PEMBERIAN KRIM EKSTRAK BIJI MARKISA
(Passiflora edulis) MENGHAMBAT PENINGKATAN
KADAR MMP-1 DAN PENURUNAN JUMLAH
KOLAGEN PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus)
YANG DIPAPAR SINAR UV-B
DIAN BNIARIE
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
TESIS
SAMPUL DALAM
PEMBERIAN KRIM EKSTRAK BIJI MARKISA
(Passiflora edulis) MENGHAMBAT PENINGKATAN
KADAR MMP-1 DAN PENURUNAN JUMLAH
KOLAGEN PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus)
YANG DIPAPAR SINAR UV-B
DIAN BNIARIE NIM : 1290761044PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
TESIS
PEMBERIAN KRIM EKSTRAK BIJI MARKISA
(Passiflora edulis) MENGHAMBAT PENINGKATAN
KADAR MMP-1 DAN PENURUNAN JUMLAH
KOLAGEN PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus)
YANG DIPAPAR SINAR UV-B
PRASYARAT GELAR
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana
DIAN BNIARIE NIM : 1290761044
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
Lembar Persetujuan Pembimbing LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 24 November 2014
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,SpAnd,FAACS Dr.dr.A.A.G.P.Wiraguna,SpKK(K), FINSDV, FAADV NIP . 194612131971071001 NIP1956091219841211001 Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Direktur Program Pascasarjana Ilmu Kedokteran Biomedik Universitas Udayana
Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
Prof.Dr.dr.Wimpie Pangkahila,SpAnd,FAACS Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi,Sp.S(K) NIP . 194612131971071001 NIP.19590215985102001
Lembar Penetapan Panitia Penguji Tesis
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 24 November 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No:3456/UN14.4/HK/2014, Tanggal 19 September 2014
Ketua : Prof.Dr.dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS Anggota :
1.
Dr. dr. A.A.G.P. Wiraguna, SpKK(K), FINSDV, FAADV2.
Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK3.
Dr.dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK.M.Kes4.
Prof. DR. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.DSURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Dian Bniarie
NIM :
129076104
Program Studi : Magister Ilmu Biomedik Kekhususan Anti Aging Medicine Judul Tesis : PEMBERIAN KRIM EKSTRAK BIJI MARKISA
(Passiflora edulis) MENGHAMBAT PENINGKATAN
KADAR MMP-1 DAN PENURUNAN JUMLAH KOLAGEN PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR SINAR UV-B
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 24 November 2014
Yang membuat pernyataan
( Dian Bniarie )
UCAPAN TERIMAKASIH
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Swt, karena rahmat dan karunia-Nya penelitian dan penyusunan tesis yang berjudul “Pemberian Krim Ekstrak Biji Markisa (Passiflora Edulis)
Menghambat Peningkatan Kadar Mmp-1 Dan Menurunkan Jumlah
Kolagen Pada Tikus Wistar (Rattus Norvegicus) Yang Dipapar Sinar UV-B” dapat berjalan lancar sesuai waktu yang direncanakan.
Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan tugas akhir belajar untuk meraih gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, kekhususan Anti-Aging Medicine Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Pada kesempatan ini penulis ingin manyampaikan rasa hormat, penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar besarnya kepada Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, SpPD-KEMD selaku Rektor Universitas Udayana yang telah memberikan fasilitas pendidikan selama mengikuti pendidikan di Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Prof. Dr. dr. A. A Raka Sudewi, SpS(K) sebagai Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. Made Budhiarsa, MA selaku Asdir I dan Prof. Dr. Made Sudiana Mahendra, Ph selaku Asdir II atas kesempatan yang diberikan untuk menjadi mahasiswa di Program Pasca Sarjana Universitas Udayana.
Penghargaan, rasa hormat dan ucapan terimakasih yang sebesar besarnya penulis juga ucapkan kepada Prof.Dr.dr. Wimpie I. Pangkahila Sp.And, FAACS, Ketua Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik Kekhususan Anti Aging Medicine Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penguji dan pembimbing I yang banyak memberikan bimbingan, koreksi, masukan, saran ilmiah serta memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan tesis ini.
Kepada Dr. A.A.G.P .Wiraguna,SpKK (K) selaku penguji dan pembimbing II penulis juga menghaturkan penghargaan, rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya yang telah banyak memberikan bimbingan mulai dari awal usulan penelitian hingga akhir penelitian, koreksi, masukan, saran ilmiah serta memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan tesis ini.
Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis, yaitu Prof. Dr. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK, Kepala Laboratory Animal Unit Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Dr. dr. Ida Sri Iswari, SpMK, M.Kes, Prof. DR.N.Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D selaku penguji yang secara teliti mengkoreksi tesis ini dan memberikan masukan yang positif mulai dari awal penelitian sampai penulisan, untuk lebih menyempurnakan tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terlibat pada proses penelitian ini yaitu kepada Dr. I.Gusti Kamasan
Nyoman Arijana, M.si.Med dan seluruh staf laboratorium di histologi, Dr. Bayu Dwi Siswanto, Msi. Dipl. Cidesco selaku Direktur PT Syifa Bioderma di Depok, Jawa Barat yang membantu pembuatan krim ekstrak biji markisa konsentrasi 100%, Bapak Yoga selaku analis di Laboratorium Analisa Hasil Pangan Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang sudah banyak membantu dalam pembuatan ekstrak murni biji markisa, Ibu Wiwi selaku analis Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB Kampus IPB Taman Kencana Jl Taman Kencana No 3 Bogor 16128 yang membantu menganalisa kadar flavonoid dan non flavonoid biji markisa, Bapak I Gede Wiranata yang membantu pemeliharaan tikus sehingga penelitian berjalan lancar.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Drs. I Ketut Tunas, Msi yang sangat banyak membantu terutama memberikan masukan, saran, terutama dalam analisa statistik, juga kepada para dosen dan pengajar Ilmu Biomedik FK UNUD, teman-teman seperjuangan dan seluruh karyawan bagian Ilmu Biomedik serta semua pihak yang telah membantu selama pendidikan, penelitian dan penulisan tesis ini.
Kepada Suami tercinta, H.Yusi Aprianto, SE.MM, anak-anakku tercinta, Muhammad Pradhana Prianda, Riefqi Rafifyanta Prianda, Shereen Terravarisha Prianda, dan Ibundaku tercinta Hj. Siti Soleha penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas yang doa, support baik mmoril maupun materiil, dan ikut merasakan suka duka penulis selama menjalankan pendidikan Master di Program Biomedik kekhususan Anti Aging Medicine di FK UNUD dan pembuatan tesis ini. Kepada semua keluarga besar saya terimakasih atas doa, dukungannya selama penulis menempuh pendidikan.
Tiada yang sempurna di dunia ini, kesempurnaan hanya milik Allah Swt semata, begitu juga tesis ini masih jauh dari sempurna. Saran dari berbagai pihak akan penulis terima dengan hati terbuka untuk kelengkapan dan lebih baiknya laporan tesis ini.
Akhir kata, semoga Allah Swt, senantiasa melimpahkan berkah dan rahmat-Nya kepada kita semua, dan memberikan pahala sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini, aamiin yaa robbal alamiin.
Denpasar, 24 November 2014 Penulis vii
ABSTRAK
ABSTRAK
PEMBERIAN KRIM EKSTRAK BIJI MARKISA (Passiflora edulis) MENGHAMBAT PENINGKATAN KADAR MMP-1 DAN PENURUNAN
JUMLAH KOLAGEN PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIPAPAR SINAR UV-B
Penuaan pada kulit paling banyak terjadi akibat pajanan sinar matahari terutama sinar UV-B. Sinar UV-B akan merangsang pembentukan radikal bebas yaitu molekul yang sangat reaktif dengan elektron tidak berpasangan yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar MMP-1 sehingga menyebabkan penurunan jumlah kolagen kulit. Antioksidan adalah zat yang dapat memberikan perlindungan dari tekanan oksidatif endogen dan eksogen oleh radikal bebas. Biji markisa (Passiflora edulis) mengandung kombinasi antioksidan yang kuat yaitu Piceatannol 4,8 mg/g, resveratrol 0,22 mg/g, vitamin C, karotenoid 0,058% dan flavonoid 1%. Piceatannol (3,5,3’,4’-tetrahydroxystilbene) adalah antioksidan utama dalam biji markisa. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan bahwa pemberian krim ekstrak biji markisa menghambat peningkatan kadar MMP-1 dan penurunan jumlah kolagen yang dipapar sinar UV-B.
Penelitian ini adalah penelitian animal experimental dengan post test only control group design. Sebanyak 36 ekor tikus wistar jantan dibagi menjadi 2 kelompok yang masing-masing terdiri dari 18 ekor, yaitu kelompok perlakuan 1 diolesi krim placebo dan kelompok perlakuan 2 diolesi krim ekstrak kulit biji markisa 100% kemudian keduanya dipapar sinar UV-B dengan dosis total 840 mJ/cm² selama 4 minggu. Akhir penelitian kulit tikus kedua kelompok di eksisi untuk pemeriksaan jumlah kolagen dermis dan kadar MMP-1.
