• Tidak ada hasil yang ditemukan

ProFIL FArmAkoLogI

Dalam dokumen konsensus skizofrenia (Halaman 53-57)

Aripiprazol merupakan agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-HT1A serta antagonis 5-HT2A.

Ia juga mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptor D3, afinitas sedang pada D4, 5-HT2c,

5-HT7, a1- adrenergik, histaminergik (H1), dan serotonin reuptake site (SERT), dan tidak

terikat dengan reseptor muskarinik kolinergik. Metabolit aktifnya, dehidro-aripiprazol,

memperlihatkan afinitas yang sama dengan komponen induknya di reseptor D2 dan tidak

terlihat adanya perbedaan profil farmakologi yang bermakna secara klinik. (Grunder G et al., 2022)

Agonis parsial merujuk kepada kemampuan untuk menghambat reseptor bila reseptor tersebut terstimulasi berlebihan dan mampu merangsang reseptor bila diperlukan peningkatan aktivitas reseptor tersebut. Tidak seperti APG-II lainnya, mengurangi gejala

positif dengan menghambat reseptor D2, aripiprazol bekerja dengan menyetabilkan

reseptor atau memodulasi tempat pengikatan. Apabila terjadi suplai dopamin yang Terapi Biologik

berlebihan (muncul gejala positif), aripiprazol akan mengikat reseptor dopamin tersebut dan kemudian meredakan stimulasinya. Akibatnya, terbentuk sinyal yang stabil yang hampir mendekati fungsi fisiologi normal sehingga terjadi pengurangan gejala psikotik. (Byars A et al., 2002)

Sebuah penelitian yang menggunakan positron emission tomography (PET) melaporkan bahwa setelah 14 hari pemberian aripiprazol, dosis 0,5-30 mg per hari, terlihat okupansi

reseptor D2 sekitar 40%-95%. Meskipun okupansi reseptor D2 di striatal lebih dari 90%,

akibat penggunaan aripiprazol dosis tinggi, gejala ekstrapiramidal tidak ditemukan. Teori

sebelumnya menyatakan bahwa EPS akan muncul, apabila okupansi D2 reseptor lebih dari

70%-80%. Hal ini menunjukkan bahwa teori tersebut hanya berlaku untuk obat dengan antagonis sempurna, bukan untuk aripiprazol yang bersifat agonis parsial. (Yokoi F et al., 2002)

Bila transmisi dopamin berkurang, aripiprazol mampu meningkatkan aktivitas transmisi tersebut melalui peningkatan aktivitas intrinsiknya. Mekanisme kerja yang unik ini dikaitkan dengan kemampuannya mengobati gejala negatif yang diduga disebabkan oleh hipodopaminergik.

Aripiprazol juga bekerja sebagai agonis parsial pada reseptor serotonin 5-HT1A dan antagonis

pada reseptor 5-HT2A. Agonis parsial pada reseptor 5-HT1A diketahui memberikan efek

anksiolitik. Antagonis pada reseptor 5-HT2A dapat memperbaiki gejala negatif. (Millan MJ,

2000) Aripiprazol memiliki afinitas sangat rendah terhadap histamin (H1) dan muskarinik

(M1). Hambatannya pada reseptor a1-adrenergik dikaitkan dengan hipotensi ortostatik.

(vanKammen DP, Marder SR, 2005b)

FArmAkokINEtIk DAN DIsPosIsI

Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet, cairan dan injeksi. Dosis awal yang direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari. Kisaran dosis yaitu antara 10-30 mg/hari. Karena kemungkinan ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk memberikan dosis awal lebih rendah. Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg dapat meningkatkan tolerabilitas.

Aripiprazol tidak terpengaruh oleh makanan. Setelah pemberian oral, aripiprazol diserap dengan baik dengan konsentrasi puncak plasma terjadi dalam waktu 3-5 jam. Bioavailabilitasnya adalah 87%. Di dalam plasma, aripiprazol dan metabolit utamanya, dehidro-aripiprazol, terikat dengan protein lebih dari 99%, terutama dengan albumin. Aripiprazol terdistribusi di luar sistem vaskuler. Waktu paruh eliminasi aripiprazol dan metabolitnya adalah 47 jam dan 94 jam (untuk metabolit aktifnya yaitu dehidro-aripiprazol). Waktu pencapaian stabilnya obat dalam plasma (steady state) adalah setelah hari ke-14.

