

The result of the research shows that salary system influences directly job satisfaction and organization commitment, but it does not influence employee empowerment. Empowerment has a significant influence on commitment organization, but it has not a significant influence on job satisfaction.

The research implies that salary system can be used as a tool to increase employee performance. The most important dimensions of the salary system are consecutively as follows : internal equity, external equity, reward level, basis for rewards, a centralized-decentralized strategy, and reward process.

(5)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

menyelesaikan pendidikan di SMUIT Nurul Fikri Depok. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian melalui jalur SPMB.

Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis pernah aktif di beberapa organisasi, antara lain Biro Kastrat Departemen Agritech Badan Eksekutif Mahasiswa FATETA IPB, Sekretaris Tim PR dan Marketing Badan Eksekutif Mahasiswa FATETA IPB, Divisi PR Forum Bina Islam FATETA IPB dan Koordinator Badan Khusus Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) IPB serta pernah terlibat di berbagai kepanitian, seperti seminar, expo dan pelatihan.

Pada tahun 2003, penulis membuat sebuah Karya Ilmiah sebagai salah satu syarat kelulusan dari SMUIT Nurul Fikri dengan judul Nilai Gizi Tempe Ditinjau dari Aspek Pengolahannya. Pada tahun 2006, penulis melakukan Praktek Lapang di PT. MariGold Indokreasi, Jatiwarna-Bekasi dengan topik Manajemen Sumber Daya Manusia. Pada tahun 2007, penulis melakukan penelitian di PT. Mitrasatrya Perkasautama dengan judul skripsi Kajian Dampak Sistem Penggajian Terhadap Kinerja Karyawan di PT. Mitrasatrya Perkasautama.

Penulis bernama lengkap Istiana Syaumi, merupakan anak sulung dari empat bersaudara yang terlahir dari pasangan Suhendar Sulaeman dan Marlina Saraswati. Dilahirkan di Serang pada tanggal 13 Juni 1985. Pada tahun 1997, penulis menyelesaikan pendidikan tingkat dasar di SDI Yasma PB Soedirman I Jakarta Timur dan dilanjutkan di SLTPIT Nurul Fikri Depok sampai tahun 2000. Pada tahun 2003, penulis

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2007 di Divisi Pemasaran, PT. Mitrasatrya Perkasautama, Jakarta Utara. Selama penelitian dan penyusunan skripsi, saya mendapatkan banyak bantuan, bimbingan, fasilitas, pengetahuan dan pengalaman yang sangat berharga dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Aji Hermawan, M.M. selaku dosen pembimbing yang banyak memberikan bimbingan dan masukan untuk kesempurnaan penelitian dan penulisan skripsi.

2. Dr. Ir. Yandra Arkeman, M. Eng dan Dr Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA selaku dosen penguji atas saran dan arahan yang diberikan.

3. Papap, Mama, Isna, Sarah dan Tiara yang telah memberikan support selama penulisan skripsi.

4. Bapak Miskam selaku Sales Manager PT. Mitrasatrya Perkasautama yang telah memberikan banyak bantuan selama saya melakukan penelitian di perusahaan.

5. Mba Ira, Mba Nova, Mba Erna selaku karyawan di PT. Mitrasatrya Perkasautama.

6. Bapak Mawarkono dan Mbak Lena di pabrik yang banyak membantu dalam pengumpulan data di pabrik.

7. Seluruh penghuni Darmaga Regensi B-10 : Laste, Maya, Gading, Mae atas kebersamaannya selama tiga tahun dalam segala suasana.

8. For all my best friends that I ever had : Widhi, Niken, Farah, Nda, Echie, Siska, Tika, Sylvi, Icha, Zidni, Difal, Urfi, Imeh. Thanks for all your helps and supports.

9. Teman seperjuangan satu bimbingan: Oi, Lucia dan Temon. Fighting!!!

10. Seluruh teman-teman TIN 40 yang senasib dan seperjuangan, I’ll never forget all the moments that we’ve done..

(7)

11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut membantu dan memberikan dorongan hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak keterbatasan. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Desember 2007 Istiana Syaumi

(8)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... iii

Daftar Tabel ... vi

Daftar Gambar ... vii

Daftar Lampiran ... viii

I. Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan... 2

C. Ruang Lingkup... 2

II. Tinjauan Pustaka... 4

A. Kompensasi dan Sistem Penggajian... 4

B. Kinerja Karyawan ... 12

C. Hubungan antara Sistem Penggajian dan Kinerja Karyawan ... 16

D. Pemberdayaan ... 17

E. Kepuasan Kerja ... 21

F. Komitmen Organisasi... 25

III. Metodologi Penelitian... 30

A. Kerangka Pemikiran ... 30

B. Variabel Penelitian ... 32

C. Perumusan Hipotesis ... 33

D. Metode Pengumpulan dan Pengujian Data ... 34

IV. Tinjauan Umum Perusahaan... 38

A. Sejarah Perusahaan... 38

B. Lokasi Perusahaan... 39

C. Struktur Organisasi Perusahaan ... 39

D. Ketenagakerjaan ... 40

E. Aspek Teknis Teknologis ... 42

F. Sistem Penggajian ... 45

(9)

V. Hasil dan Pembahasan... 52

A. Profil Responden ... 52

B. Deskripsi Pengaruh Sistem Penggajian terhadap Kinerja Karyawan... 56

1. Analisis Deskriptif ... 56

2. Uji Goodness of Fit Statistics ... 57

3. Hubungan antar Variabel ... 63

a. Hubungan antara Sistem Penggajian terhadap Pemberdayaan ... 66

b. Hubungan antara Sistem Penggajian terhadap Kepuasan Kerja ... 67

c. Hubungan antara Sistem Penggajian terhadap Komitmen Organiasasi... 67

d. Hubungan antara Pemberdayaan terhadap Kepuasan Kerja ... 68

e. Hubungan antara Pemberdayaan terhadap Komitmen Organisasi... 69

4. Analisis Variabel Individual ... 69

a. Variabel Laten Bebas (Sistem Penggajian)... 70

(1) Tingkat Penggajian ... 71 (2) Keadilan Internal... 71 (3) Keadilan Eksternal ... 72 (4) Basis Penggajian ... 72 (5) Sentralisasi-Desentralisasi... 73 (6) Proses Penggajian ... 73

b. Variabel Laten Terikat (Pemberdayaan)... 74

(1) Kebermaknaan ... 75

(2) Kemampuan... 75

(3) Keberpengaruhan ... 76

c. Variabel Laten Terikat (Kepuasan Kerja)... 76

d. Variabel Laten Terikat (Komitmen Organisasi)... 77

(1) Komitmen Afektif... 78

(10)

VI. Kesimpulan dan Saran... 81

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 81

Daftar Pustaka ... 83

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Variabel-Variabel Penelitian ... 33

Tabel 2. Jenis-Jenis Produk di PT. Mitrasatrya Perkasautama dan Ukurannya 45 Tabel 3. Deskripsi Statistik ... 56

Tabel 4. Hasil Estimasi Variabel Sistem Penggajian ... 71

Tabel 5. Hasil Estimasi Variabel Pemberdayaan ... 74

Tabel 6. Hasil Estimasi Variabel Komitmen Organisasi ... 78

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 30

Gambar 2. Langkah-Langkah dalam Structural Equation Modeling ... 37

Gambar 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Produk ... 43

Gambar 4. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52

Gambar 5. Data Responden Berdasarkan Usia ... 53

Gambar 6. Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 54

Gambar 7. Data Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 55

Gambar 8. Data Responden Berdasarkan Total Gaji Yang Diterima ... 55

Gambar 9. Diagram Path Parameter Estimasi Akhir ... 59

Gambar 10. Diagram Path Parameter Estimasi dengan Variabel Patokan ... 60

Gambar 11. Diagram Path t-Test ... 64

Gambar 12. Struktur Organisasi Divisi Marketing ... 120

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Job Description PT. Mitrasatrya Perkasautama ... 88

Lampiran 2. Job Description Divisi Marketing ... 102

Lampiran 3. Kuesioner ... 111

Lampiran 4. Struktur Organisasi ... 120

Lampiran 5. Goodness Of Fit ... 122

(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumber daya manusia adalah bagian penting dari suatu negara. Pada tahun-tahun yang akan datang, terutama pada era globalisasi, peranan sumber daya manusia sebagai pelaku ekonomi sangatlah besar, yaitu untuk mendukung sektor industri sebagai penggerak utama pembangunan. Demi tercapainya keberhasilan pembangunan di segala bidang, maka peningkatan sumber daya manusia merupakan salah satu persyaratan utama dalam peningkatan kinerja. Di samping itu, sumber daya manusia juga berpengaruh pada pencapaian tujuan perusahaan karena dapat meningkatkan kinerja karyawan dan kinerja perusahaan.