Hasil Uji Shapiro-Wilk dan Levene’test menunjukkan bahwa distribusi data kedua kelompok normal dan varian data kedua kelompok homogen dengan p
≥ 0,05. Hasil analisis komparatif kedua kelompok dengan menggunakan tindependent test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara bermakna antara kedua kelompok baik itu kadar MMP-1 maupun jumlah kolagen rerata kedua kelompok dengan p < 0,05. Rerata kadar MMP-1 dan rerata jumlah kolagen perlakuan 2 masing-masing sebesar 2,32% dan 70,32% sedangkan kelompok perlakuan 1 rerata kadar MMP-1 dan rerata jumlah kolagen masing-masing sebesar 2,99 % dan 63,63%.
Simpulan penelitian ini adalah pemberian krim ekstrak biji markisa 100% menghambat peningkatan kadar MMP-1 dan penurunan jumlah kolagen pada tikus wistar jantan yang dipapar UV-B.
Kata kunci: Piceatannol, krim ekstrak biji markisa 100%, jumlah kolagen dermis, kadar MMP-1, sinar UV-B.
vii i
ABSTRACT ABSTRACT
ADMINISTRATION OF PASSION FRUIT SEED EXTRACT CREAM (Passiflora edulis) INHIBITED THE INCREASE OF MMP-1 LEVEL AND
THE DECREASE OF TOTAL COLLAGEN LEVEL IN WISTAR RAT (Rattus norvegicus) SKIN EXPOSED TO UV-B
Aging skin is most prevalent due to exposure to sunlight, especially UV-B rays. UV-B rays which stimulate the formation of free radicals are highly reactive molecules with unpaired electrons that can cause elevated levels of MMP-1, causing a decrease in the amount of skin collagen.
Antioxidants are substances that may provide protection from endogenous and exogenous oxidative stress by free radicals. Passion fruit seed contains many antioxidan such as Piceatannol 4,8 mg/g, resveratrol 0,22 mg/g, vitamin C, karotenoid 0,058%, flavonoid 1%,and alkaloid 0,7%. Piceatannol (3,5,3’,4’tetrahydroxystilbene) is a strong antioxidan in passion fruit seed. The purpose of this study was to prove that the administration of passion fruit seed extract cream 100% can inhibit the increase of MMP-1 level and the decrease of total collagen level in wistar rat skin exposed to UV-B rays.
This study was an experimental animal study with a post-test only control group design. A total of 36 wistar rat were divided into 2 groups, each consisting of 18 wistar rat, the treatment group 1 was smeared with placebo cream and the treatment group 2 was smeared with passion fruit seed extract cream 100%, all groups were exposed to UV-B with a total dose of 840 mJ / cm ² for 4 weeks, then an excision was caried out for the examination of dermis collagen amount and level of MMP-1.
Shapiro-Wilk test and Levene' test results showed that both groups have normal data distribution and variants of data of both groups were homogeneous with p ≥ 0.05. The results of the comparative analysis of the two groups using independent t-test showed that there were significant differences between the two groups, the mean level of MMP-1 and the mean amount of collagen with p <0.05. The mean level of MMP-1 and the mean amount of collagen treatment group 2 were 2,32% and 70,32%, and treatment group 1 showed the mean level of MMP1 and the average amount of collagen at 2,99% and 63,63% respectively.
The conclusion was that the administration of passion fruit seed extract cream inhibited the increase of level of MMP-1 and the decrease of total collagen level in wistar rat skin were exposed to UV-B.
Keywords: Piceatannol , passion fruit seed extract cream 100%, the amount of collagen of the dermis, the level of MMP-1, UV-B rays.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PRASYARAT GELAR ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR SINGKATAN ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 6 1.3 Tujuan Penelitian ... 6 1.3.1 Tujuan Umum ... 6 1.3.2 Tujuan Khusus ... 7 1.4 Manfaat Penelitian ... 7 1.4.1 Manfaat Ilmiah ... 7 1.4.2 Manfaat Praktis ... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9
2.1 Proses Penuaan (Aging) ... 9
2.1.1 Teori Penuaan dan Faktor yang Mempengaruhi Penuaan ... 9
2.1.2 Mekanisme Aging ... 14
2.2 Proses Penuaan Kulit ... 15
2.2.1 Mekanisme Penuaan Kulit ... 16
2.2.2 Fenomena Penuaan pada Kulit ... 17
2.3 Anatomi dan Fungsi Kulit Manusia ... 18
2.3.1 Anatomi Kulit Manusia ... 18
2.3.2 Fibroblas ... 22
2.3.3 Matriks Metalloproteinase ... 23
2.4 Sinar Ultra Violet dan Efeknya pada Kulit ... 25
2.4.1 Sinar Ultra Violet ... 25
2.4.2 Efek Radiasi Sinar Ultra Violet B ... 26
2.4.3 Photoaging ... 28
2.4.3.1 Mekanisme Photoaging pada kulit ... 29
2.4.3.2 Manifestasi klinis Photoaging pada Kulit ... 34
2.5 Radikal Bebas ... 35
2.6 Antioksidan ... 38
2.7 Markisa (Passiflora edulis) ... 41
2.7.1 Morfologi Tanaman Markisa ... 41
2.7.2 Kandungan Markisa ... 42 2.7.3 Piceatannol ... 43 2.8 Resveratrol ... 46 2.9 Flavonoid ... 46 2.10 Fenol ... 46 2.11 Vitamin C ... 47
2.12 Tikus Wistar (Rattus norvegicus) ... 48
2.13 Tabir Surya ... 53
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS ... 55
3.1 Kerangka Berpikir ... 55
3.2 Konsep Penelitian ... 56
3.3 Hipotesis Penelitian ... 58
BAB IV METODE PENELITIAN ... 59
4.1 Rancangan Penelitian ... 59
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 59
4.3 Parameter yang Diamati ... 60
4.4 Penentuan Sumber Data ... 60
4.4.1 Variabilitas populasi ... 60
4.4.2 Kriteria inklusi : ... 61
4.4.3 Kriteria dropout : ... 61
4.4.4 Besar sampel ... 61
4.4.5 Tehnik penentuan sampel ... 62
4.5 Variabel Penelitian... 62
4.5.1 Klasifikasi variabel penelitian ... 62
4.5.2 Definisi operasional variabel ... 63
4.5.3 Hubungan Antara Variabel ... 65
4.6 Bahan dan Instrumen Penelitian ... 66
4.7 Hewan Percobaan ... 67
4.8 Prosedur Penelitian ... 67
4.9 Alur Penelitian ... 73
4.10 Analisis Data ... 73
BAB V HASIL PENELITIAN ... 75
5.1 Uji Normalitas Data ... 75
5.2 Uji Homogenitas Data ... 75
5.3 Kadar MMP-1 ... 76
5.4 Jumlah Kolagen ... 77
BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 79
6.1. Subyek Penelitian ... 80
6.2 Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian ... 81
6.3 Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji markisa ... 81
6.3.1 Kadar MMP-1 ... 81
6.3.2 Jumlah Kolagen ... 84
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 86
7.1 Simpulan ... 86 7.2 Saran ... 86 DAFTAR PUSTAKA ... 87 LAMPIRAN ... 94 xii
DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Data Biologis Tikus Wistar ... 53 Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas MMP-1 dan Kolagen... 78 Tabel 5.2 Homogenitas Kadar MMP-1 dan Jumlah Kolagen antar
Kelompok Perlakuan ... 79 Tabel 5.3 Perbedaan Rerata Kadar MMP-1 antar Kelompok sesudah
Diberikan Krim Ekstrak Biji Markisa 100% ... 79 Tabel 5.4 Perbedaan Rerata Jumlah Kolagen antar Kelompok sesudah Diberikan Krim Ekstrak Biji Markisa 100%... 81
xii i
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Struktur Anatomi Kulit Manusia ... 19
Gambar 2.2 Pembentukan radikal bebas oleh ultraviolet B melalui proses Sensitisasi ... 31
Gambar 2.3 Mekanisme kerusakan kolagen akibat sinar UV ... 33
Gambar 2.4 Tiga cara kerja antioksidan botani ... 41
Gambar 2.5 Buah Markisa Ungu ... 41
Gambar 2.6 Dua Kelompok Besar Polifenol ... 45 Gambar 2.7 Struktur Kimia piceatannol ... 46 Gambar 2.8. Tikus Putih (Rattus norvegicus) galur wistar ... 52
Gambar 3.1 Konsep Penelitian ... 59
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian ... 61
Gambar 4.2 Skema hubungan antar variabel penelitian ... 68
Gambar 4.3 Alur Penelitian ... 76
Gambar 5.1 Perbandingan Kadar MMP-1 antar Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan ... 80 Gambar 5.2 Perbandingan Rerata Jumlah Kolagen antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan ... 81
Gambar 5.3 Jumlah Kolagen pada Jaringan Dermis Tikus dengan Pengecatan Picro-Sirius Red ... 82
xi v
DAFTAR SINGKATAN
DAFTAR SINGKATAN
AAM : Anti Aging Medicine
AP-1 : Activator Protein
BPS : Badan Pusat Statistik
CIE : Commision Internationale d l’Eclairage Ca : Kalsium
cDNA : Complementary Deoxyribonucleic Acid Cu : kuprum
