• Tidak ada hasil yang ditemukan

Andrew Rippin dan Kajian Kritik Sastra terhadap al-Qur’an

Dalam dokumen KAJIAN ORIENTALIS THD AL QURAN HADIS (Halaman 105-108)

M. Thoharul Fuad & Abdul Basit

Lawrence Andrew Rippin (lahir 16 Mei 1950 di London, Inggris) adalah seorang sarjana Islam yang kini tinggal di Kanada. Rippin adalah Profesor Sejarah dan Dekan Fakultas Ilmu Budaya di University of Victoria, British Columbia, Kanada. Dia adalah penulis dari banyak karya tentang al-Quran dan maknanya, Setelah mengajar selama 20 tahun di Departemen Studi Agama di Universitas Calgary, Andrew Rippin bergabung dengan Universitas Victoria dan Departemen Sejarah pada tanggal 1 Juli Tahun 2000, sebagai Profesor dan Dekan fakultas Humaniora. Ia memperoleh BA di Universitas Toronto (1974), gelar MA dari Universitas McGill (1977) dan gelar Ph.D. dari McGill (1981).

Berbeda dengan orientalis lainya, Rippin telah mengunjungi berbagai wilayah Islam seperti Mesir dan Turki. Ia juga menguasai bahasa Arab dengan baik. Dia amat kritis, bukan hanya kepada penafsir muslim, tapi juga terhadap para penafsir al-Qur’an dari kalangan orientalis sendiri.

Karya-karya Andrew Rippin, di antaranya adalah: Muslims: Their Religious Beliefs and Practices,200 The Blackwell Companion to the Qur'an,201 Textual Sources for the Study

of Islam, Muslims: Their Religious Beliefs and Practices, Approaches to the History of the Interpretation of the Qur'an, Defining Islam: A Reader (Critical Categories in the Study of Religion), Muslims: Their Religious Beliefs and Practices, The Qur'an: Style and Contents,202

The Qur'an and Its Interpretative Tradition,203 The Qur'an: Formative Interpretation.

Makalah ini akan membahas bagaimana cara orientalis mempelajari tafsir, terutama dalam hal ini Andrew Rippin, seorang spesialis terhadap studi Islam dengan perhatian utamanya adalah Al-Qur’an yang mana analisis literernya banyak dipengaruhi oleh Wansbrough akan tetapi analisis historisnya banyak dia ambil dari Adams. Namun sekalipun keduanya berpengaruh terhadap perkembangan intelektualnya, namun Rippin mampu menganalisisnya secara literer ayat-ayat Qur’an. Dengan bantuan bahan- bahan zaman klasik, sambil meniliknya dari kacamata kritis dengan bantuan analisis orientalis.

Wansbrough banyak menyinggung tentang kelemahan studi historis sebagamana yang dilakukan oleh Smith. Baginya, ada dua kelemahan dalam studi ini: pertama karena

200 the contemporary periode GMD Book Bahasa Penerbit Routledge Tahun Terbit 1993 Tempat Terbit London Deskripsi Fisik xii, 171 hlm; 21 cm

201

Blackwell Publishing Ltd, except for editorial material and organization c 2006 by Andrew Rippin, 550 Swanston Street, Carlton, Victoria 3053, Australia

202

Andrew Rippin Aldershoot: Ashgate, 2001 203

Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an dan Hadis 106

kecenderungan studi ini untuk melakukan rekonsiliasi dan interpretasi.keduanya Karena studi ini gagal mancari apa yang sebenarnya terjadi dan apa buktinya (evidence)

bahwa kejadian itu benar-benar terjadi. Berbeda dengan Wansbrough, Smith dan murid- muridnya lebih menekankan pendekatan kesejarahan dalam melihat islam dan umatnya.

Pada tataran sebenarnya, Rippin tidak setuju dengan kesimpulan Wansbrough, namun Rippin berpandangan bahwa Wansbrough mempunyai metodologi yang bisa digunakan untuk menganalisis lebih jauh tentang apa yang sebetulnya terjadi dan apa sebabnya. Namun berbeda dengan Wansbrough, Rippin cukup getol dan konfiden menggunakan sumber-sumber yang ditulis oleh orang Islam sendiri, seperti Ibn Ishaq, Ibnu Abbas, dan Ibn Ya’kub.

Rippin memulai pembahasannya dengan mengatakan bahwa Yahudi dan Islam adalah dua agama dalam sejarah. Karena dalam kedua agama tersebut Tuhan turut campur atau berinteraksi dalam sejarah untuk merampungkan tujuan-tujuannya. Oleh karena itu, Rippin telah menggambarkan perbedaan serupa, yaitu mencampuradukan pandangan agama tentang sejarah dan pandangan sejarah tentang agama. Rippin menolak penelitian kesejarahan mengenai “apa yang sesungguhnya terjadi”. Padahal agama mengajukan klaim-klaim seperti itu dapat dan harus diteliti secara historis. Misalnya, kapan klaim-klaim tersebut dikemukakan, siapa yang mengajukannya, dan seterusnya.204

Rippin mengatakan tentang posisi Islam tidak historis lantaran tidak ada dukungan berupa bukti ekstra literer dalam data arkeologis yang tersedia. Oleh karena itu, Rippin, senada dengan Wansbrough bahwa untuk menghilangkan problem teologis tentang asal usul Islam, ia menawarkan pendekatan sastra, karena pendekatan historis tidak dapat menyingkirkan problem teologis.

