• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL SEBAGAI STRATEGI ADAPTASI PESANTREN BALI BINA INSANI DI DAERAH MINORITAS MUSLIM

A. Konsep Pendidikan Multikultural sebagai Strategi Adaptasi Pesantren Bali Bina Insani (PBBI) di Daerah Minoritas Muslim

3. Dasar Pendidikan Multikultural di PBBI

Multikultural berarti “keragaman budaya”.301 Kultur atau budaya merupakan hasil cipta, karya dan karsa manusia yang tidak diturunkan secara genetis dan bersifat khusus. Kultur tidak identik antara tempat yang dan dengan tempat yang lainnya.302 Aspek “keragaman” yang menjadi inti dari konsep multikultural dan kemudian berkembang menjadi sebuah gerakan

299 Ust. Usbuni (Pengurus PP BBI dan Waka Kurikulum MTs. BBI), Wawancara, Bali, 12 Maret 2018.

300 Usth. Setiyowati (Guru IPS di MTs. PP BBI), Wawancara, Bali, 12 Maret 2018.

301 Scott Lash dan Mike Featherstone (Ed.), Recognition and Difference: Politics, Identity,

Multiculture (London: Sage Publication, 2002), 2.

302 M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural (Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan

yang disebut dengan multikulturalisme,303 merupakan gerakan yang bukan hanya menuntut pengakuan terhadap semua perbedaan yang ada, tetapi juga bagaimana keragaman atau perbedaan yang ada dapat diperlakukan sama atau setara, dalam arti tidak ada perbedaan yang mendasar yang menyebabkan perbedaan perlakuan. Dalam hal ini, ada tiga (3) hal pokok yang menjadi aspek mendasar dari multikulturalisme, yaitu: a. Harkat dan martabat manusia adalah setara; b. Adanya kebudayaan yang berbeda-beda; c. Kesadaran untuk mengakui dan menghormati harkat, martabat dan perbedaan kebudayaan tersebut.

Di Pesantren BBI, praktik pendidikan multikultural didasari oleh sebuah realitas dimana kondisi masyarakat itu beragam dan sulit untuk menghindari keberagaman tersebut. Dalam konteks masyarakat yang beragam, ada komunitas yang mayoritas dan ada komunitas yang minoritas, bahkan ada komunitas yang kuantitasnya setara. Dalam konteks Pesantren BBI, umat Islam di sini minoritas dan hidup di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas beragama Hindu.304 Dalam kondisi seperti itu, komunitas Pesantren BBI mempraktikkan pendidikan multikultural dalam bentuk

303Ada tiga istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan masyarakat yang memiliki karakter beragam, baik dalam aspek keagamaan, ras, bahasa, maupun budaya yang berbeda. Istilah tersebut adalah pluralitas (plurality), keragaman (diversity), dan multikultural (multicultural). Ketiga istilah ini sesungguhnya tidak merepresentasikan hal yang sama, walaupun semuanya mengacu kepada adanya ’ketidaktunggalan’. Konsep pluralitas mengandaikan adanya ’hal-hal yang lebih dari satu’ (many), sedangkan keragaman menunjukkan bahwa keberadaan yang ’lebih dari satu’ itu berbeda-beda, heterogen dan bahkan tak dapat disamakan. Apabila pluralitas sekadar menunjukkan adanya kemajemukan, multikulturalisme memberikan penegasan bahwa dengan segala perbedaannya itu mereka adalah sama di dalam ruang publik. Lihat Charles Taylor, “The Politics of Recognation” dalam Amy Gutman, Multiculturalism, Examining the Politics of Recognition (Princenton: Princenton University Press, 1994), 18.

menghormati dan menghargai komunitas yang mayoritas dan demi keberterimaan masyarakat sekitar terhadap eksistensi pesantren. Disamping karena spirit pendidikan multikultural yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam.

Dalam penjelasannya, KH. Ketut Imaduddin Djamal meyatakan: Diantara hal yang mendasari pesantren mempraktikkan pendidikan multikultural adalah situasi dan kondisi masyarakat sekitar yang mayoritas non Muslim. Sementara kita umat Muslim minoritas, bahkan cenderung hanya tampak di lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti Bali Bina Insani ini. Sebagai kelompok minoritas, umat Islam harus berperilaku persuasif dan menghargai beragam perbedaan yang ada. Salah satunya dengan menerapkan pendidikan multikultural. Di samping itu, ajaran pendidikan multikultural yang di dalamnya terdapat nilai-nilai toleransi, saling menghargai dan mengedepankan persamaan, tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan kebijakan pendidikan nasional.305

Dalam pendidikan multikultural, faktor utama yang perlu dikedepankan dalam lingkungan pendidikan adalah kesadaran untuk menerima dan menghormati pemeluk agama lain, kelompok lain, etnis lain, bahkan tidak membeda-bedakan antar etnis dalam konteks harga diri, keadilan dan HAM. Manusia yang hidup dalam suatu lingkungan komunitas mempunyai harkat dan martabat yang menyatu dengan entitas budayanya masing-masing (yang bersifat dinamis), merupakan dimensi yang sangat urgen dalam pembudayaan nilai-nilai multikultural. Oleh karenanya, menjadi wajar jika nilai-nilai

305 KH. Ketut Imaduddin Djamal (Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Bali Bina Insani-PP BBI), Wawancara, Bali, 11 Maret 2018.

multikultural perlu terintegrasi secara jelas dalam pendidikan Islam. Pendidikan Islam memberikan arahan, bmbingan, tuntunan, contoh dan teladan.306

Yuli Saiful Bahri menyatakan bahwa hal yang mendasari praktik pendidikan multikultural di Pesantren BBI adalah adanya kebutuhan dakwah Islamiyah yang bersifat toleran dan ini harus dikenalkan kepada dunia agar dapat menepis perilaku kelompok Islam yang intoleran dan radikal.307 Dengan demikian, perilaku Pesantren BBI yang secara organik mempraktikkan pendidikan multikultural dapat membantah tuduhan publik akan intoleransi Islam akibat ulah kelompok Islam yang radikal.

