• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.4 Sinar Ultra Violet dan Efeknya pada Kulit

2.4.3 Photoaging

Photoaging merupakan efek kronis yang timbul akibat pajanan sinar

ultra violet yang berulang. Pada proses penuaan itu sendiri terjadi penurunan proporsi dari sel germinatif di epidermis yang dipengaruhi oleh sinar ultra violet yang langsung merusak sel. Pajanan UV akan berakibat pada timbulnya reactive

oxygen species (ROS) yang merusak membran lipid, protein seluler, dan DNA .

Kerusakan pada protein akan menginaktifkan enzim yang mempengaruhi kemampuan sel tersebut untuk memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh sinar UV dan ini akan berakibat pada kematian sel atau terjadinya mutasi permanen DNA seluler (Gilchrest and Yaar, 2000).

2.4.3.1 Mekanisme Photoaging pada kulit

Radiasi UV pada kulit manusia mengaktivasi kompleks respon molekuler yang merusak jaringan ikat kulit. Efek biologis timbul apabila molekul pada kulit yang disebut kromosfor harus menyerap UV dan energi yang terserap harus diubah menjadi reaksi kimia. Energi yang terserap akan menyebabkan perubahan pada kromosfor atau mengirim energi tersebut dari kromosfor ke molekul yang lain yang mengalami perubahan kimia. Kromosfor utama kulit yaitu DNA, asam urokonik, asam amino aromatic, retinoid, karotenoid, bilirubin, flavin, hemoglobin, melanin dan NAD(P)H (nicotinamide adenine dinucleotide

phosphate) (Taylor dkk., 2005).

UVB mengaktivasi terbentuknya ROS melalui interaksi langsung dengan DNA yaitu induksi kerusakan DNA, berupa cross-linking basa pirimidin yang berdekatan, Cross-linking menyebabkan kerusakan langsung pada DNA, dengan pembentukan cyclobutane-pirimidin dimer (CDPs) dan pirimidin-pyrimidone

(6-4) photoproducts ((6-(6-4)PP) dan ikatan dengan asam amino aromatik. Hal ini

mengakibatkan provokasi radikal bebas dan penurunan antioksidan kulit, merusak kemampuan kulit untuk melindungi diri dari radikal bebas yang dihasilkan oleh paparan sinar matahari. Selanjutnya, UV-B menyebabkan fotoisomerasi dari trans-cis ke urocanic acid (UCA), induksi aktivitas ornithine

decarboxylase (ODC) dan gangguan sintesis DNA (Svobodova dkk., 2006).

Cara kedua UV-B menimbulkan kerusakan yaitu dengan cara tidak langsung, melalui fotosensitisasi. Penyerapan energi UV pada fotosensitisasi akan merubah elektron pada kromosfor, menjadi singlet elektron sehingga terjadi produksi radikal bebas. Pada reaksi minoritas, superoksida anion juga diproduksi

melalui fotosensitisasi, yang diikuti oleh dismutase ke hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida tidak mampu menyebabkan kerusakan dengan sendirinya, akan tetapi dengan bantuan kation logam (Fe,Cu) hidroksil radikal yang dihasilkan oleh reaksi Fenton. Radikal bebas yang terbentuk akan berinteraksi dengan biomolekul seluler lainnya memprovokasi respon biologis akhir (Svobodova dkk., 2006).

Gambar 2.2 Pembentukan radikal bebas oleh ultraviolet B melalui proses sensitisasi (Svobodova dkk., 2006).

Proses seluler yang memperantarai kerusakan UV pada jaringan ikat kulit termasuk reseptor permukaan sel, jalur sinyal transduksi protein kinase, faktor transkripsi dan MMPs. Radiasi UV menyebabkan aktivasi sitokin dan reseptor faktor pertumbuhan (growth factor) pada permukaan keratinosit dan sel dermis, melalui stimulasi aktivitas tirosin kinase tertentu dan inisiasi penurunan jalur sinyal transduksi epidermal growth factor, interleukin (IL)-1, dan reseptor tumor

necrosis factor-α (TNF- α) akan teraktivasi dalam beberapa menit setelah pajanan

UV (Taylor, 2005)