Namun dalam hal ini, Fazlur Rahman mengatakan keampuhan metode historis sudah cukup membuktikan bahwa bahan-bahan historis kaum muslim pada pokoknya asli, dan pengalihan kepada suatu metode analisa sastra yang murni tidak diperlukan.205 Fazlur Rahman secara nyata memberi contoh konsekuensi jika berhenti pada sejarah dan hanya memakai pendekatan sastra, yaitu perbedaan-perbedaan tertentu dalam al- Qur'an di lihat kronologi periode Mekkah dan Madinah, seperti kisah perselisihan Ibrahim dengan ayahnya. Surat 19:47 (makkiyah) mengatakan bahwa Ibrahim

sementara bersahabat dengan ayahnya. Ia mengatakan pada ayahnya bahwa dirinya akan terus berdoa memohonkan ampun baginya; dan periode Madinah, ketika al-Qur'an memerintahkan kaum muhajirin untuk melepaskan diri dari anggota keluarga dekatnya di Mekkah yang tetap pagan dan terus mencela dan memusuhi muslim. Maka dari itu al- Qur'an mengatakan pada mereka (surat 19:114), “Ibrahim berdoa memohonkan ampun bagi ayahnya hanya karena ia pernah berjanji” (dengan kata lain ia benar-benar telah memutuskan hubungan kekeluargaan dengannya). Hal ini menurut Fazlur Rahman masing-masing ayat ini cocok untuk lingkungan historis Nabi di Mekkah dan Madinah. Selain itu coba lihat surat 11:27-29, dimana Nuh diminta oleh para “pembesar” kaumnya agar melemparkan pengikutnya yang berkelas rendah sebelum mereka bergabung

204

Andrew Rippin, Analisis Sastra Terhadap al-Qur'an, Tafsir, dan Sirah: Metodologi John Wansbrough. Hlm. 201 205

Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an dan Hadis 107

dengannya adalah sesuai dengan situasi Muhammad pada tahun-tahun terakhir di Mekkah, atau surat 7:85 Syu’aib diutus kepada kaumnya untuk menasihati mereka agar jujur dalam berdagang. Tentu saja ini juga merupakan problem yang dihadapi Muhammad dalam masyarakatnya. Semua contoh di atas memberi kesimpulan bahwa al-Qur'an berhubungan erat dengan aktivitas Nabi.206

Rippin membela diri atas paparan yang ditulis Fazlur Rahman bahwa kita tidak tahu dan tidak pernah dapat mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi. Apa yang oleh kita, lanjut Rippin, dapat diketahui adalah apa yang orang-orang kemudian dipercayai atau diyakini sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi oleh orang-orang kemudian. Ia berkomentar bahwa sumber-sumber sejarah mendukung untuk merekam pertimbangan tentang “apa yang sesungguhnya terjadi”. Keinginan untuk merekam apa yang terjadi pada masa lalu, lanjut Rippin, adalah suatu tugas yang tidak masuk akal atau secara teoritik adalah tugas yang tidak mungkin. Islam memiliki sejarah, tetapi keinginan untuk mencapai hasil positif tidak harus menyebabkan kita mengabaikan sifat-sifat sastra dari sumber-sumber yang ada.207

Lanjutnya kemudian, bahwa kita tidak tahu dan tidak pernah dapat mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi. Apa yang oleh kita, lanjut Rippin, dapat diketahui adalah apa yang orang-orang kemudian dipercayai atau diyakini sebagai sesuatu yang benar- benar terjadi oleh orang-orang kemudian. Ia berkomentar bahwa sumber-sumber sejarah mendukung untuk merekam pertimbangan tentang “apa yang sesungguhnya terjadi”. Keinginan untuk merekam apa yang terjadi pada masa lalu, lanjut Rippin, adalah suatu tugas yang tidak masuk akal atau secara teoritik adalah tugas yang tidak mungkin. Islam memiliki sejarah, tetapi keinginan untuk mencapai hasil positif tidak harus menyebabkan kita mengabaikan sifat-sifat sastra dari sumber-sumber yang ada.

Rippin menyimpulkan bahwa kajian historis al-Qur’an mendapat perhatian karena didasari dari keinginan Umat Islam untuk men’sejarah’kan teks al-Qur’an agar dapat dikatakan bahwa Tuhan benar-benar mewahyukan kitab-Nya pada manusia di dunia ini merupakan bukti perhatian Tuhan pada makhluk-Nya. Hanya saja menurut penelitiannya, Andrew Rippin menyatakan bahwa bidang ini belum mendapat perhatian serius menjadi kajian sejarah dan kontekstual teks dari kalangan umat Islam sendiri. Asbab al-nuzul hanya dicatat dan lalu dibiarkan tanpa ada penjelasan kausalitas. Kesimpulan yang lainnya juga adalah bahwa asbab al-nuzul tidak berada pada zaman nabi, tapi hanya hasil rekonstruksi setelah masa Nabi Saw, di mana salah satunya adalah melalui sunnah maupun hadis, padahal keduanya dalam periwayatannya belum tentu benar dan jujur, ketika seseorang meriwayatkannya, apalagi jika mengingat rentang waktu yang berjarak puluhan tahun. Namun, Rippin tidak menyadari tentang teori periwayatan yang dikenal dalam dunia islam. Bahwa proses periwayatan bukan hanya saja secara lafzi akan tetapi juga secara maknawi.

206

Fazlur Rahman, Pendekatan Terhadap Islam Dalam Studi Agama. Hlm.262 207

Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an dan Hadis 108

Dalam dokumen KAJIAN ORIENTALIS THD AL QURAN HADIS (Halaman 105-108)