PT. Mitrasatrya Perkasautama merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang agroindustri dengan produk utamanya adalah kacang, baik kacang tanah maupun kacang mete, dan memiliki jumlah karyawan yang cukup banyak. Untuk memenangkan persaingan antara perusahaan yang sejenis, PT. Mitrasatrya Perkasautama harus selalu meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk mencapai efisiensi operasi dan peningkatan kinerja karyawan maupun operasi.

Dalam rangka meningkatkan kinerja karyawan, maka diperlukan suatu faktor pendorong. Salah satu faktor pendorong tersebut adalah sistem penggajian. Sistem penggajian yang diharapkan oleh perusahaan adalah sistem penggajian yang dapat mengurangi biaya produksi dan mencapai tujuan organisasi, sedangkan karyawan membutuhkan sistem penggajian yang adil dan taat azas.

Sistem penggajian merupakan suatu proses untuk menentukan, memonitor, mengembangkan, dan mengendalikan gaji staf atau karyawan suatu perusahaan. Sedangkan tujuan dari sistem penggajian adalah untuk merekrut dan mempertahankan staf yang berkualitas, meningkatkan semangat kerja jika dilandasi taat azas dan adil, memotivasi serta meningkatkan prestasi karyawan.

(15)

Penerapan sistem penggajian yang telah diterapkan di PT. Mitrasatrya Perkasautama perlu dikaji kembali oleh perusahaan untuk dapat mengetahui sejauh mana sistem penggajian tersebut mempengaruhi kinerja karyawan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dampak sistem penggajian terhadap kinerja karyawan, dengan berfokus pada karyawan di divisi pemasaran PT. Mitrasatrya Perkasautama. Untuk melihat kinerja karyawan secara individual, kepuasan kerja dan komitmen organisasi biasanya sering digunakan sebagai pendekatan pengukuran kinerja. Beberapa riset menunjukkan bahwa ada variabel antara yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan komitmen organisasi, yaitu pemberdayaan karyawan. Penggajian diduga akan mempengaruhi pemberdayaan yang selanjutnya dapat mempengaruhi kinerja karyawan, selain diduga memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja karyawan.

B. Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

1. Mengkaji pengaruh sistem penggajian terhadap pemberdayaan karyawan. 2. Mengkaji pengaruh sistem penggajian terhadap kepuasan kerja.

3. Mengkaji pengaruh sistem penggajian terhadap komitmen organisasi. 4. Mengkaji pengaruh pemberdayaan terhadap kepuasan kerja.

5. Mengkaji pengaruh pemberdayaan terhadap komitmen organisasi. C. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk studi kasus di PT. Mitrasatrya Perkasautama. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menyebarkan kuesioner dengan responden sebanyak 46 orang dari divisi pemasaran yang ada di perusahaan serta didukung oleh studi literatur yang terkait dengan subjek penelitian. Penilaian kuesioner ini diukur dari sisi self reported (mengisi sendiri). Tingkat jabatan para responden tersebut adalah pada tingkat di bawah manajer pemasaran. Kajian masalah khusus ditekankan pada dampak yang terjadi pada pengaruh hubungan antara sistem penggajian terhadap kinerja karyawan, yang dalam hal ini menggunakan proksi kepuasan

(16)

kerja dan komitmen organisasi serta pada faktor sistem penggajian yang dapat berdampak atau berpengaruh terhadap kinerja karyawan di perusahaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut diantaranya adalah tingkat penggajian, keadilan internal, keadilan eksternal, basis penggajian, sentralisasi-desentralisasi, dan proses penggajian.

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kompensasi dan Sistem Penggajian

Salah satu fungsi manajemen personalia yang paling sulit adalah penentuan tingkat kompensasi moneter (Flippo, 1990). Hal tersebut dianggap penting bagi karyawan karena uang gaji sering kali merupakan alat satu-satunya bagi kelangsungan hidup secara ekonomis dan juga merupakan salah satu faktor yang menentukan status dalam masyarakat.

Pengertian dari kompensasi itu sendiri adalah semua bentuk kembalian (return) finansial, jasa-jasa berwujud dan tunjangan-tunjangan yang diperoleh karyawan sebagai bagian dari sebuah hubungan kepegawaian (Simamora, 1995).

Pemberian daya rangsangan kepada karyawan agar setiap karyawan bersemangat melakukan tugasnya dengan baik, dengan perkataan lain kompensasi adalah hal-hal atau usaha yang harus diperhatikan dan dibangun untuk menggairahkan karyawan supaya rajin bekerja dan dapat mencapai hasil yang lebih baik sehingga tercapai efektivitas kerja karyawan (Winardi, 1992).

Menurut Timpe (1991), pada umumnya program-program kompensasi karyawan dirancang untuk melakukan tiga hal, yaitu : (1) untuk menarik perhatian karyawan yang cakap ke dalam organisasi, (2) untuk memotivasi mereka mencapai prestasi yang unggul dan (3) untuk menciptakan masa dinas yang panjang.

Penentuan upah yang yang benar bukanlah proses yang sepenuhnya objektif karena kebenaran juga menyangkut kewajaran dan keadilan. Ukuran program kompensasi yang disarankan adalah sebagai berikut :

1. Tingkat upah yang berlaku di masyarakat, upah yang berlaku di masyarakat dapat dipergunakan sebagai dasar untuk perbandingan dengan susunan upah perusahaan. Walaupun biasanya dikemukakan beberapa alasan yang berhubungan dengan pemilihan perusahaan yang akan diteliti dan wilayah geografis yang diliput. Tingkat upah masyarakat adalah ukuran objektif yang wajar dari seluruh kompensasi.

(18)

2. Anggaran gaji dan upah. Sebagai tambahan untuk meyakinkan bahwa perusahaan itu pada umumnya kompetitif dalam hal gaji, manajer juga harus meyakinkan bahwa pengeluaran berada dalam batas-batas anggaran yang dialokasikan. Pembayaran rata-rata karyawan dalam pekerjaan tertentu dapat dibandingkan dengan titik tengah dalam rentang (range) gaji. Pembayaran gaji atas dasar persepuluhan untuk setiap rentang akan memberikan gambaran yang lebih lengkap. Batas jangkauan gaji untuk setiap klasifikasi jabatan dimonitor oleh spesialis personalia dan harus dimintakan persetujuan lini tertentu jika batas tersebut akan dilampaui. 3. Keluhan-keluhan (grievancies) sehubungan dengan pembayaran. Salah

satu sasaran dari setiap program upah dan gaji yang sistematis adalah untuk mengurangi ketidakpuasan karyawan atas upah. Jumlah pengaduan resmi dan tidak resmi yang diajukan oleh para karyawan adalah merupakan petunjuk ketidakpuasan.

4. Penghasilan insentif; jumlah karyawan. Jumlah karyawan yang memperoleh bonus yang melebihi tarif pembayaran standar merupakan indeks efektivitas program pembayaran insentif.