Pembentukan ROS terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit setelah pajanan UV dan level peroksida meningkat dua kali lipat di kulit manusia. Keratinosit menunjukkan NADPH oksidase yang mengakatalisasi reduksi molekul oksigen menjadi anion superoksid. Hidrogen peroksida membentuk ikatan ROS

lain dengan cepat seperti radikal hidroksil. Keduanya mengakibatkan oksidasi komponen sel yaitu DNA, protein dan membran sel dan mengaktivasi jalur seluler. Aktivasi ROS ini menyebabkan stress oksidatif yang diinduksi UV yang merupakan penyebab photoaging (Taylor, 2005).

Dilaporkan bahwa penyinaran ultraviolet merusak matriks kolagen kulit melalui dua jalur yang berbeda yaitu terjadinya stimulasi degradasi kolagen dan hambatan produksi kolagen (Fisher dkk., 2004).

Dari beberapa penelitian secara in vitro didapatkan bahwa radiasi sinar ultraviolet bekerja menyerupai kerja dari reseptor ligand melalui pembentukan ROS. Dalam waktu 15 menit setelah terjadinya paparan sinar ultra violet, reseptor epidermal growth factor, IL-1, dan TNF-α yang terdapat pada sel keratinosit dan fibroblas akan aktif. Hal ini di perkirakan terjadi karena terjadinya oksidasi ROS yang selanjutnya akan menghambat protein-tyrosin

phosphatase yang berfungsi mengatur penurunan aktivitas reseptor ini, akibatnya

reseptor tersebut akan meningkat. Adanya peningkatan reseptor ini memicu aktivasi signaling kinases pada kulit, dan nuclear transcription factor activator

protein-1 (AP-1) akan menjadi aktif. AP-1 merupakan MMP promoter, yang

akan mengontrol transkripsi matriks metalloproteinase. MMP-1 merupakan metalloproteinase utama yang bertanggung jawab terhadap terjadinya degradasi kolagen. AP-1 terdiri dari 2 sub unit yaitu c-Fos yang selalu terekspresikan dan

cJun yang diinduksi oleh UV. Ekspresi yang berlebihan dari komponen c-Jun ini

Sinar UV juga akan mengaktifkan faktor transkripsi NF-κB melalui suatu

iron-dependent mechanisme. Respon terhadap sinar UV akan dilipatgandakan melalui

pembentukan sitokin. NFκB juga dapat meningkatkan ekspresi MMP-9.

Pajanan sinar UV juga mengakibatkan ekspresi TGFβ dan reseptornya berkurang, sementara TGFβ adalah promoter yang sangat penting dari sintesis kolagen. Setelah paparan sinar UV procollagen pool berkurang secara nyata. AP-1 dan

Transforming Growth Factor (TGF)-β berperanan pada regulasi menurun dari sintesis kolagen akibat sinar UV. Kerusakan kolagen itu sendiri dapat menyebabkan terjadinya regulasi menurun dari sintesis kolagen baru.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Choi dkk. (2007) pada kultur fibroblas didapatkan bahwa terjadi peningkatan ekspresi MMP-1 dan penurunan ekspresi TGF-β1 serta protein level mRNA kolagen tipe I. Hasil yang didapat lebih besar pada penyinaran dengan broadband UV-B 25 mJ/cm2 dibandingkan narrow

band UV-B 50-800 mJ/cm2. Dari hasil tesebut disimpulkan bahwa terjadinya

penurunan sintesis kolagen tipe 1 akibat inhibisi ekpresi TGF β1 dan stimulasi MMP-1 berakibat lebih lanjut terhadap terjadinya photoaging. Efek photoaging yang ditimbulkan dari narrowband UV-B lebih lemah daripada broadband UVB.

