• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Sistem Penggajian dengan Kinerja Karyawan

Nawawi (2000) menyatakan bahwa ganjaran upah merupakan sesuatu yang efektif sebagai alat untuk memotivasi seorang karyawan untuk mencapai prestasi dalam pelaksanaan pekerjaannya. Pemberian upah yang adil dan layak

dapat memberikan suatu dorongan agar karyawan sebagai pekerja mampu mencapai prestasi kerja yang lebih tinggi dibanding jika tidak memperoleh upah yang adil dan layak.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2004) menyatakan bahwa adanya hubungan yang positif antara gaji yang diterima karyawan dengan tingkat kinerja karyawan dan hubungan keduanya adalah signifikan. Arti dari signifikan ini adalah gaji memang sangat berarti bagi karyawan untuk meningkatkan prestasi kerja mereka.

Kompensasi sangatlah penting bagi karyawan yang bekerja dengan menjual tenaganya baik fisik maupun pikiran kepada suatu organisasi dan memperoleh balas jasa yang sesuai dengan peraturan atau perjanjian yang berlaku di dalam organisasi tersebut. Besarnya kompensasi telah ditentukan dan diketahui sebelumnya. Karyawan secara pasti seharusnya mengetahui besarnya kompensasi yang akan diterimanya. Kompensasi inilah yang akan dipergunakan seorang karyawan beserta keluarganya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Besarnya kompensasi ini mencerminkan status, pengakuan dan tingkat pemenuhan kebutuhan yang dinikmati oleh karyawan beserta keluarganya. Kompensasi yang diberikan sangat berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja, motivasi kerja dan hasil kerja. Apabila kompensasi yang diberikan dengan mempertimbangkan standar kehidupan normal dan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan karyawan, maka dengan sendirinya akan mempengaruhi semangat kerjanya, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas setiap pekerjaan yang dilakukan. Hal ini karena tujuan bekerja banyak dipengaruhi oleh terpenuhi atau tidaknya kebutuhan minimal kehidupan karyawan tersebut beserta keluarganya. Dengan demikian dampaknya adalah meningkatkan perhatian karyawan secara penuh terhadap pekerjaannya. Jika kompensasi yang diberikan semakin besar sehingga kepuasan kerjanya semakin baik pula (Aritonang, 2005).

F. Pemberdayaan

Menurut Scott dan Jaffe (1997), pemberdayaan terkait dengan tiga elemen yaitu karyawan, kelompok dan organisasi sebagai berikut :

a. Karyawan memiliki tanggung jawab tidak hanya dalam melakukan pekerjaan, tetapi juga harus dapat membuat perusahaan berjalan dengan lebih baik. Karyawan baru adalah seorang problem solver yang dapat membantu dalam perencanaan untuk menyelesaikan segala permasalahan. b. Sebuah kelompok bekerja bersama untuk meningkatkan prestasi mereka

secara kontinu agar dapat meningkatkan produktivitas.

c. Organisasi dibentuk agar karyawan dapat merasakan bahwa mereka bisa mendapatkan prestasi atas hasil kerja yang mereka lakukan.

Diterangkan bahwa karyawan, kelompok kerja dan organisasi yang terberdaya dapat membuat keseluruhan organisasi mencapai hasil yang lebih baik karena karyawannya tidak hanya melakukan pekerjaannya saja tetapi juga aktif mencari jalan keluar dari permasalahan yang ada sehingga kinerja organisasi akan semakin baik dari waktu ke waktu.

Selanjutnya dikatakan oleh Scott dan Jaffe (1997) bahwa organisasi yang melakukan pemberdayaan memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut :

- Mempertinggi kadar pekerjaan

- Mengembangkan kompetensi dan susunan pekerjaan - Membebaskan kreativitas dan inovasi

- Kontrol yang lebih bagus pada pengambilan keputusan tentang pekerjaan - Melengkapi seluruh tugas dibandingkan hanya membaginya saja

- Kepuasan pelanggan - Orientasi pasar pekerja

Untuk menilai sejauh mana organisasi telah menerapkan pemberdayaan dapat dilihat dari elemen-elemen sebagai berikut (Scott dan Jaffe, 1997) : - Kejelasan tujuan - Moral - Keadilan - Penghargaan - Kelompok kerja - Partisipasi

- Komunikasi

- Lingkungan kerja yang sehat

Menurut Byham (1993), secara spesifik pemberdayaan terjadi ketika karyawan :

• Bertanggung jawab sebagai wakil wilayah untuk hasil keluaran • Memiliki kontrol untuk sumber daya, sistem, metode dan peralatan • Memiliki kontrol untuk kondisi dan penjadwalan pekerjaan

• Memiliki kewenangan untuk menjalankan organisasi • Dievaluasi oleh pretasi kerja

Kelompok kerja yang mandiri (the self-directed work team) adalah metode yang penting dalam meningkatkan pemberdayaan karena adanya penghalang dalam organisasi, yaitu banyak pekerjaan yang tidak memberikan kesempatan karyawan untuk membuat keputusan, bertanggung jawab atau berinisiatif dan mandiri- elemen-elemen yang penting dalam pemberdayaan menurut Byham (1993).