CoQ10 : koenzim Q10
DHEA : Dehydroepiandrosterone DNA : Deoxyribonucleic acid deg. : Degenerer
dkk : dan kawan-kawan
ELISA : Enzym-linked Immunosorbent Assay ECM : Extra Cellular Matrix
EPA : Eikosapentanoeat Acid fe : ferrum
g : gram
GH : Growth Hormon HCl : Asam Klorida
HRD-Avidin : Horseradish peroxidase-conjugated avidin IL-1 : Interleukin-1
Kj : Kilo Joule
MED : Minimal Erythema Dose mJ/cm² : mili Joule per sentimeter persegi MMP : Matrix Metalloproteinase
MMPs : Matrix Metalloproteinases MMP-1 : Interstitial Collagenase MMP-14 : Matrix Metalloproteinase-14 MMP-15 : Matrix Metalloproteinase-15 MMP-16 : Matrix Metalloproteinase-16 mRNA : Messenger Ribonucleic Acid
NF-κβ : Nuclear factor kappa-light-chain-enhancer of activated B cells O2 : Oksigen
P : Fosfor
PDA M : Perusahaan Daerah Air Minum pH : Pangkat Hidrogen
ROS : Reactive Oxygen Species SOD : Superoxide Dismutase
SPSS : Statistical Package for the Social Science TβRII : TGF-β type II receptor
TGF-β : Transforming Growth Factor-beta TL : Tubular Lamp
TMB : Tetramethylbenzidine
TNF-α : Tumor Necrosing Factor-alfa UV : Ultraviolet UV-A : Ultraviolet A UV-B : Ultraviolet B UV-C : Ultraviolet C Q10 : Koenzim 10 α : alfa β : beta xv i
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Ethical Clearance ... 97
Lampiran 2. Uji Fitokimia Ekstrak Biji Markisa ... 98
Lampiran 3. Uji Flavonoid Ekstrak Biji Markisa ... 99
Lampiran 4. Data Hasil Penelitian ... 100
Lampiran 4a. Kadar MMP-1 Kelompok Kontrol ... 100
Lampiran 4b. Kadar MMP-1 Kelompok Perlakuan ... 101
Lampiran 4c. Uji Normalitas Data ... 102
Lampiran 4d. Uji t-independent Data Kolagen dan MMP-1 ... 103
Lampiran 5. Foto-foto Penelitian ... 104
xv ii
BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan telah membawa konsep baru dalam ilmu kedokteran. Penuaan selalu menjadi masalah dalam kehidupan dan dianggap takdir, dan kini telah terbantahkan oleh ilmu Anti Aging Medicine (AAM). Seseorang dapat memperpanjang umur dengan kualitas hidup yang baik dengan melakukan usaha anti penuaan. Usaha anti penuaan dilakukan untuk organ dalam tubuh maupun organ luar tubuh manusia seperti kulit. Pencegahan penuaan kulit banyak dilakukan salah satunya dengan menggunakan bahan topikal dengan kandungan bahan aktif bermanfaat misalnya antioksidan.
Pada saat usia bertambah tua, akan terjadi penurunan fungsi dan kemampuan untuk adaptasi terhadap terjadinya kerusakan dalam tubuh, yang disertai pula dengan terjadinya penurunan berbagai fungsi organ tubuh dan terjadinya perubahan fisik pada tingkat seluler maupun pada sistem oleh karena proses penuaan (Baskoro dan Konthen, 2008). Banyak faktor yang berperan pada proses tersebut, dimana dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi adanya radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun dan gen. Faktor eksternal meliputi diet yang tidak sehat, gaya hidup yang tidak sehat, kebiasaan
yang salah, polusi lingkungan, radiasi, sinar UV, asap rokok, dan stress (Rabe dkk., 2006; Pangkahila, 2011).
Teori yang mendasari terjadinya proses penuaan tersebut pun beragam antara lain adalah wear and tear theory, dan teori program. Wear and tear theory menyatakan bahwa pada prinsipnya tubuh dan sel menjadi rusak karena terlalu sering digunakan, dimana kerusakan terjadi secara terus menerus tidak hanya pada organ namun juga pada tingkat sel. Teori program menyatakan bahwa dalam tubuh manusia terdapat jam biologis, mulai dari proses konsepsi sampai pada kematian dalam suatu model yang telah terprogram. Dari teori-teori tersebut yang paling banyak dianut adalah teori radikal bebas. Teori radikal bebas menyatakan bahwa proses menua diawali dengan inisiasi reaksi radikal bebas yang terus menerus secara progresif dan menyebabkan kerusakan sistem biologi (Pangkahila, 2007).
Seperti halnya organ lain, kulit pun akan mengalami proses penuaan, faktor lingkungan yang sangat berperanan terhadap proses penuaan tersebut adalah radiasi sinar ultra violet. Pembentukan ROS terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit setelah pajanan UV dan level peroksida meningkat dua kali lipat di kulit manusia. Keratinosit menunjukkan NADPH oksidase yang mengkatalisasi reduksi molekul oksigen menjadi anion superoksid. Hidrogen peroksida membentuk ikatan ROS lain dengan cepat seperti radikal hidroksil. Keduanya mengakibatkan oksidasi komponen sel yaitu DNA, protein dan membran sel dan mengaktivasi jalur seluler (Taylor, 2005).
Pajanan sinar ultra violet yang terjadi secara terus menerus dapat menimbulkan suatu keadaan kerusakan pada struktur dan fungsi kulit sehingga mempercepat terjadinya proses penuaan pada kulit oleh sebab itu proses ini disebut penuaan dini kulit atau disebut juga dengan photoaging (Fisher dkk., 2002; Rabe dkk., 2006).
Delapan puluh persen dari penuaan pada wajah berkaitan dengan paparan sinar matahari (Baumann, 2009). Mekanisme ikatan spektrum cahaya matahari dapat menimbulkan photoaging pada manusia, dari hipotesis dinyatakan bahwa sinar UV merangsang MMPs (matriks metalloproteinases) yang berperanan dalam photoaging MMPs merupakan suatu endopeptidase yang menghancurkan struktur protein seperti kolagen dan elastin dalam jaringan ikat (Young, 2000). Radikal bebas yang terbentuk akibat dari sinar ultra violet mengaktifkan mitogenactivated protein kinase pathways menghasilkan kolagenase (MMP-1) yang dapat menghancurkan kolagen. Penghambatan jalur ini dengan menggunakan antioksidan diperkirakan dapat mencegah photoaging dengan mencegah terbentuknya kolagenase (MMP-1) (Bauman, 2009).
Hingga kini photoaging masih menjadi permasalahan, terutama di negara yang beriklim tropis seperti Indonesia yang intensitas sinar mataharinya cukup tinggi. Untuk itu perlu dikembangkan penggunaan bahan bahan topikal alami yang cukup adekuat untuk melindungi kulit dari kerusakan yang dapat
ditimbulkan oleh paparan sinar ultra violet tersebut.
Sebagai pertahanan dan perlindungan dari pajanan radikal bebas, tubuh secara alami membuat antioksidan antara lain superoksid dismutase (SOD),
katalase, glutathione. Perlindungan alami tersebut terkadang tidak cukup adekuat, untuk itu diperlukan tambahan perlindungan antioksidan dari luar tubuh. Salah satu antioksidan kuat yang mulai banyak diteliti adalah piceatannol, (3,3′,4,5′-trans-trihydroxystilbene), analog hidroksilasi resveratrol yang alami, penelitiannya masih sedikit dibanding resveratrol tetapi menunjukkan aktivitas biologis yang luas. Piceatannol ditemukan di berbagai tanaman, salah satunya adalah markisa (Passiflora edulis). Piceatannol menekan aktivasi beberapa faktor transkripsi, termasuk NF-kB, yang mempunyai peran sentral sebagai regulator transkripsi dalam respon terhadap stres sel yang disebabkan oleh radikal bebas, radiasi ultraviolet, sitokin, atau antigen mikroba. Sifat farmakologi piceatannol, terutama antioksidan, antitumor dan aktivitas anti-inflamasi, menunjukkan bahwa piceatannol merupakan bahan farmakologis berpotensi (Uchida dkk., 2013).
Buah markisa (Passiflora edulis) termasuk dalam genus Passiflora dan keluarga Passifloraceae yang terbesar. Distribusi tanaman ini di daerah tropis di seluruh dunia. Markisa banyak dibudidayakan di Indonesia terutama Medan, Padang dan Sulawesi Selatan. Markisa terutama digunakan sebagai bahan pembuatan sirup markisa, dan beberapa sentra pembuatan sirup markisa di Medan biji markisa merupakan limbah yang tidak digunakan. Penelitian di Jepang membuktikan adanya piceatannol yang merupakan salah satu antioksidan kuat dalam ekstrak biji markisa dalam jumlah besar. Terapi awal menggunakan ekstrak biji markisa pada sel keratinosit manusia (in vitro) menekan pembentukan ROS dan menjadi media transfer keratinosit yang teradiasi UV-B ke dalam fibroblas yang tidak teradiasi sehingga menurunkan aktivitas MMP-1. Mekanisme
penghambatan piceatannol terhadap ROS dengan cara inhibisi JAK/STAT 1 pathway (Uchida dkk., 2013).
