Terapi aripiprazol oral memperlihatkan efikasi dalam mengatasi fase akut atau eksaserbasi akut skizofrenia. Ia juga efektif untuk terapi rumatan jangka panjang. Profil tolerabilitas dan keamanannya baik dan hal ini terlihat dari rendahnya efek samping ekstrapiramidal, sedasi serta tidak adanya peningkatan berat badan, kadar prolaktin, dan pemanjangan QTc pada EKG.
Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap ODS atau skizoafektif yang dalam keadaan agitasi akut, berusia paling sedikit 18 tahun, lelaki dan perempuan, dan memiliki skor
Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS) Excited Component (PEC) > 15 dan <
32, serta paling sedikit dua dari lima butir PEC mempunyai skor > 4 menunjukkan bahwa aripiprazol injeksi efektif dan sebanding dengan haloperidol dan ditoleransi baik oleh subjek dengan agitasi akut.
Subjek yang dimasukkan ke dalam penelitian ini adalah subjek dengan diagnosis skizofrenia atau skizoafektif, sesuai definisi DSM-IV dan kemudian dikonfirmasi dengan
Mini International Neuropsychiatric Interview (MINI), dalam keadaan agitasi akut tetapi
masih dapat dinilai dengan skala psikiatrik yang digunakan, dapat mengikuti protokol penelitian, bersedia menghentikan semua psikotropik yang digunakan, dan mampu meberikan pernyataan kesediaan berpartisipasi dalam penelitian.
Evaluasi baseline dilakukan satu jam sebelum injeksi pertama. Subjek dibolehkan menerima tiga kali injeksi dalam 24 jam. Injeksi kedua, bila diperlukan, diberikan, paling sedikit, dua jam setelah injekasi pertama. Injeksi ketiga, paling sedikit dua jam setelah injekasi kedua atau empat jam setelah injeksi pertama. Injeksi terakhir diberikan tidak boleh lebih dari dua puluh jam setelah injeksi pertama. Pada kelompok plasebo, bila diperlukan injeksi ketiga, obat yang diberikan adalah aripiprazol 9,75 mg/injeksi. Dosis aripiprazol adalah 9,75 mg/injeksi dan dosis maksimumnya yaitu 29,25 mg/hari. Dosis haloperidol adalah 6,5 mg/injeksi dan dosis maksimumnya adalah 19,5 mg/hari. Ukuran luaran efikasi adalah perbedaan antara rerata skor PEC pada baseline dengan skor PEC dua jam setelah injeksi pertama. Butir PEC terdiri dari hostilitas, ketidakkooperatifan, Terapi Biologik
gaduh gelisah, buruknya pengendalian impuls, dan ketegangan. Ukuran luaran sekunder dipakai Clinical Global Impression-Improvement (CGI-I) scale dan Clinical Global
Impression-Severity of Illness (CGI-S) scale. Selain itu, ACES dan Corrigan Agitated Behavior Scale (CABS) juga digunakan. Untuk menilai beratnya gejala yang berkaitan
dengan skizofrenia digunakan PANSS.
Salama penelitian, penilaian efikasi dilakukan pada baseline dan pada waktu-waktu berikut yaitu 30 menit, 45 menit, satu, satu setengah, dua, empat, enam, dua belas dan dua puluh empat jam setelah injeksi pertama. Penilaian efikasi dilakukan segera sebelum injeksi ulang atau sebelum pemberian terapi lorazepam. Evaluasi injeksi ulang dilakukan pada satu dan dua jam setelah injeksi. Penilaian PANSS dilakukan pada baseline, dua dan 24 jam.
Keamanan, misalnya EPS dinilai dengan SAS dan BARS dinilai pada 2, 4, 6, 12, dan 24 jam setelah injeksi pertama. Obat lain yang boleh diberikan hanya lorazepam dengan dosis maksimum 4 mg/hari. Obat dinyatakan berespons bila skor PEC, dibandingkan dengan baseline, turun sebanyak > 40%, dua jam setelah injeksi pertama.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aripiprazol injeksi efektif mengontrol agitasi akut pada ODS dengan skizofrenia atau skizoafektif. Superiornya aripiprazol injeksi, bila dibandingkan dengan plasebo, terlihat dari perbaikan yang bermakna pada gejala agitasi yang dinilai dengan PEC, dua jam setelah injeksi. Hasil akhir PEC menunjukkan bahwa aripiprazol injkesi noninferior bila dibandingkan dengan haloperidol injeksi. Hasil keseluruhan ukuran efikasi sekunder menunjukkan bahwa aripiprazol injeksi lebih superior bila dibandingkan dengan plasebo dan noninferior bila dibandingkan dengan haloperidol injeksi.
Bila dibandingkan dengan plasebo, perbaikan gejala agitasi dengan aripiprazol dicapai dalam waktu satu jam setelah injeksi pertama, sedangkan dengan haloperidol injeksi dicapai dalam waktu 45 menit. Pencapaian perbaikan dengan haloperidol lebih cepat bila dibandingkan dengan aripirazol tetapi secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna.
Aripiprazol ditoleransi dengan baik. Insiden EPS lebih rendah pada kelompok aripiprazol injeksi (1,7%) bila dibandingkan dengan kelompok plasebo injeksi (2,3%) atau dengan kelompok haloperidol injeksi (12,6%). Selama pengobatan, skor SAS membaik pada kelompok aripiprazol injeksi dan sebaliknya pada kelompok haloperidol injeksi yaitu terjadi perburukan. Tingginya kecenderungan EPS dengan haloperidol injeksi membatasi efektivitasnya secara keseluruhan dalam mengatasi agitasi akut.