5. Penghasilan insentif; jumlah penghasilan. Analisis atas jumlah penghasilan insentif setiap karyawan akan memberikan data yang bernilai untuk efektivitas suatu program insentif. Jika kita temukan bahwa sebagian besar atau semua karyawan memperoleh jumlah bonus yang seragam, kemungkinan kelompok itu telah menyetujui jumlah yang harus dihasilkan.

6. Tunjangan, biaya setiap karyawan dapat dihitung sebagai persen dari gaji. Persentase partisipasi dapat ditentukan bagi program sukarela untuk setiap jabatan, tingkat organisasi atau departemen. Waktu perubahan haluan setiap tuntutan memberikan informasi sehubungan dengan efisiensi unit tunjangan.

Jenis-jenis kompensasi sebagai bentuk balas jasa yang menyatakan penghargaan atau ganjaran sebagai kompensasi dibedakan sebagai berikut : a. Kompensasi langsung

(19)

c. Insentif

Kompensasi langsung adalah kompensasi yang diberikan secara langsung kepada karyawan dalam bentuk imbalan fisik berupa upah dan gaji, sedangkan kompensasi tidak langsung berupa pelayanan dan keuntungan. Insentif merupakan pemberian uang di luar gaji (Nawawi, 2000).

Hasibuan (2000) membagi secara lebih tegas jenis kompensasi sebagai berikut :

a. Yang termasuk kompensasi langsung (direct compensation) adalah : 1. Gaji, adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan

tetap serta mempunyai jaminan yang pasti.

2. Upah, adalah balas jasa yang dibayarkan kepada pekerja harian dengan berpedoman atas perjanjian yang telah disepakati.

3. Upah insentif, adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar.

b. Yang termasuk upah tidak langsung (indirect compensation atau employee welfare) adalah benefit dan service, adalah kompensasi tambahan (finansial atau non-finansial) yang diberikan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan terhadap semua karyawan dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, seperti tunjangan hari raya, uang pensiun, pakaian dinas, kafetaria, mushola, olah raga, darmawisata, dan lain-lain

Kompensasi yang diberikan kepada karyawan bukan berdasarkan selera pimpinan atau pemilik perusahaan, tetapi harus dipertimbangkan berbagai hal yang logis dan adil sehingga dapat memberikan kesejahteraan kepada karyawan.

Ada beberapa faktor yang menentukan keputusan akhir mengenai jumlah gaji, diantaranya adalah : (1) permintaan dan penawaran atas keterampilan karyawan, (2) organisasi buruh, (3) kemampuan perusahaan untuk membayar, (4) produktivitas perusahaan dan perekonomian, (5) biaya hidup, dan (6) pemerintah (Flippo, 1990).

Menurut Armstrong dan Murlis (2001) sistem penggajian adalah pengaturan dalam organisasi mengenai apa dan bagaimana harus dibayar atas pekerjaan yang mereka lakukan. Sistem penggajian mengatur imbalan

(20)

berdasarkan seberapa baik karyawan sebagai individu, tim atau organisasi bekerja dan juga mengatur imbalan berdasarkan kontribusi, tingkat kemampuan (kompetensi) atau ketrampilan yang telah mereka capai.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penggajian dan tingkat penggajian. Pertama adalah ukuran pekerjaan yang secara tradisional telah menjadi faktor utama dalam penggajian yang meliputi tanggung jawab, tingkat hirarki organisasi, pengetahuan wajib, kemampuan atau kompetensi, kontak eksternal, kerumitan, dan pengambilan keputusan. Kedua adalah karakteristik masing-masing individu seperti umur, pengalaman, kualifikasi, kemampuan khusus, kontribusi, dan prestasi merupakan faktor yang signifikan. Ketiga adalah faktor pasar pekerja, seperti penawaran dan permintaan akan kemampuan tertentu. Keempat adalah kondisi pasar produk dan struktur biaya karyawan, seperti posisi di dalam pasar, profitabilitas serta strategi, dan ambisi pasar memiliki pengaruh yang besar dalam strategi penggajian. Kelima adalah filosofi penggajian dalam organisasi juga memiliki pengaruh dalam tingkat penggajian.

Menurut Lawler (1984), terdapat dua dimensi dalam mempertimbangkan desain strategi untuk sistem penggajian. Pertama adalah dimensi struktural (praktek dan prosedur formal) dan yang kedua adalah dimensi proses (komunikasi dan proses pengambilan keputusan). Dalam hubungannya dengan dimensi struktural, ada beberapa hal yang termasuk di dalamnya, yaitu :

1. Basis penggajian; karyawan digaji berdasarkan pekerjaan yang mereka lakukan atau berdasarkan kemampuan atau kompetensi yang mereka miliki, penggajian yang berdasarkan kompetensi lebih cocok diterapkan pada organisasi yang memiliki tenaga kerja tetap yang berorientasi terhadap pembelajaran.

2. Penggajian berdasarkan kinerja; karyawan digaji berdasarkan senioritas atau kinerja, dikarenakan oleh masalah pengimplementasian skema berbasis kinerja, beberapa organisasi lebih banyak menggunakan penggajian berdasarkan senioritas, jika manajemen memutuskan untuk

(21)

menggunakan basis kinerja maka keputusan yang diambil harus dibuat berdasarkan tingkah laku dan bagaimana mereka dapat dihargai.

3. Posisi pasar; posisi pasar dan pendirian dari organisasi mempengaruhi iklim organisasi tersebut, jika manajemen perusahaan merasa penting untuk menjadi pemain utama dengan tingkat penggajian yang diterapkan di atas kompetitornya maka akan ada sistem penggajian yang berbeda yang akan dihormati oleh para karyawan.

4. Perbandingan antara kedilan internal dan eksternal; keadilan internal ini maksudnya adalah jika seseorang dengan pekerjaan yang sama akan digaji dengan jumlah yang sama walaupun mereka berada di daerah yang berbeda atau perusahaan yang berbeda, keadilan eksternal lebih berfokus terhadap pasar pekerja sebagai faktor utama untuk tingkat penggajian. 5. Strategi penggajian sentralisasi-desentralisasi; organisasi yang menerapkan

startegi sentralisasi biasanya memiliki Departemen Sumber Daya Manusia yang mengatur standardisasi penggajian dan tata cara penggajian, hal ini menciptakan perasaan akan keadilan internal dan nilai bagi para karyawan, pada organisasi yang menerapkan strategi desentralisasi akan mengizinkan adanya fleksibilitas untuk keputusan-keputusan tertentu.

6. Tingkat hirarki; manajemen perusahaan dapat memilih apakah mereka akan memakai pendekatan hirarki untuk penggajian (karyawan digaji sesuai dengan posisinya pada tingkat hirarki dan biasanya ditandai dengan status mereka) atau pendekatan sederajat (yang berdasarkan kerja tim dan lebih sedikit simbol status)

7. Gabungan penggajian; hal ini berkenaan dengan gaji yang diberikan kepada masing-masing individu (keuntungan, simbol status, dll) atau memang berdasarkan pilihan dari karyawan melalui pendekatan cafetaria-style

Ada dua kunci utama di dalam dimensi proses sistem penggajian, yaitu : 1. Kebijakan komunikasi; seberapa jauh seorang karyawan menginginkan

kebijakan komunikasi yang terbuka atau tertutup dalam penggajian tergantung dari filosofinya, pada beberapa organisasi keterbukaan penggajian merupakan sebuah pelanggaran yang ditutupi.

(22)

2. Praktek pengambilan keputusan; dalam hal ini karyawan dilibatkan atau tidak pada pembuatan desain sistem dan administrasi, melibatkan karyawan dan wakil dari mereka akan meningkatkan rasa penerimaan dalam setiap perubahan karena mereka memiliki hak legitimasi yang diberikan untuk hasil akhir keputusan tersebut.