Kandungan fitonutrien markisa yaitu vitamin C, karotenoid 0,058%, flavonoid 1,000%, alkaloid 0,700%. Biji yang dikeringanginkan dilaporkan mengandung kadar air 5,4 %, lemak 23,8%, serat kasar 53,7%, protein 11,1%, ekstrak N-bebas 5,1 %, abu total 1,84%, abu tidak larut dalam HCL0,35%, kalsium 80 mg, zat besi 18 mg, fosfor 640mg/100 g. Minyak biji mengandung asam lemak jenuh 8,9%, dan asam lemak tidak jenuh 84,09%. Asam lemak mengandung palmitat 6,7%, stearat 1,76%, arachidat 0,34%, oleat 19,0%, linoleat 59,9%, dan linolenat 5,4% (Karsinah dkk, 2007).
Hasil uji fitokimia ekstrak biji markisa di laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Udayana mengandung triterpenoid, flavonoid, alkaloid, dan fenolat (Lampiran 2). Penelitian pada tikus Wistar yang dipapar sinar UV-B kemudian diolesi krim ekstrak biji markisa yang mengandung bahan antioksidan tersebut dengan dosis 25%, 50% dan 100% terbukti bahwa krim ekstrak biji markisa 100% mememiliki efek perlindungan pada kulit tikus Wistar yaitu dengan meningkatkan jumlah kolagen dermis dan menurunkan kadar MMP-1 (Bniarie, 2014).
Walaupun kini telah banyak bahan topikal sebagai anti penuaan kulit namun banyak hal yang belum diketahui secara pasti mengenai mekanisme kerja bahan tersebut dan efek yang ditimbulkan, oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian tentang kemampuan krim ekstrak biji markisa yang mengandung antioksidan alami untuk melindungi kulit dari kerusakan akibat pajanan sinar
ultra violet B, diharapkan nantinya dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya.
Pemilihan sediaan krim disebabkan karena krim merupakan sediaan yang stabilitasnya baik, tidak lengket, relatif mudah terserap kulit dan praktis untuk diaplikasikan pada lapisan kulit. Penelitian tentang penggunaan ekstrak biji markisa secara topikal, khususnya untuk mengatasi photoaging masih belum banyak dipublikasikan. Sehingga perlu penelitian penggunaan ekstrak biji markisa yang mengandung piceatannol ini lebih mendalam.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut di atas maka dapat dibuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apakah pemberian krim ekstrak biji markisa (Passiflora edulis) 100% dapat menghambat peningkatan kadar MMP-1 pada tikus wistar (Rattus norvegicus) yang dipapar sinar UV-B?
2. Apakah pemberian krim ekstrak biji markisa (Passiflora edulis) 100% dapat menghambat penurunan jumlah kolagen pada tikus wistar (Rattus norvegicus) yang dipapar sinar UV-B?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas pemberian krim ekstrak biji markisa (Passiflora edulis) dalam menghambat peningkatan kadar MMP-1 dan penurunan jumlah kolagen pada tikus wistar (Rattus norvegicus) yang dipapar sinar UV-B.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Membuktikan bahwa pemberian krim ekstrak biji markisa (Passiflora edulis) 100% dapat menghambat peningkatan kadar MMP-1 pada tikus wistar (Rattus norvegicus) yang dipapar sinar UV-B.
2. Membuktikan bahwa pemberian krim ekstrak biji markisa (Passiflora edulis) 100% dapat menghambat penurunan jumlah kolagen pada tikus wistar (Rattus norvegicus) yang dipapar sinar
UV-B.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Ilmiah
1. Memberi informasi ilmiah tentang fungsi proteksi ekstrak biji markisa
(Passiflora edulis) dalam melindungi kulit dari kerusakan akibat pajanan UV-B.
2. Memberi informasi ilmiah bahwa piceatannol, resveratrol, karotenoid, flavonoid dan vitamin C adalah antioksidan yang bisa didapatkan dalam ekstrak biji markisa (Passiflora edulis).
3. Sebagai dasar untuk digunakan sebagai penelitian lebih lanjut pada manusia.
1.4.2 Manfaat Praktis
Memberi informasi pada masyarakat tentang kemungkinan efek
penggunaan ekstrak biji markisa yang dapat memberikan perlindungan pada kulit dari pengaruh kerusakan oleh sinar UV-B dan mencegah penuaan dini, atau
sebagai alternatif sunblock yang terbuat dari bahan kimia jika telah dilakukan uji klinik (Clinical Trial).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Proses Penuaan (Aging)
Secara umum proses penuaan akan dialami oleh semua mahluk yang hidup di muka bumi ini. Proses tersebut adalah hal alamiah yang harus dijalani dan tidak dapat dihindarkan, terjadi pada setiap orang dalam kecepatan yang berbeda tergantung pada keadaan genetik seseorang, lingkungan dan gaya hidup yang dilakukan, sehingga proses penuaan tersebut dapat terjadi lebih dini atau lambat tergantung dari kesehatan individu (Fowler, 2003).
Menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau menggganti diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan serta memperbaiki kerusakan yang diderita. Secara praktis penuaan dapat dilihat sebagai suatu penurunan fungsi biologik dari usia kronologik. Penuaan tidak dapat dihindari dan terjadi dengan kecepatan yang berbeda, tergantung dari susunan genetik seseorang, lingkungan, dan gaya hidup. Sehingga penuaan dapat terjadi lebih dini atau lambat tergantung kesehatan dari masing-masing individu (Fowler, 2003).
2.1.1Teori Penuaan dan Faktor yang Mempengaruhi Penuaan
Banyak teori yang menjelaskan mengapa manusia mengalami proses penuaan. Tetapi, pada dasarnya semua teori itu dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu wear and tear theory dan programmed theory (Goldmann dan Klatz, 2003).
Wear and Tear Theory
Teori wear and tear pada prinsipnya menyatakan tubuh menjadi lemah lalu meninggal sebagai akibat dari penggunaan dan kerusakan yang terakumulasi. Teori ini telah lama diperkenalkan oleh Dr. August Weismann, seorang ahli biologi dari Jerman pada tahun 1882. Menurut teori ini, tubuh dan sel yang terdapat pada makhluk hidup menjadi rusak karena terlalu sering digunakan dan disalahgunakan. Kerusakan tidak terbatas pada organ, melainkan juga terjadi ke tingkatan sel (Pangkahila, 2011).
Hal ini menyatakan bahwa walaupun seseorang tidak pernah merokok, minum alkohol, dan hanya mengkonsumsi makanan alami, dengan menggunakan organ tubuh secara biasa saja, pada akhirnya akan berujung pada terjadinya suatu kerusakan. Penyalahgunaan organ tubuh akan membuat kerusakan terjadi lebih cepat. Karena itu, tubuh akan menjadi tua, dimana sel juga merasakan pengaruhnya, terlepas dari seberapa sehat gaya hidupnya. Sistem pemeliharaan pola hidup yang baik pada masa muda dinilai dapat berpengaruh terhadap perbaikan tubuh sebagai kompensasi terhadap pengaruh penggunaan dan kerusakan normal berlebihan (Pangkahila, 2011).
Dengan menjadi tua, tubuh berangsur kehilangan kemampuan dalam memperbaiki kerusakan karena penyebab apa pun. Banyak orang tua meninggal karena penyakit yang pada masa mudanya dapat ditolak. Teori ini meyakini bahwa pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tidak terlambat dapat membantu mengembalikan proses penuaan dengan mekanismenya adalah
merangsang kemampuan tubuh untuk melakukan perbaikan dan mempertahankan organ tubuh dan sel (Pangkahila, 2011).
