BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.3 Anatomi dan Fungsi Kulit Manusia
2.3 Anatomi dan Fungsi Kulit Manusia
2.3.1 Anatomi Kulit Manusia
Kulit adalah organ tubuh yang penting untuk menjamin kelangsungan hidup dan menyokong penampilan serta kepribadian seseorang, terletak pada lapisan terluar dengan luas 1,5 m² pada orang dewasa dengan berat kira-kira 15% dari berat badan (Wasitaatmadja, 2007).
Secara garis besar kulit tersusun atas tiga lapisan yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Batas antara dermis dan epidermis tidak teratur,
dimana tonjolan dermis yang disebut papilla dermis saling mengunci dengan tonjolan epidermis yang disebut epidermal ridges. Sedangkan batas antara dermis dan subkutis tidak ada garis tegas yang memisahkannya (Wasitaatmadja, 2007).
Gambar 2.1 Struktur anatomi kulit manusia (Eroschenko, 2008) Secara histopatologis lapisan kulit dapat dijabarkan sebagai berikut (Wasitaatmadja, 2007):
Lapisan Epidermis terdiri atas: 1. Stratum korneum(lapisan tanduk)
Adalah lapisan kulit yang paling luar, terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
2. Stratum lusidum
Berada langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. 3. Stratum granulosum (lapisan keratohialin)
Merupakan 2-3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya, butiran kasar tersebut terdiri atas keratohialin
4. Stratum spinosum (stratum malphigi)
Lapisan ini disebut juga prickle cell layer, terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya, di antara sel-sel terdapat jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel langerhans.
5. Stratum basale
Terdiri atas sel-sel berbentuk kubis (kolumnar) yang tersusun vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar. Lapisan ini adalah lapisan epidermis paling bawah. Lapisan ini terdiri dari 2 jenis sel yaitu sel kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dan sel melanosit yang merupakan sel pembentuk melanin dengan sitoplasma basofilik dengan inti gelap mengandung butir pigmen (melanosom).
Lapisan dermis lebih tebal daripada epidermis, terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambu, dermis dibagi menjadi dua bagian yaitu
1. Pars papilare
Bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
Terdiri dari serabut-serabut penunjang seperti serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas asam hialuronat dan kondroitin sulfat, terdapat juga fibroblas. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas, membentuk ikatan yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksilisin. Serabut elastin biasanya bergelombang berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis. Retikulin mirip dengan kolagen muda.
Kolagen merupakan protein fibrous utama, 70 -80% berat dari dermis, komponen terpenting dari dermis. Struktur kolagen terdiri dari fibril dan mikrofibril yang tersusun sejajar dan saling bersilangan. Kolagen tipe I merupakan jenis kolagen yang terbanyak. Kolagen terdiri dari 3 polipeptida
(rantai α), seperti rantai helix dan kaku (Jain, 2012).
Lapisan Subkutis adalah kelanjutan dari dermis yang terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat besar dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel ini berkelompok dipisahkan satu sama lainnya dengan trabekula yang fibrosa. Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening (Wasitaatmadja, 2007).
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus yaitu yang terletak di bagian atas dermis (pleksus superfisialis) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda) . Kulit juga memiliki berbagai fungsi bagi tubuh antara lain adalah :
1. Fungsi proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh dari gangguan yang bersifat fisik atau mekanis, gangguan kimiawi, radiasi sinar ultra violet, gangguan kuman maupun jamur. Fungsi ini terjadi karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan jaringan penunjangnya yang berperanan terhadap
gangguan yang bersifat fisik. Adanya melanosit turut berperan dalam melindungi kulit dari pajanan sinar ultra violet. Keasaman kulit dengan pH 5-6,5 merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri dan jamur.
2. Fungsi ekskresi
Kelenjar-kelenjar kulit akan mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna dan sisa metabolism dalam tubuh. Produk kelenjar lemak dan keringat di kulit menyebabkan keasaman kulit pada pH 5 – 6,5.
3. Fungsi persepsi
Fungsi persepsi ini disebabkan karena adanya ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
4. Fungsi pengaturan suhu tubuh
Peranan kulit dalam pengaturan suhu tubuh terjadi dengan cara mengeluarkan keringat.