Menurut beberapa pendapat, struktur penggajian memiliki pengertian sebagai berikut :

a. Susunan tingkat penggajian untuk pekerjaan atau keterampilan (skill) yang berbeda dalam suatu organisasi. Jumlah tingkatan mencerminkan perbedaan dalam tingkatan penggajian (Milkovich dan Newaman, 2002). b. Framework dalam suatu organisasi yang menggambarkan dalam

perbedaan tingkatan penggajian atau kelompok jabatan, yang didasarkan atas penilaian dari nilai relatif internal dan eksternal (market rate) (Armstrong dan Murlis, 2001).

c. Perbedaan tingkat penggajian untuk jabatan-jabatan yang memiliki nilai yang tidak sama dan merupakan suatu kerangka untuk memberikan perbedaan pengakuan kontribusi individu karyawan (Martocchio, 2002). d. Merupakan tingkat gaji untuk jabatan-jabatan yang terdapat dalam

perusahaan yang didasarkan pada perbedaan keterampilan dan tanggung jawab serta dipengaruhi oleh kondisi pasar tenaga kerja (Armstrong, 1984).

Dari keempat definisi di atas dapat dikatakan bahwa struktur penggajian mencerminkan perbedaan tingkat penggajian yang ditetapkan oleh suatu organisasi berdasarkan jabatan, keterampilan, kompetensi maupun kontribusi karyawan terhadap organisasi.

Fungsi dari struktur penggajian dalam organisasi merupakan suatu dasar yang konsisten dan adil untuk memberikan motivasi dan reward kepada karyawan, sehingga organisasi memiliki suatu kerangka yang didesain secara logic memiliki keseimbangan internal dan daya saing internal serta kebijakan yang diputuskan dapat diimplementasikan (Armstrong dan Murlis, 2001).

Salah satu pendapat tentang konsep struktur penggajian menyampaikan bahwa dalam penyusunan struktur penggajian ada dua hal

(23)

yang perlu ditetapkan yaitu tingkat gaji (pay level) dan struktur gaji (pay structure). Alat administrasi yang digunakan dalam penetapan tingkat gaji adalah market pay surveys sedangkan alat administrasi struktur penggajian adalah evaluasi jabatan. Dalam tingkat gaji fokus yag diarahkan pada terjadinya keseimbangan eksternal sedangkan struktur penggajian memiliki fokus pada keseimbangan internal.

Menurut Ivancevich (2001) dalam penetapan besaran gaji bagi seorang karyawan harus memperhatikan tiga hal. Ketiga hal tersebut adalah sebagai berikut :

a. Karyawan yang bekerja pada jabatan yang sama dalam organisasi yang berlainan (group A).

b. Karyawan yang bekerja pada jabatan yang berbeda dalam organisasi yang sama (group B).

c. Karyawan yang bekerja pada jabatan yang sama dalam organisasi yang berbeda (group C).

Keputusan penetapan gaji pada group A disebut sebagai keputusan tingkat penggajian (the pay-level desicion), yang bertujuan untuk menjaga persaingan organisasi dalam pasar tenaga kerja. Alat yang digunakan untuk pengujian ini adalah survey penggajian, market pricing atau benchmarking. Keputusan penetapan gaji pada group B disebut sebagai keputusan struktur penggajian (the pay-structure desicion) yang membandingkan secara relatif antara suatu jabatan dengan seluruh jabatan yang ada dalam organisasi. Pendekatan yang dilakukan untuk hal ini adalah evaluasi jabatan. Sedangkan keputusan untuk penetapan gaji pada group C disebut sebagai penetapan pembayaran individu (individual pay determination).

Sistem penggajian merupakan suatu proses untuk menentukan, memonitor, mengembangkan, dan mengendalikan gaji staf atau karyawan suatu perusahaan. Menurut Armstrong dan Murlis (1993), sistem penggajian yang baik memiliki keuntungan sebagai berikut :

• Sebagai usaha untuk merekrut dan mempertahankan staf yang berkualitas • Meningkatkan semangat, jika dilandasi taat asas dan adil

(24)

• Jika sistem penggajian tersebut efektif, biaya penggajian dapat diminimumkan dengan adanya prosedur tertentu

Adapun yang dimaksud dengan struktur penggajian ialah jajaran, rentang atau tingkatan gaji suatu perusahaan dengan skala gaji tertentu untuk berbagai kelompok pekerjaan. Gaji yang dimaksud di atas adalah imbalan jasa secara menyeluruh, di mana terdapat pengelolaan semua aspek upah dan tunjangan karyawan secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhannya (Armstrong dan Murlis, 1993).

Berdasarkan survey mengenai benefit yang diberikan perusahaan yang dilakukan oleh HayGroup kepada karyawan berbagai perusahaan yang menjadi respondennya, didapatkan data sebagai berikut :

1. Lebih dari 75 persen responden memberikan benefit sebagai berikut : - Cuti tahunan

- Cuti melahirkan - Perawatan rumah sakit - Kesehatan

- Kesehatan gigi - Perjalanan bisnis

- Tunjangan pensiun/tabungan/jaminan sosial - Kendaraan

- Keanggotaan klub

- Pelatihan dan pendidikan

2. Sekitar 50 sampai 75 persen responden memberikan benefit : - Kepemilikan rumah

- Pinjaman untuk karyawan

3. Sekitar 25 sampai 50 persen responden memberikan benefit : - Keanggotaan asosiasi profesi

- Asuransi kecelakaan - Asuransi jiwa

4. Hanya 25 persen perusahaan yang memberikan benefit pendidikan anak (Firdanianty, 2007).

(25)

Penilaian pekerjaan bertujuan untuk mengukur nilai positif di dalam dan memberikan rancangan sistem untuk tugas membandingkan nilai-nilai pekerjaan, sehingga para pekerja dapat dibayar dengan adil (Armstrong dan Murlis, 1993).

Ada tiga metode yang dipergunakan dalam penilaian pekerjaan, diantaranya ialah :

1. Pemangkatan pekerjaan. Pemangkatan pekerjaan dilakukan dengan membandingkan pekerjaan satu dengan seluruh pekerjaan lainnya dan menyusunnya menurut urutan pentingnya secara relatif, kesulitannya, atau nilainya bagi perusahaan.

2. Klasifikasi pekerjaan. Program penilaian berdasarkan klasifikasi pekerjaan dimulai dengan suatu struktur penggolongan yang meliputi berbagai tingkat pekerjaan di dalam hirarki. Setiap golongan ditetapkan menurut tingkat keterampilan atau tanggung jawabnya. Selanjutnya masing-masing pekerjaan dimasukkan ke dalam golongan itu, dengan membandingkan uraian pekerjaan yang sesuai dengan definisi dari tiap-tiap golongan. 3. Pengharkatan nilai. Dua metode terdahulu adalah non-analitis, sehingga

tidak dapat memberikan dasar untuk mengukur perbedaan antara pekerjaan-pekerjaan. Metoda pengharkatan nilai didasarkan atas suatu analisis atas sejumlah faktor seperti keterampilan, tanggung jawab atas pekerjaan sendiri dan pekerjaan karyawan lain, tingkat pelaporan, kerumitan tugas, pengambilan keputusan, dan tingkat hubungan staf di dalam dan di luar.

D. Kinerja Karyawan

Dalam bahasa Inggris, istilah kinerja adalah performance, pengertiannya adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral maupun etika.

(26)

Menurut Mangkunegara (2000), kinerja adalah hasil secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Tinggi rendahnya kinerja karyawan berkaitan erat dengan sistem pemberian penghargaan yang diterapkan oleh lembaga atau organisasi tempat mereka bekerja. Pemberian penghargaan yang tidak tepat dapat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja seseorang.