Pendidikan multikultural mencoba membantu menyatukan bangsa secara demokratis, dengan menekankan pada perspektif pluralitas masyarakat di berbagai etnik, kelompok budaya yang berbeda. Dengan begitu sekolah perlu dikondisikan untuk mencerminkan praktik dari nilai-nilai demokrasi. Kurikulum perlu menampakkan muatan aspirasi aneka kelompok budaya yang berbeda dalam masyarakat, bahasa, dan dialek; dimana para peserta didik lebih baik berbicara tentang rasa hormat di antara mereka dan menjunjung tinggi nilai-nilai kerjasama, daripada membicarakan persaingan dan prasangka di antara sejumlah pelajar yang berbeda dalam hal agama, ras, etnik, budaya dan status sosial lainnya.308

306 Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1993), 62.

307 Ust. Yuli Saiful Bahri (Wakil Pengasuh PP BBI dan Kasek MTs. BBI), Wawancara, Bali, 11 Maret 2018.

Sementara itu, menurut Made Suardani menyatakan bahwa sesuatu yang mendasari Pesantren BBI dalam mempraktikkan pendidikan multikultural adalah adanya kebutuhan untuk dapat menjalin kerjasama dan hubungan yang baik antara pesantren dan masyarakat meski terdapat perbedaan agama dan budaya diantara keduanya untuk mencapai kedamaian hidup bermasyarakat.309

Pendidikan multikultural didasarkan pada gagasan filosofis tentang kebebasan, keadilan, kesederajatan dan perlindungan terhadap hak-hak manusia. Pendidikan multikultural mempersiapkan seluruh siswa untuk bekerja secara aktif menuju kesamaan struktur dalam organisasi dan lembaga sekolah. Pendidikan multikultural merupakan praktik pendidikan dan pengajaran yang inklusif dengan kurikulum yang berperan bagi kompetisi budaya individual.

Penerapan pendidikan multikultural di Pesantren BBI didasarkan pada situasi dan kondisi lingkungan sekitar pesantren yang mayoritas penduduknya beragama Hindu.310 Hal itu juga didasarkan pada keinginan pesantren untuk mengajarkan kepada santri tentang pentingnya toleransi beragama.311 Secara geografis, Pesantren BBI memang terletak di lingkungan masyarakat yang notabene beragama Hindu, sehingga pendidikan multikultural menjadi pilihan yang rasional (rational choice) untuk

309 Made Suardani (Waka Sarpras dan Guru MTs. PP BBI Beragama Hindu), Wawancara, Bali, 12 Maret 2018.

310 Usth. Ida Qoyimah (Pengurus PP BBI dan Kasek MA BBI), Waawancara, Bali, 12 Maret 2018.

dipraktikkan. Pendidikan multikultural juga sejalan dengan semangat ajaran al-Qur’an Surat Hud Ayat 118 dan al-Surat al-Hujurat Ayat 13.

Pendidikan multikultural juga sejalan dengan semangat Piagam Madinah dan akhlak serta dan keperibadian Rasulullah Muhammad SAW yang paripurna. Keberagaman, heterogenitas/ perbedaan agama dari tenaga pendidik dan budaya/ adat istiadat lingkungan sekitar Pesantren BBI yang mayoritas non Muslim, masyarakat asli Hindu Bali,312 menjadi dasar pertimbangan penting bagi pendidikan multikultural di Pesantren BBI.

Pendidikan multikultural tidak terlepas dari kondisi masyarakat Indonesia yang cukup majemuk dan daerah yang berpulau-pulau. Pendidikan multikultural sendiri merupakan konsep dasar dari sebuh perbedaan dalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan multikultural diyakini mampu memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi peserta didik untuk mengembangkan seluruh potensinya, meski hal itu dilatarbelakangi oleh kondisi yang berbeda. Usbuni menuturkan:

Yang mendasari Pesantren BBI dalam mempraktikkan pendidikan multikultural adalah sebuah kesadaran bahwa pesantren ini terletak di lingkungan masyarakat dengan agama yang berbeda dan jumlah Muslim di pesantren sangat sedikit sehingga kami sangat butuh pertolongan warga sekitar walaupun beda agama untuk melengkapi kekurangan yang kami miliki. Selain itu pesantren ingin menanamkan rasa tasamuh/ toleransi kepada santri dengan langsung mempraktikkan nilai-nilai multikultural dalam kehidupan sehari-hari.313

312 Ust. Purnomo (Pengurus PP BBI dan Waka Kesiswaan MTs. BBI), Wawancara, Bali, 12 Maret 2018.

313 Ust. Usbuni (Pengurus PP BBI dan Waka Kurikulum MTs. BBI), Wawancara, Bali, 12 Maret 2018.

Apa yang dilakukan Pondok Pesantren BBI –dengan demikian- merupakan tindakan yang bersifat pilihan rasional (rational choice) dan dapat diterima akal sehat karena komunitas pesantren merupakan komunitas Muslim yang minoritas dan kondisinya berada di tengah-tengah mayoritas umat non Muslim (beragama Hindu). Hal ini tentu –disamping karena pendekatan persuaisif- juga karena ingin neradaptasi dengan lingkungan sekitar yang berbeda agama.