Teori wear and tear meliputi: a. Teori Kerusakan DNA
Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk memperbaiki diri (DNA repair). Proses penuaan sejatinya memiliki arti sebagai proses penyembuhan yang tidak sempurna dan sebagai akibat penimbunan kerusakan molekul yang terus menerus. Kerusakan DNA yang terakumulasi dalam waktu lama, dapat mencapai suatu keadaan dimana basis molekul sudah mengalami kerusakan yang berat. Kerusakan molekuler dapat disebabkan oleh faktor yang berasal dari luar, seperti radiasi, polutan, asap rokok dan mutagen kimia (Pangkahila, 2011).
b. Teori Penuaan Radikal Bebas
Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme dapat mengalami penuaan dikarenakan adanya akumulasi kerusakan oleh radikal bebas di dalam sel dalam jangka waktu tertentu. Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang mempunyai susunan elektron tidak berpasangan sehingga bersifat sangat tidak stabil. Untuk menjadi stabil, radikal bebas akan menyerang sel-sel untuk mendapatkan elektron pasangannya dan terjadilah reaksi berantai yang menyebabkan kerusakan jaringan yang luas. Molekul utama di dalam tubuh yang dapat dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, lemak, dan protein (Suryohusodo, 2000). Dengan bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan yang terjadi pada sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan, sehingga dapat mengganggu metabolisme sel, juga merangsang terjadinya mutasi sel, yang akhirnya bisa berakibat kanker dan kematian. Pada kulit, radikal bebas dapat merusak kolagen
dan elastin, suatu protein yang menjaga kulit agar tetap lembab, halus, fleksibel dan elastis. Jaringan tersebut akan mengalami kerusakan akibat paparan radikal bebas, terutama pada daerah wajah, di mana akan terbentuk lekukan kulit dan kerutan yang dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas (Goldman dan Klatz, 2003).
c. Glikosilasi
Teori ini dikemukakan dan mendapatkan momentumnya sejak diketahui bahwa glikosilasi memiliki peranan penting dalam kaitannya dengan diabetes tipe 2. Glukosa bergabung dengan protein yang telah mengalami dehidrasi, yang kemudian menyebabkan terganggunya sistem organ tubuh. Pada diabetes, glikosilasi menyebabkan kekakuan arteri, katarak, hilangnya fungsi syaraf, yang merupakan komplikasi yang umum terjadi pada diabetes (Pangkahila, 2011)
Programmed Theory
Teori ini menganggap bahwa di dalam tubuh manusia terdapat suatu jam biologik, yang dimulai dari proses konsepsi sampai ke kematian dalam suatu model terprogram. Peristiwa ini terprogram mulai dari sel sampai embrio, janin, masa bayi, anak-anak remaja, menjadi tua dan akhirnya meninggal (Pangkahila, 2011).
a. Teori Terbatasnya Replikasi Sel
Teori ini mengatakan bahwa pada ujung chromosome strands terdapat struktur khusus yang disebut telomere. Setiap replikasi sel telomere mengalami pemendekan ukuran pada proses pembelahan pembelahan sel. Dan setelah sejumlah pembelahan sel tertentu, telomere telah dipakai dan pembelahan sel
terhenti. Menurut Hayflick, mekanisme telomere tersebut menentukan rentang usia sel dan pada akhirnya juga rentang usia organisme itu sendiri (Pangkahila, 2011).
b. Proses Imun
Rusaknya sistem imun tubuh seperti mutasi yang berulang atau perubahan protein protein pasca translasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh dalam mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik dapat menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan menyebabkan sistem imun dalam tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Salah satu bukti yang ditemukan ialah bertambahnya prevalensi auto antibodi pada orang lanjut usia.
c. Teori Neuroendokrin
Teori ini diperkenalkan Vladimir Dilman, PhD, dengan dasar peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Pada usia muda, berbagai hormon bekerja dengan baik dalam mengendalikan berbagai fungsi organ tubuh, sehingga fungsi berbagai organ tubuh sangat optimal. Seiring dengan menuanya seseorang maka tubuh hanya mampu memproduksi hormon lebih sedikit, sehingga kadarnya menurun dan berakibat pada gangguan berbagai fungsi tubuh. Terapi sulih hormon dikatakan dapat membantu untuk mengembalikan fungsi hormon tubuh sehingga dapat memperlambat proses penuaan (Goldman dan Klatz, 2003)
Banyak sekali faktor yang menyebabkan terjadinya penuaan, namun pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal
(Pangkahila, 2007). Faktor internal antara lain adalah radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun, dan gen. Faktor eksternal yang mempengaruhi antara lain adalah gaya hidup yang tidak sehat, diet yang tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, stress dan kemiskinan.
2.1.2Mekanisme Aging
Proses penuaan yang terjadi pada individu terjadi secara bertahap sebagai berikut (Fowler, 2003; Pangkahila, 2007).
1. Tahapan subklinik (usia 25-35 tahun)
Di rentangan usia ini sebagian besar hormon dalam tubuh mulai menurun, yaitu hormon testosteron, growth hormon, dan estrogen. Pembentukan radikal bebas mulai terjadi, namun kerusakan yang terjadi belum tampak dari luar sehingga pada tahapan ini individu masih merasa dan tampak normal, tanpa tanda dan gejala penuaan.
2. Tahap transisi (usia 35 -45 tahun)
Pada tahap ini kadar hormon menurun sebanyak 25%. Massa otot berkurang 1 kg setiap beberapa tahun, akibatnya tenaga dan kekuatan terasa hilang, sedang komposisi lemak tubuh bertambah. Mulai muncul gejala penuaan seperti rambut mulai putih, elastisitas kulit menurun, pigmentasi kulit menurun, demikian juga halnya dengan pendengaran, penglihatan, dan dorongan seksual. Kerusakan oleh radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik, resiko terjadinya penyakit meningkat. Saat ini orang akan mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua.
3. Tahap klinik (Usia 45 th ke atas)
Penurunan kadar hormon terus berlanjut yaitu DHEA, melatonin, GH, testosteron, estrogen, dan tiroid. Terjadi penurunan sampai hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin, dan mineral. Densitas tulang menurun, massa otot berkurang sekitar 1 kg setiap tiga tahunnya, akibatnya terjadi ketidakmampuan membakar kalori, meningkatnya lemak tubuh dan berat badan. Sistem organ mulai mengalami kegagalan, penyakit kronis menjadi lebih nyata. Ketidakmampuan menjadi faktor utama.
Proses penuaan tidak selalu harus dinyatakan dengan gejala ataupun keluhan. Apabila tidak terjadi gejala atau keluhan bukan berarti tidak mengalami proses penuaan. Namun saat ini dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan proses penuaan dapat dianggap dan diperlakukan sama dengan penyakit, yang dapat dicegah, dihindari, dan diobati sehingga dapat kembali ke keadaan semula (Pangkahila, 2007).
2.2 Proses Penuaan Kulit
Proses penuaan kulit terbagi dua yaitu penuaan intrinsik dan penuaan ekstrinsik. Penuaan intrinsik terjadi seiring bertambahnya umur kronologis yang mencerminkan genetik dan perubahan hormonal individu. Penuaan ekstrinsik disebabkan oleh faktor eksternal seperti rokok, alkohol berlebihan, gizi buruk dan paparan sinar matahari. Penuaan ekstrinsik dapat dikurangi dengan usaha anti aging. Hal yang tak dapat dipungkiri bahwa penuaan kulit dipercepat oleh faktor eksternal yang 80% diakibatkan oleh paparan sinar matahari (Baumann dkk., 2009).
Penuaan berkaitan dengan perubahan yang bersifat progresif yang terjadi di semua jaringan termasuk pada kulit. Suatu proses yang merupakan akibat dari penggunaan sel secara terus menerus dan senescense, yang akhirnya akan diakhiri dengan berkurangnya viabilitas dan kematian. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik, akumulasi dari pengaruh faktor lingkungan dan faktor endogen lainnya yang berperanan pada life-span mahluk hidup (Tschachler dan Morizot, 2006; Yaar, 2006).
Proses penuaan berjalan sesuai waktu atau usia seseorang (chronological / intrinsic aging ) dan juga dapat diperberat oleh adanya faktor eksternal termasuk yang paling banyak berperan adalah pajanan sinar ultra violet (exstrinsic aging). 2.2.1 Mekanisme Penuaan Kulit
Adanya akumulasi Reactive Oxygen Species (ROS) dinyatakan berperanan penting pada proses penuaan kulit, dan hal ini terbukti dari penelitian yang telah dilakukan. Kulit merupakan organ yang paling banyak mengalami kontak langsung dengan lingkungan, sehingga banyak terpapar dengan ROS yang berasal dari lingkungan termasuk dari udara, radiasi matahari, ozon, dan polusi. Selain itu hasil metabolisme normal pun menghasilkan ROS, dari proses rantai respirasi mitokondria yang mana elektron berlebih akan diberikan pada molekul oksigen untuk kemudian terbentuk anion superoksid. Dengan bertambahnya usia membuat berkurangnya kemampuan aktivitas sistem pertahanan dari enzymatic antioxidant (Chung dkk., 2004).
ROS yang terbentuk dari pajanan sinar ultra violet tersebut dapat menekan serta merusak enzymatic antioxidant dan non enzymatic antioxidant yang merupakan mekanisme pertahanan kulit terhadap radikal bebas. Hal ini akan
memicu terjadinya kerusakan oksidatif pada komponen seluler dan non seluler yang akan berakibat pada terjadinya supresi sistem imun, penuaan dini kulit, bahkan sampai mengakibatkan kanker kulit. ROS akan mengaktifkan jalur signal tranduksi sitoplasmik pada fibroblas, hal ini berkaitan pada pertumbuhan, diferensiasi, senescence, dan degradasi jaringan ikat, juga menyebabkan perubahan genetik yang permanen (Kim dkk., 2004).