Nawawi (2000) menyatakan bahwa ganjaran upah merupakan sesuatu yang efektif sebagai alat untuk memotivasi seorang karyawan untuk mencapai prestasi dalam pelaksanaan pekerjaannya. Pemberian upah yang adil dan layak dapat memberikan suatu dorongan agar karyawan sebagai pekerja mampu mencapai prestasi kerja yang lebih tinggi dibanding jika tidak memperoleh upah yang tidak adil dan layak.

Menurut Ain (1986), didasarkan pada teori produksi, maka faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja antara lain adalah latar belakang pendidikan dan pelatihan, keterampilan, teknologi, hubungan pimpinan-bawahan, sistem balas jasa, kondisi sarana di lingkungan kerja, hubungan antara teman sejawat, pengakuan, dan penghargaan yang diberikan oleh pimpinan.

Proses motivasi dipengaruhi oleh pengalaman dan penghargaan para karyawan. Pengalaman didasarkan atas tindakan tertentu karyawan yang dilakukan untuk mencapai sasaran atau tujuan perusahaan dengan penghargaan yang layak sehingga dapat meningkatkan motivasi kerja. Harapan karyawan didasarkan atas pengalaman masa lalu yang sering dihadapkan pada kenyataan adanya perubahan pekerjaan, perubahan sistem penggajian, dan kondisi kerja yang semuanya di luar pengendalian karyawan (Armstrong, 1988).

Menurut Imai (1991), terdapat hubungan yang positif antara motivasi dan prestasi kerja atau kinerja. Meningkatnya motivasi akan menghasilkan lebih banyak usaha atau prestasi kerja yang lebih baik, sehingga akan meningkatkan produktivitas.

(27)

Efektivitas dan produktivitas uang dapat dilihat dari kekuatan dan kebutuhan individu akan uang, juga sejauh mana individu yakin akan usaha yang telah dilakukannya akan menghasilkan uang (Kussriyanto, 1991).

Produktivitas adalah perbandingan antara keluaran dan masukan dalam perusahaan. Secara teknis produktivitas dapat dibedakan, yaitu produktivitas tenaga kerja, modal, dan bahan baku (Nainggolan, 1990).

Produktivitas tinggi secara penuh mencerminkan penggunaan sumber daya manusia. Hal tersebut berhubungan dengan dua variabel :

1. Variabel masukan termasuk biaya berupa upah dan gaji, biaya-biaya yang berhubungan dengan kepegawaian, jumlah orang yang dipekerjakan, dan jumlah waktu kerja.

2. Variabel hasil produksi termasuk produksi per unit, hasil produksi yang terjual, penyelesaian tugas, penghasilan yang diperoleh, nilai tambah, penyelesaian tanggung jawab, dan standar yang dicapai (termasuk standar produksi pekerjaan).

Moral kerja atau semangat kerja besar peranan dan pengaruhnya terhadap produktivitas para pekerja. Moral adalah suatu keadaan yang berhubungan erat sekali dengan kondisi mental seseorang (Hasibuan, 1990). Jadi dapat dikatakan semangat kerja merupakan iklim atau suasana kerja yang terdapat di dalam suatu organisasi. Suasana tersebut adalah sikap mental individu atau kelompok di dalamnya yang terdapat dalam suatu organisasi yang menunjukkan rasa kegairahan di dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan dan mendorong mereka untuk bekerja lebih baik dan produktif (Taufiq, 1987).

Parker (1998) mengusulkan peran pemberdayaan yang akan dapat meningkatkan role breadth self-efficacy yang lebih baik. Ini adalah persepsi yang memungkinkan untuk meningkatkan kinerja karyawan.

Pengukuran kinerja dapat menjadi alat yang cukup kuat untuk perusahaan manapun agar dapat menghadapi para karyawannya. Deskripsi jabatan karyawan merupakan alat dasar dan sumber informasi untuk berinteraksi. Tetapi tidak di semua jenis pekerjaan memiliki deskripsi jabatan ini atau hanya mendeskripsikan pekerjaan yang sedang dikerjakan saat ini oleh

(28)

karyawan secara tidak jelas. Maka dari itu, sebelum memulai dengan wawancara pengukuran kinerja, perusahaan harus membuat sebuah deskripsi jabatan yang secara akurat dapat merefleksikan tanggung jawab karyawan. Bagian dasar dari dokumen ini adalah nama jabatan dan tanggung jawab, tanggung jawab keuangan, persyaratan, dan aktivitas untuk jabatan tersebut dan standar kinerja yang dibutuhkan bagi karyawan yang akan memegang jabatan tersebut. Dengan data-data ini maka perusahaan memiliki pondasi, format dan kriteria untuk membuat sebuah alat pengukuran kinerja. Setidaknya satu minggu sebelum wawancara tersebut, perusahaan perlu memberikan waktu kepada karyawan untuk meninjau kembali deskripsi jabatan tertulis yang mereka pegang dan diberikan sebuah kuesioner pengukuran kinerja. Jika pada akhirnya hal ini tidak dapat berhasil, maka deskripsi jabatan tersebut dapat dijadikan sebagai kerangka untuk wawancara dengan karyawan mengenai kinerja mereka (Javitch, 2006).

Terdapat tiga faktor yang menjadi dasar penilaian kinerja karyawan untuk mengevaluasi pekerjaan mereka, yaitu :

1. Knowhow (pendidikan dan wawasan manajemen).

2. Problem solving (kontribusi dalam pemberian informasi dan pengambilan keputusan).

3. Akuntabilitas (kemampuan seseorang terhadap pengelolaan asset perusahaan dan output yang diharapkan)

(Firdanianty, 2007).

Apabila penilaian prestasi kerja tersebut dilaksanakan dengan baik, tertib dan benar, maka dapat membantu meningkatkan loyalitas organisasi (komitmen organisasi) dari para karyawan (anggota organisasi). Terdapat sepuluh manfaat yang dapat diambil dari penilaian prestasi kerja :

1. Perbaikan prestasi kerja. Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer dan departemen personalia dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka demi perbaikan prestasi kerja.

2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. Evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus, dan bentuk kompensasi lainnya.

(29)

3. Keputusan-keputusan penempatan. Promosi, transfer, dan demosi (penurunan jabatan) biasanya didasarkan pada prestasi kerja masa lalu atau antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan terhadap prestasi kerja masa lalu.

4. Kebutuhan-kebutuhan latihan dan pengembangan. Prestasi kerja yang buruk mungkin menunjukkan kebutuhan latihan. Demikian juga, prestasi yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan. 5. Perencanaan dan pengembangan karir. Umpan balik prestasi kerja

seseorang karyawan dapat mengarahkan keputusan-keputusan karir, yaitu tentang jalur karir tertentu yang harus dilalui.

6. Penyimpangan-penyimpangan proses staffing. Prestasi kerja yang baik atau buruk mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia.

7. Ketidakakuratan informasional. Prestasi kerja yang buruk mungkin menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana-rencana sumber daya manusia atau komponen-komponen sistem informasi manajemen personalia lainnya.

8. Kesalahan-kesalahan desain pekerjaan. Prestasi kerja yang buruk mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan.

9. Kesempatan kerja yang adil. Penilaian prestasi kerja secara akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.

10. Tantangan-tantangan eksternal. Terkadang prestasi kerja dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, kondisi finansial atau masalah-masalah pribadi lainnya. Dengan penilaian prestasi kerja tersebut, departemen personalia dimungkinkan untuk dapat menawarkan bantuan kepada semua karyawan yang membutuhkan.