Akatisia dan distonia sering terlihat pada pemberian haloperidol injeksi. Gejala ini menyebabkan penderitaan pada ODS dan keluarganya dan dapat memengaruhi sikap dan kepatuhan terhadap pengobatan antipsikotika selanjutnya. (Andrezina R et al., 2006) Terapi Biologik
Sebuah penelitian lainnya melaporkan bahwa terlihat perbaikan skor PEC dengan aripiprazol, dosis 5,25, dan 9,75, serta 15 mg/injeksi (penambahan cairan 07, 1,3, dan 2 dari 7,5 ml) dan haloperidol 7,5 mg dibandingkan dengan plasebo, setelah dua jam injeksi. Bila dibandingkan dengan plasebo, awitan kerja aripiprazol lebih cepat dan perbaikan skor PEC yang bermakna terlihat pada 45 menit dan satu jam setelah aripirazol injeksi (9,75 mg dan 15 mg) dan terlihat pula penurunan yang bermakna pada skor ACES dengan pencapaian skor 4 (fungsi normal) dua jam setelah injeksi. Beberapa subjek pada kelompok aripiprazol injeksi mempunyai skor ACES bernilai 8 (tidur dalam) dan 9 (tidak dapat dibangunkan). Subjek dengan skor bernilai 4 terlihat lebih banyak. Hal ini menunjukkan bahwa aripiprazol injeksi mempunyai efek menenangkan (calming effect) atau kecenderungan sedasi berlebihannya rendah. Dengan kata lain, aripiprazol injeksi memiliki insiden efek samping terkait sedasi cukup rendah. Sedasi yang berlebihan dapat pula memengaruhi efektivitas terapi agitasi karena ia dapat memengaruhi kelancaran wawancara, evaluasi, dan pencapaian aliansi terapetik yang efektif dengan ODS. (Frank AF, Gunderson JG, 1990) Tabel 1 di bawah ini memperlihatkan antipsikotika yang sering digunakan.
tabel 1. obat Antipsikotik yang sering Digunakan
obat antipsikotik Anjuran (mg/hari) rentang Dosis Ekivalen klorpromazin Waktu paruh(mg/hari) (jam)
Antipsikotik generasi I Fenotiazin Klorpromazin 300–1000 100 6 Flufenazin 5–20 2 33 Perfenazin 16–64 10 10 Thioridazin 300–800 100 24 Trifluoperazin 15–50 5 24 Butirofenon Haloperidol 5–20 2 21 Lainnya Loksapin 30–100 10 4 Antipsikotik generasi II Aripiprazol 10–30 75 Klozapin 150–600 12 Olanzapin 10–30 33 Quetiapin 300–800 6 Risperidon 2–8 24
Sumber: Preston JD et al., 2010 dan Practice Guideline For The Treatment of Patients With Schizophrenia, 2nd Edition, American Psychiatric Association 2004.
Terapi Biologik
Pemilihan antipsikotika sering ditentukan oleh pengalaman ODS sebelumnya dengan antipsikotika misalnya, respons gejala terhadap antipsikotika, profil efek samping (misalnya, disforia), kenyamanan ODS terhadap obat tertentu terkait cara pemberiannya. Obat antipsikotika generasi kedua harus dipertimbangkan sebagai obat lini pertama untuk fase akut skizofrenia terutama karena rendahnya efek samping ekstrapiramidal dan tardive diskinesia (82-85). Untuk ODS yang sebelumnya sudah berhasil diobati dengan APG-I atau ODS lebih memilih APG-I dan secara klinis obat tersebut memang bermanfaat, maka untuk ODS tersebut obat APG-I dapat dijadikan pilihan pertama.
Kecuali klozapin yang efektif untuk ODS yang sudah resisten dengan terapi, untuk mengobati gejala positif skizofrenia, semua antipsikotika, secara umum efikasinya sama. Untuk mengobati psikopatologi global, gejala kognitif, negatif dan mood, APG-II lebih baik daripada APG-I. Meskipun demikian, tidak semua setuju dengan pendapat ini.
Tidak ada bukti suatu APG-II lebih baik daripada APG-II lainnya. Ternyata terdapat perbedaan respons individual. Riwayat efek samping dapat menjadi pertimbangan dalam pemilihan antipsikotika. Tabel 2. di bawah ini adalah efek samping terkait dengan antipsikotika.
tabel 2. Pilihan obatan untuk Fase Akut skizofrenia
PErtImBANgAN BENtUk PEmBErIAN PENgoBAtAN
kelompok 1 kelompok 2 kelompok 3 kelompok 4
ProFIL PAsIEN Agen generasi risperidon, olanzapin Injeksi obat
pertama Quetiapin, Ziprazidon klozapin antipsikotik jangka
Aripiprazol panjang
Episode pertama Ya Perilaku atau ide bunuh diri Ya yang menetap
Perilaku agresif dan Ya
permusuhan yang menetap
Ya; obat-obat Kelompok 2 mungkin tdk sama dlm sifat Diskinesia tardiva lebih rendah / tidak adanya Ya risiko diskinesia tardiva
Riwayat sensitivitas terhadap Ya, kecuali Risperidon efek samping ekstrapiramidal dosis lebih tinggi Riwayat sensitivitas terhadap Ya, kecuali Risperidon peningkatan prolaktin
Riwayat sensitivitas terhadap Ziprazidon atau Aripirazol peningkatan berat badan,
hiperglikemia, hiperlipidemia
Ketidakpatuhan yang berulang Ya
terhadap pengobatan farmakologi
Sumber: Practice Guideline For The Treatment of Patients With Schizophrenia, 2nd Edition, American Psychiatric Association 2004.
Terapi Biologik