Diperkirakan jumlah kolagen di dermis akan berkurang sebanyak 1 % tiap tahunnya pada usia dewasa. Mekanisme berkurangnya kolagen selama proses penuaan alamiah adalah akibat dari peningkatan ekspresi matriks metalloproteinase (MMP). Peningkatan MMP mempengaruhi sintesis kolagen, dimana dengan bertambahnya umur maka level MMP-1, 2, 9, dan 12 akan makin bertambah sementara ekspresi procollagen mRNA lebih rendah dibanding saat masih berusia muda (Chung dkk., 2004). Pada proses penuaan alami terjadi penurunan sintesis kolagen serta peningkatan ekspresi matriks metalloproteinase sementara pada photoaging tampak peningkatan matriks metalloproteinase yang lebih besar (Chung dkk., 2001).
2.2.2Fenomena Penuaan pada Kulit
Proses penuaan pada kulit terdiri dari 2 fenomena yang berbeda secara signifikan namun dapat terjadi secara simultan, yaitu proses penuaan intrinsik (intrinsic aging/chronological aging) dan penuaan ekstrinsik (extrinsic aging /photoaging) (Gilchrest dan Yaar, 2000 ; Chung dkk., 2004).
Penuaan intrinsik merupakan proses menyeluruh, dan berlangsung secara alamiah sejalan dengan bertambahnya usia. Proses ini disebabkan oleh berbagai
faktor dari dalam tubuh sendiri yaitu faktor genetik, hormonal, dan ras. Pada proses penuaan intrinsik yang terjadi lebih banyak ditandai dengan adanya penurunan fungsi organ oleh karena bertambahnya usia tersebut dibandingkan dengan perubahan morfologi yang tampak (Gilchrest dan Yaar, 2000 ; Chung dkk., 2004).
Proses penuaan ekstrinsik (extrinsic aging/photoaging), suatu proses penuaan yang diakibatkan oleh berbagai faktor dari lingkungan di luar tubuh yang terjadi secara terus menerus. Banyak faktor dari lingkungan yang ada di luar tubuh yang dapat mempengaruhi proses penuaan antara lain sinar ultra violet, kelembaban udara, suhu, polusi asap, dan paparan bahan kimiawi. Dari faktor lingkungan tersebut yang paling banyak berperanan dalam penuaan kulit adalah pengaruh dari pajanan sinar ultra violet, oleh karena itu proses penuaan ini disebut juga sebagai photoaging. Faktor yang berpengaruh dari luar tersebut dapat dihindari untuk mencegah terjadinya proses penuaan dini (Gilchrest dan Yaar, 2000 ; Chung dkk., 2004).
2.3 Anatomi dan Fungsi Kulit Manusia
2.3.1Anatomi Kulit Manusia
Kulit adalah organ tubuh yang penting untuk menjamin kelangsungan hidup dan menyokong penampilan serta kepribadian seseorang, terletak pada lapisan terluar dengan luas 1,5 m² pada orang dewasa dengan berat kira-kira 15% dari berat badan (Wasitaatmadja, 2007).
Secara garis besar kulit tersusun atas tiga lapisan yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Batas antara dermis dan epidermis tidak teratur,
dimana tonjolan dermis yang disebut papilla dermis saling mengunci dengan tonjolan epidermis yang disebut epidermal ridges. Sedangkan batas antara dermis dan subkutis tidak ada garis tegas yang memisahkannya (Wasitaatmadja, 2007).
Gambar 2.1 Struktur anatomi kulit manusia (Eroschenko, 2008) Secara histopatologis lapisan kulit dapat dijabarkan sebagai berikut (Wasitaatmadja, 2007):
Lapisan Epidermis terdiri atas: 1. Stratum korneum(lapisan tanduk)
Adalah lapisan kulit yang paling luar, terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
2. Stratum lusidum
Berada langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. 3. Stratum granulosum (lapisan keratohialin)
Merupakan 2-3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya, butiran kasar tersebut terdiri atas keratohialin
4. Stratum spinosum (stratum malphigi)
Lapisan ini disebut juga prickle cell layer, terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal, protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya, di antara sel-sel terdapat jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel langerhans.
5. Stratum basale
Terdiri atas sel-sel berbentuk kubis (kolumnar) yang tersusun vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar. Lapisan ini adalah lapisan epidermis paling bawah. Lapisan ini terdiri dari 2 jenis sel yaitu sel kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dan sel melanosit yang merupakan sel pembentuk melanin dengan sitoplasma basofilik dengan inti gelap mengandung butir pigmen (melanosom).
Lapisan dermis lebih tebal daripada epidermis, terdiri dari lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambu, dermis dibagi menjadi dua bagian yaitu
1. Pars papilare
Bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
Terdiri dari serabut-serabut penunjang seperti serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas asam hialuronat dan kondroitin sulfat, terdapat juga fibroblas. Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblas, membentuk ikatan yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksilisin. Serabut elastin biasanya bergelombang berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis. Retikulin mirip dengan kolagen muda.
Kolagen merupakan protein fibrous utama, 70 -80% berat dari dermis, komponen terpenting dari dermis. Struktur kolagen terdiri dari fibril dan mikrofibril yang tersusun sejajar dan saling bersilangan. Kolagen tipe I merupakan jenis kolagen yang terbanyak. Kolagen terdiri dari 3 polipeptida
(rantai α), seperti rantai helix dan kaku (Jain, 2012).
Lapisan Subkutis adalah kelanjutan dari dermis yang terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat besar dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel ini berkelompok dipisahkan satu sama lainnya dengan trabekula yang fibrosa. Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening (Wasitaatmadja, 2007).
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus yaitu yang terletak di bagian atas dermis (pleksus superfisialis) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda) . Kulit juga memiliki berbagai fungsi bagi tubuh antara lain adalah :
1. Fungsi proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh dari gangguan yang bersifat fisik atau mekanis, gangguan kimiawi, radiasi sinar ultra violet, gangguan kuman maupun jamur. Fungsi ini terjadi karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan jaringan penunjangnya yang berperanan terhadap
gangguan yang bersifat fisik. Adanya melanosit turut berperan dalam melindungi kulit dari pajanan sinar ultra violet. Keasaman kulit dengan pH 5-6,5 merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri dan jamur.
2. Fungsi ekskresi
Kelenjar-kelenjar kulit akan mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna dan sisa metabolism dalam tubuh. Produk kelenjar lemak dan keringat di kulit menyebabkan keasaman kulit pada pH 5 – 6,5.
3. Fungsi persepsi
Fungsi persepsi ini disebabkan karena adanya ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
4. Fungsi pengaturan suhu tubuh
Peranan kulit dalam pengaturan suhu tubuh terjadi dengan cara mengeluarkan keringat.
5. Fungsi imunitas
6. Fungsi sintesis vitamin D dan melanin 2.3.2 Fibroblas
Fibroblas adalah sel yang utama di lapisan dermis, berbentuk spindel dengan sitoplasma bercabang cabang tidak teratur, nukleus berbentuk lonjong, besar dan pucat dengan nukleolus yang jelas. Sel fibroblas bertanggung jawab terhadap produksi kolagen, serat retikulin, serat elastik dan jaringan penyangga dari dermis. Selain itu fibroblas juga dapat menghilangkan serat-serat tersebut dengan mensekresikan enzim seperti collagenase (MMP-1) dan elastase (Obagi, 2000).
Fibroblas berperanan penting pada proses penyembuhan luka (wound healing process). Adanya suatu kerusakan pada jaringan dapat merangsang sel fibrosit dan mitosis fibroblas. Jadi dapat dikatakan bahwa fungsi utama fibroblas adalah menjaga integritas struktur jaringan ikat dan mengatur turnover jaringan ikat dengan memproduksi enzim yang dapat mendegradasi kolagen (collagenase), elastin (elastase), proteoglikan dan glikosaminoglikan (stromelysin dan lysosomal hydrolase).
Dengan bertambahnya usia, secara umum ukuran fibroblas akan menjadi semakin mengecil dan menjadi berkurang aktivitasnya, sementara pada kulit yang mengalami kerusakan oleh karena pajanan sinar ultra violet fibroblasnya sering menjadi hipertopi.
Dari suatu penelitian dinyatakan bahwa sel fibroblas memiliki ketahanan yang lebih kuat terhadap pajanan UV-B dibandingkan dengan sel lain seperti keratinosit dan melanosit dengan dosis yang bersifat sitotoksik dari pajanan narrowband UV-B (100,200, dan 400 mJ/cm²) ataupun broadband UV-B (5,10, dan 25 mJ/cm² ) (Cho dkk., 2008).