E. Hubungan antara Sistem Penggajian dengan Kinerja Karyawan

Nawawi (2000) menyatakan bahwa ganjaran upah merupakan sesuatu yang efektif sebagai alat untuk memotivasi seorang karyawan untuk mencapai prestasi dalam pelaksanaan pekerjaannya. Pemberian upah yang adil dan layak

(30)

dapat memberikan suatu dorongan agar karyawan sebagai pekerja mampu mencapai prestasi kerja yang lebih tinggi dibanding jika tidak memperoleh upah yang adil dan layak.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2004) menyatakan bahwa adanya hubungan yang positif antara gaji yang diterima karyawan dengan tingkat kinerja karyawan dan hubungan keduanya adalah signifikan. Arti dari signifikan ini adalah gaji memang sangat berarti bagi karyawan untuk meningkatkan prestasi kerja mereka.

Kompensasi sangatlah penting bagi karyawan yang bekerja dengan menjual tenaganya baik fisik maupun pikiran kepada suatu organisasi dan memperoleh balas jasa yang sesuai dengan peraturan atau perjanjian yang berlaku di dalam organisasi tersebut. Besarnya kompensasi telah ditentukan dan diketahui sebelumnya. Karyawan secara pasti seharusnya mengetahui besarnya kompensasi yang akan diterimanya. Kompensasi inilah yang akan dipergunakan seorang karyawan beserta keluarganya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Besarnya kompensasi ini mencerminkan status, pengakuan dan tingkat pemenuhan kebutuhan yang dinikmati oleh karyawan beserta keluarganya. Kompensasi yang diberikan sangat berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja, motivasi kerja dan hasil kerja. Apabila kompensasi yang diberikan dengan mempertimbangkan standar kehidupan normal dan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan karyawan, maka dengan sendirinya akan mempengaruhi semangat kerjanya, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas setiap pekerjaan yang dilakukan. Hal ini karena tujuan bekerja banyak dipengaruhi oleh terpenuhi atau tidaknya kebutuhan minimal kehidupan karyawan tersebut beserta keluarganya. Dengan demikian dampaknya adalah meningkatkan perhatian karyawan secara penuh terhadap pekerjaannya. Jika kompensasi yang diberikan semakin besar sehingga kepuasan kerjanya semakin baik pula (Aritonang, 2005).

F. Pemberdayaan

Menurut Scott dan Jaffe (1997), pemberdayaan terkait dengan tiga elemen yaitu karyawan, kelompok dan organisasi sebagai berikut :

(31)

a. Karyawan memiliki tanggung jawab tidak hanya dalam melakukan pekerjaan, tetapi juga harus dapat membuat perusahaan berjalan dengan lebih baik. Karyawan baru adalah seorang problem solver yang dapat membantu dalam perencanaan untuk menyelesaikan segala permasalahan. b. Sebuah kelompok bekerja bersama untuk meningkatkan prestasi mereka

secara kontinu agar dapat meningkatkan produktivitas.

c. Organisasi dibentuk agar karyawan dapat merasakan bahwa mereka bisa mendapatkan prestasi atas hasil kerja yang mereka lakukan.

Diterangkan bahwa karyawan, kelompok kerja dan organisasi yang terberdaya dapat membuat keseluruhan organisasi mencapai hasil yang lebih baik karena karyawannya tidak hanya melakukan pekerjaannya saja tetapi juga aktif mencari jalan keluar dari permasalahan yang ada sehingga kinerja organisasi akan semakin baik dari waktu ke waktu.

Selanjutnya dikatakan oleh Scott dan Jaffe (1997) bahwa organisasi yang melakukan pemberdayaan memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut :

- Mempertinggi kadar pekerjaan

- Mengembangkan kompetensi dan susunan pekerjaan - Membebaskan kreativitas dan inovasi

- Kontrol yang lebih bagus pada pengambilan keputusan tentang pekerjaan - Melengkapi seluruh tugas dibandingkan hanya membaginya saja

- Kepuasan pelanggan - Orientasi pasar pekerja

Untuk menilai sejauh mana organisasi telah menerapkan pemberdayaan dapat dilihat dari elemen-elemen sebagai berikut (Scott dan Jaffe, 1997) : - Kejelasan tujuan - Moral - Keadilan - Penghargaan - Kelompok kerja - Partisipasi

(32)

- Komunikasi

- Lingkungan kerja yang sehat

Menurut Byham (1993), secara spesifik pemberdayaan terjadi ketika karyawan :

• Bertanggung jawab sebagai wakil wilayah untuk hasil keluaran • Memiliki kontrol untuk sumber daya, sistem, metode dan peralatan • Memiliki kontrol untuk kondisi dan penjadwalan pekerjaan

• Memiliki kewenangan untuk menjalankan organisasi • Dievaluasi oleh pretasi kerja

Kelompok kerja yang mandiri (the self-directed work team) adalah metode yang penting dalam meningkatkan pemberdayaan karena adanya penghalang dalam organisasi, yaitu banyak pekerjaan yang tidak memberikan kesempatan karyawan untuk membuat keputusan, bertanggung jawab atau berinisiatif dan mandiri- elemen-elemen yang penting dalam pemberdayaan menurut Byham (1993).

Murrell dan Meredith (2000) mengemukakan ada empat hal yang dapat dilakukan untuk menciptakan organisasi yang terberdaya, yaitu :

- Memastikan bahwa misi perusahaan adalah untuk memperkuat dan mengulangi pernyataan dengan masing-masing usaha, tugas dan proyek - Menawarkan kesempatan kepada karyawan untuk belajar dan berkembang - Memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk menunjukkan

kapasitas dan kapabilitasnya

- Menawarkan dorongan yang sungguh-sungguh, bukan hanya pujian

Terlihat dari uraian di atas bahwa organisasi yang terberdaya adalah organisasi yang bisa membuat karyawan mengerti tentang misi organisasi, mendukung dan memberi kesempatan karyawan untuk selalu belajar dan mengembangkan kemampuannya semaksimal mungkin, juga memberikan semangat bekerja pada karyawan dan fasilitas penunjang yang diperlukan oleh seluruh karyawan.

Kesimpulan yang dikemukakan Murrell dan Meredith (2000) tentang pemberdayaan adalah :

(33)

- Memberdayakan adalah kekuatan ditribusi yang kreatif - Memberdayakan adalah berbagi tanggung jawab bersama - Memberdayakan adalah penting dan penuh semangat - Memberdayakan adalah demokrasi dan berkepanjangan - Memberdayakan menunjukkan kemampuan dan kapabilitas - Memberdayakan membantu perkembangan prestasi

- Memberdayakan berinvestasi pada pembelajaran

- Memberdayakan menemukan semangat dan membangun hubungan yang efektif

- Memberdayakan menginformasikan, memimpin, melatih, melayani, berkreasi dan membebaskan

Di sini terlihat bahwa pemberdayaan dimaksudkan sebagai cara bekerja sama yang lebih baik dan demokratis antara atasan dan bawahan sehingga tujuan organisasi dapat tercapai tetapi dengan cara yang lebih menyenangkan semua pihak.

Hubungan yang harmonis antara sesama pegawai serta antara pegawai dan organisasi akan tercipta pada lingkungan kerja yang memberdayakan karyawannya. Pemberdayaan dalam organisasi memungkinkan kelompok kerja bekerja bersama-sama dan berkolaborasi untuk penyelesaian pekerjaan. Selain itu karyawan untuk belajar mengambil keputusan serta mengelola diri mereka sendiri. Pemberdayaan akan menciptakan keseimbangan antara pengawasan atas kualitas kerja, sumber daya, kreativitas karyawan, tanggung jawab karyawan, komitmen yang tinggi atas penyelesaian tugas, serta peningkatan berkesinambungan yang berarti dikembangkannya proses pembelajaran secara terus menerus.

