• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengumpulan Teks al-Qur’an Perspektif W.M Watt

Dalam dokumen KAJIAN ORIENTALIS THD AL QURAN HADIS (Halaman 55-57)

Buku yang berjudul “Bell’s Introduction to The Qur’an”, sebenarnya merupakan karya

Richard Bell. Namun Watt memandang ada beberapa hal yang harus disempurnakan atas karya tersebut. Dalam pengantar buku tersebut, Watt menegaskan bahwa buku tersebut adalah karya Bell. Dalam beberapa alinea, Watt tidak melakukan perubahan. Tetapi terkadang ia tidak segan-segan melakukan kritik pandangan-pandangan Bell secara terus-terang.79

Menurut W.M. Watt dalam bukunya tersebut, sejarah pengumpulan mushaf al- Qur’an dimulai sejak masa khalifah Abu Bakar kemudian dikodifikasi ulang pada masa Utsman. Pengumpulan tersebut berawal ketika terjadi perang Yamamah yaitu perang

riddah. Banyak para penghafal al-Qur’an yang gugur. Sehingga sahabat Umar

mengusulkan agar segera dilakukan pengumpulan al-Qur’an karena kekhawatiran akan lebih banyak lagi penghafal al-Qur’an yang gugur sedangkan al-Quran belum dibukukan. Abu Bakar sempat ragu atas usul Umar tersebut, karena tidak ada wewenang dari Nabi. Namun pada akhirnya ia pun menyetujui usulan Umar dan meminta Zaid bin Tsabit untuk menjadi panitia penulisan, karena ia salah satu juru tulis “sekertaris” Nabi. Setelah proses penulisan selesai, Zaid menyerahkan pada Abu Bakar. Ketika Abu Bakar meninggal diserahkan pada Umar dan ketika Umar meninggal diserahkan pada putrinya, Hafsah, yakni janda Nabi.

77

Ekumenisme diartikan sebagai gerakan menuju kepada persatuan seluruh umat Kristen serta gereja-gereja mereka, melalui organisasi internasional antarsekte yang bekerjasama tentang soal-soal keagamaan yang mengenai kepentingan bersama.

78

http://id.wikipedia.org/wiki/William_Montgomery_Watt. diunduh pada 22 september 2011 79

Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an dan Hadis 56

Watt menyoroti bahwa cerita di atas dapat dikritik atas dasar beberapa alasan.

Pertama, bahwa sampai Nabi wafat tidak ada catatan sah mengenai wahyu. Lebih lanjut

Watt juga mengemukakan bahwa ada beberapa versi mengenai gagasan mengumpulan Qur’an, apakah dimulai pada masa Abu Bakar atau Umar. Kemudian, dengan mengutip pendapat Freidrich Schawally, Watt juga menyinggung bahwa para korban yang gugur dalam perang Yamamah adalah orang yang baru beriman (baru masuk Islam) bukan para huffaz. Kedua, pengumpulan al-Qur’an secara formal dan absah. Hal itu didasarkan bahwa Qur’an yang berada diberbagai daerah juga dianggap absah. Ketiga, Watt juga

meragukan bahwa suhuf yang berada ditangan Hafsah adalah salinan resmi hasil revisi/pengumpulan Zaid, karena jika demikian, hal ini mustahil bila suhuf tersebut berpindah ke tangan orang lain di luar kepemilikan resmi, meskipun Hafsah adalah putri khalifah. Dari poin-poin kritik yang ditawarkan Watt, ia memberi ulasan bahwa tidak ada kegiatan pengumpulan mushaf pada masa khalifah Abu Bakar.80 Pendapat lain yang disebutkan Leone Caentani pun juga demikian. Ia menganggap bahwa hadith yang

menerangkan pengumpulan mushaf pada masa Abu Bakar adalah upaya untuk menjustifikasi pengumpulan mushaf yang dilakukan Utsman.81

Kritik yang ditawarkan Watt tentu tidak dapat dibenarkan secara langsung. Karena banyak perbedaan pendapat akan hal tersebut, seperti yang dikemukakan M.M. A’zami, sarjana Muslim yang konsen terhadap sejarah al-Qur’an. A’zami mengemukakan bahwa bahwa pasca pengumpulan mushaf selesai, Abu Bakar menyimpan suhuf tersebut sebagai arsip negara di bawah pengawasannya. Tentunya suhuf tersebut menjadi dokumen Negara, bukan perorangan, Hafsah. Mengenai kegiatan pengumpulan mushaf pada masa Abu Bakar yang menjadi keraguan Watt pun juga berbeda dengan apa yang dijelaskan oleh A’zami. Bahwa Abu Bakarlah yang memberi instruksi pada Zaid, agar jika ada yang hendak pengumpulkan mushaf maka ia harus membawa dua saksi. Karena hal ini akan menjamin otentisitas al-Qur’an.82 Maka jelaslah bahwa kegiatan pengumpulan mushaf dimulai pada masa khalifah Abu Bakar.

Sementara Taufik Adnan Amal, salah seorang yang juga menulis tentang sejarah al-Qur’an (dalam buku yang berjudul Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an) memberikan

beberapa perbedaan pendapat mengenai siapa khalifah yang pertama mengumpulkan al-Qur’an. Berbeda dengan M. M. A’zami, Taufik memaparkan pendapat yang menyebut bahwa khalifah Alilah yang pertama kali melakukan kegiatan pengumpulan al-Qur’an, hal tersebut didasarkan atas kedekatan Ali dengan Nabi. Meskipun sahabat lainnya juga demikian. Taufik mengutip riwayat al-Zanjani bahwa suatu ketika Nabi berkata pada Ali, “Hai Ali, al-Qur’an berada di belakang tempat tidurku, di atas suhuf. Ambil dan kumpulkanlah, jangan disia-siakan seperti orang Yahudi yang menyia-nyikan Taurat”. Perintah Nabi inilah yang kemudian membuat Ali tidak keluar rumah ketika Nabi wafat. Ketika orang-orang sedang disibukkan memilih khalifah pengganti, Ali menghabiskan waktu mengumpulkan mushaf. Tatkala Abu Bakar terpilih dan dibaiat menjadi khalifah, barulah Ali keluar seraya menunjukkan kepada para sahabat al-Qur’an yang sudah ia kumpulkan.

80 W. Montgomery Watt,

Bell’s Introduction to The Qur’an, Hlm 40-41.

81

Adnin Armas, Metode Bibel Dalam Studi al-Qur’an Kajian Kritis, (Depok: Gema Insani, 2005). Hlm 86-7. 82

Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an dan Hadis 57

Selain itu, Taufik juga menampilkan berbagai pendapat bahwa yang menggagas sekaligus mengumpulkan al-Qur’an adalah khalifah Umar. Di mana ketika Umar mengekspresikan kegelisahannya tatkala mendengar korban jatuh pada perang Yamamah dengan mengucapa innalillahi wa inna ilai rajiun. Maka Umar segera

mengumpulkan al-Qur’an.83 Inilah yang menjadi pijakan pendapat bahwa khalifah Umar lah yang mengumpulkan al-Qur’an pertama kali.

Dalam dokumen KAJIAN ORIENTALIS THD AL QURAN HADIS (Halaman 55-57)