• Tidak ada hasil yang ditemukan

tErAPI ELEktrokoNvULsIF (tEk) (electroconvulSive therApy / ECt)

Dalam dokumen konsensus skizofrenia (Halaman 68-75)

Walaupun obat-obat antipsikotika pilihan utama dalam mengobati pasien dengan skizofrenia, sekitar 50% ODS memperoleh sedikit keuntungan dari terapi obat APG-I. Lebih jauh, pada ODS yang pada awalnya berespon terhadap obat, pada fase akut, 78% mengalami kekambuhan atau rekuren selama 2 hingga 12 tahun periode pemantauan walaupun mereka tetap menerima obat yang sama. Respon yang lebih baik diperoleh dari APG-II. Di antara obat-obat APG-II, klozapin adalah obat terbaik untuk ODS yang resisten dengan pengobatan. Angka responsnya adalah sekitar 50%. (Chanpattana W, 2007) Terapi elektrokonvulsif telah digunakan dalam penatalaksanaan skizofrenia sejak tahun 1938. Namun, indikasi dan efikasinya pada ODS kurang jelas karena kurangnya penelitian berkualitas dalam hal ini. Satuan Tugas (task force) American Psychiatric Association (APA) pada tahun 1990, menyatakan bahwa ECT merupakan terapi yang efektif untuk eksaserbasi skizofrenia, khususnya dalam keadaan katatonia, gejala-gejala afektif yang menonjol, atau yang ada riwayat berespon baik terhadap TEK.

Bukti ilmiah yang mendukung penggunaan TEK sangat terbatas. Biasanya digunakan untuk ODS yang tidak berespon terhadap antipsikotika. Penggunaannya sering dikombinasi dengan antipsikotika. Belakangan ini, United Kingdom’s National Institute for Clinical

Excellence (NICE) memublikasikan pendapat yang berlawanan yaitu tidak mengizinkan

penggunaan TEK untuk penatalaksanaan skizofrenia. Jadi, sangat sedikit konsensus tentang peran TEK dalam tatalaksana skizofrenia. Tabel 7 di bawah ini memperlihatkan rekomendasi Satuan Tugas APA Tentang Penggunaan TEK sedangkan Tabel 8 adalah Rekomendasi Komite Khusus Royal College of Psychiatrist tentang TEK.

tabel 7. rekomendasi satuan tugas APA tentang Penggunaan tEk

a. TEK efektif untuk ODS dalam situasi berikut:

• Episode sekarang dengan awitan yang tiba-tiba atau tertunda. • Skizofrenia tipe katatonik

• Riwayat respons yang baik terhadap TEK

b. TEK efektif untuk skizofreniform dan gangguan skizoafektif

c. TEK efektif untuk gangguan psikotik yang tidak ditentukan di tempat lain (not otherwise specified)

tabel 8. rekomendasi komite khusus royal College of Psychiatrist tentang Penggunaan tEk Pada skizofrenia.

a. TEK tidak direkomendasikan untuk pasien skizofrenia tipe II, dengan pengecualian adalah ketika gejala-gejala depresif yang nyata muncul dalam konteks suatu sindrom tipe II.

b. Penggunaan TEK pada ODS tipe I adalah terbatas pada pasien:

1. Yang tidak mampu menoleransi dosis neuroleptik yang ekivalen dengan klorpromazin 500 mg/hari

2. Yang memiliki respons jelek terhadap dosis neuroleptik yang ekivalen dengan klorpromazin 500 mg/hari

3. Subkelompok spesifik, khususnya ketika gejala-gejala psikotik dijumpai dalam hubungannya dengan gejala-gejala afektif dan/atau perubahan perilaku motorik

c. TEK bisa mengurangi perilaku antisosial yang muncul sebagai respons terhadap gejala psikotik tipe I yang mendasarinya ketika medikasi antipsikotik sendiri gagal mengatasi gejala-gejala psikotik

Catatan: Skizofrenia tipe I = skizofrenia dengan gejala-gejala positif; Skizofrenia tipe

II = skizofrenia dengan gejala-gejala negatif Terapi Biologik

Terdapat empat penelitian yang membandingkan TEK unilateral dengan bilateral pada skizofrenia. Tidak ada penelitian yang melaporkan adanya perbedaan efikasinya pada kedua lokasi tersebut. Enam puluh dua pasien dengan skizofrenia yang resisten terhadap pengobatan diacak untuk mengetahui manfaat TEK bilateral. Ada kelompok yang mendapat rangsangan hanya sedikit di atas batas serangan kejang. Yang lainnya, dua kali batas serangan kejang atau empat kali batas serangan kejang. Kelompok yang berada di batas serangan kejang memerlukan TEK lebih sering dan memerlukan hari yang lebih banyak untuk memenuhi kriteria respons. Tidak ada perbedaan respons antara kelompok dengan dua kali batas serangan kejang dengan empat kali batas serangan kejang. Hal ini penting secara klinik karena TEK sering digunakan ketika perbaikan yang cepat diperlukan pada pasien dengan eksaserbasi psikotik.