5. Fungsi imunitas
6. Fungsi sintesis vitamin D dan melanin 2.3.2 Fibroblas
Fibroblas adalah sel yang utama di lapisan dermis, berbentuk spindel dengan sitoplasma bercabang cabang tidak teratur, nukleus berbentuk lonjong, besar dan pucat dengan nukleolus yang jelas. Sel fibroblas bertanggung jawab terhadap produksi kolagen, serat retikulin, serat elastik dan jaringan penyangga dari dermis. Selain itu fibroblas juga dapat menghilangkan serat-serat tersebut dengan mensekresikan enzim seperti collagenase (MMP-1) dan elastase (Obagi, 2000).
Fibroblas berperanan penting pada proses penyembuhan luka (wound healing
process). Adanya suatu kerusakan pada jaringan dapat merangsang sel fibrosit
dan mitosis fibroblas. Jadi dapat dikatakan bahwa fungsi utama fibroblas adalah menjaga integritas struktur jaringan ikat dan mengatur turnover jaringan ikat dengan memproduksi enzim yang dapat mendegradasi kolagen (collagenase), elastin (elastase), proteoglikan dan glikosaminoglikan (stromelysin dan lysosomal
hydrolase).
Dengan bertambahnya usia, secara umum ukuran fibroblas akan menjadi semakin mengecil dan menjadi berkurang aktivitasnya, sementara pada kulit yang mengalami kerusakan oleh karena pajanan sinar ultra violet fibroblasnya sering menjadi hipertopi.
Dari suatu penelitian dinyatakan bahwa sel fibroblas memiliki ketahanan yang lebih kuat terhadap pajanan UV-B dibandingkan dengan sel lain seperti keratinosit dan melanosit dengan dosis yang bersifat sitotoksik dari pajanan narrowband
UV-B (100,200, dan 400 mJ/cm²) ataupun broadband UV-B (5,10, dan 25 mJ/cm²
) (Cho dkk., 2008).
2.3.3 Matriks Metalloproteinase
Matriks metalloproteinase adalah suatu zinc-dependent endopeptidase. MMP gene family pada manusia terdiri dari 28 tipe dengan struktur dan spesifitas yang
berbeda. MMPs berhubungan dengan proses fisiologis dan patologis yang berkaitan dengan turnover matriks ekstraseluler, wound healing, angiogenesis, dan kanker. Sejumlah MMPs mampu menimbulkan degradasi terhadap kolagen tipe I yaitu antara lain MMP-1, 8,13, MT1-MMP (MMP-14), MT2-MMP
(MMP-15), dan MT3-MMP (MMP-16). Pada kulit hanya MMP-1 yang paling banyak dipicu pembentukannya oleh pajanan sinar ultra violet dan tampaknya paling bertanggung jawab terhadap pemecahan kolagen akibat paparan matahari. Level MMP-1 akan meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, yang mana hal ini diperkirakan sebagai akibat dari fragmentasi serat kolagen dan disorganisasi susunan serat kolagen pada dermis (Seltzer & Eisen, 2006).
Activator Protein -1 (AP-1) yang merupakan nuclear transcription factor, terdiri dari dua sub unit yaitu c-jun dan c-fos, berfungsi untuk mengontrol transkripsi dari matriks metalloproteinases (MMPs). MMPs merupakan suatu enzim yang bertanggung jawab terhadap degradasi dari matriks ekstrasel, termasuk diantaranya adalah MMP-1 (collagenase), MMP-3 (stromelysin), dan MMP-9 (92-kd gelatinase). Metalloproteinase juga bertanggung jawab terhadap tejadinya degradasi kolagen.
MMP dapat dengan segera timbul hanya dengan dosis minimal sinar ultra violet, di bawah dosis yang dibutuhkan untuk menimbulkan eritema. Terdapat suatu hubungan dosis dan respon yang ditimbulkan antara paparan UV dan induksi MMP. Paparan terhadap sinar UV yang tidak cukup untuk menimbulkan sunburn dapat memfasilitasi terjadinya degradasi kolagen, dan pada akhirnya menimbulkan photoaging. Paparan minimal yang berulang dengan dosis yang setara dengan 5-15 menit paparan matahari pada tengah hari cukup tuntuk meningkatkan level MMP (Berneburg dkk., 2000; Rabe dkk., 2006).
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan pada kultur fibroblas menunjukkan bahwa radiasi sinar UV-B mampu memicu ekspresi MMP pada
dosis yang bervariasi antara 10 mJ/cm2 – 100 mJ/cm2 ( Kim dkk., 2004; Kim dkk., 2005; Yulianto, 2008; Moon dkk., 2008; Lee dkk., 2009).
2.4 Sinar Ultra Violet dan Efeknya pada Kulit