Murrell dan Meredith (2000) mengemukakan ada empat hal yang dapat dilakukan untuk menciptakan organisasi yang terberdaya, yaitu :

- Memastikan bahwa misi perusahaan adalah untuk memperkuat dan mengulangi pernyataan dengan masing-masing usaha, tugas dan proyek - Menawarkan kesempatan kepada karyawan untuk belajar dan berkembang - Memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk menunjukkan

kapasitas dan kapabilitasnya

- Menawarkan dorongan yang sungguh-sungguh, bukan hanya pujian

Terlihat dari uraian di atas bahwa organisasi yang terberdaya adalah organisasi yang bisa membuat karyawan mengerti tentang misi organisasi, mendukung dan memberi kesempatan karyawan untuk selalu belajar dan mengembangkan kemampuannya semaksimal mungkin, juga memberikan semangat bekerja pada karyawan dan fasilitas penunjang yang diperlukan oleh seluruh karyawan.

Kesimpulan yang dikemukakan Murrell dan Meredith (2000) tentang pemberdayaan adalah :

- Memberdayakan adalah kekuatan ditribusi yang kreatif - Memberdayakan adalah berbagi tanggung jawab bersama - Memberdayakan adalah penting dan penuh semangat - Memberdayakan adalah demokrasi dan berkepanjangan - Memberdayakan menunjukkan kemampuan dan kapabilitas - Memberdayakan membantu perkembangan prestasi

- Memberdayakan berinvestasi pada pembelajaran

- Memberdayakan menemukan semangat dan membangun hubungan yang efektif

- Memberdayakan menginformasikan, memimpin, melatih, melayani, berkreasi dan membebaskan

Di sini terlihat bahwa pemberdayaan dimaksudkan sebagai cara bekerja sama yang lebih baik dan demokratis antara atasan dan bawahan sehingga tujuan organisasi dapat tercapai tetapi dengan cara yang lebih menyenangkan semua pihak.

Hubungan yang harmonis antara sesama pegawai serta antara pegawai dan organisasi akan tercipta pada lingkungan kerja yang memberdayakan karyawannya. Pemberdayaan dalam organisasi memungkinkan kelompok kerja bekerja bersama-sama dan berkolaborasi untuk penyelesaian pekerjaan. Selain itu karyawan untuk belajar mengambil keputusan serta mengelola diri mereka sendiri. Pemberdayaan akan menciptakan keseimbangan antara pengawasan atas kualitas kerja, sumber daya, kreativitas karyawan, tanggung jawab karyawan, komitmen yang tinggi atas penyelesaian tugas, serta peningkatan berkesinambungan yang berarti dikembangkannya proses pembelajaran secara terus menerus.

Spreitzer (1995) mengembangkan secara empiris ukuran multi dimensi pemberdayaan psikologi dalam studinya pada karyawan tingkat menengah dari perusahaan-perusahaan manufaktur yang ada dalam Fortune 500. Dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis, dia mengemukakan bahwa pemberdayaan memiliki empat dimensi dan masing-masing berkontribusi pada keseluruhan konstruksi pemberdayaan psikologis. Keempat komponen tersebut adalah kebermaknaan, kemampuan, kemandirian, dan

keberpengaruhan. Definisi komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut :

i. Kebermaknaan didefinisikan sebagai nilai dari tujuan dan sasaran pekerjaan ditimbang dalam kaitannya dengan cita-cita dan standar individu itu sendiri. Kebermaknaan juga menunjukkan kecocokan antara kebutuhan pekerjaan dengan nilai, kepercayaan dan perilaku seseorang.

ii. Kemampuan adalah keyakinan seseorang bahwa ia memiliki keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik. Istilah kemampuan ini lebih sering digunakan daripada self-esteem karena Spreitzer (1995) lebih memfokuskan pada efficacy yang terkait dengan pekerjaan daripada efficacy global.

iii. Kemandirian adalah perasaan memiliki pilihan dalam menginisiasi dan mengatur kegiatan atau perasaan memiliki kontrol terhadap pekerjaan. Ini merefleksikan otonomi dalam memulai atau melanjutkan perilaku dan proses kerja.

iv. Keberpengaruhan adalah keyakinan seseorang bahwa ia memiliki pengaruh penting terhadap hasil atau keluaran dalam pekerjaan baik yang bersifat strategis, administratif ataupun operasional.

Keempat komponen di atas jika digabungkan membentuk totalitas konstruk pemberdayaan secara psikologis. Jadi pemberdayaan secara psikologis dapat didefinisikan sebagai suatu konstruk motivasi yang termanivestasi dalam empat kognisi, yaitu kebermaknaan, kemampuan, kemandirian, dan keberpengaruhan.