Spreitzer (1995) mengembangkan secara empiris ukuran multi dimensi pemberdayaan psikologi dalam studinya pada karyawan tingkat menengah dari perusahaan-perusahaan manufaktur yang ada dalam Fortune 500. Dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis, dia mengemukakan bahwa pemberdayaan memiliki empat dimensi dan masing-masing berkontribusi pada keseluruhan konstruksi pemberdayaan psikologis. Keempat komponen tersebut adalah kebermaknaan, kemampuan, kemandirian, dan

(34)

keberpengaruhan. Definisi komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut :

i. Kebermaknaan didefinisikan sebagai nilai dari tujuan dan sasaran pekerjaan ditimbang dalam kaitannya dengan cita-cita dan standar individu itu sendiri. Kebermaknaan juga menunjukkan kecocokan antara kebutuhan pekerjaan dengan nilai, kepercayaan dan perilaku seseorang.

ii. Kemampuan adalah keyakinan seseorang bahwa ia memiliki keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik. Istilah kemampuan ini lebih sering digunakan daripada self-esteem karena Spreitzer (1995) lebih memfokuskan pada efficacy yang terkait dengan pekerjaan daripada efficacy global.

iii. Kemandirian adalah perasaan memiliki pilihan dalam menginisiasi dan mengatur kegiatan atau perasaan memiliki kontrol terhadap pekerjaan. Ini merefleksikan otonomi dalam memulai atau melanjutkan perilaku dan proses kerja.

iv. Keberpengaruhan adalah keyakinan seseorang bahwa ia memiliki pengaruh penting terhadap hasil atau keluaran dalam pekerjaan baik yang bersifat strategis, administratif ataupun operasional.

Keempat komponen di atas jika digabungkan membentuk totalitas konstruk pemberdayaan secara psikologis. Jadi pemberdayaan secara psikologis dapat didefinisikan sebagai suatu konstruk motivasi yang termanivestasi dalam empat kognisi, yaitu kebermaknaan, kemampuan, kemandirian, dan keberpengaruhan.

G. Kepuasan Kerja

Salah satu sasaran penting dalam rangka manajemen sumber daya manusia dalam suatu organisasi adalah terciptanya kepuasan kerja anggota organisasi yang bersangkutan yang lebih lanjut akan meningkatkan prestasi kerja. Dengan kepuasan kerja tersebut diharapkan pencapaian tujuan organisasi akan lebih baik dan akurat. Salah satu faktor yang memungkinkan tumbuhnya kepuasan kerja yang dimaksud adalah pengaturan yang tepat dan adil atas pemberian kompensasi kepada para karyawan (Martoyo, 1998).

(35)

Kepuasan kerja memiliki pengertian sebagai keadaan emosional karyawan di mana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan (Martoyo, 1998). Kepuasan kerja dapat berbentuk finansial maupun non-finansial seperti fisik, emosional, dan intelektual. Kualitas kerja dapat dijadikan sebagai acuan dalam memperoleh kepuasan kerja. Jika merasa bangga akan kualitas kerja yang dihasilkan, maka dengan sendirinya karyawan akan merasa puas. Kualitas yang prima dapat dihasilkan karena ketekunan, kecermatan, dan perhatian pada detail. Kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis dan selanjutnya akan dapat berakibat frustasi, semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosi tidak stabil, dan sebagainya.

Kepuasan kerja timbul sebagai respon efektif atau emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, diantaranya adalah kesesuaian pekerjaan, kebijakan organisasi termasuk kesempatan untuk berkembang, lingkungan kerja, dan perilaku atasan.

Para ilmuwan perilaku organisasi memberikan penjelasan yang beragam terhadap dimensi-dimensi atau faktor-faktor apa saja yang menentukan kepuasan kerja. Seperti pendapat Bass dan Barrett (1981) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja menyangkut banyak dimensi, namun pada umumnya menyangkut dua aspek, yaitu kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri dan kepuasan terhadap lingkungan tugasnya, rekan kerja, kondisi kerja, penyelia, dan organisasi. Pemilahan dimensi kepuasan kerja menjadi dua tersebut mengacu kepada dua kategori imbalan sebagai sumber motivasi seseorang dalam bekerja, yaitu imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik. Pemahaman komprehensif terhadap dua kategori imbalan tersebut mengacu pada pemahaman sumber-sumber motivasi. Imbalan intrinsik terkait dengan pemenuhan kebutuhan yang bersumber dari dalam diri seseorang terhadap obyek pekerjaan itu sendiri tanpa adanya kontrol dari sumber eksternal.

(36)

Indikator-indikator imbalan intrinsik meliputi prestasi, pengakuan, ekspresi bakat, tantangan pekerjaan, tanggung jawab, dan kesempatan mengembangkan diri. Adapun imbalan ekstrinsik diperoleh karena adanya proses transaksional dengan pihak luar, sehingga ada faktor eksternal yang mengintervensi. Imbalan eksternal ini terkait dengan sumber motivasi instrumentalitas. Organisasi secara nyata memberikan imbalan kepada karyawannya, baik dalam bentuk materi (gaji, bonus, fasilitas transportasi, dll) ataupun non materi (status, kenyamanan kerja, dll). Evaluasi menyeluruh terhadap kedua jenis imbalan tersebut akan menghasilkan kepuasan kerja. Lebih lanjut para ahli teori psikologi dan perilaku organisasi berpendapat bahwa kepuasan kerja menyeluruh (overall) seperti yang juga dipaparkan oleh Sefton (1999) ditentukan oleh beberapa kombinasi dari beragam aspek pekerjaan seperti upah, rekan kerja, dan penyelia. Berdasarkan penjelasan tersebut, jika dicermati sesungguhnya semua merujuk pada satu pemahaman bahwa kepuasan kerja mengandung dua dimensi pokok yaitu kepuasan imbalan intrinsik dan kepuasan imbalan ekstrinsik.

Perputaran karyawan (labour turn over) dan absensi memiliki korelasi dengan kepuasan kerja. Makin puas mereka bekerja dalam suatu organisasi, makin kecil perputaran dan makin jarang adanya absensi karyawan. Sebaliknya jika kepuasan kerja rendah, akan mengakibatkan perputaran karyawan dan ketidakhadiran (absensi) karyawan yang tinggi. Selain itu, umur dan jenjang pekerjaan pun mempunyai korelasi dengan kepuasan kerja. Semakin tua umur karyawan, biasanya mereka makin terpuaskan dengan pekerjaan mereka. Para karyawan yang lebih muda cenderung kurang terpuaskan karena harapan-harapannya yang tinggi tidak cepat terwujud, kurang penyesuaian dan sebagainya. Juga mereka yang memiliki jenjang pekerjaan yang makin tinggi akan memperoleh kepuasan kerja yang lebih baik dari sebelumnya. Mereka yang jenjang pekerjaannya lebih atau makin tinggi, biasanya memperoleh kompensasi lebih baik, kondisi kerja lebih nyaman, dan sebagainya (Martoyo, 1998).

Robbins (2001) menyatakan bahwa variabel-variabel yang berkaitan dengan pekerjaan yang menentukan kepuasan kerja, yaitu :

(37)

1. Kerja secara mental yang menantang; yaitu karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan yang memberi kesempatan menggunakan keterampilan, kemampuan dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan.

2. Ganjaran yang mendukung; yaitu suatu keinginan karyawan mengenai suatu upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan, dan segaris dengan pengharapan mereka.

3. Kondisi kerja yang mendukung; yaitu karyawan peduli terhadap lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi atau memudahkan bekerja.

4. Rekan sekerja yang mendukung; yaitu hubungan di mana seseorang mendapatkan lebih sekedar uang dan prestasi yang berwujud pada pekerjaan, tetapi menganggap bahwa kerja juga mengisi kebutuhan untuk interaksi sosial.

5. Kesesuaian antara kepribadian dengan pekerjaan; yaitu seseorang yang berkepribadian kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bakat dan kemampuan yang tepat.