Dosis rangsangan yang lebih tinggi dapat mempercepat respon yang sebanding dengan yang dijumpai pada depresi mayor. Hanya ada satu penelitian yang mengevaluasi frekuensi TEK yang diberikan dalam satu minggu. Sebuah penelitian mengevaluasi dua puluh dua pasien yang menerima TEK dua kali per minggu dan dibandingkan dengan dua puluh satu pasien yang menerima TEK tiga kali per minggu, kedua kelompok sebanding umur, jenis kelamin, dan lamanya sakit, menunjukkan bahwa respon kelompok yang mendapat tiga kali per minggu lebih cepat. Pasien dengan depresi, secara umum memerlukan 6 hingga

12 sesi sedangkan ODS dan mania memerlukan sesi yang lebih banyak.1 Jumlah sesi

yang diperlukan bervariasi sesuai dengan individu. Apabila remisi sempurna telah dicapai, tidak diperlukan lagi sesi tambahan. Tidak ada konsensus yang dicapai terhadap jumlah maksimum TEK yang bisa diberikan kepada pasien dan tidak ada konsensus tentang indikasi untuk terapi rumatan. (Prudic J, 2005)

repetitive trAnScrAniAl mAgnetic StimulAtion (rtms)

Zaman dkk., pada tahun 2008 melaporkan bahwa Repetitive Transcranial Magnetic

Stimulation (rTMS) merupakan teknik baru yaitu neurostimulasi otak yang bisa memperbaiki

gejala skizofrenia. Teknik ini bersifat non-invasive yang mempengaruhi transmisi trans-sinaptik, modulasi tidak langsung dari aktivitas neuronal, khususnya di regio korteks otak sebagaimana sirkuit neuronal yang relevan.

Repetitive Transcranial Magnetic Stimulation telah digunakan untuk ODS sejak akhir

tahun 1990-an. Manfaat rTMS pada gejala negatif skizofrenia, masih belum jelas. Teknik rTMS memberikan efek terapeutik yang poten untuk ODS dengan halusinasi pendengaran. (Prikryl R et al., 2010)

Tidak banyak penelitian yang melihat manfaat rTMS terhadap waham. Menurut meta-analyses, frekuensi rendah (1Hz) rTMS diaplikasikan di atas korteks temporoparietal kiri tidak cocok untuk penatalaksanaan waham. Waham, tidak seperti halusinasi pendengaran, berhubungan dengan disfungsi korteks orbitofrontal bukan korteks temporoparieta. Terapi Biologik

Hendaya gyrification dari korteks orbitofrontal, khususnya yaitu berkurangnya volume girus orbito medial, sering dijumpai. Hal tersebut berhubungan dengan gangguan kognitif formal. Penemuan lain diawali dari Diffusion Tensor Imaging (DTI) menunjukkan penurunan massa putih (white matter) di korteks frontal yang berhubungan dengan hendaya memori kerja. Perubahan serebelum dan massa putih parietal dikaitkan dengan waham. Walaupun dinyatakan bahwa rTMS bermanfaat seperti TEK atau beberapa penelitian rTMS menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam menurunkan halusinasi pendengaran, rTMS belum mendapat persetujuan FDA sebagai terapi pada psikosis. Penelitian tambahan diperlukan sebelum merekomendasikannya pada praktik klinik. (Lehman AF et al., 2004)

BAB Iv

INtErvENsI PsIkososIAL

Tatalaksana skizofrenia yang optimal seyogyanya merupakan keterpaduan antara intervensi medis dengan intervensi psikososial. Berbagai studi membuktikan bahwa intervensi psikososial bermanfaat dalam menurunkan frekuensi kekambuhan, mengurangi kebutuhan rawat kembali di rumah sakit, mengurangi penderitaan akibat gejala-gejala penyakitnya, meningkatkan kapasitas fungsional, memperbaiki kualitas hidup dan kehidupan berkeluarga. Intervensi psikososial bisa dimulai sedini mungkin namun hendaknya disesuaikan dengan fase perjalanan penyakitnya, dengan melibatkan orang dengan Skizofrenia dan keluarganya sejak awal. Melalui intervensi psikososial, orang dengan Skizofrenia dan keluarga diajak untuk memahami perjalanan penyakit, perkembangan gejala, dan menyusun harapan yang lebih realistik untuk kehidupan dan masa depannya.