Aripiprazol dimetabolisme terutama di hepar. Ada dua enzim sitokrom hepar yaitu P450, 2D6 dan 3A4 yang mengkatalisasi dehidrogenasi aripiprazol menjadi dehidro-aripiprazol. Aripiprazol tidak melakukan glukoronidasi langsung dan bukan substrat untuk enzim sitokrom P450: 1A1, 1A2, 2A6, 2B6, 2C8, 2C9, 2C19, dan 2E1.

Pada penggunaan aripiprazol, penyesuaian dosis terkait dengan umur, jender, ras, merokok, status fungsi hepar dan ginjal ODS, tidak diperlukan. Sekitar 25%-55% dapat ditemukan dalam urin dan feses. Aripiprazol yang tidak diubah diekskresikan melalui urin sebanyak 1% dan 18% melalui feses. Aripiprazol sedikit berpengaruh terhadap enzim hepar lainnya tetapi tidak memengaruhi metabolisme obat lainnya.

INtErAksI oBAt

Obat-obat yang menginduksi CYP3A4, misalnya karbamazepin, dapat meningkatkan klirens aripiprazol sehingga menurunkan kadar plasmanya. Sebaliknya, obat-obat yang menghambat CYP3A4 (misalnya, ketokonazol) atau menghambat CYP2D6 (misalnya, quinidin, fluoksetin, dan paroksetin) dapat menghambat eliminasi aripiprazol sehingga meningkatkan kadar plasma aripiprazol. Aripiprazol tidak menyebabkan interaksi farmakokinetik yang bermakna secara klinik dengan obat-obat yang dimetabolisme oleh enzim P450 lainnya.

Pada penelitian in vivo, aripiprazol 10-30 mg juga tidak mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap obat yang dimetabolisme oleh CYP2D6 (dekstrometorfan), CYP2C9 (warfarin), dan CYP2C19 (omeprazol). Selain itu, aripiprazol juga tidak berpotensi untuk memengaruhi obat-obat yang dimetabolisme oleh CYP1A2. (McGavin JK and Goa KL, 2002)

Obat-obat di bawah ini memerlukan penyesuaian dosis bila diberikan bersamaan dengan aripiprazol;

Famotidin

Pemberian aripiprazol bersamaan dengan famotidin, antagonis H2, penghambat asam

lambung poten, dapat menurunkan solubilitas aripiprazol, dan kemudian memperpanjang waktu dan menurunkan jumlah absorbsi.

valproat

Apabila valproat dan aripiprazol diberikan bersamaan, steady state Cmax dan AUC aripiprazol

berkurang 25%. Walaupun demikian, ada penelitian lain yang memperlihatkan bahwa tidak ada pengaruh yang bermakna terhadap steady state aripiprazol, bila ia diberikan bersamaan dengan valproat.

Antihipertensi

Kombinasi aripiprazol dengan obat-obat antihipertensi dapat menimbulkan hipotensi. Obat yang tidak memerlukan penyesuaian dosis aripiprazol adalah litium, dekstrometorfan, warfarin, dan omeprazol. Pemberian litium bersamaan dengan aripiprazol tidak memengaruhi konsentrasi aripiprazol. Litium tidak dimetabolisme dan tidak terikat dengan protein, serta diekskresikan dalam bentuk utuh di urin. Oleh karena itu, pemberiannya bersamaan dengan aripiprazol tidak memengaruhi farmakokinetik aripiprazol atau metabolit aktifnya. (vanKammen DP, Marder SR, 2005b)

EFEk sAmPINg

Sebuah penelitian jangka pendek, plasebo-kontrol, melaporkan bahwa tidak ada perbedaan insidensi berhentinya dari pengobatan akibat kejadian yang tidak diinginkan (adverse

event) antara kelompok yang mendapat aripiprazol (7%) dengan yang mendapat plasebo

(9%). Sakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, ansietas, dan mual merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan secara spontan oleh kelompok yang mendapat aripiprazol.