Salah satu teori yang penting tentang kepuasan yang merupakan perwujudan dari hasil studi tentang bagaimana menentukan bahwa para karyawan terpuaskan adalah teori perbedaan (discrepancy theory). Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter dan teori ini menyatakan bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan karyawan. Apabila yang didapat karyawan ternyata lebih besar dari apa yang diharapkan, maka karyawan tersebut menjadi puas, sebaliknya apabila yang didapat karyawan lebih rendah daripada yang diharapkan, maka akan menyebabkan ketidakpuasan pada diri karyawan (Mangkunegara, 2000).

Dalam menentukan apakah karyawan puas atau tidak puas, haruslah terlebih dahulu diketahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi kepuasan kerja tersebut. Menurut Mangkunegara (2000), ada faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu faktor yang ada pada diri pegawai dan faktor penjelasannya :

(38)

1. Faktor pegawai; yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berfikir, persepsi, dan sikap kerja.

2. Faktor pekerjaan; yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, kedudukan, pangkat (golongan), mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja.

H. Komitmen Organisasi

Porter mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu :

i. Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

ii. Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi.

iii. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi (menjadi bagian dari organisasi).

Sedangkan Steers (1997) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi), dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. Steers berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi di mana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Berdasarkan definisi ini, dalam komitmen organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

Secara singkat pada intinya beberapa definisi komitmen organisasi dari berbagai ahli di atas mempunyai penekanan yang hampir sama yaitu proses pada individu (pegawai) dalam mengidentifikasi dirinya dengan nilai-nilai,

(39)

aturan-aturan, dan tujuan organisasi. Di samping itu, komitmen organisasi mengandung pengertian sebagai suatu hal yang lebih dari sekedar kesetiaan yang pasif terhadap organisasi, dengan kata lain komitmen organisasi menyiratkan hubungan pegawai dengan perusahaan atau organisasi secara aktif karena pegawai yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi di tempatnya bekerja.

Komitmen organisasi dibedakan menjadi dua bagian : 1. Jenis komitmen menurut Allen dan Meyer (1990) :

a. Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan pegawai di dalam suatu organisasi.

b. Komponen normatif merupakan perasaan-perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi.

c. Komponen kontinuan berarti komponen berdasarkan persepsi pegawai tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi.

Allen dan Meyer (1990) berpendapat bahwa setiap komponen memiliki dasar yang berbeda. Pegawai dengan komponen afektif tinggi masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu pegawai dengan komponen kontinuan tinggi tetap bergabung dengan organisasi tersebut karena mereka membutuhkan organisasi. Pegawai yang memiliki komponen normatif yang tinggi tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya.

Setiap pegawai memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Pegawai yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan pegawai yang berdasarkan kontinuan. Pegawai yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya, mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Sementara itu,

(40)

komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban pada pegawai untuk memberikan balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi.

2. Jenis komitmen organisasi dari Mowday, Porter, dan Dubin (1974), komitmen ini lebih dikenal sebagai pendekatan sikap terhadap organisasi yang memiliki dua komponen yaitu sikap dan kehendak untuk bertingkah laku, sikap mencakup :

a. Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, di mana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Identifikasi pegawai tampak melalui sikap menyetujui kebijaksanaan organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian dari organisasi.

b. Keterlibatan sesuai peran dan tanggung jawab pekerjaan di organisasi tersebut. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir semua tugas dan tanggung jawab pekerjaan yang diberikan kepadanya.

c. Kehangatan, afeksi, dan loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara organisasi dengan pegawai. Pegawai dengan komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi.

Sedangkan yang termasuk kehendak untuk bertingkah laku adalah :

a. Kesediaan untuk menampilkan usaha. Hal ini tampak melalui kesediaan bekerja melebihi apa yang diharapkan agar organisasi dapat maju. Pegawai dengan komitmen tinggi ikut memperhatikan nasib organisasi.

b. Keinginan tetap berada dalam organisasi. Pada pegawai yang memiliki komitmen tinggi hanya sedikit alasan untuk keluar dari organisasi dan berkeinginan untuk bergabung dengan organisasi yang telah dipilihnya dalam waktu lama.

(41)

Jadi seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam kepegawaian dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain itu tampil tingkah laku berusaha ke arah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama.

Komitmen organisasi memiliki tiga aspek utama, yaitu identifikasi, keterlibatan, dan loyalitas pegawai terhadap organisasinya :

1. Identifikasi

Identifikasi yang mewujud dalam bentuk kepercayaan pegawai terhadap organisasi dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para pegawai ataupun dengan kata lain organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan pegawai dalam tujuan organisasinya. Hal ini akan membuahkan suasana saling mendukung diantara para pegawai dengan organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan membawa pegawai dengan rela menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi karena pegawai menerima tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula.

2. Keterlibatan

Keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam aktivitas-aktivitas kerja penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan pegawai menyebabkan mereka akan mau dan senang bekerja sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan pegawai adalah dengan memancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan yang dapat menumbuhkan keyakinan pada pegawai bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama. Di samping itu, dengan melakukan hal tersebut maka pegawai merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian yang utuh dari organisasi dan konsekuensi lebih lanjut, mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama apa yang telah diputuskan karena adanya rasa keterikatan dengan apa yang mereka ciptakan. Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka yang

(42)

memiliki rasa keterlibatan tinggi umumnya tinggi pula. Mereka hanya absen jika mereka sakit hingga benar-benar tidak dapat masuk kerja. Jadi tingkat kemangkiran yang disengaja pada individu tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pegawai yang keterlibatannya lebih rendah.

Ahli lain, Beynon mengatakan bahwa partisipasi akan meningkat apabila mereka menghadapi suatu situasi yang penting untuk mereka diskusikan bersama dan salah satu situasi yang perlu didiskusikan bersama tersebut adalah kebutuhan serta kepentingan pribadi yang ingin dicapai oleh pegawai dalam organisasi. Apabila kebutuhan tersebut dapat terpenuhi hingga pegawai memperoleh kepuasan kerja, maka pegawai pun akan menyadari pentingnya memiliki kesediaan untuk menyumbangkan usaha dan kontribusi bagi kepentingan organisasi. Sebab hanya dengan pencapaian kepentingan organisasilah, kepentingan mereka pun akan lebih terpuaskan.

3. Loyalitas

Loyalitas pegawai terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, jika perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun. Kesediaan pegawai untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen pegawai terhadap organisasi di mana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan bila pegawai merasakan adanya keamanan dan kepuasan di dalam organisasi tempat ia bergabung untuk bekerja.

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 1 . Variabel-Variabel Penelitian
Gambar 2. Langkah-Langkah dalam Structural Equation Modeling
Gambar 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Produk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis penelitian menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dengan bantuan AMOS 4.01 yang terdiri dari tujuh variabel konstruk yaitu Keadilan, Kebijakan, Faktor Hukum,

Selanjutanya data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan SEM (structural equation modelling) dengan bantuan perangkat lunak Amos. Langkah awal SEM adalah pengembangan

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah SEM ( structural Equation Modeling). Dari penelitian ini didapatkan hasil, pertama bahwa variabel Budaya

Structural Equation Modeling (SEM) yang dijalankan dengan perangkat lunak AMOS, digunakan untuk menganalisis data, Hasil analisis menunjukkan bahwa kepemimpinan manajemen

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan pada penelitian ini yang menggunakan metode Structural Equation Model (SEM) dengan perangkat lunak Lisrel 8.8 terhadap

Structural Equation Modeling (SEM) yang dijalankan dengan perangkat lunak AMOS, digunakan untuk menganalisis data, Hasil analisis menunjukkan bahwa lingkungan dan gaya

Hipotesis diuji dengan menggunakan structural equation modelling (SEM) dengan bantuan perangkat lunak komputer, yakni Analysis Moment of Structure (AMOS) 18. Hasil

Structural Equation Modeling SEM Berbasis Kovarian dengan LISREL dan AMOS Untuk Riset Skripsi, Tesis, dan Disertasi.. Jakarta: Salemba Empat Nasrullah,