2.3.3 Matriks Metalloproteinase
Matriks metalloproteinase adalah suatu zinc-dependent endopeptidase. MMP gene family pada manusia terdiri dari 28 tipe dengan struktur dan spesifitas yang berbeda. MMPs berhubungan dengan proses fisiologis dan patologis yang berkaitan dengan turnover matriks ekstraseluler, wound healing, angiogenesis, dan kanker. Sejumlah MMPs mampu menimbulkan degradasi terhadap kolagen tipe I yaitu antara lain MMP-1, 8,13, MT1-MMP (MMP-14), MT2-MMP
(MMP-15), dan MT3-MMP (MMP-16). Pada kulit hanya MMP-1 yang paling banyak dipicu pembentukannya oleh pajanan sinar ultra violet dan tampaknya paling bertanggung jawab terhadap pemecahan kolagen akibat paparan matahari. Level MMP-1 akan meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, yang mana hal ini diperkirakan sebagai akibat dari fragmentasi serat kolagen dan disorganisasi susunan serat kolagen pada dermis (Seltzer & Eisen, 2006).
Activator Protein -1 (AP-1) yang merupakan nuclear transcription factor, terdiri dari dua sub unit yaitu c-jun dan c-fos, berfungsi untuk mengontrol transkripsi dari matriks metalloproteinases (MMPs). MMPs merupakan suatu enzim yang bertanggung jawab terhadap degradasi dari matriks ekstrasel, termasuk diantaranya adalah MMP-1 (collagenase), MMP-3 (stromelysin), dan MMP-9 (92-kd gelatinase). Metalloproteinase juga bertanggung jawab terhadap tejadinya degradasi kolagen.
MMP dapat dengan segera timbul hanya dengan dosis minimal sinar ultra violet, di bawah dosis yang dibutuhkan untuk menimbulkan eritema. Terdapat suatu hubungan dosis dan respon yang ditimbulkan antara paparan UV dan induksi MMP. Paparan terhadap sinar UV yang tidak cukup untuk menimbulkan sunburn dapat memfasilitasi terjadinya degradasi kolagen, dan pada akhirnya menimbulkan photoaging. Paparan minimal yang berulang dengan dosis yang setara dengan 5-15 menit paparan matahari pada tengah hari cukup tuntuk meningkatkan level MMP (Berneburg dkk., 2000; Rabe dkk., 2006).
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan pada kultur fibroblas menunjukkan bahwa radiasi sinar UV-B mampu memicu ekspresi MMP pada
dosis yang bervariasi antara 10 mJ/cm2 – 100 mJ/cm2 ( Kim dkk., 2004; Kim dkk., 2005; Yulianto, 2008; Moon dkk., 2008; Lee dkk., 2009).
2.4 Sinar Ultra Violet dan Efeknya pada Kulit 2.4.1Sinar Ultra Violet
Radiasi sinar ultra violet adalah suatu spektrum dari cahaya dengan panjang gelombang yang berkisar antara 100 nm - 400 nm, dihasilkan oleh sinar matahari atau dari lampu buatan. Berdasarkan batasan dari Commision
Innternationale de l’Eclairage (CIE) sinar ultra violet terdiri dari ultra violet A (UV-A) dengan panjang gelombang 315–400 nm, ultra violet B (UV-B) dengan panjang gelombang 280–315 nm, dan ultra violet C (UV-C) dengan panjang gelombang 100–280 nm. UV-A dibagi lagi menjadi UV-A I (340 -400 nm) dan UV-A II (320-340 nm) (Young, 2000).
Radiasi sinar ultra violet di permukaan bumi ini 95-98% adalah UV-A dan 2-5% adalah UV-B. UVC tidak mencapai permukaan bumi. UV-B adalah sinar yang paling poten yang mencapai permukaan bumi dan paling banyak menyebabkan terjadinya photodamage pada manusia. UV-A kira-kira 1000 kali lebih lemah dibandingkan UV-B namun 100 kali lebih banyak mencapai permukaan bumi (Kaminer,1995).
Sinar UV-C diserap oleh lapisan stratosfir ozon, namun dengan semakin menipisnya lapisan ozon akan memungkinkan semakin besarnya jumlah radiasi UV yang sampai ke permukaan bumi. Lapisan ozon merupakan penyerap awal sinar ultra violet di atmosfer, yang mana lapisan ini memblokade semua sinar UV-C agar tidak mencapai permukaan bumi, 90% UV-B terutama dengan
panjang gelombang 290-300 nm, dan UV-A sangat sedikit yang diblokade. Begitu jumlah ozon berkurang maka jumlah gelombang pendek dari UV-B yang mencapai permukaan bumi akan makin meningkat, hal yang penting dari hal ini adalah setiap photon UV-B pada 290 nm 1000-10000 kali lebih karsinogenik dibandingkan photon pada 330 nm. The United States Environmental Protection Agency (EPA) memperkirakan bahwa jumlah rata rata berkurangnya lapisan ozon adalah 8% per dekade, pada setiap 1% kolom ozon berkurang diperkirakan UVB meningkat sebanyak 1,3-1,5% (Young, 2000).
Radiasi sinar UV-B yang mencapai lapisan kulit, sebanyak 70% diserap oleh stratum korneum, 20% yang mencapai epidermis dan 10% yang mencapai bagian atas dari lapisan dermis. Sedangkan radiasi UV-A diserap sebagian oleh epidermis dan 20-30% mencapai lapisan dermis yang dalam, sinar UV-A menyerap jauh lebih dalam dibandingkan sinar UV-B. Dilihat dari jumlah sinar UV-B yang sampai ke lapisan dermis hanya dalam jumlah yang kecil dibandingkan dengan sinar UV-A, namun karena sifatnya yang sangat poten mampu menimbulkan kerusakan pada kulit (Fourtanier dan Moyal, 2004).
2.4.2Efek Radiasi Sinar Ultra Violet B
Paparan sinar UV dari matahari dapat memicu pembentukan radikal bebas pada kulit. Radikal bebas yang terbentuk akan menyebabkan menurunnya kinerja enzim untuk mempertahankan fungsi sel, merusak protein dan asam amino yang merupakan struktur utama kolagen dan elastin. Radiasi sinar ultra violet memiliki rentangan yang luas dalam efek akut yang ditimbulkannya. Efek yang ditimbulkan selain sunburn inflammation (erythema) dan tanning (melanogenesis) juga dapat mengakibatkan DNA photodamage, immunosupresi, dan sintesis vitamin D.
Sedangkan paparan kronik dari sinar matahari dapat memicu terjadinya photoaging dan lebih jauh lagi dapat memicu terjadinya kanker kulit seperti squamous cell ca, basal cell ca, dan melanoma maligna (Young, 2000). Eritema (sunburn) adalah suatu reaksi radang akut pada kulit yang berwarna kemerahan akibat pajanan sinar ultra violet yang berlebihan. Eritema atau warna kemerahan yang timbul dapat dengan mudah dilihat dengan metode yang non invasif dan dapat dapat diamati sepanjang waktu. Pada UV-B, eritema yang ditimbulkan merupakan respon yang lambat, dimana akan mencapai puncaknya 6-24 jam tergantung pada dosis penyinaran. Dosis terkecil yang dapat menimbulkan warna kemerahan (eritema) dengan batas yang jelas pada daerah yang diberikan penyinaran setelah 24 jam disebut Minimal Erythemal Dose (MED).
Respon pigmentasi pada kulit yang terjadi dengan segera pada paparan sinar UV adalah timbulnya warna kecoklatan pada kulit (tanning) dan kemudian akan diikuti dengan terbentuknya melanin baru. Eritema yang diinduksi oleh UV-B akan diikuti dengan terjadinya pigmentasi, proses pembentukan melanin (melanization) ini akan hilang bersamaan dengan proses pelepasan epidermis yang terjadi tiap bulannya (Obagi, 2000).
Kerusakan DNA (DNA damage) merupakan suatu reaksi yang terjadi akibat radiasi sinar matahari, dimana UV-B diserap dan kerusakan terjadi pada basa pirimidine. Kerusakan pada DNA dapat memicu terjadinya mutasi pada onkogen dan gen tumor supresor yang berakibat pada terjadinya disfungsi gen. Imunosupresi dapat terjadi karena paparan sinar UV, fenomena ini disebut dengan photoimmunosuppression yang berakibat lebih jauh terhadap terjadinya
kanker kulit, meningkatnya insiden serta derajat beratnya penyakit infeksi dan virus (Obagi, 2000).
Photoaging merupakan kerusakan akibat akumulasi paparan sinar ultra violet yang bersifat kronis dan terus menerus, tergantung pada derajat paparan yang terjadi, pigmen kulit, dan kebiasaan aktifitas luar (outdoor life style). Akibat lebih jauh pada akhirnya dapat mengarah kepada terjadinya photocarcinogenesis, oleh karena terjadinya perubahan atau mutasi pada gen (Obagi, 2000).
Efek dari paparan sinar matahari pada kulit tergantung pada panjang gelombang dan dosis radiasinya. Faktor-faktor seperti pekerjaan, gaya hidup, pakaian, dan usia berpengaruh pada paparan sinar matahari. Geografi juga berperanan penting, dimana paparan sinar matahari akan bertambah dengan menurunnya garis lintang, dan setiap 1000 kaki diatas permukaan laut paparan akan bertambah 4% (Obagi, 2000).