Efek samping ekstrapiramidalnya tidak berbeda secara bermakna dengan plasebo. (McQuade R et al., 2002a) Akatisia dapat terjadi dan kadang-kadang dapat sangat mengganggu ODS sehingga sering mengakibatkan penghentian pengobatan. Insomnia dapat pula ditemui. Tidak ada peningkatan berat badan dan diabetes melitus pada penggunaan aripiprazol. Selain itu, peningkatan kadar prolaktin juga tidak dijumpai. Aripiprazol tidak menyebabkan perubahan interval QTc. Terjadinya kejang pernah dilaporkan. (vanKammen DP, Marder SR, 2005b)

Sebuah penelitian yang dilakukan selama 52 minggu, membandingkan aripiprazol dengan haloperidol, menunjukkan bahwa terdapat penambahan berat badan minimal pada kelompok yang mendapat aripiprazol yang ketika awal terapi mempunyai body mass

index (BMI) < 23, sedangkan ODS yang BMI-nya, pada awal terapi > 27, mengalami

pengurangan berat badan. (McQuade R et al., 2002b)

Penelitian lainnya, dilakukan selama 26 minggu, membandingkan aripiprazol dengan olanzapin, menunjukkan bahwa aripiprazol dikaitkan dengan penurunan berat badan, rata-rata 0,9 kg selama penelitian tersebut sedangkan olanzapin meningkatkan berat badan sebanyak 3.6 kg. Aripiprazol dapat menurunkan kadar rata-rata kolesterol secara signifikan sedangkan olanzapin, risperidon, dan haloperidol menimbulkan peningkatan kadar kolesterol. Berbeda dengan haloperidol dan risperidon, aripiprazol tidak menyebabkan peningkatan kadar prolaktin. Tidak ada laporan mengenai kejadian sindroma neuroleptik malignansi akibat aripiprazol. ODS yang sudah stabil dan kemudian obatnya diganti dengan aripiprazol melaporkan terjadinya insomnia. Insomnia yang terjadi biasanya bersifat sementara dan hilang dengan penambahan sedatif-hipnotik. (Saha A, 2001)

koNtrAINDIkAsI

Aripiprazol dikontraindikasikan terhadap ODS-ODS yang diketahui hipersensitif terhadap

obat aripiprazol. Karena aripiprazol bekerja sebagai antagonis reseptor a1-adrenergik,

hipotensi ortostatik dapat terjadi. ODS-ODS dengan kelainan jantung tidak diikutsertakan dalam penelitian-penelitian aripiprazol. Oleh karena itu, penggunaan aripiprazol pada ODS dengan riwayat infark jantung, jantung iskemik, gagal jantung, dan abnormalitas konduksi jantung, serta penyakit serebrovaskuler, atau kondisi yang berpotensi terjadinya hipotensi (hipovolum, dehidrasi, dan memakai antihipertensi) sebaiknya dihindari. Selain itu, tidak ada penelitian pada wanita hamil dan menyusui sehingga penggunaan aripiprazol pada ODS yang hamil dan menyusui tidak dianjurkan.

Kejang terjadi pada 0,1% (1/926) ODS yang diobati dengan aripiprazol jangka pendek. Oleh karena itu, aripiprazol sebaiknya tidak digunakan pada ODS dengan riwayat kejang atau kondisi-kondisi yang menurunkan ambang kejang (misalnya, demensia Alzheimer). Seperti antipsikotika lainnya, aripiprazol mempunyai potensi untuk memengaruhi ketrampilan motorik. Oleh karena itu, mengendarai mobil dan mengoperasikan mesin-mesin yang berbahaya, sebaiknya berhati-hati. (vanKammen DP, Marder SR, 2005b)

Dalam dokumen konsensus skizofrenia (Halaman 53-57)

Dokumen terkait