Gambar 2.3 Mekanisme kerusakan kolagen akibat sinar UV (Helfrich dkk., 2008) Dari penelitian dilaporkan bahwa penyinaran dengan sinar UV berakibat pada TGF β / Smad pathway melalui umpan balik negatif dari TβRII yang mana secara primer akan berdampak pada pengurangan sintesis prokolagen dalam fibroblas, dan ini akan terjadi dalam waktu 8 jam setelah penyinaran (Fisher dkk., 2004). Dari suatu studi eksperimental in vitro pada sel fibroblas yang dipajan dengan sinar ultra violet B berbagai variasi dosis (10 mJ/cm², 20 mJ/cm², dan 40 mJ/cm²) menunjukkan bahwa terjadi kerusakan viabilitas sel fibroblas pada dosis tersebut. Pada dosis 10 mJ/cm2 berakibat kerusakan viabilitas sel fibroblas yang signifikan, dimana dosis ini jauh dibawah dosis minimal pajanan ultra violet yang menimbulkan kejadian eritema ( 50-120 mJ/cm2). Terjadi peningkatan kadar enzim MMP-1 dan MMP-3 sebesar 1,52 kali sampai dengan 8,69 kali dibandingkan dengan kontrol. Puncak peningkatan MMP-1 didapatkan pada dosis 20 mj/cm². Juga terjadi penurunan kadar cDNA pro α1 dan 3 kolagen (Yulianto, 2008).

Pada penelitian in vivo pada tikus yang dipapar sinar ultra violet menggunakan lampu UV-B Waldmann UV800 (Germany) selama 4 minggu dengan frekuensi 3 kali seminggu dengan dosis 50 mJ/Cm2 minggu pertama, selanjutnya dosis 70 mJ/Cm2 minggu kedua, dan 80 mJ/Cm2 minggu ketiga dan keempat dengan total dosis 840 mJ/Cm2 terbukti terjadi photoaging (Kim dkk., 2004).

Perubahan kolagen ditemukan pada dermis yang mengalami photodamage dimana pada kondisi normal 85% berupa kolagen tipe I dan 10% kolagen tipe III, namun pajanan sinar matahari mengakibatkan hilangnya kolagen matur tipe I dan meningkatnya ratio kolagen III/I. Dilaporkan bahwa perubahan degeneratif pada serat kolagen ini secara primer dipicu oleh UV-B (Gilchrest and Yaar, 2000). 2.4.3.2 Manifestasi klinis Photoaging pada Kulit

Pada kulit yang mengalami kerusakan akibat pajanan sinar ultraviolet secara klinis akan tampak permukaan kulit kasar menebal (leathery skin), kering, pigmentasi tidak merata (lentigines, hipomelanosis gutata, atau hiperpigmentasi yang persisten), bernodus, timbulnya kerutan dari yang halus sampai dalam, elastisitas berkurang, dan teleangiektasia. Karakteristik yang khas pada kulit yang mengalami kerusakan karena pajanan sinar ultra violet adalah elastotic wrinkle yang sering dijumpai pada kulit tipe III-V (Yaar, 2006).

Sedangkan secara histologis tampak adanya penebalan lapisan epidermal yang ireguler. Tepat di bawah epidermis adanya suatu gerombolan materi yang bersifat eosinofilik (Grenz zone), kemungkinan ini merupakan analog dari suatu mikroskar akibat proses perbaikan dari pajanan sinar ultra violet. Pada papilari dermis menunjukkan adanya aggregasi nodular fibrous dengan materi elastotik. Pada dermis jumlah glikosaminoglikan dan proteoglikan meningkat, sementara

serat kolagen berkurang menggumpal dan sebagian terdegradasi sebagai akibat dari terpicunya sekresi matriks metalloproteinase oleh sinar ultra violet (Yaar, 2006)

Salah satu ciri karakteristik secara histologis pada kulit yang mengalami kerusakan akibat pajanan sinar ultra violet adalah solar elastosis yaitu suatu materi yang terbentuk dari sejumlah besar jaringan elastin yang terdegradasi dan membentuk suatu masa yang kusut. Tampak juga adanya infiltrat radang yang terdiri dari sel mast, histiosit, dan sel mononuklear lainnya (Yaar, 2006).

Dalam dokumen TESIS PEMBERIAN KRIM EKSTRAK BIJI MARKISA (Halaman 48-55)

Dokumen terkait