2.4.3 Photoaging
Photoaging merupakan efek kronis yang timbul akibat pajanan sinar ultra violet yang berulang. Pada proses penuaan itu sendiri terjadi penurunan proporsi dari sel germinatif di epidermis yang dipengaruhi oleh sinar ultra violet yang langsung merusak sel. Pajanan UV akan berakibat pada timbulnya reactive oxygen species (ROS) yang merusak membran lipid, protein seluler, dan DNA . Kerusakan pada protein akan menginaktifkan enzim yang mempengaruhi kemampuan sel tersebut untuk memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh sinar UV dan ini akan berakibat pada kematian sel atau terjadinya mutasi permanen DNA seluler (Gilchrest and Yaar, 2000).
2.4.3.1 Mekanisme Photoaging pada kulit
Radiasi UV pada kulit manusia mengaktivasi kompleks respon molekuler yang merusak jaringan ikat kulit. Efek biologis timbul apabila molekul pada kulit yang disebut kromosfor harus menyerap UV dan energi yang terserap harus diubah menjadi reaksi kimia. Energi yang terserap akan menyebabkan perubahan pada kromosfor atau mengirim energi tersebut dari kromosfor ke molekul yang lain yang mengalami perubahan kimia. Kromosfor utama kulit yaitu DNA, asam urokonik, asam amino aromatic, retinoid, karotenoid, bilirubin, flavin, hemoglobin, melanin dan NAD(P)H (nicotinamide adenine dinucleotide
phosphate) (Taylor dkk., 2005).
UVB mengaktivasi terbentuknya ROS melalui interaksi langsung dengan DNA yaitu induksi kerusakan DNA, berupa cross-linking basa pirimidin yang berdekatan, Cross-linking menyebabkan kerusakan langsung pada DNA, dengan pembentukan cyclobutane-pirimidin dimer (CDPs) dan pirimidin-pyrimidone
(6-4) photoproducts ((6-(6-4)PP) dan ikatan dengan asam amino aromatik. Hal ini mengakibatkan provokasi radikal bebas dan penurunan antioksidan kulit, merusak kemampuan kulit untuk melindungi diri dari radikal bebas yang dihasilkan oleh paparan sinar matahari. Selanjutnya, UV-B menyebabkan fotoisomerasi dari trans-cis ke urocanic acid (UCA), induksi aktivitas ornithine decarboxylase (ODC) dan gangguan sintesis DNA (Svobodova dkk., 2006).
Cara kedua UV-B menimbulkan kerusakan yaitu dengan cara tidak langsung, melalui fotosensitisasi. Penyerapan energi UV pada fotosensitisasi akan merubah elektron pada kromosfor, menjadi singlet elektron sehingga terjadi produksi radikal bebas. Pada reaksi minoritas, superoksida anion juga diproduksi
melalui fotosensitisasi, yang diikuti oleh dismutase ke hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida tidak mampu menyebabkan kerusakan dengan sendirinya, akan tetapi dengan bantuan kation logam (Fe,Cu) hidroksil radikal yang dihasilkan oleh reaksi Fenton. Radikal bebas yang terbentuk akan berinteraksi dengan biomolekul seluler lainnya memprovokasi respon biologis akhir (Svobodova dkk., 2006).
Gambar 2.2 Pembentukan radikal bebas oleh ultraviolet B melalui proses sensitisasi (Svobodova dkk., 2006).
Proses seluler yang memperantarai kerusakan UV pada jaringan ikat kulit termasuk reseptor permukaan sel, jalur sinyal transduksi protein kinase, faktor transkripsi dan MMPs. Radiasi UV menyebabkan aktivasi sitokin dan reseptor faktor pertumbuhan (growth factor) pada permukaan keratinosit dan sel dermis, melalui stimulasi aktivitas tirosin kinase tertentu dan inisiasi penurunan jalur sinyal transduksi epidermal growth factor, interleukin (IL)-1, dan reseptor tumor necrosis factor-α (TNF- α) akan teraktivasi dalam beberapa menit setelah pajanan UV (Taylor, 2005)
Pembentukan ROS terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit setelah pajanan UV dan level peroksida meningkat dua kali lipat di kulit manusia. Keratinosit menunjukkan NADPH oksidase yang mengakatalisasi reduksi molekul oksigen menjadi anion superoksid. Hidrogen peroksida membentuk ikatan ROS
lain dengan cepat seperti radikal hidroksil. Keduanya mengakibatkan oksidasi komponen sel yaitu DNA, protein dan membran sel dan mengaktivasi jalur seluler. Aktivasi ROS ini menyebabkan stress oksidatif yang diinduksi UV yang merupakan penyebab photoaging (Taylor, 2005).
Dilaporkan bahwa penyinaran ultraviolet merusak matriks kolagen kulit melalui dua jalur yang berbeda yaitu terjadinya stimulasi degradasi kolagen dan hambatan produksi kolagen (Fisher dkk., 2004).
Dari beberapa penelitian secara in vitro didapatkan bahwa radiasi sinar ultraviolet bekerja menyerupai kerja dari reseptor ligand melalui pembentukan ROS. Dalam waktu 15 menit setelah terjadinya paparan sinar ultra violet, reseptor epidermal growth factor, IL-1, dan TNF-α yang terdapat pada sel keratinosit dan fibroblas akan aktif. Hal ini di perkirakan terjadi karena terjadinya oksidasi ROS yang selanjutnya akan menghambat protein-tyrosin phosphatase yang berfungsi mengatur penurunan aktivitas reseptor ini, akibatnya reseptor tersebut akan meningkat. Adanya peningkatan reseptor ini memicu aktivasi signaling kinases pada kulit, dan nuclear transcription factor activator protein-1 (AP-1) akan menjadi aktif. AP-1 merupakan MMP promoter, yang akan mengontrol transkripsi matriks metalloproteinase. MMP-1 merupakan metalloproteinase utama yang bertanggung jawab terhadap terjadinya degradasi kolagen. AP-1 terdiri dari 2 sub unit yaitu c-Fos yang selalu terekspresikan dan cJun yang diinduksi oleh UV. Ekspresi yang berlebihan dari komponen c-Jun ini dapat mengurangi ekspresi kolagen tipe 1 (Rabe dkk., 2006).
Sinar UV juga akan mengaktifkan faktor transkripsi NF-κB melalui suatu iron-dependent mechanisme. Respon terhadap sinar UV akan dilipatgandakan melalui pembentukan sitokin. NFκB juga dapat meningkatkan ekspresi MMP-9.
Pajanan sinar UV juga mengakibatkan ekspresi TGFβ dan reseptornya berkurang, sementara TGFβ adalah promoter yang sangat penting dari sintesis kolagen. Setelah paparan sinar UV procollagen pool berkurang secara nyata. AP-1 dan Transforming Growth Factor (TGF)-β berperanan pada regulasi menurun dari sintesis kolagen akibat sinar UV. Kerusakan kolagen itu sendiri dapat menyebabkan terjadinya regulasi menurun dari sintesis kolagen baru.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Choi dkk. (2007) pada kultur fibroblas didapatkan bahwa terjadi peningkatan ekspresi MMP-1 dan penurunan ekspresi TGF-β1 serta protein level mRNA kolagen tipe I. Hasil yang didapat lebih besar pada penyinaran dengan broadband UV-B 25 mJ/cm2 dibandingkan narrow
band UV-B 50-800 mJ/cm2. Dari hasil tesebut disimpulkan bahwa terjadinya penurunan sintesis kolagen tipe 1 akibat inhibisi ekpresi TGF β1 dan stimulasi MMP-1 berakibat lebih lanjut terhadap terjadinya photoaging. Efek photoaging yang ditimbulkan dari narrowband UV-B lebih lemah daripada broadband UVB.
Gambar 2.3 Mekanisme kerusakan kolagen akibat sinar UV (Helfrich dkk., 2008) Dari penelitian dilaporkan bahwa penyinaran dengan sinar UV berakibat pada TGF β / Smad pathway melalui umpan balik negatif dari TβRII yang mana secara primer akan berdampak pada pengurangan sintesis prokolagen dalam fibroblas, dan ini akan terjadi dalam waktu 8 jam setelah penyinaran (Fisher dkk., 2004). Dari suatu studi eksperimental in vitro pada sel fibroblas yang dipajan dengan sinar ultra violet B berbagai variasi dosis (10 mJ/cm², 20 mJ/cm², dan 40 mJ/cm²) menunjukkan bahwa terjadi kerusakan viabilitas sel fibroblas pada dosis tersebut. Pada dosis 10 mJ/cm2 berakibat kerusakan viabilitas sel fibroblas yang signifikan, dimana dosis ini jauh dibawah dosis minimal pajanan ultra violet yang menimbulkan kejadian eritema ( 50-120 mJ/cm2). Terjadi peningkatan kadar enzim MMP-1 dan MMP-3 sebesar 1,52 kali sampai dengan 8,69 kali dibandingkan dengan kontrol. Puncak peningkatan MMP-1 didapatkan pada dosis 20 mj/cm². Juga terjadi penurunan kadar cDNA pro α1 dan 3 kolagen (Yulianto, 2008).