• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL SEBAGAI STRATEGI ADAPTASI PESANTREN BALI BINA INSANI DI DAERAH MINORITAS MUSLIM

A. Konsep Pendidikan Multikultural sebagai Strategi Adaptasi Pesantren Bali Bina Insani (PBBI) di Daerah Minoritas Muslim

4. Argumen Mempraktikkan Pendidikan Multikultural di PBBI

Pendidikan multikultural tidak mengenal fanatisme/ fundamentalisme sosial budaya termasuk agama. Setiap komunitas mengenal dan menghargai perbedaan yang ada. Demikian pula, pendidikan multikultural tidak mengenal adanya xenophobia (kebencian terhadap barang/ orang asing).314 Pendidikan multikultural berusaha mewujudkan peserta didik yang dapat belajar untuk hidup bersama dalam perbedaan (learning to live together).315 Pendidikan multikultural adalah pendidikan yang mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompok gender, etnik, ras, budaya, strata sosial dan agama.

314 H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme, Tantangan Global Masa Depan (Jakarta: Grasindo, 2004), 185-190.

315 Zakiyuddin Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural (Jakarta: Erlangga, 2005), 8.

Di Pesantren BBI, melalui praktik pendidikan multikultural, tidak ada perbedaan yang diskriminatif dalam hal perlakuan kepada civitas akademiknya. Diantara alasan atau argumen Pesantren BBI dalam menerapkan pendidikan multikultural adalah karena ingin mengembangkan sikap toleran dan membangun rasa persaudaraan yang tinggi antar sesama tanpa membeda-bedakannya dari aspek gender, suku, golongan, keyakinan, bahkan agama. Pesantren BBI juga ingin mendapatkan politik pengakuan (politic of recognition) dan keberterimaan dari masyarakat sekitar yang notabene mayoritas non Muslim. Dalam penjelasannya, ketika ditanya tentang mengapa Pesantren BBI mempraktikkan pendidikan multikultural, KH. Ketut Imaduddin Djamal menyatakan:

Karena Pesantren Bali Bina Insani ingin mengembangkan sikap toleran dan membangun rasa persaudaraan dengan sesama tanpa melihat kondisi keagamaan atau budaya tertentu. Pesantren ingin mengembangkan kehidupan yang rukun dan damai di antara sesama umat manusia. Pesantren juga ingin beradaptasi secara budaya dengan umat yang berbeda agama. Pesantren ingin menerima umat yang berbeda sebagaimana orang-orang pesantren diterima di lingkungan mereka. Di samping itu, pendidikan multikultural mengandung nilai-nilai kebaikan dan tidak bertentangan dengan ajaran agama dan budaya.316

Pendidikan multikultural dibangun berdasarkan sikap sosial: pengakuan, penerimaan dan penghargaan terhadap perbedaan dan keberagaman. Menurut Zakiyuddin Baidhawy, pendidikan multikultural merupakan the art of managing diversity and the politic of difference. Ia

316 KH. Ketut Imaduddin Djamal (Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Bali Bina Insani-PP BBI), Wawancara, Bali, 11 Maret 2018.

merupakan seni mengelola keragaman sekaligus kehendak dan sistem politik pengakuan (politic of recognition) akan keberbedaan.317

Di sisi lain, Pesantren BBI ingin memberikan contoh kepada masyarakat umum tentang indahnya toleransi beragama.318 Pesantren BBI juga ingin menjaga dan mengembangkan toleransi antar umat beragama. Pesantren BBI ingin mengajarkan kepada para santrinya tentang pentingnya toleransi beragama.319 Bahkan ada informan yang menyatakan bahwa Pesantren BBI ingin mempersiapkan generasi yang Islami dan mengglobal tanpa kehilangan rasa nasionalisme.320 Ini beberapa argumen Pesantren BBI dalam mempraktikkan pendidikan multikultural di lembaganya.

Pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang mengeksplorasi sisi-sisi partikular dan universal dalam cultural studies; ia berusaha memahami kebudayaan dan masyarakat-masyarakat partikular dalam konteks dan dari perspektif mereka sendiri; ia mengedepankan analisis perbandingan, pemahaman etno-relatif, penilaian yang rasional tentang perbedaan dan persamaan terhadap berbagai kebudayaan dan masyarakat; dan ia berupaya mengidentifikasi ideal-ideal dan praktik bersama dan universal yang melampaui kebudayaan dan masyarakat partikular, membangun jembatan di

317 Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, 36.

318 Made Suardani (Waka Sarpras dan Guru MTs. PP BBI Beragama Hindu), Wawancara, Bali, 12 Maret 2018.

319 Usth. Setiyowati (Guru IPS di MTs. PP BBI), Wawancara, Bali, 12 Maret 2018.

320 Ust. Yuli Saiful Bahri (Wakil Pengasuh PP BBI dan Kasek MTs. BBI), Wawancara, Bali, 11 Maret 2018.

antara berbagai kebudayaan, serta menyediakan basis hubungan manusiawi.321

Alasan yang tidak kalah pentingnya dalam mempraktikkan pendidikan multikultural di Pesantren BBI adalah terkait tempat dan lokasi pesantren. Menurut Usbuni, tempat dan lokasi kedudukan Pesantren Bali Bina Insani berada di tengah-tengah umat Hindu. Oleh karena itu pesantren harus pandai berstrategi sehingga dapat beradaptasi dengan lingkungan. Setiap manusia mempunyai kemauan yang berbeda dan perbedaan merupakan kehendak Allah SWT. Melihat kondisi yang demikian, pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang dibutuhkan masyarakat Muslim khususnya yang tinggal di Propinsi Bali yang mayoritas non Muslim.322

Pendidikan multikultural dapat dimaknai sebagai “pendidikan untuk/ tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan”. Hal ini sejalan dengan pendapat Paulo Freire,323 pendidikan bukan sesuatu yang bersifat “menara gading” yang berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya. Pendidikan harus mampu membebaskan manusia dari berbagai persoalan hidup yang melingkupinya.

321 Baidhawy, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, 8.

322 Ust. Usbuni (Pengurus PP BBI dan Waka Kurikulum MTs. BBI), Wawancara, Bali, 12 Maret 2018.

323 Paulo Freire, Pendidikan Kaum Tertindas, Terjemahan Utomo Dananjaya, dari judul asli

Pedagogy of the Opressed (Jakarta: LP3ES, 1995). Lihat juga karya Paulo Freire, Pendidikan yang Membebaskan, terj. Omi Intan Naomi (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 1999). Juga karya Paulo Freire, Pedagogi Hati, Terjemahan A. Widyamartaya dari judul asli Pedagogy of the Heart (Yogyakarta:

Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi manusia menjadi manusia yang sejati agar terhindar dari berbagai bentuk penindasan, kebodohan, sampai pada tingkat ketertinggalan. Oleh karena manusia sebagai pusat pendidikan, maka manusia harus menjadikan pendidikan sebagai alat pembebasan untuk mengantarkan manusia menjadi makhluk yang bermartabat. Diantara argumen lain Pesantren BBI mempraktikkan pendidikan multikultural adalah: menjaga ke-Bhineka Tunggal Ika-an, meneguhkan komitmen NKRI dan mencegah intoleransi, menjaga kerukunan/ toleransi dengan masyarakat asli Bali di lingkungan Pesantren BBI.324 Banyak argumen yang mendasari Pesantren BBI dalam mempraktikkan pendidikan multikultural di lembaganya.

Pendidikan multikultural merupakan perspektif yang mengakui realitas politik, sosial dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu dalam pertemuan manusia yang kompleks dan beragam secara kultur dan merefleksikan pentingnya budaya, ras, seksualitas, gender, etnisitas, agama, status sosial, ekonomi dan pengecualian-pengecualian dalam proses pendidikan.325 Jadi pendidikan tidak bisa lepas dengan konteks social-historis dan budaya yang ada.

324 Ust. Purnomo (Pengurus PP BBI dan Waka Kesiswaan MTs. BBI), Wawancara, Bali, 12 Maret 2018.