Intervensi psikososial adalah proses yang memfasilitasi kesempatan untuk individu meraih tingkat kemandiriannya secara optimal di komunitas (WHO, 1996). Anthony, Cohen, dan Farkas, 1990 menyatakan bahwa intervensi psikososial adalah dukungan pada orang dengan penurunan fungsi akibat gangguan jiwa yang dialami sehingga mereka dapat menjalani kehidupan dan merasa puas dengan pilihannya untuk hidup di masyarakat dengan sedikit mungkin bantuan dari professional kesehatan. Saat ini intervensi psikososial dikembangkan dengan mengadaptasi konsep dan pendekatan Recovery, yaitu sebuah pendekatan yang melihat proses pemulihan sebagai sebuah perjalanan penyembuhan dan transformasi yang memampukan orang dengan masalah kesehatan jiwa untuk hidup secara bermakna di masyarakat berdasarkan pilihannya dan mencapai potensi yang dimilikinya. (SAMHSA, 2004)

Dari sejak awal orang dengan Skizofrenia dan keluarga diajak bekerjasama menyusun rencana tatalaksana dan target pemulihan yang realistis dan mungkin dicapai. Berdasarkan tujuannya, intervensi psikososial memiliki ruang lingkup sebagai berikut:

tabel 9. Intervensi Psikososial Berdasarkan tujuan yang Akan Dicapai (WHo, 1996)

tUjUAN LANgkAH-LANgkAH

Menurunkan gejala Memberikan terapi yang sesuai (farmako dan

psikoterap), intervensi psikososial

Menurunkan efek negatif dari perawatan Mengurangi dan menghilangkan konsekuensi serta dampak fisik dan perilaku akibat intervensi medik. Mencegah efek perawatan jangka panjang

tUjUAN LANgkAH-LANgkAH

Meningkatkan kompetensi sosial Meningkatkan kapasitas individu dalam

keterampilan sosial, koping psikologis, dan fungsi okupasi

Menurunkan stigma dan diskriminasi

Dukungan keluarga Untuk keluarga yang salah satu anggota

keluarganya mengalami gangguan jiwa

Dukungan sosial Membangun dan memelihara dukungan

terutama untuk kebutuhan dasar (rumah, pekerjaan, jaringan sosial, dan waktu luang)

Pemberdayaan konsumer Meningkatkan autonomi konsumer dan

keluarga

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, terdapat 8 area psikososial yang perlu dinilai yaitu:

1. Psikiatrik (manajemen gejala)

2. Sosial (hubungan dalam keluarga dan masyarakat)

3. Vokasional dan edukasional (keterampilan menyelesaikan masalah, motivasi) 4. Keterampilan hidup dasar (kebersihan, perawatan diri)

5. Financial (budget)

6. Sumber-sumber di masyarakat dan aspek legal

7. Kesehatan atau medical (konsistensi dalam pengobatan) 8. Perumahan (lingkungan yang aman)

Strategi untuk menyelenggarakan intervensi psikososial dapat diterapkan di tingkat individu maupun komunitas. Di tingkat individu, strategi yang dapat dijalankan berupa penatalaksanaan farmakologis, latihan keterampilan sosial dan keterampilan hidup dasar, dukungan psikologis bagi orang dengan skizofrenia dan keluarga, perumahan, rehabilitasi vokasional, jaringan dukungan sosial, dan pemanfaatan waktu luang. Di tingkat komunitas, intervensi yang dapat diberikan ditujukan untuk menggalang opini dan sikap yang lebih positif.

Pendekatan psikososial diterapkan secara individual sesuai dengan kebutuhan spesifik dari masing masing orang. Intervensi psikososial juga harus berbasis bukti dan dilaksanakan oleh petugas yang terlatih. Intervensi psikososial berbasis bukti yang dianggap efektif untuk skizofrenia adalah:

1. Psikoedukasi 2. Intervensi keluarga

3. Terapi kognitif perilaku (CBT) 4. Pelatihan Keterampilan Sosial

5. Terapi vokasional 6. Remediasi kognitif

7. Dukungan kelompok sebaya

Psikoedukasi

Psikoedukasi bertujuan untuk meningkatkan pemahaman orang dengan skizofrenia dan keluarga tentang perjalanan penyakit, pengenalan gejala, pengelolaan gejala, pengobatan (tujuan pengobatan, manfaat dan efek samping), peran orang dengan skizofrenia dan keluarga dalam pengobatan. Psikoedukasi juga bertujuan untuk memperkenalkan orang dengan skizofrenia dan keluarga terhadap perencanaan hidup yang lebih realistic dan mampu laksana. Psikoedukasi merupakan suatu rangkaian pembelajaran berkesinambungan seyogyanya mampu memberikan pengetahuan yang memadai bagi orang dengan skizofrenia dan keluarganya dalam menghadapi setiap tahap dari perjalanan penyakitnya.

Dalam dokumen konsensus skizofrenia (Halaman 68-75)

Dokumen terkait